You are on page 1of 29

STEP 7

1. What is the vascularisation from the eye ?


Sumber : Vaughan dan Asburi Oftalmologi Umum, Ed 17

2. Why the patient had red eyes and produced yellow discharge on the
right eyes?
Damage to the conjunctival epithelium by a noxious agent may be
followed by epithelial edema, cellular death and exfoliation, epithelial
hypertrophy, or granuloma formation. There may also be edema of the
conjunctival stroma (chemosis) and hypertrophy of the lymphoid layer
of the stroma (follicle formation). Inflammatory cells, including
neutrophils, eosinophils, basophils, lymphocytes, and plasma cells,
may be seen and often indicate the nature of the damaging agent. The
inflammatory cells migrate from the conjunctival stroma through the
epithelium to the surface. They then combine with fibrin and mucus
from the goblet cells to form the conjunctival exudate, which is
responsible for the "mattering" on the lid margins (especially in the
morning).
Hyperemia is the most conspicuous clinical sign of acute conjunctivitis.
The redness is most marked in the fornix and diminishes toward the
limbus by virtue of the dilation of the posterior conjunctival vessels. (A
perilimbal dilation or ciliary flush suggests inflammation of the cornea
or deeper structures.) A brilliant red suggests bacterial conjunctivitis,
and a milky appearance suggests allergic conjunctivitis. Hyperemia
without cellular infiltration suggests irritation from physical causes,
such as wind, sun, smoke, etc, but it may occur occasionally with
diseases associated with vascular instability (eg, acne rosacea).
Exudation is a feature of all types of acute conjunctivitis. The exudate
is flaky and amorphous in bacterial conjunctivitis and stringy in allergic
conjunctivitis. "Mattering" of the eyelids occurs upon awakening in
almost all types of conjunctivitis, and if the exudate is copious and the
lids are firmly stuck together, the conjunctivitis is probably bacterial or
chlamydial.
Pseudoptosis is a drooping of the upper lid secondary to infiltration of
Müller's muscle. The condition is seen in several types of severe
conjunctivitis, eg, trachoma and epidemic keratoconjunctivitis.
Sel-sel radang terlihat dalam eksudat atau kerokan yang diambil
dengan spatula palatina steril dari permukaan konjungtiva yang telah
di anastesi. Bahan itu dipulas dengan pulasan Gram (untuk
megidentifikasi organisme bakteri) dan Giemsa (untuk menetapkan
jenis dan morfologi sel) jika didapatkan hasil :
- Leukosit PMN Konjungitivitis bakteri
- Sel mononuklear khususnya limfosit Konjungtivitis virus
- Pseudomembran atau membran sejati konjungtivitis virus herpes
simpleks
- Neutrofil dan limfosit setara Konjungtivitis klamidia
- Eosinofil dan basofil  Konjungtivitis alergika
- Eosinofil atau granul eosinofilik  Keratokonjungtivitis vernal
- Sel raksasa multinuklear  herpes
- Sel leber (makrofag raksasa)  trakoma
- Badan guareri eosinofilik  vaksinia
- Keratinisasi dengan filamen  pemfigus

Vaughan and Asbury. Oftalmologi Umum Edisi ke 7.

Sekret merupakan produk kelenjar, yang pada konjungtiva bulbi


dikeluarkan oleh sel goblet. Sekret konjungtiva bulbi pada
konjungtivitis dapat bersifat :
- Air, disebabkan infeksi virus atau alergi
- Purulen, disebabkan bakteri atau klamidia
- Hiperpurulen, disebabkan gonokok atau meningokok
- Mukoid, oleh alergi atau vernal
- Serous, oleh adenovirus

3. Why the patient look sticky and difficult to open?


Cedera epitel konjungtiva oleh agen perusak dapat diikuti oleh edema
epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel, atau pembentukan
granuloma. Selain itu, mungkin juga terjadi edema stroma konjungtiva
(kemosis) dan hipertrofi lapisan limfoid stroma (pembentukan folikel).
Dapat ditemukan sel-sel radang termasuk neutrofil, eosinofil, basofil,
limfosit, dan sel plasma, vang sering kali menunjukkan sifat agen
perusaknya. Sel-sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel
ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus dari
sel-sel goblet untuk membentuk eksudat konjungtiva, yang menyebabkan
"perlengkean" tepian palpebral (terutama di pagi hari).
Sumber : Vaughan dan Asburi Oftalmologi Umum, Ed 17

