You are on page 1of 25

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


GERONTIK Pada Klien Mbah S dengan ASAM URAT

Disusun untuk memenuhi tugas laporan individu praktek profesi ners


departemen gerontik di Wisma Teratai UPT. Pelayanan Sosial
Tresna Werdha Pasuruan

Oleh :

Nama : Vinsensia Tanggu Solo S. Kep

NIM : 170414901149

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Klien


Mbah. S dengan ASAM URAT di Wisma Teratai UPT. Pelayanan Sosial
Tresna Werdha Pasuruan

Laporan ini telah disetujui pada :

Hari :
Tanggal :

Di susun oleh :

Nama : Vinsensia Tanggu Solo S.Kep


NIM : 170414901149

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Taufan Arif, S.Kep., Ners.,M.Kep Darmanto, AKS


NIDN. 2016.372 NIP. 19630517 198901 1 001

Mengetahui,
KEPALA UPT,
PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA
PASURUAN

IMAM CAHYONO, S.H., M.M


Pembina Tk. I
NIP. 19630915 198803 1 012
LAPORAN PENDAHULUAN

A. LANSIA

1. Pengertian Lanjut Usia

Lanjut usia atau lansia didefinisikan menurut World Health


Organization (WHO) adalah seseorang yang telah memasuki usia 60
tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang
telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging
Process atau proses penuaan. Seseorang dikatakan lansia adalah
apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak
dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani
maupun sosial (Nugroho, 2008).

2. Batasan Lanjut Usia


Ada beberapa pendapat mengenai batasan lanjut usia. WHO
mengelompokkan lanjut usia meliputi, usia pertengahan (middle age)
ialah kelompok usia 45-59 tahun, lansia (elderly) antara 60-74 tahun,
lansia tua (old) antara 75-90, dan usia sangat tua (very old) diatas 90
tahun. Sedangkan menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia pada BAB 1 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut
usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas”. Menurut
Departemen Kesehatan dijelaskan bahwa kelompok menjelang usia
lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas meliputi masa senium (usia
< 65 tahun), dan masa presenium (usia 55-64 tahun)

3. Klasifikasi Lansia
Maryam (2008) menyebutkan bahwa klasifikasi lansia dibagi
dalam 5 bagian antara lain : Pralansia (prasenilis) adalah seseorang
yang berusia antara 45-59 tahun, Lansia adalah seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih, Lansia resiko tinggi adalah seseorang
yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih dengan masalah kesehatan, Lansia potensial adalah lansia
yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang dan jasa, dan Lansia tidak potensial ialah
lansia yang tidak mampu mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain, sedangkan dalam Nugroho
(2008) menyebutkan bahwa lanjut usia terdiri dari 3 kategori, yaitu
young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old (diatas 80
tahun), dan dalam World Health Organization (2008) menyebutkan,
batasan lanjut usia yaitu sebagiap berikut : Usia pertengahan (middle
age) yaitu usia antara 45-59 tahun, Lanjut usia (elderly) yaitu usia
antara 60-74 tahun, Lanjut usia tua (old) yaitu usia antara 75-90 tahun,
dan Usia sangat tua (very old) yaitu diatas usia 90 tahun.

4. Tipe Lanjut Usia


Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter ,
pengalaman, hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, social, dan
ekonominya ( Nugroho,2000 dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008)
Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut :
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perunahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi
panutan.
b. Tipe Mandiri
Tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan, mempunyai kegiatan.
c. Tipe Tidak Puas
Tipe konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang
menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kehilangan
kekuasaan, jabatan, teman.
d. Tipe Pasrah
Lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.
e. Tipe Bingung
Lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
pasif, dan kaget
5. Proses Penuaan
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik
perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut
dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada didalam mulai
menyusut akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi
secara perlahan lahan. Itulah yang dikatakan proses menua.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemanapun jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta
memperbaiki kerusakanyang diderita ( Constantinides, 2010). Seiring
dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai
masalah kesehatan atau yang biasa disebut penyakit degeneratif.

