Professional Documents
Culture Documents
ANGKATAN LXXVIII
ANGKATAN LXXVIII
ii
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena hanya atas
berkat dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di PT. Tatarasa Primatama yang dilaksanakan pada rentang
periode 6 Januari sampai dengan 28 Februari 2014. Penulisan Laporan ini
merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Tatarasa Primatama dan
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi
Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah
sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Soekiandi Ali selaku Direktur PT. Tatarasa Primatama yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA.
2. Bapak Mulyadi Sirin, S.Si., Apt. selaku Apoteker Penanggung Jawab PT.
Tatarasa Primatama dan pembimbing lapangan di PT. Tatarasa Primatama
atas waktu, ilmu, dan bimbingannya.
3. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
4. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan pembimbing dari Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia atas ilmu pengetahuan, bimbingan, dan arahan yang
telah diberikan selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
6. Seluruh manager, staf, dan pegawai di PT. Tatarasa Primatama atas bantuan
dan dukungan semangat selama penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan PKPA ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan
saran yang membangun demi tercapainya hasil yang lebih baik lagi. Akhir kata,
penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga ilmu pengetahuan dan pengalaman
yang diperoleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat sebagai
wawasan bagi rekan-rekan sejawat dan pihak yang membutuhkan.
vi
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmediakan/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 27 Juni 2014
Yang menyatakan
vii
Halaman
HALAMAN DEPAN ............................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xi
Halaman
Tabel 2.1. Tata cara pengajuan ijin pendirian PBF .............................................. 11
Tabel 3.1. Alur pembelian barang ........................................................................ 39
Tabel 3.2. Alur pengiriman barang ...................................................................... 45
ix Universitas Indonesia
Halaman
Lampiran 1. Surat pesanan bahan obat tiamin mononitrat dari PT. Tatarasa
Primatama ke Supplier Hubei 295 Science & Technology ......... 56
Lampiran 2. Dokumen bill of lading tiamin mononitrat .................................. 57
Lampiran 3. Dokumen invoice tiamin mononitrat ........................................... 58
Lampiran 4. Dokumen packing list tiamin mononitrat .................................... 59
Lampiran 5. Setifikat analisis (CoA) tiamin mononitrat.................................. 60
Lampiran 6. Dokumen sertifikat asuransi tiamin mononitrat .......................... 61
Lampiran 7. Surat keterangan impor (SKI) tiamin mononitrat ........................ 62
Lampiran 8. Dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) tiamin mononitrat
..................................................................................................... 63
Lampiran 9. Surat setoran pabean, cukai dan pajak (SSPCP) tiamin mononitrat
..................................................................................................... 64
Lampiran 10. Dokumen bukti penerimaan negara impor tiamin mononitrat .... 65
Lampiran 11. Kartu stok barang masuk dan keluar ........................................... 66
Lampiran 12. Lembar pengecekan suhu dan kelembaban ruangan ................... 67
Lampiran 13. Surat jalan pengiriman barang ..................................................... 68
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012).
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, setiap PBF BO harus
memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran bahan obat.
Apoteker tersebut harus memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan
perundang-undangan. Disamping itu, juga harus memiliki pengetahuan dan
mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi bahan
obat, deteksi dan pencegahan masuknya bahan obat palsu ke dalam rantai
distribusi (BPOM RI, 2012).
Sebagai mahasiswa program profesi apoteker, perlu adanya pemahaman
tentang peran apoteker di PBF BO. Oleh karena itu, Universitas Indonesia bekerja
sama dengan PT. Tatarasa Primatama yang bergerak dalam bidang distribusi dan
penyaluran bahan obat dalam melaksanakan praktik kerja profesi apoteker pada
tanggal 6 Januari – 28 Februari 2014. Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa
yang merupakan calon apoteker dapat mendapatkan ilmu dan pengalaman kerja
sehingga dapat semakin mengerti akan peran seorang apoteker di dalam PBF BO.
1.2 Tujuan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Tatarasa Primatama
bertujuan untuk :
1.2.1 Memahami penerapan cara distribusi obat yang baik khususnya dalam
distribusi bahan obat di PT. Tatarasa Primatama.
1.2.2 Memahami peran serta tanggung jawab apoteker di pedagang besar farmasi
bahan obat.
