You are on page 1of 29

Kepada Yth.

dr. Zuhriah Hidajati Sp.A, M.Si. Med

REFLEKSI KASUS

Seorang Anak Perempuan 15 Bulan dengan Kejang Demam


Simplek, Diare Akut tanpa Tanda Dehidrasi Berat, Infeksi
Respiratorik Akut Atas dan Status Gizi Kurang
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang

Disusun oleh:
Najwa Farhana
30101307020

Pembimbing :
dr. Zuhriah Hidajati, Sp. A, M.Si. Med
dr. Lilia Dewiyanti, Sp. A, M.Si. Med
dr. Neni Sumarni, Sp. A
dr. Adriana Lukmasari, Sp. A
dr. Harancang Pandih Kahayana, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Najwa Farhana

NIM : 30101307020

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Judul : Seorang Anak Perempuan 15 Bulan dengan Kejang Demam


Simplek, Diare Akut tanpa Tanda Dehidrasi Berat, Infeksi
Respiratorik Akut Atas dan Status Gizi Kurang

Pembimbing : dr. Zuhriah Hidajati, Sp. A, M.Si. Med

Semarang, Agustus 2016


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota Semarang

Pembimbing

dr. Zuhriah Hidajati, Sp. A, M.Si. Med


BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering ditemukan


pada anak, dengan insiden 2-5%. Sebagian besar kasus kejang demam merupakan
kompetensi dokter umum, dan tidak perlu dirujuk ke dokter anak, dokter saraf,
atau dokter saraf anak. Sebagian kecil kasus mempunyai masalah pada tatalaksana
dan prognosis yang kurang baik sehingga perlu dirujuk.(1)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38OC) akibat suatu proses ekstra kranial. Menurut
consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian
pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu.(1)
Secara umum berdasarkan manifestasi kejang, kejang demam dibagi atas
kejang demam sederhana (simple febrile convulsion) dan kejang demam kompleks
(complicated/complex febrile seizure). Kejang demam sederhana merupakan
kejang yang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh > 38 (suhu rektal),
kejang terjadi secara umum dan tonik-klonik, berdurasi < 15 menit, frekuensi
kejang 1 kali dalam 24 jam, diiringi dengan mengantuk pada periode postiktal
singkat. Kejang demam kompleks merupakan kejang demam yang berdurasi > 15
menit, terjadi secara fokal maupun multipel. Kejang yang terjadi lebih dari 1 kali
pada satu episode demam juga diklasifikasikan sebagai kejang demam
kompleks.(2)
Tatalaksana kejang demam terbagi atas 3 hal, yaitu pengobatan fase akut,
mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis terhadap
berulangnya kejang demam.(1)
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. N.U.R
Umur : 1 tahun 3 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Sinar Surya IV/939C 10/01