6. Mitos dan Stereotip Seputar Lanjut Usia


Menurut Sheiera Saul, 1974 mitos-mitos seputar lansia antara lain
sebagai berikut :
a. Mitos Kedamaian dan Ketenangan
Adanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati
hidup, hasil kerja, dan jerih payahnya di masa muda. Berbagai
guncangan kehidupan seakan-akan sudah berhasil dilewati.
Kenyataanya, sering ditemui di lansia yang mengalami setres
karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena
penyakit.
b. Mitos Konservatif dan Kemunduran
Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan,
tradisi, dan keadaan yang berlaku. Adanya anggapan bahwa para
lansia itu tidak kreatif, menolak inovsi, berorientasi ke masa silam
kembali ke masa kanak-kanak, sulit berubah, keras kepala dan
cerewet. Kenyataanya tidak semua lansia bersikap dan
mempunyai pemikiran demikian.
c. Mitos Berpenyakitan
Anggapan bahwa masa tua itu dipandang sebagai masa
degenerasi biologis yang disertai berbagai penyakit dan sakit-
sakitan. Kenyataanya, tidak semua lansia berpenyakitan. Saat ini
sudah banyak jenis pengobatan serta lansia yang rajin melakukan
pemeriksaan berkala sehingga lansia tetap sehat dan bugar.
d. Mitos Senilitas
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah pikun. Kenyataanya
banyak yang masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat,
karena banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan
daya ingat.
e. Mitos Tidak Jatuh Cinta
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta
dan bergairah kepada lawan jenis. Kenyataanya , perasaan dan
emosi setiap orang berubah sepanjang masa serta perasaan cinta
tidak berhenti hanya karena menjadi tua.
f. Mitos Aseksualitas
Adanya anggapan bahwa lansia berhubungan seks menurun,
minat, dorongan,gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang.
Kenyataanya, kehidupan seks para lansia normal-normal saja dan
tetap bergairah, hal ini dibuktikan dengan banyaknya lansia yang
ditinggal mati oleh pasangannya, namun masih ada rencana untuk
menikah lagi.
g. Mitos Ketidakproduktifan
Adanya anggapan bahwa lansia tidak produktif lagi , kenyataanya
banyak para lansia yang mencapai kematangan, kemantapan, dan
produktifitas mental maupun material.
Mitos mitos diatas harus disadari perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan, karena banyak kondisi lansia yang sesuai
dengan mitos tersebut dan sebagian lagi tidak mengalaminya.

7. Teori Penuaan
Teori penuaan pada lansia, yaitu (Prastiwi, 2010) :
a. Teori biologis.
Teori ini menjelaskan mengenai proses fisik penuaan yang meliputi
perubahan fungsi dan struktur organ, pengembangan, panjang usia,
dan kematian (Stanley., 2006). Perubahan yang terjadi di dalam tubuh
dalam upaya berfungsi secara adekuat untuk dan melawan penyakit
dilakukan mulai dari tingkat molekuler dan seluler dalam sistem organ
utama. Teori biologis mencoba menjelaskan mengenai proses atau
tingkatan perubahan yang terjadi pada manusia mengenai perbedaan
cara dalam proses menua dari waktu ke waktu serta meliputi yang
mempengaruhi usia panjang, perlawanan terhadap organisme dan
kematian atau perubahan seluler.
b. Teori sosiologi.
Teori sosiologi merupakan teori yang berhubungan dengan status
hubungan sosial. Teori ini cenderung dipengaruhi oleh dampak dari
luar tubuh.
c. Teori psikologis.
Teori ini merupakan teori yang luas dalam berbagai lingkup karena
penuan psikologis dipengaruhi oleh faktor biologis dan sosial, dan
melibatkan penggunaan kapasitas adaptif untuk melakukan kontrol
perilaku atau regulasi diri.
d. Teori Kejiwaan Sosial
a. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
1) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah
kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia
lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari
lanjut usia.
3) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu
agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
b. Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut
usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang
lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas
sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
1) kehilangan peran
2) hambatan kontak sosial
3) berkurangnya kontak komitmen

8. Faktor –faktor Yang Mempengaruhi Penuaan


R. Siti Maryam, dkk, 2008 menyebutkan factor-faktor yang
mempengaruhi penuaan adalah sebagai berikut :
a. Hereditas ( Keturunan/genetic)
b. Nutrisi (Asupan makanan)
c. Status Kesehatan
d. Pengalaman Hidup
e. Lingkungan
f. Stress

9. Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia


Lansia memiliki beberapa permasalahan kesehatan antara lain
adalah : mudah jatuh, kekacauan mental akut, mudah lelah, nyeri
dada, sesak nafas, palpitasi, pembengkakan kaki, nyeri sendi, berat
badan menurun, sukar menahan BAK, gangguan penglihatan
pendengaran, dan susah tidur (Nugroho., 2008).

10. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


Nugroho (2008) menyebutkan, perubahan-perubahan yang terjadi
pada lansia diantaranya adalah :
a. Perubahan fisik seperti perubahan sel, sistem pernafasan, sistem
pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskular, sistem
respirasi, sistem pencernaan, sistem endokrin, sistem integumen, dan
sistem muskuloskeletal mengalami penurunan.
b. Perubahan mental dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu berawal dari
perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), dan lingkungan. Biasanya lansia akan menunjukan
perubahan mental pada ingatan/kenangan, dimana ingatan/kenangan
jangka panjang lebih dominan dibandingkan ingatan/kenangan jangka
pendek. Intelegensi akan menurun dengan bertambahnya usia
seseorang. Beberapa perubahan seperti perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan serta perubahan
daya imajinasi.
c. Perubahan psikososial seperti pensiun maka lansia akan mengalami
berbagai kehilangan yaitu kehilangan finansial, kehilangan status
jabatan, kehilangan teman atau relasi, dan kehilangan pekerjaan,
merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of
mortality), kehilangan pasangan, berpisah dari anak dan cucu,
perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah perawatan, dan
penyakit kronis dan ketidakmampuan.
Melihat proses penuaan dan perubahan yang terjadi pada
lansia maka dapat mempengaruhi pengetahuan dan memori lansia.
Lansia akan mengalami perubahan kognitif, efektif, dan psikomotor
(Christensen, 2006). Perubahan kognitif yang terjadi pada lansia dapat
dilihat dari penurunan intelektual terutama pada tugas yang
membutuhkan kecepatan dan tugas memerlukan memori jangka
pendek serata terjadi perubahan pada daya fikir akibat dari penurunan
sistem tubuh, perubahan emosi, dan perubahan menilai sesuatu
terhadap suatu objek tertentu merupakan penurunan fungsi afektif.
Sedangkan penurunan psikomotor dapat dilihat dari keterbatasan
lansia menganalisa informasi, mengambil keputusan, serta melakukan
suatu tindakan (Nugroho., 2008).