4. Why the patient small ulcer in the anterior lids, conjunctival injection,
and purulent discharge?
Injeksi Konjungtiva
Melebarnya pembuluh darah arteri konjungtiva posterior atau injeksi
konjungtiva ini dapat terjadi akibat pengaruh mekanis, alergi, ataupun
infeksi pada jaringan konjungtiva. Injeksi konjungtiva memiliki sifat :
1. Mudah digerakkan dari dasarnya. Hal ini disebabkan arteri
konjungtiva posterior melekat secara longgar pada konjungtiva
bulbi yang mudah dilepas dari dasar sklera.
2. Pada radang konjungtiva pembuluh darah terutama didapatkan di
daerah forniks
3. Ukuran pembuluh darah makin besar kebagian perifer, karena
asalnya dari bagian perifer atau arteri siliar anterior
4. Berwarna merah segar
5. Gatal
6. Fotopobia (-)
7. Pupil ukuran normal dengan reaksi normal
8. Dengan tetes adrenalin 1:1000 injeksi akan lenyap sementara

Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata FK UI. Edisi kelima.


Injeksi Konjungtiva Injeksi Silier
Asal Dari a.konjunctiva Dari a.siliaris anterior
posterior
Menyertai Kelainan konjungtiva Kelainan kornea, iris,
badan silier, glaucoma
Sekret Mukopurulen/purulent Tak ada sekret, sering
a lakrimasi
Lokasi Merah diforniks Merah dilimbus,
mengurang kearah mengurang kearah
limbus forniks
Warna Merah muda Merah tua
Anastomose Membentuk Tak ada anastomose
anastomose
Bentuk Berkelok-kelok Terdiri dari garis lurus-
lurus
Mobilitas Dapat digerakkan Tak dapat digerakkan
pada penekanan pada penekanan
palpebra inferior palpebra inferior
Penampakan Mudah dilihat Tak jelas tampak

5. Why there are papil at the superior and inferior tarsal conjunctiva?
Hipertrofi papilar adalah reaksi konjungtiva nonspesifik yang terjadi
karena konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh
serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh yang membentuk
substansi papilla (bersama unsur sel dan eksudat) mencapai
membrane basai epitel, pembuluh ini bercabang-cabang di atas papilla
mirip jeruji payung. Eksudat radang rnengumpul di antara serabut-
serabut dan membentuk tonjolan-tonjolan konjungtiva.
Pada penyakit-penyakit nekrotik (mis., trakoma), eksudat dapat
digantikan oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat. Bila papilanya
kecil, tampilan konjungtiva umumnya licin seperti beludru. Konjungtiva
dengan papilla merah mengesankan penyakit bakteri atau klamidia
(mis., konjungtiva tarsal merah mirip beiudru adalah khas pada
trakoma akut). Pada inJiltrasi berat konjungtiva dihasiikan papiia
raksasa. Pada keratokonjungtivitis vernal, papilla ini disebut juga
"papila cobblestone" karena tampilannya yang rapat; papila raksasa
beratap rata, poligonal, dan berwarna putih susu-kemerahan. Di tarsus
superior, papilla macam ini mengesankan keratokonjungtivitis vernal
dan konjungtivitis papilar raksasa dengan sensitivitas terhadap lensa
kontak di tarsus inferior, mengesankan keratokonjungtivitis atopik.
Papila raksasa dapat pula timbul di limbus, terutama di daerah yang
biasanya terpajan saat mata terbuka (antara pukul 2 dan 4 dan antara
pukul 8 dan 10). Di sini papila tampak berupa tonjolan-tonjolan
gelatinosa yang dapat meluas sampai ke kornea. Papila limbus khas
untuk keratokoniungtivitis vernal, tetapi jarang pada
keratokonjungtivits atopik
Sumber : Vaughan dan Asburi Oftalmologi Umum, Ed 17

6. What the etiology from the disease?


7. What are disease associated with red eyes?
TIDAK KOTOR

 Pterigium

o Merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang


bersifat degenerative dan invasive. Pertumbuhan ini biasanya
terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal
konjungtiva yang meluas kedaerah kornea.

o Diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar


matahari dan udara yang panas.etiologinya tidak diketahui
dengan jelas dan diduga merupkan suatu neoplasma , radang
dan degenerasi.

o Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan


memberikan keluhan mata iritatif, merah dan mungkin
menimbulkan astigmat yang akan memberikan keluhan
gangguan penglihatan.

o DD pterigium : pseudopterigium,
pannus dan kista dermoid.

o Pengobatan tidak perlu karena sering


bersifat rekuren, terutama pada pasien
yang masih muda. Bila pterigium
meradang dapat diberikan steroid atau
suatu tetes mata dekongestan.

o Pengobatan pterigium yaitu dengan sikap konservatif atau


dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat
terjadinya astigmatisme ireguler atau pterigium yang telah
menutupi media penglihatan.