Nama Ayah : Tn. I. S


Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : S1

Nama Ibu : Ny. W


Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : S1

Bangsal : Nakula IV
No. CM : 361xxx
Masuk RS : 12 Agustus 2017

II. DATA DASAR

1. ANAMNESIS ( ALLOANAMNESIS )
Alloanamnesis dengan ibu kandung penderita pada tanggal 15
Agustus 2017 di ruang Nakula IV dan didukung dengan catatan
medis.
a. Keluhan Utama
Kejang
b. Keluhan tambahan
BAB cair (+); Muntah (+); Batuk (+); pilek (+)
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum masuk rumah sakit :
- Dua hari SMRS pasien BAB cair 5 kali dalam 1 hari,
terdapat ampas pada tinjanya. Tidak terdapat lendir, dan
darah pada tinja. Pasien juga muntah-muntah setiap makan.
Pasien menolak makan dan sering menangis. Pasien juga
batuk berdahak namun dahak sulit dikeluarkan yang tidak
teru-menerus. Pasien juga pilek disertai ingus berwarna
putih encer. Sebelumnya pasien dititipkan ke tempat
penitipan anak karena ibu sudah mulai bekerja.
- Satu hari SMRS pasien demam tinggi yang timbul
mendadak. Demam diukur dengan termometer oleh ibu
didapatkan suhu 38,50C. Demam dirasa terus-menerus dan
belum membaik dengan pemberian obat penurun panas.
Pasien menjadi semakin rewel dan susah makan. Pasien
masih BAB cair 3 kali dalam 1 hari, terdapat ampas, tidak
ada lendir dan darah pada tinja. Pasien masih batuk-pilek.
- Tiga jam SMRS pasien kejang 1 kali dirumah selama kurang
lebih 2 menit. Kejang terjadi saat demam. Saat kejang kaki
dan tangan kaku, menggenggam, berkelonjotan, tidak mata
melihat ke atas, dan tidak ada busa yang keluar dari mulut.
Sebelum kejang pasien sadar, saat kejang tidak sadar, dan
setelah kejang pasien sadar namun tampak lemah dan
langsung menangis.
- Pasien kemudian dibawa ke IGD RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro setelah kejang. Saat di IGD pasien tidak
kejang, masih demam, dan lemas. Suhu pasien di IGD
39,20C. Dokter IGD melakukan penanganan awal dengan
pemberian infus 2A½ N 8 tpm, injeksi dexamethason 3x¼
ampul, dan injeksi paracetamol 72 mg. Pasien kemudian
disarankan untuk rawat inap dikarenakan suhu badan pasien
tinggi.
Setelah masuk rumah sakit
- Hari ke-1 perawatan di rumah sakit (12/8/2017)
Pasien tampak sakit sedang, kejang (-), dan demam dirasa
sudah turun. Pasien masih BAB cair 3 kali, terdapat ampas,
darah (-), lendir (-). Pasien juga muntah berupa makanan dan
cairan jika diminumkan obat. Pasien masih batuk dan pilek.
BAK tidak ada keluhan. Perawatan dirumah sakit berupa
melanjutkan pengobatan dari IGD ditambah injeksi Ca
glukonas 2x3,5 cc IV perlahan.
KU kurang aktif, HR : 120x/mnt RR : 24x/mnt T : 36,50C
- Hari ke-2 perawatan di rumah sakit (13/08/2017)
Pasien tampak sakit ringan, kejang (-), demam dirasakan
sudah turun. BAB 1 kali cair, darah (-), lendir (-). Batuk (+),
pilek (+),mual (-); muntah (-), BAK tidak ada keluhan.
KU kurang aktif, HR : 100x/mnt RR : 22x/mnt T : 36,70C
- Hari ke-3 perawatan di rumah sakit (14/08/2017)
Pasien tampak sakit ringan, kejang (-), demam (-) dan perut
kembung. Batuk (+), pilek (+), mual (-); muntah (-), BAB
cair 1 kali, BAK tidak ada keluhan. Perawatan di rumah
sakit berupa infus 2A ½ N dan NaCl 3% 3 meq 21 cc/jam,
zink 1x20 mg, injeksi rantidin 2x ¼ ampul, inj ca glukonas
dihentikan, puyer ambroxol 1/6 tab; cetirizine ¼ tab; methil
predinisolon 0,5 mg 3x1, syrup paracetamol ¾ cth jika
pasien demam, dan gentamicin 1x35 mg jika masih BAB
cair.
KU kurang aktif, HR : 92x/mnt RR : 22x/mnt T : 370C
- Hari ke-4 perawatan di rumah sakit (15/08/2017)
Pasien tampak sakit ringan, kejang (-), demam (-), batuk (-),
pilek (-) BAB 1 kali konsistensi lembek, BAK tidak ada
keluhan. Perawatan di rumah sakit berupa infus 2A ½ N dan
NaCl 3% 3 meq 21 cc/jam.
KU aktif, HR : 110x/mnt RR : 22x/mnt T : 36,70C
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat kejang sebelumnya disangkal
- Riwayat trauma kepala disangkal
- Riwayat diare diakui beberapa minggu yang lalu tapi sudah
sembuh
- Riwayat batuk-pilek diakui beberapa hari yang lalu
- Riwayat sakit telinga yang ditandai dengan telinga keluar
cairan disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat kejang pada keluarga disangkal
- Riwayat epilepsi pada keluarga disangkal
- Riwayat batuk lama pada keluarga disangkal
f. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan merupakan anak
pertama. Ayah seorang wirasawasta dan ibu bekerja sebagai
karyawan swasta dan baru kembali bekerja. Sehari-hari pasien
diasuh oleh ibu, ketika ibu bekerja pasien diasuh oleh nenek,
namun beberapa hari ini dititipkan di tempat pengasuhan anak.
Keadaan rumah pasien cukup luas dan memiliki ventilasi yang
cukup. Biaya pengobatan ditanggung sendiri (rencana BPJS non
PBI).
Kesan : Sosial ekonomi cukup
g. Riwayat Persalinan dan Kehamilan :
Saat hamil, ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke
dokter. Pasien merupakan anak perempuan yang lahir dari ibu
G1P0A0, Usia 23 tahun, hamil 38 minggu, lahir secara SC ditolong
oleh dokter atas indikasi oligohidramnion, ketuban pecah sebelum
persalinan, terdapat masalah pada ibu waktu persalinan berupa
leukositosis (22.000), langsung menangis, berat badan lahir 3250
gram, panjang badan 49 cm, lingkar kepala dan lingkar dada saat
lahir ibu tidak ingat, tidak ada kelainan bawaan. Pasien tidak
dirawat di ruang bayi resiko tinggi.
Kesan : neonatus aterm, vigorous baby, lahir secara SC
h. Riwayat Pemeliharaan Prenatal :
Ibu memeriksakan kandungannya secara teratur ke dokter
kandungan. Mulai saat mengetahui kehamilan hingga usia
kehamilan 7 minggu pemeriksaan dilakukan 1x/bulan. Saat usia
kehamilan memasuki usia kandungan ke-8 bulan, pemeriksaan
rutin dilakukan 2x/bulan hingga lahir. Selama hamil ibu telah
mendapat suntikan TT 2x Ibu mengaku tidak pernah menderita
penyakit selama kehamilan. Riwayat perdarahan dan trauma saat
hamil disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep dokter ataupun
minum jamu disangkal.
Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik
i. Riwayat Pemeliharaan Postnatal :
Pemeliharaan postnatal dilakukan di dokter kandungan dan anak
dalam keadaan sehat.
Kesan : riwayat pemeliharaan postnatal baik
j. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak :
Pertumbuhan :
Lahir Juni Juli Agustus
BB (gram) 3250 6800 7000 7200
PB (cm) 49 69 70 71,2