Universitas Indonesia
3 Universitas Indonesia
2.1.4.2 Bangunan
Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi
persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan
obat dan/atau bahan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat
jadi dan/atau bahan obat, ruang makan, dan kamar kecil. Bangunan PBF
dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan
yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik.
Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi
penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang
memadai, kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan
penanganan obat dan/atau bahan obat yang baik. Akses masuk ke area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang
berwenang (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang
terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan; dan
k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau
memusnahkan obat dan/atau bahan obat.
Universitas Indonesia
memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang terpisah dari
ruangan lain.
Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ ketua dan apoteker calon
penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/ identitas direktur/ ketua;
b. Susunan direksi/ pengurus;
c. Pernyataan komisaris/ dewan pengawas dan direksi/ pengurus tidak pernah;
d. Terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
e. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan;
f. Surat Tanda Daftar Perusahaan;
g. Fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan;
h. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
i. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
j. Peta lokasi dan denah bangunan;
k. Surat penyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab; dan
l. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
Tata cara mendapatkan ijin PBF adalah dengan mengajukan permohonan
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Permohonan harus ditandatangani
oleh direktur/ketua dan Apoteker calon penanggung jawab disertai dengan
kelengkapan administratif sebagai berikut :
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua;
b. Susunan direksi/pengurus;
c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah
terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
d. Akta pendirian bahan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
e. Surat Tanda Daftar Perusahaan;
f. Fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan;
g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
kepada Dirjen dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala DKP dan
Kepala Balai POM; dan
f. Paling lambat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak diterima surat
pernyataan, Dirjen menerbitkan ijin PBF dengan tembusan kepada Kepala
Badan, Kepala DKP, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Kepala
Balai POM.
Universitas Indonesia
Untuk pengadaan obat dan/atau bahan obat di PBF, PBF hanya dapat
melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi dan/atau
sesama PBF. Sedangkan PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat
dan/ bahan obat dari PBF pusat.
Setiap PBF harus memiliki APJ, namun dilarang merangkap jabatan
sebagai direksi/pengurus PBF. Jika terjadi pergantian APJ, direksi/pengurus PBF
wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja.
PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan CDOB (Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, 2012). Sertifikat CDOB akan diberikan pada PBF
yang telah menerapkan CDOB.
2.1.8.1 Pengadaan
Sebelum melakukan pengadaan obat dan/atau bahan obat di PBF, harus
ditetapkan kualifikasi yang tepat terhadap pemasok. Pemilihan pemasok, termasuk
kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang
penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan
hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. PBF hanya dapat
melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi, sesama PBF, dan/atau
melalui importasi. Obat dan/atau bahan obat yang diperoleh dari industri farmasi
wajib dipastikan apakah fasilitas distribusi pemasok tersebut mempunyai ijin serta
menerapkan prinsip dan Pedoman CPOB. Obat dan/atau bahan obat yang didapat
melalui importasi wajib dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-
udangan. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan
prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan
(Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).
2.1.8.2 Penyaluran
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, PBF hanya dapat menyalurkan bahan
obat kepada industri farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
c. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka
waktu yang sesuai;
d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut
dilakukan;
e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan
dan diselidiki; dan
f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action Preventive
Action/CAPA) yang tepat diambil untuk memperbaiki dan mencegah
terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu.
Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian
berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus mencakup manajemen
risiko mutu yang meliputi penilaian terhadap kesesuaian dan kompetensi pihak
yang ditunjuk, penetapan tanggung jawab dan proses komunikasi, dan
pemantauan dan pengkajian secara teratur.
Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji sistem
manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup pengukuran
pencapaian sasaran; penilaian indikator kinerja; peraturan, pedoman, dan hal baru
yang berkaitan dengan mutu; inovasi; dan perubahan iklim usaha dan bisnis.
Bagian terakhir dalam manajemen mutu adalah manajemen risiko mutu
yang merupakan suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan,
mengkomunikasikan, dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan
obat. Fasilitas distribusi harus melaksanakan penilaian risiko secara
berkesinambungan untuk menilai risiko yang mungkin terjadi terhadap mutu dan
integritas obat dan/atau bahan obat. Sistem mutu harus disusun dan diterapkan
untuk menangani setiap potensi risiko yang teridentifikasi.