11. Sarana Dan Prasarana Yang Dipergunakan


Sarana dan prasarana yang dipergunakan untuk
menylengarakan pelayanan terhadap lansia, baik sarana fisik, sosial
dan spiritual yang dijalankan di berbagai tingkatan dapat kita lihat di
dawah ini adalah:
a. Pelayanan tingkat masyarakat
Pelayanan terhadap lansia adalah: keluarga dengan lansia, kelompok
lansia seperti klub/perkumpulan, panguyuban, padepokan dan
pengajian, serta bina keluarga lansia. Masyarakat mencakup LKMD,
Karang wreda day care dana sehat/JPKM.
b. Pelayanan tingkat dasar
Pelayanan yang di selengarakan oleh berbagai instansi pemerintahan
dan swasta serta organisasi masyarakat, organisasi profesi dan
yayasan seperti: praktik dokter dan dokter gigi, balai pengobatan klinik,
puskesmas/ balkesmas, panti tresna wreda, pusat pelayanan dan
perawatan lansia, praktik perawatan mandiri.
c. Pelayanan tingkat rujukan
Pelayanan yang diselenggarakan di rumah sakit dan rumah sakit
khusus. Rujukan dapat bersifat sederhana, sedang, lengkap dan
paripurna.14 Rujukan secara konseptual terdiri atas rujukan medis
yang pada dasarnyan menyangkut masalah pelayanan medik
perorangan dan rujukan kesehatan masyarakat pada dasarnya
menyangkut masalah kesehatan masyarakat luas.
12. Jenis Pelayanan Kesehatan Pada Lansia
Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya
kesehatan yaitu: peningkatan (promotif), pencegahan (preventif),
diagnosis dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan dan
pemulihan.
a. Promosi (Promotif)
Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak
langsung untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah
penyakit. Upaya promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan
untuk meningkatkan dukungan klien, tenaga provesional dan
masyarakat terhadap praktik kesehatan yang positif menjadi norma-
norma sosial. Upaya promotif di lakukan untuk membantu organ-organ
mengubah gaya hidup mereka dan bergerak ke arah keadaan
kesehatan yang optimal serta mendukung pemberdayaan seseorang
untuk membuat pilihan yang sehat tentang perilaku hidup mereka.
Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia adalah sebagai berikut:
1) Mengurangi cedera, di lakukan dengan tujuan mengurangi
kejadian jatuh, mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah,
meningkatkan penggunaan alat pengaman dan mengurangi
kejadian keracunan makanan atau zat kimia.Meningkatkan
keamanan di tempat kerja yang bertujuan untuk mengurangi
terpapar dengan bahan-bahan kimia dan meningkatkan
pengunaan sistem keamanan kerja.
2) Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk,
bertujuan untuk mengurangi pengunaan semprotan bahan-
bahan kimia, mengurangi radiasi di rumah, meningkatkan
pengolahan rumah tangga terhadap bahan berbahaya, serta
mengurangi kontaminasi makanan dan obat-obatan.
3) Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mutu
yang bertujuan untuk mengurangi karies gigi serta memelihara
kebersihan gigi dan mulut.
b. Pencegahan (Preventif)
Dalam mencakup pencegahan primer, sekunder dan tersier.
1) Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan pada
lansia sehat, terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan
promosi kesehatan. Jenis pelayanan pencegahan primer
adalah: program imunisasi, konseling, berhenti merokok dan
minum beralkohol, dukungan nutrisi, keamanan di dalam dan
sekitar rumah, manajemen stres, penggunaan medikasi yang
tepat.
2) Melakukan pencegahan sekunder, meliputi pemeriksaan
terhadap penderita tanpa gejala dari awal penyakit hingga
terjadi gejala penyakit belum tampak secara klinis dan
mengindap faktor risiko.
3) Jenis pelayan pencegahan sekunder antara lain adalah
sebagai berikut: kontrol hipertensi, deteksi dan pengobatan
kangker, screening: pemeriksaan rektal, papsmear, gigi mulut
dan lain-lain.
4) Melakukan pencegahan tersier, dilakukan sebelum terdapat
gejala penyakit dan cacat, mecegah cacat bertambah dan
ketergantungan, serta perawatan dengan perawatan di rumah
sakit, rehabilisasi pasien rawat jalan dan perawatan jangka
panjang.
B. ASAM URAT

1. Pengertian Asam Urat


Penyakit Asam urat (Gout Arthritis) merupakan suatu keadaan
yang ditandai dengan nyeri sendi. Penyakit ini sering dijumpai pada
lansia yang tidak memperhatikan gaya hidupnya, seperti
mengkonsumsi makanan yang tinggi akan purin dan minum minuman
yang beralkohol (Juandi., 2010). Penyakit asam urat (Gout Arthritis)
adalah hasil dari metabolisme tubuh oleh salah satu protein, purin dan
ginjal. Dalam kaitan ini, ginjal berfungsi mengatur kestabilan kadar
asam urat dalam tubuh dimana sebagian sisa asam urat dibuang
melalui urine (Indriawan., 2009).
Gout Arthritis atau penyakit asam urat adalah serangan radang
persendian berulang, yang disebabkan oleh deposit atau penimbunan
kristal asam urat di dalam persendian. Bagian tubuh yang terkena
terutama adalah bagian sendi yang berada pada ujung tubuh seperti
jari tangan dan kaki. Sedangkan sasaran lainnya adalah sendi pada
siku, lutut, pergelangan kaki dan tangan atau bahu (Sustrani et al.,
2011).