 Pseudopterigium
o Merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Terletak pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses
kornea sebelumnya.

o Sering terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga


konjungtiva menutupi kornea.

o Pada pseudopterigium selamanya terdapat anamnesis adanya


kelainan kornea sebelumnya, seperti tukak kornea.

 Pinguekula

o Adalah nodul kuning pada kedua sisi kornea ( lebih sering pada
sisi nasal ) di daerah aperture palpebra.

o Benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orang tua,


terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar
matahari, debu dan angin panas. Merupakan degenerasi hialin
jaringan submukosa konjungtiva. Pembuluh darah tidak masuk
ke dalam pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi
iritasi, maka sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat
pembuluh darah yang melebar

o Nodul terdiri atas jaringan elastis hialin dan kuning. Jarang


bertumbuh besar, namun sering meradang.

o Pengobatan pada pingueculitis tertentu diberi steroid lemah


topical seperti prednisolone 0,12 % atau medikasi antiradang
non-steroid topical dapat diberikan.

o Pinguekula tidak perlu diberikan pengobatan, akan tetapi bila


terlihat adanya tanda peradangan (penguekulitis), dapat
diberikan obat-obat anti radang.
o akan tetapi bila terlihat adanya tanda peradangan (pingukulitis),
dapat diberikan obat-obat antiradang, seperti :

 Steroid topical lemah ( Prednisolone 0,1 % )


 NSAID topical
 Pinguekula iritans

Pinguekula yang terkena iritasi atau meradang, sehingga pada sekitar


bercak generasi ini akan terlihat pembuluh darah yang melebar.

 Blefaritis adalah peradangan pada margo palpebra. Jenis blefaritis :


1. Blefaritis anterior :
 Blefaritis ulserosa ok Stafilokokus Ulcus pada folikel silia, Silia
mudah dicabut
 Blefaritis skuamosa ok Pytirosporum ovale  Sisik berminyak pd
folikel silia, Silia mudah dicabut
2. Blefaritis posterior : oleh karena disfungsi kelenjar meibom.
Penatalaksanaan
Blefaritis Anterior :
 kebersihan muka
 Salep antibiotika Gram (+)
 Digosok dengan cotton aplikator
Blefaritis Posterior :
 Tetrasiklin 2 x 250 mg atau Erythromicin 3 x 250 mg, Diberikan
selama 2 minggu
 Topikal : steroid ringan

 Hematoma subkonjungtiva

o Dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur,


hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia,
pemakaian antikoagulan dan batuk rejan)

o Dapat juga terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung


yaitu kadang-kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang
terjadi

o Biasanya tidak perlu pengobatan karena akan disrap dengan


spontan dalam waktu 1-3 minggu.
 Episkleritis

 Merupakan reaksi radang jaringan ikat vascular yang terletak


antara konjungtiva dan permukaan sclera.

 Keluhan pasien berupa: mata terasa kering, dengan rasa sakit


yang ringan, mengganjal dengan konjungtiva yang kemotik.

 Bentuk radang nya mempunyai gambaran khusus yaitu berupa


benjolan setempat dengan batas tegas dan earna merah ungu
dibawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas atau
ditekan pada kelopak di atas benjolan, akan memberikan rasa
sakit, rasa sakit akan menjalar ke sekitar mata.

 Pengobatan:

1. Bila mata terlihat merah satu sector yang


disebabkan melebarnya pembuluh darah di
bawah konjungtiva, pembuluh darah ini bias
mengecil bila diberi fenil efrin 2,5 % topical.

2. Pada keadaan yang berat diberi kortikosteroid


tetes mata, sistemik atau salisilat.

 Episkleritis dapat sembuh sempurna atau bersifat residif yang


dapat menyerang tempat yang sama ataupun berbeda-beda
dengan lama sakit umumnya berlangsung 4-5 minggu.

 Skleritis; Gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh


destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vascular yang
mengisyaratkan adanya vaskulitis.

 Skleritis biasanya disebabkan kelainan atau penyakit sistemik. Lebih


sering disebabkan penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis dan
gout. Kadang-kadangdisebabkan tuberculosis, bakteri
(pseudomonas), sakoidosis, hipertensi, benda asing dan pasca
bedah.

 Terdapat perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi,


alis dan dagu yang kadang-kadang
membangunkan sewaktu tidur akibat
sakitnya yang sering kambuh. Mata merah
berair, fotofobia dengan penglihatan
menurun.

