You are on page 1of 8

Allah Ta’ala telah mengutamakan sebagian waktu (zaman) di atas

sebagian lainnya, sebagaimana Dia mengutamakan sebagian manusia


di atas sebagian lainnya dan sebagian tempat di atas tempat lainnya.
Allah Ta’ala berfirman,
ُ ‫َار َما َكانَ لَ ُه ُم ْال ِخيَ َرة‬
ُ ‫َو َربُّكَ يَ ْخل ُ ُق َما يَشَا ُء َويَ ْخت‬
“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya,
sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka” (QS al-Qashash:68).
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di ketika menafsirkan ayat di atas, beliau
berkata, “(Ayat ini menjelaskan) menyeluruhnya ciptaan Allah bagi
seluruh makhluk-Nya, berlakunya kehendak-Nya bagi semua ciptaan-
Nya, dan kemahaesaan-Nya dalam memilih dan mengistimewakan apa
(yang dikehendaki-Nya), baik itu manusia, waktu (jaman) maupun
tempat”[1].
Termasuk dalam hal ini adalah bulan Ramadhan yang
Allah Ta’ala utamakan dan istimewakan dibanding bulan-bulan lainnya,
sehingga dipilih-Nya sebagai waktu dilaksanakannya kewajiban
berpuasa yang merupakan salah satu rukun Islam.
Sungguh Allah Ta’ala memuliakan bulan yang penuh berkah ini dan
menjadikannya sebagai salah satu musim besar untuk menggapai
kemuliaan di akhirat kelak, yang merupakan kesempatan bagi hamba-
hamba Allah Ta’ala yang bertakwa untuk berlomba-lomba dalam
melaksanakan ketaatan dan mendekatkan diri kepada-Nya[2].
Bagaimana Seorang Muslim Menyambut Bulan Ramadhan?
Bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan keberkahan, padanya
dilipatgandakan amal-amal kebaikan, disyariatkan amal-amal ibadah
yang agung, di buka pintu-pintu surga dan di tutup pintu-pintu
neraka[3].
Oleh karena itu, bulan ini merupakan kesempatan berharga yang
ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang beriman kepada
Allah Ta’ala dan ingin meraih ridha-Nya.
Dan karena agungnya keutamaan bulan suci ini, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam selalu menyampaikan kabar gembira kepada para
sahabat radhiyallahu ‘anhum akan kedatangan bulan yang penuh
berkah ini[4].
Sahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, menyampaikan
kabar gembira kepada para sahabatnya, “Telah datang bulan
Ramadhan yang penuh keberkahan, Allah mewajibkan kalian berpuasa
padanya, pintu-pintu surga di buka pada bulan itu, pintu-pintu neraka di
tutup, dan para setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam
(kemuliaan/lailatul qadr) yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa
yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan malam itu maka
sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung)”[5].
Imam Ibnu Rajab, ketika mengomentari hadits ini, beliau berkata,
“Bagaimana mungkin orang yang beriman tidak gembira dengan
dibukanya pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah
berbuat dosa (dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah Ta’ala)
tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana
mungkin orang yang berakal tidak gembira ketika para setan
dibelenggu?”[6].
Dulunya, para ulama salaf jauh-jauh hari sebelum datangnya bulan
Ramadhan berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala agar
mereka mencapai bulan yang mulia ini, karena mencapai bulan ini
merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi
taufik oleh Alah Ta’ala. Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya (para
salaf) berdoa kepada Allah Ta’ala(selama) enam bulan agar Allah
mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka
berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar Dia
menerima (amal-amal shaleh) yang mereka (kerjakan)”[7].
Maka hendaknya seorang muslim mengambil teladan dari para ulama
salaf dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan, dengan
bersungguh-sungguh berdoa dan mempersiapkan diri untuk
mendulang pahala kebaikan, pengampunan serta keridhaan dari
Allah Ta’ala, agar di akhirat kelak mereka akan merasakan
kebahagiaan dan kegembiraan besar ketika bertemu Allah Ta’ala dan
mendapatkan ganjaran yang sempurna dari amal kebaikan mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang
berpuasa akan merasakan dua kegembiraan (besar): kegembiraan
ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia bertemu Allah”[8].
Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah dengan
memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar
untuk persiapan makan sahur dan balas dendam ketika berbuka
puasa. Juga bukan dengan mengikuti berbagai program acara Televisi
yang lebih banyak merusak dan melalaikan manusia dari mengingat
Allah Ta’ala dari pada manfaat yang diharapkan, itupun kalau ada
manfaatnya.