Pasien sering dibawa kontrol ke puskesmas untuk mengisi


KMS, BB naik-turun tidak selalu diatas garis hijau.
Perkembangan :
- Senyum : 1 bulan
- Miring : 3 bulan
- Tengkurap : 5 bulan
- Duduk : 7 bulan
- Merangkak : 8 bulan
- Berdiri : 11 bulan
Saat ini anak berusia 15 bulan, menurut ibu belum mampu berjalan,
mulai mencoret-coret, belum mampu menggunakan sendok dan
garpu, dapat mengucapkan 3-6 kata, mampu memasukkan barang
ke cangkir dan dapat minum dari gelas sendiri.
Kesan : pertumbuhan : kenaikan BB minimal, perkembangan
motorik kasar dan personal sosial tidak sesuai umur.
k. Riwayat Imunisasi :
Hepatitis B : 4 kali, usia 0,2,3,4 bulan
Polio : 4 kali, usia 0,2,3,4 bulan
BCG : 1 kali, usia 0 bulan
DTP : 3 kali, usia 2,3,4 bulan
Campak : 1 kali, usia 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap dilakukan di posyandu, hanya
berdasarkan aloanamnesa dengan ibu pasien. Buku KMS tidak
dibawa.
l. Riwayat Makan dan Minum Anak :
ASI diberikan sejak lahir sampai usia sekarang berdampingan
dengan susu formula. Setelah usia 6 bulan, selain ASI anak juga
mendapat diberikan makanan pendamping ASI berupa bubur susu,
nasi tim, dan buah yang diahaluskan. Mulai usia 1 tahun sampai
sekarang, anak diberikan makanan padat seperti anggota keluarga
yang lain. Sebelum sakit anak mengkonsumsi nasi, ikan, tahu,
tempe, telur, sayur, dan buah-buahan dengan frekuensi makan 3
kali sehari. Beberapa hari sejak sakit nafsu makan pasien menurun
frekuensinya menjadi 1x sehari.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup.

2. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 15 Agustus 2017, di ruang
Nakula IV RSUD K.R.M.T Wongsonegoro, Semarang
Keadaan Umum : tampak sakit sedang, kompos mentis, kejang (-)
rewel

a. Tanda Vital
i. Nadi : 110 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
ii. Pernapasan : 22 x/menit,
iii. Suhu : 36,5 0C (Axilla)

b. Status Gizi
Anak perempuan, usia 15 bulan
Berat Badan : 7,2 kg
Panjang Badan : 71,5 cm

Pemeriksaan status gizi ( Z-score )

Z-score = (BB saat ini - BB median rujukan) / (nilai simpang baku)

Nilai simpang baku : selisih kasus dengan standar +1SD atau -1SD.
(BB anak bila lebih besar dari median berarti nilai +1SD dikurangi
median, BB anak bila kurang dari median berarti nilai median
dikurangi -1SD)

𝐵𝐵 − 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 7,2 − 9,6


WAZ = = = −2,67 (𝐺𝑖𝑧𝑖 𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔)
𝑆𝐷 7,6 − 6,7
𝑇𝐵 − 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 71,5 − 77,5
HAZ = = = −2,22 (𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑘)
𝑆𝐷 72,0 − 69,3
𝐵𝐵 − 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 7,2 − 8,5
WHZ = = = −2,17 (𝐾𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔)
𝑆𝐷 7,7 − 7,1
Kesan : Satus gizi kurang, perawakan tubuh pendek, kurus

c. Status Internus
- Kepala : Normocephale, ubun-ubun besar tidak menonjol, kulit
kepala tidak ada kelainan, rambut hitam dan distribusi merata,
tidak ada kaku kuduk
- Kulit : Tidak sianosis, turgor agak melambat, petechie (-)
- Mata : Cekung (+), Pupil bulat, isokor, Ø 4mm/ 4mm, refleks
cahaya (+/+) normal, konjungtiva bulbi anemis (-/-),injeksi
konjungtiva (-/-)
- Hidung : Bentuk normal, sekret (+/+) serous berwarna bening,
nafas cuping hidung (-)
- Telinga : Bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-), nyeri (-
/-)
- Mulut : Bibir kering (-) berdarah (-), sianosis (-), pendarahan
gusi (-), lidah kotor (-), tidak tremor
- Tenggorok: tonsil ukuran T2-T2, permukaan rata, kripte tonsil
tidak melebar, hiperemis (-)
- Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe mandibula (-).
- Thorax
1. Paru
 Inspeksi : Hemithoraks dextra et sinistra simetris
dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi
suprasternal, intercostal dan epigastrial (-).
 Palpasi : sterm fremitus dextra et sinistra simetris
 Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi : suara dasar : vesikuler suara tambahan
: ronki (-/-), wheezing (-/-)
2. Jantung
 Inspeksi : pulsasi Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm medial
linea mid clavicula sinistra, tidak melebar, tidak
kuat angkat
 Perkusi batas jantung: Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-),
bising (-)
- Abdomen :
 Inspeksi : datar
 Auskultasi : BU (+) normal
 Perkusi : timpani (+)
 Palpasi :supel, defense muscular (-), nyeri
tekan regio epigastrium (-)
- Genitalia : perempuan, tidak ada kelainan
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
Petechie -/- -/-
Capillary Refill Time <2" <2"

- Tanda Dehidrasi
Keadaan Umum : Rewel
Mata : cekung
Keinginan minum : Kehausan
Turgor Kulit : Kembali agak lambat
- Status Neurologis :
Rangsang meningeal :
1. Kaku Kuduk : negatif
2. Brudzinsky I-IV
a. Neck Sign : negatif
b. Cheek Sign : negatif
c. Symphisis Sign : negatif
d. Leg Sign : negatif
3. Kernig Sign : negatif
Pemeriksaan Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5 5
Reflek Fisiologis (+) N/ (+) N (+) N/ (+) N
Reflek Patologis (-)/ (-) (-)/ (-)
Klonus (-)/ (-)
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan hematologi, kimia klinik, dan widal tanggal 29 Juli
2017
Pemeriksaan 12/8/17 14/8/17 16/8/17 Satuan Nilai Normal