2. Etiologi ASAM URAT


Asam urat atau dengan nama lain Gout Arthritis dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu : pertama adalah faktor dari luar, penyebab
gout arthritis yang paling utama adalah makanan atau faktor dari luar.
Gout Arthritis dapat meningkat dengan cepat antara lain karena
konsumsi makanan dengan kadar purin tinggi dan yang kedua adalah
faktor dari dalam ; Faktor dari dalam terjadi penyimpangan
metabolisme yang umumnya berkaitan dengan faktor usia, dimana
usia diatas 40 tahun atau manula beresiko besar terkena asam urat,
perubahan Sistem Genitourinaria pada Lansia. Selain itu Gout Arthritis
dapat disebabkan oleh penyakit sumsum tulang dan polisitemia,
konsumsi obat-obatan, alkohol, obesitas dan diabetes melitus
(Ahmad., 2011).
3. Jenis Asam Urat
Gout Arthritis atau asam urat memiliki beberapa jenis yaitu :
pertama Gout Primer; pada gout primer 99% belum diketahui
penyebabnya (idiopatik). Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor
genetik dan faktor hormonal menyebabkan gangguan metabolisme dapat
mengakibatkan peningkatan produksi asam urat atau dapat diakibatkan
karena berkurangnya pengeluaran asam urat dalam tubuh dan yang
kedua Gout Sekunder; pada gout sekunder disebabkan antara lain karena
peningkatan produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengonsumsi
makanan dengan kadar purin tinggi. Purin adalah salah satu senyawa
basa organik yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan
termasuk asam amino, unsur pembentuk protein. Produksi asam urat akan
meningkat apabila adanya penyakit darah (penyakit sumsum tulang,
polisitemia), mengonsumsi alkohol, dan penyebab lain adalah obesitas
(kegemukan) (Ahmad., 2011).

4. Tanda dan Gejala


Gout Arthritis atau asam urat memiliki tanda dan gejala yang khas,
secara klinis ditandai dengan adanya artritis, tofi, dan batu ginjal. Yang
penting diketahui bahwa asam urat sendiri tidak akan mengakibatkan
kristal monosodium urat, pengendapannya dipengaruhi oleh suhu dan
tekanan, oleh sebab itu, sering terbetuk tofi pada daerah-daerah telinga,
siku, lutut. Serangan seringkali terjadi pada malam hari, biasanya sehari
sebelumnya pasien tampak segar bugar tanpa keluhan. Tiba-tiba tengah
malam terbangun oleh rasa sakit yang hebat sekali. Daerah khas yang
sering mendapat sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari kaki
sebelah dalam (Mansjoer, 2009).

5. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, kadar asam urat dalam darah pada pria
dewasa kurang dari 7 mg/dL dan pada wanita kurang dari 6 mg/dL.
Apabila konsentrasi asam urat dalam darah lebih dari 7 mg/dL dan ginjal
tidak mampu mengeluarkan melalui urin akan mengakibatkan
penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout tampaknya
berhubungan dengan peningkatan atau penurunan secara mendadak
kadarasam urat dalam darah. Jika kristal asam urat mengendap dalam
sendi, akan terjadi respon inflamasi dan diteruskan dengan terjadinya
serangan gout, dengan adanya serangan yang berulang-ulang,
penumpukan kristal monosodium urat yang dinamakan topi akan
mengendap dibagian perifer seperti ibu jari kaki dan tangan. Adanya
kristal akan memicu respon inflamasi akut dan netrofil melepaskan
lisosomnya. Lisosom tidak hanya merusak jaringan, tapi juga
menyebabkan inflamasi.Pada penyakit gout akut tidak ada gejala-gejala
yang timbul. Serum urat meningkat tapi tidak akan menimbulkan gejala.
Lama kelamaan penyakit ini akan menyebabkan hipertensi karena adanya
penumpukan asam urat pada ginjal (Smeltzer., 2009).
6. PATHWAY

Alkohol Makanan berpurin tinggi Penyakit dan obat-obatan

Kadar laktat dalam darah ↑ Kadar protein ↑ Menghambat ekskresi asam


urat di tubulus ginjal

↓Sekresi asam urat Produksi asam urat >>

Gangguan metabolisme
purin
Di luar cairan tubuh
GOUT
Di dalam sendi
Pelepasan kristal monosodium urat
Penimbunan pd membran sinovial
Penimbunan kristal urat & tulang rawan

Pengendapan kristal urat


Erosi tulang rawan, proliferasi
sinovial & pembentukan panus
Perangsangan respon fagositosis oleh leukosit

Degenerasi tulang rawan sendi


Leukosit memakan kristal urat

Terbentuk tofus, fibrosis,


Mekanisme inflamasi
akilosis pd tulang

Pelepasan Akumulasi
mediator kimia cairan eksudat Pembentukan tukak Perubahan bentuk
oleh sel pd jaringan pd sendi tubuh pd tulang & sendi
(bradikinin,
intersitial
histamin,
Tofus-tofus mengering
prostaglandin)
Odema
jaringan Kekakuan pd sendi
Hipotalamus Gangguan konsep diri,
Pergerakan tubuh ↓ citra diri
Menstimulasi Penekanan pd
nosiseptor jaringan sendi
Nyeri