Tapi persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir
dan batin untuk melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah agung
lainnya di bulan Ramadhan dengan sebaik-sebaiknya, yaitu dengan
hati yang ikhlas dan praktek ibadah yang sesuai dengan petunjuk dan
sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena balasan
kebaikan/keutamaan dari semua amal shaleh yang dikerjakan
manusia, sempurna atau tidaknya, tergantung dari sempurna atau
kurangnya keikhlasannya dan jauh atau dekatnya praktek amal
tersebut dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam[9].
Hal ini diisyaratkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Sungguh seorang hamba benar-benar melaksanakan shalat,
tapi tidak dituliskan baginya dari (pahala kebaikan) shalat tersebut
kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya,
sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya,
sepertiganya, atau seperduanya”[10].
Juga dalam hadits lain tentang puasa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Terkadang orang yang berpuasa tidak mendapatkan
bagian dari puasanya kecuali lapar dan dahaga saja”[11].
Meraih Takwa dan Kesucian Jiwa dengan Puasa Ramadhan
Hikmah dan tujuan utama diwajibkannya puasa adalah untuk mencapai
takwa kepada Allah Ta’ala[12], yang hakikatnya adalah kesucian jiwa
dan kebersihan hati[13]. Maka bulan Ramadhan merupakan
kesempatan berharga bagi seorang muslim untuk berbenah diri guna
meraih takwa kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
َ‫علَى الَّذِينَ ِم ْن قَبْ ِل ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬ ِّ ِ ‫علَ ْي ُك ُم‬
َ ِ‫الصيَا ُم َك َما ُكت‬
َ ‫ب‬ َ ِ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َ َمنُوا ُكت‬
َ ‫ب‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertakwa” (QS al-Baqarah:183).
Imam Ibnu Katsir berkata, “Dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman
kepada orang-orang yang beriman dan memerintahkan mereka untuk
(melaksanakan ibadah) puasa, yang berarti menahan (diri) dari makan,
minum dan hubungan suami-istri dengan niat ikhlas karena
Allah Ta’ala (semata), karena puasa (merupakan sebab untuk
mencapai) kebersihan dan kesucian jiwa, serta menghilangkan noda-
noda buruk (yang mengotori hati) dan semua tingkah laku yang
tercela”[14].
Lebih lanjut, Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di menjelaskan unsur-unsur
takwa yang terkandung dalam ibadah puasa, sebagai berikut:
– Orang yang berpuasa (berarti) meninggalkan semua yang
diharamkan Allah (ketika berpuasa), berupa makan, minum,
berhubungan suami-istri dan sebagainya, yang semua itu diinginkan
oleh nafsu manusia, untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
mengharapkan balasan pahala dari-Nya dengan meninggalkan semua
itu, ini adalah termasuk takwa (kepada-Nya).
– Orang yang berpuasa (berarti) melatih dirinya untuk
(merasakan) muraqabatullah (selalu merasakan pengawasan
Allah Ta’ala), maka dia meninggalkan apa yang diinginkan hawa
nafsunya padahal dia mampu (melakukannya), karena dia mengetahui
Allah maha mengawasi (perbuatan)nya.
– Sesungguhnya puasa akan mempersempit jalur-jalur (yang dilalui)
setan (dalam diri manusia), karena sesungguhnya setan beredar
dalam tubuh manusia di tempat mengalirnya darah[15], maka dengan
berpuasa akan lemah kekuatannya dan berkurang perbuatan maksiat
dari orang tersebut.
– Orang yang berpuasa umumnya banyak melakukan ketaatan
(kepada Allah Ta’ala), dan amal-amal ketaatan merupakan bagian dari
takwa.
– Orang yang kaya jika merasakan beratnya (rasa) lapar (dengan
berpuasa) maka akan menimbulkan dalam dirinya (perasaan) iba dan
selalu menolong orang-orang miskin dan tidak mampu, ini termasuk
bagian dari takwa[16].
Bulan Ramadhan merupakan musim kebaikan untuk melatih dan
membiasakan diri memiliki sifat-sifat mulia dalam agama Islam, di
antaranya sifat sabar. Sifat ini sangat agung kedudukannya dalam
Islam, bahkan tanpa adanya sifat sabar berarti iman seorang hamba
akan pudar. Imam Ibnul Qayyim menggambarkan hal ini dalam ucapan
beliau, “Sesungguhnya (kedudukan sifat) sabar dalam keimanan
(seorang hamba) adalah seperti kedudukan kepala (manusia) pada
tubuhnya, kalau kepala manusia hilang maka tidak ada kehidupan bagi
tubuhnya”[17].