Universitas Indonesia
Di dalam perusahaan harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang
dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan
hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas. Manajemen puncak
di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang APJ yang memenuhi kualifikasi dan
kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Di samping itu, telah memiliki
pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan,
identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat
dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi. APJ memiliki tanggung
jawab antara lain :
a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen
mutu;
b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga
akurasi dan mutu dokumentasi;
c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan
lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan
distribusi;
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan
obat dan/atau bahan obat;
e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif;
f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan;
g. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam
stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual;
h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerika
kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak
yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat dan/atau bahan
obat;
i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan
tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan;
j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian
yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang
tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu;
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.2.4 Operasional
Bagian operasional dalam PBF terdiri dari kualifikasi pemasok, kualifikasi
pelanggan, proses penerimaan, penyimpanan, pemisahan, pemusnahan,
pengambilan, dan pengiriman obat dan/atau bahan obat, serta ekspor dan impor.
Semua tahapan dalam kegiatan operasional harus dapat memastikan bahwa
identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai
dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan.
Fasilitas distribusi harus memperoleh pasokan obat dan/atau bahan obat
dari pemasok yang mempunyai ijin sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari fasilitas distribusi lain, perlu
dipastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai ijin dan menerapkan prinsip dan
pedoman CDOB, sedangkan jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari industri
farmasi, perlu dipastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai ijin dan
menerapkan prinsip dan pedoman CPOB. Kualifikasi pemasok ini dilakukan
sebelum memulai kerjasama dengan pemasok baru guna memastikan calon
pemasok tersebut sesuai, kompeten, dan dipercaya untuk memasok obat dan/atau
bahan obat. Pendekatan berbasis risiko harus dilakukan dengan
mempertimbangkan obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan pemalsuan,
penawaran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar yang biasanya hanya
tersedia dalam jumlah terbatas, dan harga yang tidak wajar.
Selain melakukan kualifikasi pemasok, fasilitas distribusi juga harus
memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat hanya disalurkan kepada pihak yang
berhak atau berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat dengan cara
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
obat mengikuti kaidah First Expired First Out (FEFO). Obat dan/atau bahan obat
harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan,
kerusakan, kontaminasi dan campur-baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh
langsung diletakkan di lantai. Obat dan/atau bahan obat yang kedaluwarsa harus
segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan
secara fisik untuk obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa harus dilakukan secara
berkala. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname
secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki
sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya
campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau
bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan
untuk jangka waktu yang telah ditentukan.
Pemisahan obat dan/atau bahan obat dilakukan untuk obat dan/atau bahan
obat yang ditolak, kedaluwarsa, penarikan kembali, produk kembalian dan obat
diduga palsu. Obat dan/atau bahan obat tersebut harus disimpan di tempat khusus
dengan label yang jelas, aman dan terkunci. Jika diperlukan, obat dan/atau bahan
obat yang mempunyai persyaratan khusus harus disimpan di tempat yang terpisah
dengan label yang jelas dan akses masuk yang dibatasi hanya untuk personil yang
berwenang.
Pemusnahan obat dan/atau bahan obat dilaksanakan terhadap obat dan/atau
bahan obat yang tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau
bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label
yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan
prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap
kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran/penyimpangan
obat dan/atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang.
Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan
tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau
bahan obat yang diambil benar. Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus
memiliki masa simpan yang cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan sistem
FEFO. Nomor bets obat dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat
Universitas Indonesia
diijinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat
dan/atau bahan obat kedaluwarsa.
Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan
yang mempunyai ijin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk
penyaluran obat dan/atau bahan obat ke pihak yang berwenang atau berhak untuk
keperluan khusus, seperti penelitian, special access dan uji klinik, harus
dilengkapi dengan dokumen. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus
sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi.
Dokumentasi harus disimpan dan mampu tertelusur. Dokumen untuk pengiriman
obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup sekurang-
kurangnya informasi berikut:
a. Tanggal pengiriman;
b. Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari
penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik);
c. Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan dan
kekuatan (jika perlu);
d. Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa;
e. Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas per
kontainer (jika perlu);
f. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman; dan
g. Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan
ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima
(jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan.