Hematologi
- Hemoglobin 11,0 10,9 12,3 g/dL 11-15
- Hematokrit 31,20 32,20 37,60 % 35-47
- Jumlah Leukosit 7.4 7.3 9.4 /uL 3.6-11.0
- Jumlah trombosit 198 282 292 /uL 150-400
Kimia Klinik
- GDS 139 mg/dL 70-115
- Natrium 137.0 131.0 134 mmol/L 135.0-147.0
- Kalium 3.80 3-90 5.6 mmol/L 3.50-5.0
- Calsium 1.06 1.22 1.11 mmol/L 1.12-1.32
Feses Rutin
Warna Hijau -
Konsistensi Lembek Lembek
Bau Khas
Lendir Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Amoeba Negatif Negatif
Telur cacing Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Karbohidrat Negatif Negatif
Eritrosit 0-1
Leukosit 2-4
Bakteri Pos (+2)
Jamur
Lain-lain
III. RESUME
Seorang anak perempuan usia 15 bulan datang IGD RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro Semarang dengan keluhan utama kejang dan keluhan
tambahan demam tinggi (+), BAB cair dan sering (+), dan mual (+). Kejang
muncul 1 kali durasi kurang lebih 2 menit dan sebelumnya didahului demam
tinggi. Lengan dan kaki kaku serta berkelojotan, mata melihat ke atas dan
tidak ada busa yang keluar dari mulut dan lidah tidak tergigit, saat kejang
pasien tidak sadar, setelah kejang pasien sadar lalu menangis. BAB 5 kali
sehari konsistensi cair tanpa disertai lendir dan darah sejak 2 hari SMRS.
Demam dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit disertai batuk
(+), pilek (+), lemas (+), penurunan nafsu makan (+).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 110x/menit, pernapasan 22


x/menit, dan suhu 36,50C (Axilla). Pada pemeriksaan status internus
didapatkan anak tampak rewel, mata cekung, kehausan, dan turgor kulit
kembali agak lambat, pemeriksaan status neuorologis dalam batas normal.

Pada pemeriksaan kimia klinik didapatkan electrolite imbalance berupa


hipokalsemia dan hiponatremia

IV. DIAGNOSIS BANDING


1. Observasi kejang
- Cerebral
o Akut sesaat
 Infeksi
 Ekstrakranial
o Kejang Demam Simpleks
o Kejang Demam Kompleks
 Intrakranial
o Meningitis
o Ensefalitis
o Mengioensefalitis
 Gangguan elektrolit
 Gangguan metabolik
 Gangguan kardiovaskular
 Keracunan
o Kronik Berulang
 Epilepsi
- Non-cerebral
o Tetatanus
2. Febris 2 hari
- Infeksi Respiratorik Akut
o Atas
 Faringitis
 Tonsilitis
 Sinusitis
 Rhinitis
o Bawah
 BRPN
 Bronkiolitis
 Pneumonia
- OMA
- Demam Dengue
- DHF
3. Diare
- Berdasarkan Tanda Dehidrasi
o Diare tanpa tanda dehidrasi berat
o Diare tanpa dehidrasi
o Diare dengan tanda dehidrasi berat
- Berdasarkan Durasi
o Diare Akut
o Diare Persisten
o Diare Kronis
- Berdasarkan Etiologi
o Bakterial
o Viral
o Jamur
o Parasit

V. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis utama : Kejang Demam Simpleks
2. Diagnosis komorbid : Diare Akut tanpa Tanda Dehidrasi Berat
Infeksi Respiratorik Akut Atas
3. Diagnosis komplikasi :-
4. Diagnosis gizi : Gizi kurang

VI. INITIAL PLAN


Kejang Demam
Ip Dx: Subyektif: -
Obyektif : Px Hematologi, Kimia Klinik, EEG, lumbal pungsi
Ip Tx:

 PCT syr 3 x 1 cth kalau perlu


 Diazepam 3 x 1 mg
Ip Mx:

• Kondisi Umum

• Tanda Vital

• Kejang berulang

Ip Ex:

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis


yang baik
b. Menjelaskan pada orang tua tentang bagaimana tahapan penanganan
pertama kejang demam di rumah, yaitu:
- Saat anak kejang, dibawa ke tempat yang aman
- Tetap tenang dan tidak panik
- Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher
- Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam
mulut
- Kompres dengan air hangat seluruh badan untuk menurunkan panas
- Jika anak sadar, beri penurun panas
- Ukur suhu, amati dan catat lama dan bentuk kejang
- Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti
- Segera bawa anak ke pelayanan kesehatan terdekat
c. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali jika anak
mengalami demam. Dan diberikan paracetamol jika panas.
d. Menjelaskan kepada orang tua efek samping dari terapi untuk
mencegah rekurensi, meskipun efektif tetapi harus diingat efek
samping seperti mengantuk, depresi pernapasan.
e. Menjelaskan kepada orang tua untuk tidak memberikan makanan
yang merangsang seperti berpengawet, berpemanis
f. Kompres hangat apabila anak panas
g. Menjaga keadaan gizi agar menjadi baik.
h. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
i. Menjelaskan kepada orang tua untuk menghindari faktor pencetus
seperti kelelahan, makan dan minum jajan sembarangan, agar
terhindar dari demam yang menyebabkan kejang.
Diare Akut tanpa Tanda Dehidrasi Berat
Ip. Dx Subyektif :-
Obyektif : px Hematologi, feses rutin, kimia klinis
Ip Tx
 Inf. 2A½N 3cc/kgBB/jam
 Inj. Ondancentron 1 mg
 Inj. Ranitidin 2 x 15 mg

P/ O
 PCT syr 3 x 1cth
 Zinc 1 x 20 mg
 L-Bio 2 x 1 sach

Ip Mx
 Keadaan umum
 Tanda vital
 Tanda dehidrasi

Ip Ex
 Memberikan makanan dan susu yang bergizi
 Biasakan mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan
minuman dan setelah BAB dan BAK
 Jaga kebersihan lingkungan
 Bila anak diare buatkan oralit
 Jika anak panas berikan obat turun panas sesuai anjuran dokter.
 Menjelaskan kepada ibu agar anak tidak bermain ditempat yang kotor
dan tanah yang basah.
 Selalu menjaga kebersihan alat masak dan makan.
 Berikan makanan sesuai dengan kelompok umur anak

VII. PROGNOSIS
Qua ad vitam = ad bonam
Qua ad sanam = ad bonam
Qua ad fungsional = ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38OC) akibat suatu proses ekstra kranial.
Menurut consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan
5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu.(1)

II. KLASIFIKASI
Menurut ILAE, Commision on Epidemiology and prognosis.
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
 Berlangsung singkat (< 15 menit)
 Umumnya akan berhenti sendiri
 Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal
 Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam
 Merupakan 80% diantara seluruh kejang demam

2. Kejang demam komplek (complex fibrile seizure)


 Kejang lama > 15 menit
 Kejang fokal satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
 Berulang atau lebih dari 1 x dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan anak tidak sadar.
Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. 4,5

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi atau kejang umum yang
didahului kejang parsial. Kejang berulang dalah kejang 2 kali atau lebih
dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi
pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam
Perbedaan kejang demam dengan kejang disertai demam (Proses intrakranial)
Kejang demam Kejang disertai demam
Faktor predisposisi Besar Kecil / tidak bermakna
genetik
Lama kejang 1-3 min, jarang > 10 mnt
kejang lama
Manifestasi klinis Pada saat demam, Infeksi SSP
pada saat kejang sebagian besar krn (ensefalitis,meningitis)
ISPA

Kelainan patologi Tidak ada Perubahan vaskular dan


yang mendasari edema

Status neurologi Jarang Sering


Post-iktal (paralisis
Todds)

Selain klasifikasi diatas, terdapat juga klasifikasi lain, yaitu klasifikasi


Livingston. Klasifikasi ini dibuat karena jika anak kejang maka akan timbul
pertanyaan, dapatkah diramalkan dari sifay dan gejala mana yang memiliki
kemungkinan lebih besar untuk menderita epilepsi. Livingston membagi
kejang demam atas 2 golongan:

- Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)


- Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever)

Modifikasi Livingston diatas dibuat utuk diagnosis kejang demam


sederhana adalah:

- Umur anak ketika kejang adalah 6 bulan dan 4 tahun


- Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 5 menit
- Kejang bersifat umum
- Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
- Permeriksaan saraf sebelumnya dan sesudah kejang normal
- Pemeriksan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
- Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali. 5
III. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertamanya yang penting adalah demam.
Ada riwayat kejang keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua,
menunjukkan kecenderungan genetik. Setelah kejang demam pertama, kira-
kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira
9% anak akan mengalami tiga kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam
timbul, temperaturnya yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang
demam, dan riwayat keluarga epilepsi.5

Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsy di kemudian hari. Fakor


resiko menjadi epilepsy adalah:

1. Kelainan neurologis
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung 5

IV. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam adalah penyebab demam tersering pada anak-anak.
Angka kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di AS, Amerika Serikat,
dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan angka kejadiannya lebih tinggi dari 10-
15%. Peack incidence pada usia 14-18 bulan. Kejang demam agak lebih
sering dijumpai pada anak laki daripada perempuan, dengan perbandingan
1,4 dan 1,2:1. Predisposisi genetik diperkirakan berperan pada penderita
kejang demam yang memiliki saudara kandung dan orang tua dengan
riwayat kejang demam. Gen yang diperkirakan memiliki peranan penting
adalah gen pada kromosom 19p dan 8p13-21. Pola pewarisannya adalah
denga cara autosomal dominan. 3-5

V. ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebabnya kejang
demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, radang
telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak
selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. 3-5

VI. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energy yang didapat dari metabolism. Bahan buku untuk
metabolism otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan keotak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energy otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. 5

Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan


dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal
membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elekrolit lainnya, kecuali ion
klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar
sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran ini
dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energy dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada
permukaan sel. 5

Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya:

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.


2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi,
atau aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau
keturunan. 5

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1˚C akan mengakibatkan


kanaikan metabolism basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi
pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terhadi difusi dari ion
Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya
lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan
bantuan bahan yang disebut neuretransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38˚C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,
kejang baru terjadi pada suhu 40˚C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang demam yang rendah sehingga dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. 5,6

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umunya tidak


berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhann oksigen dan energi untuk kontraksi oto skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
metabolism anaerobik, hipotensi aterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas
otot dan selanjutnya menyebabkan metabolism otak meningkat. Rangkaian
terjadi di atas adalah faktor peyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak
selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan
sel neuron otak. 5,6

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat


serangan kejang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari,
sehingga terjadi serangan epilepsy yang spontan. Jadi kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga
terjadi epilepsy. 5,6
VII. MANIFESTASI KLINIS
Tejadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang
disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya tonsillitis, otitis
media akuta, bronchitis, flurunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak
tidak member reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberpa detik atau
menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. 5,6
Gambaran klinis yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam
adalah:

 Suhu tubuh mencapai 39oC


 Anak sering hilang kesadaran saat kejang
 Kepala anak seperti terlempar ke atas, mata mendelik, tungkai dan
lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala
kejang bergantung pada jenis kejang
 Kulit pucat dan mungkin menjadi biru
 Serangan terjadi beberapa menit setelah itu anak sadar 5,6

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, tapi dapat dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab, seperti darah perifer,
elektrolit dan gula darah.
1. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis
tidak jelas secara klinis, oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
c. Bayi >18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
2. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulang kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih
dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
3. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti CT atau MRI jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi, seperti
a. kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. parese nervus VI
c. papiledema

IX. PENATALAKSANAAN
1. Saat Kejang
Dalam keadaan kejang obat yang paling cepat dalam menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosisnya
adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal 20 mg. diazepam
dalam bentuk rectal dapat diberikan di rumah saat kejang. Dosis
diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan
lebih dari 10 kg atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di
bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk di atas usia 3 tahun. Kejang
yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulangi dengan cara
dan dosis yang sama dalam interval waktu 5 menit. 7

Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang dianjurkan ke rumah


sakit dan dapat diberikan diazepam intravena dosis 0,3-0,5 mg.kg. 7

Bila kerja masih belum berhenti diberikan fenitoin intravena dengan


dosis awal 10-20 mg/kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/kg/ menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah
4-8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan telah
berhenti pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demamnya dan faktor resikonya.7