Sifat yang agung ini, sangat erat kaitannya dengan puasa, bahkan
puasa itu sendiri adalah termasuk kesabaran. Oleh karena itu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih
menamakan bulan puasa dengan syahrush shabr (bulan
kesabaran)[18]. Bahkan Allah menjadikan ganjaran pahala puasa
berlipat-lipat ganda tanpa batas[19], sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Semua amal (shaleh yang
dikerjakan) manusia dilipatgandakan (pahalanya), satu kebaikan
(diberi ganjaran) sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat.
Allah Ta’ala berfirman: “Kecuali puasa (ganjarannya tidak terbatas),
karena sesungguhnya puasa itu (khusus) untuk-Ku dan Akulah yang
akan memberikan ganjaran (kebaikan) baginya”[20].
Demikian pula sifat sabar, ganjaran pahalanya tidak terbatas,
sebagaimana firman Allah Ta’ala,

َ ‫صابِ ُرونَ أ َ ْج َرهُ ْم بِغَي ِْر ِح‬


{‫ساب‬ َّ ‫}إِنَّ َما ي َُوفَّى ال‬
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan disempurnakan
(ganjaran) pahala mereka tanpa batas” (QS az-Zumar:10).
Imam Ibnu Rajab al-Hambali menjelaskan eratnya hubungan puasa
dengan sifat sabar dalam ucapan beliau,“Sabar itu ada tiga macam:
sabar dalam (melaksanakan) ketaatan kepada Allah, sabar dalam
(meninggalkan) hal-hal yang diharamkan-Nya, dan sabar (dalam
menghadapi) ketentuan-ketentuan-Nya yang tidak sesuai dengan
keinginan (manusia). Ketiga macam sabar ini (seluruhnya) terkumpul
dalam (ibadah) puasa, karena (dengan) berpuasa (kita harus) bersabar
dalam (menjalankan) ketaatan kepada Allah, dan bersabar dari semua
keinginan syahwat yang diharamkan-Nya bagi orang yang berpuasa,
serta bersabar dalam (menghadapi) beratnya (rasa) lapar, haus, dan
lemahnya badan yang dialami orang yang berpuasa”[21].
Penutup
Demikianlah nasehat ringkas tentang keutamaan bulan Ramadhan,
semoga bermanfaat bagi semua orang muslim yang beriman kepada
Allah Ta’ala dan mengharapkan ridha-Nya, serta memberi motivasi
bagi mereka untuk bersemangat menyambut bulan Ramadhan yang
penuh kemuliaan dan mempersiapkan diri dalam perlombaan untuk
meraih pengampunan dan kemuliaan dari-Nya, dengan bersungguh-
sungguh mengisi bulan Ramadhan dengan ibadah-ibadah agung yang
disyariatkan-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada setiap malam
(di bulan Ramadhan) ada penyeru (malaikat) yang menyerukan: Wahai
orang yang menghendaki kebaikan hadapkanlah (dirimu), dan wahai
orang yang menghendaki keburukan kurangilah (keburukanmu)!”[22].
‫ وآخر دعوانا أن الحمد هلل رب العالمي‬،‫وصلى هللا وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين‬
9 Persiapan Menyambut Ramadhan
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas
Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Keutamaan Ramadhan tidak kita sangsikan; dari keberkahan, pahala suatu amal yang
dilipatgandakan, dan ampunan. Di dalamnya ada satu malam yang lebih baik daripada
seribu bulan. Siapa yang terhalang kebaikan darinya, sungguh ia orang merugi.