Kegiatan operasional yang terakhir adalah ekspor dan impor. Ekspor obat
dan/atau bahan obat dapat dilakukan oleh fasilitas distribusi yang memiliki ijin.
Pengadaan obat dan/atau bahan obat melalui importasi dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan.
Universitas Indonesia
dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur
tertulis. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh
personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Semua pelaksanaan
inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan yang
dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada
manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan adanya
penyimpangan dan/atau kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi dan
dibuat CAPA. CAPA harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti.
2.2.6 Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan
Penarikan Kembali
Penanganan keluhan harus memiliki prosedur tertulis. Harus dibedakan
antara keluhan tentang kualitas obat dan/atau bahan obat dan keluhan yang
berkaitan dengan distribusi. Harus ada personil yang ditunjuk untuk menangani
keluhan.
Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain tentang obat
dan/atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki
sesuai dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap
proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta
dilaporkan kepada pihak yang berwenang.
Mengenai obat dan/atau bahan obat kembalian, harus tersedia prosedur
tertulis untuk penanganan dan penerimaannya yang harus memperhatikan bahwa
penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat
pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan serta jumlah dan identifikasi
obat harus dicatat dalam catatan penerimaan dan pengembalian barang. Obat
dan/ataubahan obat kembalian harus disimpan terpisah dari obat dan/atau bahan
obat yang memenuhi syarat jual dan dalam area terkunci serta diberi label yang
jelas sampai ada keputusan tindak lanjut. Obat dan/atau bahan obat dapat dijual
kembali melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan
kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual
kembali, antara lain jika:
Universitas Indonesia
a. Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi
syarat serta memenuhi ketentuan;
b. Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan
ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan;
c. Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung
jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang; dan
d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-usul
obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan obat untuk
memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat kembalian tersebut bukan obat
dan/atau bahan obat palsu.
Sedangkan untuk obat dan/atau bahan obat diduga palsu, penyalurannya
harus dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut
dari instansi yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat dan/atau bahan
obat tersebut palsu, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari
instansi yang berwenang.
2.2.7 Transportasi
Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang
memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan
sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus
digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi di atas.
Apapun metoda transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat
dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang
dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika
merencanakan rute transportasi.
Obat dan/atau bahan obat dan kontainer pengiriman harus aman untuk
mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam
pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai
untuk mencegah pencurian obat dan/atau bahan obat dan penyelewengan lainnya
selama transportasi. Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus aman dan
dilengkapi dengan dokumentasi yang sesuai untuk mempermudah identifikasi dan
verifikasi kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan. Kondisi penyimpanan
Universitas Indonesia
yang dipersyaratkan untuk obat dan/atau bahan obat harus dipertahankan selama
transportasi sesuai dengan yangditetapkan pada informasi kemasan. Jadwal
pengiriman dan rencana perjalanan harus disiapkan sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi setempat. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan dan diangkut sesuai
prosedur, agar :
a. Identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang;
b. Produk tidak mencemari dan tidak terkontaminasi oleh produk lain;
c. Ada tindakan pencegahan yang memadai apabila terjadi tumpahan,
penyalahgunaan, kerusakan, dan pencurian; dan
d. Kondisi lingkungan yang tepat dipertahankan, misalnya menggunakan rantai
dingin untuk produk termolabil.
Jika menggunakan kendaraan berpendingin, alat pemantau suhu selama
transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala atau minimal sekali
setahun. Persyaratan ini meliputi pemetaan suhu pada kondisi yang representatif
dan harus mempertimbangkan variasi musim. Jika diperlukan, pelanggan dapat
memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan
obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama
transportasi.
Universitas Indonesia
2.2.9 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi
(pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan
dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Dokumentasi yang baik
merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu. Dokumentasi tertulis
harus jelas untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk
memudahkan penelusuran.
Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak,
catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dokumentasi yang jelas
dan rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan
kegiatan, sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan.
Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut:
a. Tanggal;
b. Nama obat dan/atau bahan obat;
c. Nomor bets;
d. Tanggal kedaluwarsa;
e. Jumlah yang diterima/ disalurkan; dan
f. Nama dan alamat pemasok/ pelanggan.
Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung, sehingga
mudah untuk ditelusuri. Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang
lingkup kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas,
dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus disetujui,
ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis
tidak ditulis tangan dan harus tercetak.
Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani,
diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika
diperlukan, alasan perubahan harus dicatat dan seluruh dokumentasi harus tersedia
Universitas Indonesia
2.3 Peraturan Dasar mengenai Importasi (UU No. 17 tahun 2006 dan Per
KBPOM No. 28 tahun 2013)
Di dalam UU No. 17 tahun 2006, yang dimaksud dengan impor
merupakan kegiatan memasukan barang ke dalam daerah pabean, yaitu wilayah
Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di
atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas
kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. Kegiatan impor
merupakan salah satu kegiatan yang paling penting untuk PBF bahan obat karena
hampir seluruh bahan obat diproduksi/berasal dari luar negeri. Bahan Obat yang
dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat dan mutu, serta memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang impor (BPOM RI, 2013).
Peraturan terbaru yang berlaku saat ini mengenai kegiatan ekspor-impor
adalah peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 mengenai Penggunaan Sistem
Elektronik dalam rangka Indonesia National Single Window (INSW). Latar
belakang dari penerapan INSW tersebut adalah kondisi kinerja pelayanan lalu-
lintas barang ekspor-impor seperti lead time (release-time) atau waktu
penanganan barang impor yang masih terlalu lama, masih banyaknya Point of
Services (titik-titik pelayanan) dalam kegiatan ekspor-impor yang mengakibatkan
adanya banyaknya biaya-biaya tambahan atau high cost economy. Di samping itu
juga dilandasi karena kepentingan nasional untuk mengontrol lalu-lintas barang
negara, terutama terkait dengan isu terorisme, perdagangan gelap narkoba,
aktivitas impor ilegal, dan perlindungan konsumen.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
f. Fotokopi Surat Kuasa Pemasukan yang dibuat dalam bentuk Akta Umum
oleh Notaris, dalam hal pemohon merupakan perusahaan yang diberi kuasa
untuk mengimpor;
g. Ijin Industri Farmasi atau Ijin PBF Penyalur Bahan Obat, dalam hal
pemasukan Bahan Obat; dan
h. Daftar HS Code (Harmonized System Code merupakan suatu daftar
penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan
mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik
yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya) bahan obat yang
akan diimpor.
Untuk keperluan verifikasi dokumen, pemohon harus memperlihatkan dokumen
asli untuk diperiksa. Setelah dinyatakan lengkap dan benar, pemohon akan
mendapatkan user ID dan password yang digunakan untuk mengajukan
permohonan SKI melalui website BPOM.
Dalam melakukan permohonan SKI terhadap bahan obat yang diimpor
harus disertakan dokumen elektronik sebagai berikut :
a. Sertifikat analisis paling sedikit memuat nomor bets/nomor lot/kode produksi
dan tanggal produksi dan/atau tanggal kedaluwarsa;
b. Lembar data keamanan dan/atau spesifikasi bahan;
c. Surat pernyataan tujuan penggunaan;
d. Faktur (invoice);
e. Packing list;
f. Bill of Lading (B/L) untuk pengiriman dengan kapal atau Air Way Bill
(AWB) untuk pengiriman dengan pesawat;
g. Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); dan
h. Sertifikat GMP (Good Manufacturing Process) yang masih berlaku dari
Badan Otoritas negara asal produsen bahan obat; dan
i. Dokumen DMF (Drug Master File) yang berisi informasi lengkap mengenai
bahan baku aktif yang dikeluarkan oleh produsen bahan obat.
Dokumen yang diajukan tersebut akan dievaluasi melalui beberapa tahapan
evaluasi untuk pemenuhan persyaratan administratif dan persyaratan keamanan,
khasiat/kemanfaatan, dan mutu. Hasil evaluasi dapat berupa persetujuan atau
Universitas Indonesia
penolakan. Jika hasil evaluasi berupa penolakan karena kekurangan data, paling
lama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, pemohon dapat mengajukan
permohonan kembali tanpa dikenai biaya. SKI diterbitkan dalam bentuk
elektronik paling lama 1 hari kerja setelah dokumen dinyatakan lengkap dan benar
dan dapat dicetak oleh pemohon atau instansi lain yang berkepentingan melalui
sistem Indonesia National Single Window (INSW).
