You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG


Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya
disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu atau
kedua paru. Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem
pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan
respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai
penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenzae.

Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau
bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor
imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru,
anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.(4)

Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai
kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme
nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-
organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang
semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini.

1
BAB II
PEMBAHASAN
Bronkopneumoni
DEFINISI
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3) Bronkopneumonia.
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda
dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G.
Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia
adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai
dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda
asing.
ETIOLOGI
1. Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus,
Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium
Tuberculosis.
2. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
3. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides,
Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia.
Aspirasi benda asing.
4. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh
yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun,
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

2
Faktor Infeksi

 Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).


 Pada bayi : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,Mycobacterium tuberculosa, B.
pertusis.
 Pada anak-anak : Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP.
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
 Pada anak besar – dewasa muda : Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C.
trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

Faktor Non Infeksi.


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
A. Bronkopneumonia hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah
atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
B. Bronkopneumonia lipoid : Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak
secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau
pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak
binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti
susu dan minyak ikan.
PATOMEKANISME
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara
lain :

 Inhalasi langsung dari udara.


 Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
 Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
 Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
 Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai
antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme
dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding
alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk
suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama

3
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas
ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
B. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
C. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
D. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
MANIFESTASI KLINIS
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C dan mungkin disertai kejang
karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak
dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
 Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut,
retraksi sela iga.
 Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
 Perkusi : Sonor memendek sampai beda
 Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah
gelembung halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Pada stadium resolusi ronki dapat
terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

4
KOMPLIKASI
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan
akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di
satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Infeksi sitemik
5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3 dengan
pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi
virus atau mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun,peningkatan LED
3. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur
dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
4. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
5. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa
lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa
lobus.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bronkopneumonia tergantung pada penyebab yang sesuai dengan hasil
dari pemeriksaan sputum, yang mencakup:
 Anak dengan sesak nafas,memerlukan cairan IV dan oksigen (1-2/menit)
 Cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi
 Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak
dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan
pengobatan polifarmasi seperti penisilin ditambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik
yang mempunyai spektrum luas seperti ampicilin.
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Tetapi karena hal itu perlu
waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya yang diberikan terapi berdasarkan pada
etiologi jenis kuman terbanyak umumnya S.pneumonia dan H.influenza berdasarkan kelompok
usia :

5
<3 bulan : penisilin + aminoglikosid (gentamisin)
>3bulan : ampisilin + kloramfenikol
PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial
tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh
terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi
memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan
malnutrisi apabila berdiri sendiri.

PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita
atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita
terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara
lain:
 Vaksinasi Pneumokokus
 Vaksinasi H. influenza
 Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

6
BAB III
KESIMPULAN
1. Bronkopneumonia adalah proses peradangan pada paru membentuk bercak-bercak
infiltrat dan berlokasi di alveoli.

2. Bronkopneumonia timbul disebabkan oleh invasi bakteri baik bakteri gram positif
maupun bakteri gram negatif.

3. Secara garis besar proses patofisiologi dari masing-masing strain bakteri adalah sama
yaitu adanya respon khas setelah bakteri-bakteri ini mencapai alveoli meliputi 4 tahap
yang terdiri dari :

a. Kongesti (4-12 jam pertama)

b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

c. Hepatisasi kelabu (3 – 8 hari)

d. Resolusi (7 – 11 hari)

4. Gambaran klinis secara umum berupa adanya infeksi traktus respiratorius yang
selanjutnya menimbulkan demam mendadak, adanya tanda kesukaran bernafas, batuk
yang dalam perjalanan lanjut menjadi batuk yang produktif. Disertai dengan adanya
pemeriksaan fisik berupa suara redup saat perkusi dan ronki basah halus saat auskultasi.

5. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya :

a. Leukositosis

b. Kultur bakteri yang positif dari pemeriksaan darah, cairan aspirasi paru.

6. Penatalaksanaan bronkopneumonia secara umum adalah dengan pemberian preparat


antibiotika yang efektif sesuai dengan hasil biakan bakteri

7. Penatalaksanaan bronkopneumonia secara umum adalah dengan pemberian preparat


antibiotika yang efektif sesuai dengan hasil biakan bakteri.

8. Secara umum pemberian antibiotik secara dini pada kasus bronkopneumonia pada bayi
dan anak-anak memberikan prognosis yang baik.

7
REFERENSI
 Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anank bagian II, Edisi 12,
EGC, Jakarta.

 DR. Nursalam, M.Nurs, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta :
Salemba Medika

 WHO.Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit

 RSUP.NASIONAL DR.CIPTO MANGUNKUSUMO 2007. Panduan pelayanan


medis departemen ilmu kesehatan anak

 Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta. 2008.

 Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia: Jakarta. 2004.

 Hasan R, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:


Jakarta. 2002.

 Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2000.

 Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC: Jakarta.
2000.

 Budiono E, Hidyam B, 2000, Berkala Ilmu Kedokteran, dalam Pola Kuman


Pneumonia pada Penderita di RSUP Dr. Sardjito 1995 – 1998, Vol. 32, No. 3, Penerbit
FK UGM, Yogyakarta, hal: 161-164.

 Price SA, Wilson LM, 1995, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes
(Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC,
Jakarta, hal: 709-712.

 Soeparman, Waspadji S (ed), 1999, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, hal: 695-705.

8
 Alatas H, Hasan R (ed), 1986, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan
Infomedika, Jakarta, hal: 1228-1235.
 Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12,
Penerbit EGC, Jakarta, hal: 617-628.

You might also like