Mekanisme nyeri Gangguan perfusi Membatasi pergerakan Penggunaan alat bantu


jaringan (tongkat)
Hambatan mobilitas
Fisik Resiko Jatuh
7. Pemeriksaan Penunjang.
a. Pemeriksaan laboratorium darah
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar asam urat yang
tinggi dalam darah (> 6 mg%). Kadar asam urat normal dalam serum
pada pria 7 mg% dan pada wanita 6 mg% pemeriksaan kadar asam
urat ini akan lebih tepat lagi bila dilakukan dengan cara enzimatik.
Kadang-kadang didapatkan leukosit ringan dan LED meninggi sedikit,
kadar asam urat dalam urin juga sering tinggi (500 mg%/liter per 24
jam)
b. Pemiriksaan cairan tofi
Pemeriksaan cairan tofi, juga penting untuk menegakkan
diagnosis, cairan tofi adalah cairan berwarna putih seperti susu dan
kental sekali sehingga sukar diaspirisasi, diagnosis dapat dipastikan
bila ditemukan gambaran kristal asam urat (bentuk lidi) pada
pemeriksaan mikroskopik (Mansjoer., 2009)

8. Penatalaksanaan.
Gout Arthritis atau asam urat dapat diobati dengan beberapa cara
berikut ini : pertama penatalaksanaan medik : yaitu dengan pemberian
obat-obatan penghilang rasa nyeri seperti analgesik, kortikosteroid, diet
rendah purin, hindari olkohol, perbanyak minum air, dan hindari obat-
obatan yang dapat meningkatkan kadar asam urat seperti tiazid, diuretik,
dan asam mekotinat yang menghambat ekskresi asam urat dari ginjal
(Mansjoer, 2009).
Kedua Penatalaksanaan Komplementer : yaitu dengan obat herbal,
jamu-jamuan, teknik distraksi, teknik relaksasi dan istirahat, ada pula
dengan cara teknik stimulasi kulit yaitu dengan cara pijatan, kompres
hangat (jahe) atau dingin, dan akupuntur (Sustrani et al, 2006).

9. Pengaturan Diit.
Klien dengan asam urat atau Gout Arthritis biasanya disarankan untuk
menurunkan berat badan pada pasien yang gemuk, serta diet rendah
purin. Hindari alkohol dan makanan tinggi purin (hati, ginjal, ikan, sarden,
daging kambing, dan sebagainya), termasuk manis. Perbanyak minum.
Pengeluaran urin 2 liter/hari atau lebih akan membatu pengeluaran asam
urat dan mengurangi pembentukan endapan di saluran kemih.

10. ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan. Untuk itu, diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam
menangani masalah klien.
a. Anamnesis dilakukan untuk mengetahui : Identitas meliputi
nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status
perkawainan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis
medis. Pada umumnya keluhan utama artritis reumatoid adalah nyeri
pada daerah sendi yang mengalami masalah.Untuk mempperoleh
pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien, perawat dapat
menggunakan metode PQRST.