 Skleritis tidak mengeluarkan kotoran,


terlihat benjolan berwarna sedikitlebih biri jingga. Kadang-kadang
mengenai seluruh lingkaran kornea, sehingga terlihat sebagai
skleritis anular.

 Pengobatannya : antiinflamasi steroid ataupun non steroid atau


obat imunosupresif lainnya.

8. DD and diagnosis from the scenario?


Diagnosis : Pterigium

 Pterigium

o Merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang


bersifat degenerative dan invasive. Pertumbuhan ini biasanya
terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal
konjungtiva yang meluas kedaerah kornea.

o Diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar


matahari dan udara yang panas.etiologinya tidak diketahui
dengan jelas dan diduga merupkan suatu neoplasma , radang
dan degenerasi.

o Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan


memberikan keluhan mata iritatif, merah dan mungkin
menimbulkan astigmat yang akan memberikan keluhan
gangguan penglihatan.

o DD pterigium : pseudopterigium,
pannus dan kista dermoid.

o Pengobatan tidak perlu karena sering


bersifat rekuren, terutama pada pasien
yang masih muda. Bila pterigium
meradang dapat diberikan steroid atau
suatu tetes mata dekongestan.

o Pengobatan pterigium yaitu dengan sikap konservatif atau


dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat
terjadinya astigmatisme ireguler atau pterigium yang telah
menutupi media penglihatan.

DD :
Tanda penting pada konjungtivitis adalah :
a. Hiperemi :
Kemerahan yang paling nyata pada fornix dan mengurang ke
arah limbus. Hal ini disebabkan oleh dilatasi pembuluh –
pembuluh konjungtiva posterior. Pembuluh darah konjungtiva
posterior berasal dari cabang nasal dan lakrimal yang
merupakan cabang teminal arteri oftalmika, menuju kelopak
mata melalui forniks. Diantara keduanya terdapat anastomosis.
Injeksi konjungtiva menunjukkan adanya kelainan pada
konjungtiva superficial.
b. Lakrimasi :
Sekresi air mata oleh karena adanya sensasi benda asing,
sensasi terbakar/ gatal.
c. Eksudasi :
Adanya secret yang keluar saat bangun tidur dan bila berlebihan
palpebra saling melengket.

d. Kemosis :
Udem konjungtiva oleh karena transudasi cairan dari pembuluh
darah kapiler konjungtiva. Klinis tampak seperti
gelembung/benjolan bening pada konjungtiva bulbi atau fornix.
Kemosis dapat terjadi secara :
- Aktif : peningkatan permeabilitas pada peradangan
(eksudat)
- Pasif : akibat stasis (perbandingan “ tissue fluid “ didalam
jaringan/organ tergantung pada keseimbangan antara
produk cairan dari arteri, penyerapan ke vena dan
drainage oleh limfatik). Ketidakseimbangan salah satu
factor ini dapat menyebabkan kemosis.
e. Folikel :
Tampak pada kebanyaan kasus konjungtivitis virus, kasus
konjungtivitis khlamidia. Sering terdapat pada tarsus terutama
tarsus superior. Secara klinik dapat dikenali sebagai struktur
kelabu atau putih yang avaskuler dan bulat. Pada pemeriksaan
slit lamp, pembuluh-pembuluh kecil tampak muncul pada batas
folikel dan mengintarinya.

f. Pseudomembran :
Adalah haasil proses eksudatif dan hanya berbeda derajatnya.
Pseudomembran adalah pengentalan di atas permukaan epitel,
bila diangkat epitel tetap utuh. Bila sebuah membran adalah
pengentalan yang meliputi seluruh epitel epitel jika diangkat
akan meninggalkan permukaan yg kasar dan berdarah.
Pseudomembran atau membran dapat menyertai konjungtivitis
virus herpes, pemphigoid sikatriks, difteria. Membran dan
pseudomembran dapat berupa sisa akibat luka bakar kimiawi.
g. Hipertrofi papila :
Reaksi konjungtiva non spesifik yang terjadi karena konjungtiva
terikat pada tarsus atau limbus. Konjungtiva papiler merah
mengesankan penyakit bakteri atau klamidia.
h. Nodus preaurikuler:
Pembesaran nodus limfatikus. Ada nyeri tekan pada konj. Herpes
dan inklusi dan trakoma.
KONJUNGTIVITIS KLAMIDIA
Stadium klinis :
- Prefolikel
- Folikel

- Sikatriks

- Sanata

Untuk pengendalian WHO mengembangkan cara sederhana untuk


memeriksa penyakit tersebut. Ini mencakup tanda-tanda berikut :
a. TF : lima/> folikel pada konjungtiva tarsal superior.
b. TI : infiltrasi difus dan hipertrofi papiler konjungtiva tarsal superior yang
sekurang-kurangnya menutupi 50 % pembuluh darah profunda normal.
c. TS : parut konjungtiva trakomatosa.
d. TT : trikiasis/entropion.
e. CO : kekeruhan kornea.