Karenanya, setiap muslim harus merasa gembira saat Ramadhan tiba.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepada para sahabatnya,
‫اء َوت ُ ْغلَ ُق فِي ِه أَب َْوابُ ْال َج ِح ِيم َوتُغَ ُّل فِي ِه‬ َّ ‫صيَا َمهُ ت ُ ْفت َ ُح فِي ِه أَب َْوابُ ال‬
ِ ‫س َم‬ ِ ‫َللاُ َع َّز َو َج َّل َعلَ ْي ُك ْم‬ َّ ‫ض‬ َ ‫اركٌ فَ َر‬ َ َ‫ش ْه ٌر ُمب‬ َ ‫أَت َا ُك ْم َر َم‬
َ ُ‫ضان‬
‫ش ْهر َم ْن ُح ِر َم َخي َْرهَا فَقَ ْد ُح ِر َم‬ َ ‫ف‬ ِ ‫َلِل فِي ِه لَ ْيلَةٌ َخي ٌْر ِم ْن أ َ ْل‬
ِ َّ ِ ‫ين‬
ِ ‫اط‬ َّ ‫َم َر َدة ُ ال‬
ِ َ‫شي‬
“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan penuh berkah. Bulan yang Allah
jadikan puasa di dalamnya fardhu (kewajiban). Pada bulan itu, pintu-pintu langit dibuka,
pintu-pintu neraka ditutup, dibelenggu pemimpin setan, dan di dalamnya Allah memiliki 1
malam yang lebih baik dari seribu bulan, siapa yang diharamkan dari kebaikannya maka
sungguh dia telah-benar-benar diharamkan kebaikan.” (HR. Al-Nasai dan al-Baihaqi,
Shahih al-Targhib, no. 985)
Imam Ibnu Rajab berkata: Hadits ini dasar dalam tahniah dari sebagian manusia kepada
sebagian yang lain dengan datangnya bulan Ramadhan, bagaimana seorang mukmin
tidak bergembita dengan dibukakanya pintu-pintu surga? Bagaimana seorang pendosa
tidak bergembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Bagaimana orang berakal tidak
bergembira dengan masa yang syetan dibelengg di dalamnya?”
Karenanya, seorang mukmin pantas bergembira dengan datangnya bulan (Ramadhan)
ini. Ia bersungguh-sungguh dalam mengerjakan amal shalih di dalamnya. Ia bergembira
dengan kedatangannya sebagaimana Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyampaikan
kegembiraan kepada sahabatnya dengan kedatangan bulan mulia ini.
Berikut ini beberapa bekal yang layak disiapkan menyambut Ramadhan:
Pertama, berdoa kepada Allah agar menyampaikan umur kita kepada bulan yang mulia
ini dalam kondisi sehat wal ‘afiat. Sehingga ia bisa mengisi Ramadhan dengan puasa,
qiyam, zikir, tilawah, dan amal-amal shaleh lainnya dengan maksimal.
Sebagian ulama salafush shalih berdoa kepada Allah agar disampaikan kepada
Ramadhan. Lalu mereka berdoa agar Allah berkenan menerima amal ibadah mereka.
Mu’alla bin Al-Fadhl – ulama tabi’ tabiin – mengatakan,
‫كانوا يدعون هللا تعالى ستة أشهر أن يبلغهم رمضان يدعونه ستة أشهر أن يتقبل منهم‬
“Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang Ramadhan, mereka berdoa
agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam
bulan sesudah ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka selama
bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif: 264)
Dari Abu 'Amr Al-Auza'‫ه‬, ia berkata: Adalah Yahya bin Abi Katsir berdoa memohon
kehadiran bulan Ramadhan:
َ ‫س ِلِّ ْم ِلي َر َم‬
‫ َوتُسلمهُ ِمنِِّي ُمتَقَ َّبلا‬، َ‫ضان‬ َ ‫س ِلِّ ْمنِي إِلَى َر َم‬
َ ‫ َو‬، َ‫ضان‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
“Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan
kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Hilyatul Auliya', juz 1, hlm.
420)
Kedua, dengan menjaga hati terhadap kaum muslimin. Yakni jangan sampai ada
kebencian dan permusuhan antara kita dan saudara muslim kita. Diriwayatkan dari Abu
Musa al-Asy'ari Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
ِ ‫ش ْع َبانَ فَ َي ْغ ِف ُر ِل َج ِميْعِ خ َْل ِق ِه ِإ ََّّل ِل ُم ْش ِرك أ َ ْو َمش‬
‫َاحن‬ َ ‫ف ِم ْن‬
ِ ‫ص‬ َّ ‫هللا لَ َي‬
ْ ‫ط ِل ُع ِفي لَ ْيلَ ِة ال ِِّن‬ َ ‫ِإ َّن‬
"Sesungguhnya Allah menilik pada malam nishfu (pertengahan) Sya'ban, lalu
mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang
cekcok/permusuhan terhadap saudaranya." (HR. Ibnu Majah dan dihassankan oleh Al-
Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah no. 1144 dan Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no.
1016)
Ketiga, memperbanyak puasa dan membiasakan ibadah di bulan Sya’ban. Di samping
karena bulan Sya’ban adalah bulan yang sering dilalaikan manusia dan amal anak Adam
diangkat kepada Allah Ta’ala, memperbanyak puasa di bulan Sya’ban juga sebagai
persiapan dan pembiasaan diri dengan amal-amal Ramadhan. Hal ini akan menjadikan
seorang muslim terbiasa berpuasa sehingga saat menjalani shiyam Ramadhan akan
terasa lebih ringan sehingga ia bisa mengisi Ramadhan –baik siang atau malamnya-
dengan ibadah dan aktifitas yang baik.