1) Provoking incident : Hal yang menjadi faktor presipitasi


nyeri adalah peradangan.
2) Quality Of Pain : Nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien bersifat menusuk.
3) Region, Radition, Relief : Nyeri dapat menjalar atau
menyebar , dan nyeri terjadi di sendi yang mengalami
masalah.
4) Severity (scale) Of Pain: Nyeri yang dirasakan ada diantara
1-3 pada rentang skala pengukuran 0-4.
5) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data dilakukan sejak muncul keluhan dan secara
umum, mencakup awitan gejala, dan bagaimana gejala tersebut
berkembang. Penting di tanyakan berapa lama pemakaian obat
analgesic, allopurinol.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang
mendukung terjadinya gout. Masalah lain yang perlu ditanyakan
adalah adakah klien pernah dirawat dengan masalah yang sama.
Kaji adanya pemakaian alcohol yang berlebihan dan penggunaan
obat diuretic.
d. Riwayat penyakit keluarga
Kaji adakah keluarga dari genarasi terdahulu mempunyai
keluhan yang sama dengan klien karena penyakit gout berhubungan
dengan genetik. Ada produksi/sekresi asam urat yang berlebihan
yang tidak di ketahui penyebabnya.
e. Riwayat psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan penyakit klien dalam keluarga dan masyarakat.
Respon yang di dapat meliputi adanya kecemasan individu dengan
rentang variasi tingkat kecemasan yang berbeda dan berhubungan
erat dengan adanya sensasi nyeri, hambatan mobilitas fisik akibat
respon nyeri, dan ketidaktahuan akan program pengobatan dan
prognosis penyakit serta peningkatan asam urat terhadap sirkulasi.
Adanya perubahan peran dalam keluarga akibat adanya nyeri dan
hambatan mobilitas fisik memberikan respon terhadap konsep diri
yang maldaptif.
f. Pengkajian Berdasarkan Pola
1) Pola Presepsi dan pemeliharaan kesehatan
 Keluhan utama nyeri pada pada sendi
 Pencegahan penyerangan dan bagaimana cara
mengatasi atau mengurangi serangan.
 Riwayat penyakit Gout pada keluarga
 Obat utntuk mengatasi adanya gejala
2) Pola nutrisi dan metabolic
 Peningkatan berat badan
 Peningkatan suhu tubuh
 Diet
 Pola aktifitas dan Latihan
 Respon sentuhan pada sendi dan menjaga sendi yang
terkena
 Pola presepsi dan konsep diri
 Rasa cemas dan takut untuk melakukan pergerakan
 Presepsi diri dalam melakukan mobilitas
g. Pemeriksaaan fisik
1) B1 (Breathing)
a) Inspeksi : bila tidak melibatkan sistem pernapasan,
biasanya ditemukan kesimetrisan rongga dada, klien tidak
sesak napas, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan.
b) Palpasi: taktil fremitus seimbang kiri dan kanan
c) Perkusi : Suara resona pada seluruh lapang paru
d) Auskultasi : suara napas hilang/melemah pada sisi yang
sakit, biasanya di dapat suara ronki atau mengi.
2) B2 (Blood) : pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering
ditemukan keringat dingin,dan pusing karena nyeri.
3) B3 (Brain): kesadaran biasanya kompos mentis
a) Kepala dan wajah : ada sianosis
b) Mata : sclera biasanya tidak ikterik
c) Leher : biasanya JVP dalam batas
normal
4) B4 (Blader) : produksi urin biasanya dalam batas normal dan
tidak ada keluhan pada sistem perkemihan, kecuali penyakit
gout sudah mengalami komplikasi ke ginjal berupa
pielonefritis, batu asam urat, dan GGK yang akan
menimbulkan perubahan fungsi pada sistem ini.
5) B5 (bawel) : kebutuhan eliminasi pada kasus gout tidak ada
gangguan, tetapi perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna,
serta bau feses. Selain itu perlu di kaji frekuensi, konstitensi,
warna, bau, dan jumlah urine. Klien biasanya mual,
mengalami nyeri lambung, dan tidak ada nafsu makan,
terutama klien yang memakai obat analgesik dan anti
hiperurisemia.
6) B6 (Bone) : pada pengkajian ini ditemukan
a) Look : keluhan nyeri sendi uyang merupakan keluhan
utama yang mendorong klien mencari
pertolongan (meskipun sebelumnya sendi sudah
kaku dan berubah bentuknya).
b) Feel : ada nyeri tekan pada sendi yang membengkak
c) Move : hambatan gerahan sendi biasanya semakin
memberat

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut berhubungan dengan Peradangan Pada Sendi
b. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kekakuan pada
sendi
c. Resiko Jatuh berhubungan dengan Penggunaan alat bantu
(tongkat)

