You are on page 1of 7

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung

hingga alveoli, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA masih

merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di Indonesia. Hal

ini disebabkan masih tingginya angka kematian karena ISPA terutama pada bayi

dan balita. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang

sangat sering dijumpai dan merupakan penyebab kematian paling tinggi pada anak

balita. Kejadian ISPA dipengaruhi oleh banyak faktor terutama perilaku hidup

bersih dan sehat (Rustandi, 2011).

World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian

balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada usia

balita. Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati

urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Berdasarkan

prevalensi ISPA tahun 2012 di Indonesia telah mencapai 25% dengan rentang

kejadian yaitu sekitar 17,5% - 41,4% dengan 16 provinsi diantaranya mempunyai

prevalensi di atas angka nasional. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar

10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh

Subdit ISPA tahun 2013 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab

1
2

kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 32,10% dari seluruh

kematian balita), sedangkan di Jateng 28 % (2012), 27,2 % tahun 2013 (DepKes,

2013).

Upaya peningkatan perilaku sehat di masyarakat belum menunjukkan hasil

optimal. Data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2014

menunjukkan bahwa di Indonesia sebanyak 38,5% masyarakat masih merokok di

dalam rumah ketika bersama anggota keluarga yang lain. Perokok laki-laki lebih

tinggi dari perempuan (72% dibanding 28%). Selanjutnya 77,3% penduduk usia

15 tahun ke atas kurang melakukan aktivitas fisik, dengan katagori (82%) kurang

bergerak dan (11%) tidak terbiasa melakukan aktivitas fisik. Berdasarkan hasil

pendataan untuk PHBS tatanan rumah tangga provinsi Jawa Tengah sebanyak

68% keluarga belum menjadi peserta dana sehat dan sebesar 72% keluarga belum

bebas asap rokok (Badan Pusat Statistik, 2015).

Perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat merupakan salah satu faktor

penting untuk mendukung peningkatan status kesehatan penduduk. Perilaku

masyarakat yang tidak sehat dapat dilihat dari kebiasaan merokok, rendahnya

pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, tingginya prevalensi gizi kurang dan gizi

lebih pada anak balita, serta kecenderungan meningkatnya jumlah penderita

HIV/AIDS, penderita penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif

(NAPZA) dan kematian akibat kecelakaan (Adisasmito, 2007).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 secara nasional, penduduk

yang telah memenuhi kriteria PHBS baik sebesar 38,7%. Terdapat lima provinsi

dengan pencapaian di atas angka nasional yaitu DI Yogyakarta (59,4%), Bali

(53,7%), Kalimantan Timur (52,4%), Jawa Tengah (51,2%), dan Sulawesi Utara
3

(50,4%). Sedangkan provinsi dengan pencapaian PHBS rendah berturut-turut

adalah Gorontalo (33,8%), Riau (30,1%), Sumatera Barat (28,2%), Nusa

Tenggara Timur (26,8%), dan Papua (24,4%).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bekasi (2015), cakupan PHBS

Kota Bekasi yang terkait PBHS antara lain: 91,5% penduduk yang merokok

melakukannya di dalam rumah; melakukan aktivitas fisik sedang setiap hari

38,9%, pada indikator makan buah dan sayur setiap hari dijumpai 11,5%

masyarakat yang mengkonsumsi buah dan 86,5% mengkonsumsi sayur setiap

hari.

Data yang tercatat di Dinas Kesehatan Kota Bekasi, jumlah kasus

penderita ISPA sebanyak 49.898 kasus. Mayoritas di dominasi usia dibawah 1

tahun sekitar 700 balita , umur 1-4 tahun 1175 balita dan usia lebih dari 5 tahun

1728 balita (Dinkes Kota Bekasi, 2015).

Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Jatibening Kota Bekasi, ISPA

termasuk di 5 penyakit terbanyak. Pada tahun 2015 jumlah kasus penyakit ISPA

pada balita sebanyak 664 (16%) orang. Pada tahun 2016 jumlah kasus penyakit

ISPA pada balita sebanyak 908 (24%) orang. Pada tahun 2017 jumlah kasus

penyakit ISPA pada balita sebanyak 762 (15,05%) dan 1 kasus balita yang

mengalami kematian akibat ISPA (UPTD Puskesmas Jatibening, 2017).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dengan metode

wawancara kepada 10 ibu yang memiliki anak balita di Puskesmas Jatibening

Kota Bekasi pada 15 Mei 2018, didapatkan 4 responden (40%) yang mengerti

tentang PHBS, sedangkan 6 responden (60%) lainnya belum paham tentang

PHBS. Dari hasil wawancara terhadap reponden, mereka mendapatkan


4

informasi tentang PHBS melalui media elektronik sebanyak 6 (60%), dan

sebanyak 4 (40%) yang mendapat informasi PHBS dari dokter dan perawat.

Berdasarkan data tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang

hubungan perilaku hidup bersih dan sehat orangtua terhadap kejadian ISPA pada

balita di Puskesmas Jatibening Bekasi Tahun 2018.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, terdapat peningkatan angka penderita

ISPA. Pada tahun 2015 jumlah kasus penyakit ISPA pada balita sebanyak 664

(16%) orang, tahun 2016 tercatat 908 kasus (24%) orang, tahun 2017 sebanyak

762 kasus (15,05%) dan 1 kasus balita yang mengalami kematian akibat ISPA

(UPTD Puskesmas Jatibening, 2017). Maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Bagaimana hubungan perilaku hidup bersih dan sehat orangtua terhadap

kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Jatibening Bekasi Tahun 2018 ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan perilaku hidup bersih dan sehat orangtua

terhadap kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Jatibening Bekasi

Tahun 2018.
5

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya distribusi frekuensi perilaku PHBS berdasarkan pengetahuan

pada orangtua yang memiliki balita di Puskesmas Jatibening Bekasi Tahun

2018.

b. Diketahuinya distribusi frekuensi perilaku PHBS berdasarkan pendidikan

pada orangtua yang memiliki balita di Puskesmas Jatibening Bekasi Tahun

2018.

c. Diketahuinya distribusi frekuensi perilaku PHBS berdasarkan pekerjaan

pada orangtua yang memiliki balita di Puskesmas Jatibening Bekasi Tahun

2018.

d. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku PHBS

terhadap kejadian ISPA pada orangtua yang memiliki balita di Puskesmas

Jatibening Bekasi Tahun 2018.

e. Diketahuinya hubungan antara pendidikan dengan perilaku PHBS

terhadap kejadian ISPA pada orangtua yang memiliki balita di Puskesmas

Jatibening Bekasi Tahun 2018.

f. Diketahuinya hubungan antara pekerjaan dengan perilaku PHBS terhadap

kejadian ISPA pada orangtua yang memiliki balita di Puskesmas

Jatibening Bekasi Tahun 2018.


6

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah :

1.4.1. Manfaat Teoritis

Untuk menambah dan meningkatkan wawasan atau pengetahuan sehingga

peneliti mengetahui tingkat pengetahuan orangtua yang memiliki balita

tentang perilaku PHBS.

1.4.2. Manfaat Praktis

a. Bagi Orangtua

Sebagai informasi kepada orangtua untuk menambah wawasan lebih

jauh tentang perilaku PHBS dan pengetahuan dasar tentang penyakit

ISPA.

b. Bagi Puskesmas Jatibening Bekasi

Sebagai sarana evaluasi untuk meningkatkan program promotif dan

preventif dalam menurunkan angka kejadian ISPA pada balita.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan bacaan dan referensi bagi mahasiswa Fakultas Ilmu

Kesehatan Prodi DIV Bidan Pendidik Universitas Nasional Jakarta

mengenai perilaku PHBS.

d. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan sebagai wadah dalam

mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama pendidikan,

khususnya mengenai perilaku PHBS.


7

You might also like