Keempat, memperhatikan amal-amal wajib, seperti shalat berjamaah lima waktu
sehingga saat Ramadhan tiba tidak ada pahala besar yang luput dari kita. Biasakan
berjalan kaki ke masjid untuk shalat berjamaah dalam kondisi suci agar setiap langkah
kita berpahala dan menjadi penghapus dosa.
Kelima, membaca dan mempelajari hukum-hukum puasa dari berbagai kitab, kaset
rekaman ceramah para ulama dan dai.
Keenam, tidak boleh dilupakan pula dalam menyambut Ramadhan adalah Al-Qur'an al-
Karim; membaca dan mengkajinya. Lebih utama jika mampu menghatamkan di bulan
Sya’ban sehingga ia memulai tilawatul Qur’an dari awal surat. Jika ini dilakukan, insya
Allah akan membuatnya ringan menghatamkan qira’atul Qur’an di bulan Ramadhan.
Peran Al-Qur'an sebagai cahaya yang menerangi hati seorang muslim, melapangkan
dadanya dan menyucikan qalbunya akan memberi dampak hebat terhadap ibadah
selainnya di bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya. Karenanya, seorang muslim tidak
boleh meninggalkannya dan pelit membacanya.
Ketujuh, shalat malam juga menjadi bekal yang tak boleh tinggalkan. Karena hadits
nabawi menyebutkan keutamaan malam bulan Ramadhan dengan qiyamullail atau shalat
tarawih. Jika ia sudah terbiasa dengan shalat malam ini, maka ia akan lebih ringan
menjalankan shalat Tarawih berjamaah dan menghidupkan malamnya dengan
memperbanyak shalat. Ia bisa bermunajat kepada Rabb-nya di malam Ramadhan tanpa
merasa berat dan payah.
Kedelapan, Bekal lain yang tidak kalah urgensinya adalah zikrullah 'Azza Wa Jalla.
Dengan zikrullah ini seorang muslim akan dimudahkan dalam menjalankan berbagai
aktifitas ibadahnya. Ini meningkatkan kembali aktifitas zikir harian yang bersifat khusus
dan umum; sepeti zikir ba’da shalah, zikir pagi dan petang hari, zikir menjelang tidur,
memperbanyak istighfar di waktu sahur, dan selainnya. Ia membiasakan zikir dengan
lisannya di mana saja berada kecuali di tempat-tempat yang dilarang seperti di kamar
kecil dan saat jima’.
Keutamaan zikir kita temukan cukup banyak dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabawiyah.
Di antaranya firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
ِ ‫فَا ْذ ُك ُرونِي أ َ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْش ُك ُروا ِلي َوَّلَ ت َ ْكفُ ُر‬
‫ون‬
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-
Baqarah: 152)
‫َللاُ لَ ُهم َّم ْغ ِف َرة ا َوأَجْ را ا َع ِظيما ا‬
َّ ‫ت أ َ َع َّد‬
ِ ‫َللا َكثِيرا ا َوالذَّا ِك َرا‬
َ َّ َ‫َوالذَّا ِك ِرين‬
“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan
untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Ah-Ahzab: 35)
َ‫َللا َك ِثيرا ا لَّعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُون‬
َ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا إِذَا لَ ِقيت ُ ْم فِئَةا فَاثْبُتُوا َوا ْذ ُك ُروا‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka
berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu
beruntung.” (QS. Al-Anfal: 45)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda dalam nasihat umumnya, “Lisanmu
senantiasa basah karena sebab Zikrullah.” (HR. Ahmad, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Kesembilan, membiasakan diri dengan akhlak baik dan menjauhi akhlak-akhlak tercela.
Ini bisa dengan mengkaji bab akhlak atau membacanya pada kitab-kitab suluk (akhlak).
Inilah beberapa bekal yang harus disiapkan untuk menyambut tamu mulia tahunan, bulan
Ramadhan yang penuh berkah. Menyiapkan persiapan bukti nyata adanya rasa senang
dan bahagia atas kehadiran Ramadhan. Siapa yang ingin mendapatkan hasil baik di
bulan Ramadhan maka ia harus menyiapkan dengan baik bekal-bekalnya. Wallahu
Ta’ala A’lam. [PurWD/voa-islam.com]

You might also like