3. Intervensi Keperawatan
Dx 1. Nyeri Akut berhubungan dengan Peradangan Sendi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x
dalam sehari di harapkan nyeri klien hilang atau berkurang
KH :
 Skala nyeri berkurang
 Wajah Klien tampak rileks
 Klien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Klien mampu mengontrol nyeri
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Lakukan BHSP 1. Untuk membina hubungan
2. Lakukan pengkajian nyeri saling percaya denan klien
secara komprehensif meliputi 2. Untuk mengetahui tingkat
lokasi,karakteristik, durasi, nyeri yang di rasakan klien
frekuensi, kualitas intensitas secara komprehensif
dan faktor pencetus. 3. Dengan posisi yang
3. Berikan posisi yang nyaman nyaman dapat mengurangi
4. Anjurkan klien untuk tirah nyeri klien.
baring/istirahat 4. Tirah baring dapat
5. Ajarkan teknik relaksasi dan membuat relaksasi dan
distraksi mengurangi nyeri
6. Berikan kompres hangat 5. Teknik relaksasi dan
7. Berikan Informasi mengenai distraksi membuat klien
penyebab nyeri rileks sehingga dapat
8. Kurangi faktor-faktor yang mengurangi dan mengontrol
dapat mencetuskan nyeri rasa nyeri yang dialami.
9. Kolaborasi dengan tim medis 6. Kompres hangat dapat
lainnya dalam pemberian mengurangi rasa nyeri
terapi. 7. Agar mampu mengetahui
tentang penyebab nyeri
yang dialami dan dapat
mengontrol nyeri
8. Agar mencegah penyebab
timbulnya nyeri yang di
alami
9. Menghilangkan rasa nyeri
dan mempercepat proses
penyembuhan klien
Dx 2. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kekakuan pada
sendi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x
dalam sehari di harapkan klien mampu melakukan aktifitas
secara mandiri
KH :
 Dapat melaksanakan ADL mandiri secara maksimal
 Kekuatan otot bertambah/ dapat di pertahankan
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kemampuan ROM 1. Mengetahui tingkat kemampuan
2. Ajarkan teknik ROM kekuatan otot klien
3. Bantu klien dalam 2. ROM untuk melatih kemampuan
mengekspresikan nilai dan otot klien
kepercayaan serta tujuannya 3. Untuk meyakinkan klien dengan
dalam melakukan latihan otot tindakan yang akan di laksanakan
4. Bantu klien untuk mendapatkan 4. Untuk menambah pengetahuan
sumber yang di perlukan untuk klien bagaimana pentingnya melatih
terlibat dalam latihan otot otot
progresif 5. Untuk menambah informasi dan
5. Sediakan informasi mengenai pengetahuan klien
fungsi otot latihan fisiologis dan
progresif
Dx 3. Risiko Jatuh berhubungan dengan Penggunaan alat bantu
(tongkat)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x
dalam sehari di harapkan resiko jatuh klien dapat di
minimalisir
KH :
 Klien mengetahui tentang factor resiko jatuh
 Aktivitas ADL mandiri
 Klien mengetahui strategi untuk mengatasi resiko jatuh
 Klien dapat menunjukkan sikap melindungi diri sendiri dari
resiko jatuh
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Ciptakan lingkungan yang aman 1. Mencegah terjadinya resiko
bagi klien jatuh
2. Identifikasi kebutuhan, 2. Menentukan kebutuhan
keamanan klien, berdasarkan pasien terhadap keamanan
tingkat fisik, dan kognitif. dan menentukan intervensi
3. Identifikasi kognitif dan yang tepat
kekurangan fisik dari klien yang 3. Menentukan kebutuhan
mungkin meningkatkan klien dan menentukan
potensial untuk jatuh intervensi yang tepat
4. Identifikasi kebiasaan dan factor 4. Mengurangi resiko jatuh
resiko yang mempengaruhi untuk klien dari kebiasaan
untuk jatuh yang dilakukan dan factor-
5. Identifikasi karakteristik faktor penyebabnya.
lingkungan yang bisa 5. Mengetahui lingkungan
meningkatkan potensial untuk sekitar klien sehingga
jatuh. dapat dimodifikasi untuk
6. Monitor gaya berjalan, mengurangi resiko jatuh
keseimbangan dan tingkat 6. Menentukan intervensi
kelelahan yang dapat yang tepat untuk klien
memungkinkan klien untuk 7. Melatih klien untuk
jatuh meminimalisir factor
7. Ajari klien bagaimana cara penyebab resiko jatuh
duduk, berdiri dan berjalan
yang aman untuk
meminimalkan cedera
DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2,
(Edisi 8) Jakarta : EGC

Brunner, Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.


Jakarta :EGC

Carpenito, 2015, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2).


Jakarta : EGC
Corwin,. J. Elizabeth, 2012, Patofisiologi. Jakarta : EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi
3. Jakarta : EGC

Ganong, 2010, Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Gibson, John, 2012, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta :
EGC
Guyton dan Hall, 2013, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9). Jakarta : EGC

Long, B C. 2012. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan

Mansjoer, 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 2010. Patofisiologi Konsep Kllinis


Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Suyono, Slamet. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI

You might also like