KONJUNGTIVITIS VIRUS
Tanda dan gejala :
 Demam ( Demam Faringokonjungtival )
 Folikel di konjungtiva palpebra
 Pembesaran kelenjar limfe pre aurikuler
o Nyeri tekan pada Keratokonjungtivitis epidemika

o Tidak nyeri tekan pada Demam faringokonjungtival

KONJUNGTIVITIS ALERGI
Konjungtivitis vernalis
Ada 2 type :
 Type palpebral; Cobble stone di daerah konjungtiva palpebra superior
> inferior.

( berbentuk seperti susunan batu kali )

 Type limbal; Trantas dot pada daerah limbus

Sumber : Vaughan dan Asburi Oftalmologi Umum, Ed 17

9. What the physical examination from the case?


10. What the additional examination from the case?

KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL
 Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan swab secret mata untuk dilakukan :
- Pengecatan Gram : kuman penyebab.
- Pengecatan Giemsa : sitologi konjungtiva
KONJUNGTIVITIS KLAMIDIA
 Pemeriksaan penunjang :
o Laboratorium : Sitologi Giemza : inclusion bodies
o Fluorescin antibody
o Ensim immuno assay test
KONJUNGTIVITIS VIRUS
 Pemeriksaan laboratorium : sitologi Giemsa sel mononukleus
KONJUNGTIVITIS ALERGI
 Pemeriksaan laboratorium : eosinofil >>
Konjungtivitis gonore
Pemeriksaan secret dengan pewarnaan metilen biru dimana akn terlihat
diplokok di dalam sel leukosit. Dengan pewarnaan Gram akan terdapat sel
intraseluler atau ekstraseluler dengan sifat Gram negative.
Pemeriksaan sensitivitas dilakukan pada agar darah dan coklat.

11. What is therapy from the scenario ?


Agen Pengering Kornea
larutan dan salep pengering (penyebab dehidrasi) yang secara topikal
diberikan ke mata mengurangi edema kornea dengan menciptakan
gradien osmotik; film air mata dibuat hipertonik terhadap jaringan
kornea. Hasilnya adalah berkurangnya edema kornea untuk
sementara. Sediaan: Larutan gliserin anhidrat (Ophthalgan); larutan
dan salep natrium klorida hipertonik 2o/o dan5% (Absorbonac, Ak-
NaCI, Hypersal, Muro-128).
Dosis: L tetes larutan atau 1/+ inci panjang salep untuk menjernihkan
kornea. Dapat diulangi setiap 3-4jam.

Metode pemberian obat mata topikal yang benar adalah


sebagai berikut:
1. Posisikan kepala pasien mendongak ke atas.
2. Pegang palpebra inferior di bawah bulu mata dan tarik palpebra
menjauhi mata dengan hati-hati (Gambar 3-1).

3.Berikan 1 tetes obat ke dalam cul-de-sac inferior yang paling dekat


dengan daerah yang "sakit." Usahakan jangan sampai ujung botol
penetes menyentuh bulu mata atau palpebra untuk mencegah
kontaminasi (Gambar 3-2).
4. Agat cul-de-sac inferior menjadi lebih dalam, tarik palpebral inferior
dengan hati-hati ditarik ke atas sampai menyentuh palpebra superior
sambil mata melihat ke bawah (Carnbar 3-3).

5. Palpebra harus tetap ditutup selama 3 menit agar tidak berkedip,


yang akan memompa obat ke dalam hidung dan meningkatkan
absorpsi sistemik. Kepada pasien diperagakan cara menutup sistem
drainase lakrimal dengan menekan kuat sudut-dalam palpebra yang
sedang tertutupi bahkan tindakan ini lebih penting dibandingkan
penutupan palpebra (Gambar 3-4).
6. Kelebihan obat di kantus medialis harus dihapus sebelum
penekanan dihentikan atau palpebra dibuka. Pasien yang mendapat
beberapa macam obat topikal harus menunggu 10 menit antar-dosis
sehingga obat pertama tidak terbilas keluar mata oleh obat yang
kedua.

Jika pterygium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil, lesi


harus diangkat secara bedah bersama sebagian kecil kornea jernih
superfisial di luar daerah perluasannya.
Kombinasi autograf konjungiiva dan eksisi lesi terbukti mengurangi
risiko kekambuhan.
Sumber : Vaughan dan Asburi Oftalmologi Umum, Ed 17

You might also like