2. Saat demam
Pemberian obat saat demam dapat digunakan antipiretik dan anti
konvulsan. Antipiretik sangat dianjurkan walaupun tidak ada bukti bahwa
penggunaannya dapat mengurangi resiko terjadinya kejang demam.
Dapat diberikan asetamenofen berkisar 10-15 mg/kg/kali diberikan 3 kali
sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4
kali sehari. 7

Pmekainan diazepam oral dosis 0,3 mg/kgbb setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang, dapat juga diberikan
diazepam rektal 0,5 mg/kbgg setiap 8 jam pada suhu >38,5˚C.
Fenobarbital, karbamazepin, denitoin pada saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam. 7
X. PENGOBATAN RUMATAN
Pengobatan rumatan yang diberikan bila kejang demam menunjukkan
cirri sebagai berikut:

- Kejang lama > 15 menit


- Adanyan kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, cerebral palsy, retradasi mental, hidrosefalus.
- Kejang fokal
- Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila:
o Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
o Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
o Kejang demam dalam ≥ 4 kali pertahun. 7
Obat pilihan untuk rumatan adalah asam valporoat dengan dosis 15-40
mg/kgbb/hari 2-3 dosis. Lama pengobatan rumatan adalah 1 tahun bebas
kejang lalu dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. 7

XI. KOMPLIKASI
- Kejang demam berulang
Sekitar sepertiga dari semua anak dengan pengalaman berulangnya kejang
demam sejak kejang demam pertama. 8

 Faktor risiko kejang demam berulang antara lain sebagai berikut:


o Usia muda pada saat kejang demam pertama
o Relatif rendah demam pada saat kejang pertama
o Keluarga riwayat kejang demam
o Durasi singkat antara onset demam dan kejang awal
o Beberapa kejang demam awal selama episode yang sama
 Pasien dengan semua 4 faktor risiko yang lebih besar dari 70% kemungkinan
kekambuhan. Pasien dengan tidak ada faktor risiko memiliki kurang dari 20%
kemungkinan kekambuhan. 8

- Epilepsi

Ada beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari:


 Kejang demam kompleks
 Faktor yang merugikan lain berupa kelainan status neurologi sebelum kejang
demam pertama (misal: serebral palsy atau retardasi mental)
 Onset kejang demam pertama pada umur < 1 bulan
 Riwayat epilepsi atau kejang afebris pada orang tua atau saudara kandung

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka


dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %,
dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas,
serangan kejang tanpa demam hanya 2%-3% saja. 8

XII. PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik.
Dari penelitian yangada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-
50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat kepada
umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal(1973)
mendapatkan:
- Pada anak berumur <13 tahun, terulangnya kejang demam pada wanita 50% danpria
33%
- Pada anak berumur 14 bulan-3 tahun dengan riwayat keluarga adanya
kejang,terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang
25%

XIII. PENCEGAHAN
Edukasi pada Orang Tua
- Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya memiliki prognosis yang
baik
- Memberitahukan cara penanganan kejang
- Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
- Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat. 7,8
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Neurologi. Jakarta : Badan


Penerbit IDAI, 2008.
2. Kimia A, Ben-Joseph EP, Rudloe T, Capraro A, Sarco D, Hummel D,
Johnston P, Harper MB. Yield of Lumbar Puncture Among Children Who
Present With Their First Complex Febrile Seizure. Pediatrics 2010;126;62-
69.
3. Lumbantobing. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI; 2010. h. 7-146
4. Rudolph AM, editors. Buku ajar pediatri Rudolph. Edisi ke-20. Jakarta:
EGC; 2007.h.2160-91.
5. Wahab S, editors. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi ke-15. Jakarta :
EGC; 2059-64.
6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku ajar ilmu kesehatan
anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2007.h.847-54.
7. Yusna D dan Hartanto H, editors. Dasar-dasar pediatrika. Edisi ke-3.
Jakarta: EGC; 2008.h.282-3.
8. Meadow R dan Newell SJ. Pediatrika. Edisi ke-7. Jakarta: Erlangga
Medical Series; 2005. h.112-19.
9. Hassan Rusepno, Ilmi Kesehatan Anak, Jilid II, Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FK – UI, Infomedika, Jakarta, 1985, hal 637-640.
10. Nelson E Waldo, MD, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15 Volume 2, EGC,
Jakarta, 1999, hal 216 -219.

You might also like