2.3.1 Tata cara pengeluaran barang impor (Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No.
P- 42/BC/2008)
Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean wajib diberitahukan
dengan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang disampaikan ke Kantor Pabean.
Importir wajib melakukan pembayaran PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak)
atas pelayanan PIB melalui bank devisa persepsi, pos persepsi, atau Kantor
Pabean paling lambat pada saat penyampaian PIB.
PIB dibuat oleh Importir berdasarkan dokumen pelengkap pabean
(meliputi : Invoice, Packing List, Bill of Lading/Airway Bill, dokumen pemenuhan
persyaratan Impor, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan) dan dokumen
pemesanan pita cukai dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan PDRI
(Pajak Dalam Rangka Impor yang meliputi : Pajak Pertambahan Nilai, Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan) yang harus dibayar.
Pembayaran tersebut dilakukan dengan menggunakan SSPCP (Surat Setoran
Pabean, Cukai, dan Pajak) yang sekaligus digunakan sebagai bukti bayar jika telah
dilakukan pembayaran.
Penyampaian PIB ke Kantor Pabean dilakukan untuk setiap pengimporan
yang disampaikan dalam bentuk data elektronik atau tulisan diatas formulir. Data
elektronik disampaikan melalui sistem PDE (Pertukaran Data Elektronik)
kepabeanan atau menggunakan media penyimpan data elektronik. PIB, dokumen
pelengkap pabean dan bukti pembayaran bea masuk, cukai dan PDRI disampaikan
kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pengeluaran barang. Untuk PIB yang
disampaikan melalui sistem PDE Kepabeanan, PIB, dokumen pelengkap pabean,
dan bukti pelunasan bea masuk, cukai, PDRI, PNBP, dan dokumen pemesanan
pita cukai harus disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Nomor dan tanggal BC 1.1., pos/sub pos BC 1.1., host B/L, jumlah
container, nomor container, dan ukuran container untuk impor melalui
pelabuhan laut;
Nomor dan tanggal BC 1.1., pos/sub pos BC 1.1. dan host AWB untuk
impor melalui bandara;
f. Pos tarif yang tercantum dalam BTBMI (Buku Tarif Bea Masuk
Indonesia)
7. Apabila pengisian data PIB tidak sesuai, maka SKP akan mengirim respons
penolakan. Importir wajib melakukan perbaikan data PIB sesuai respons
penolakan dan mengirimkan kembali data PIB yang telah diperbaiki.
8. Apabila hal pengisian data PIB telah sesuai, SKP meneruskan data PIB kepada
Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan untuk
dilakukan penelitian.
9. Apabila hasil penelitian menunjukkan barang impor tidak terkena ketentuan
larangan/pembatasan, pejabat yang menangani penelitian barang
larangan/pembatasan merekam hasil penelitian ke dalam SKP untuk
selanjutnya SKP memberikan nomor pendaftaran PIB dan dilakukan
penetapan jalur pelayanan impor.
10. Apabila hasil penelitian menunjukkan barang impor terkena ketentuan
larangan/pembatasan dan persyaratannya belum dipenuhi diterbitkan respons
Nota Pemberitahuan Barang Larangan/Pembatasan (NPBL) dengan tembusan
kepada unit pengawasan. Importir menerima yang respons NPBL wajib
menyerahkan dokumen yang dipersyaratkan dilampiri dengan hasil cetak
NPBL kepada Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan
melalui Pejabat penerima dokumen. Jika dokumen yang dipersyaratkan telah
sesuai selanjutnya SKP memberikan nomor pendaftaran PIB dan dilakukan
penetapan jalur pelayanan impor
B. Penetapan Jalur Pelayanan Impor
1. Pengeluaran barang dilakukan berdasarkan penetapan jalur pelayanan impor,
yaitu :
1.1 Untuk pengeluaran Barang Impor yang ditetapkan melalui Jalur MITA
Prioritas:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
35 Universitas Indonesia
3.1.2.2 Misi
Menjunjung tinggi kualitas produk dan harga yang kompetitif serta
layanan yang terbaik, sehingga mampu memberikan kepuasan kepada
konsumen
Menyejahterakan karyawan pada khususnya serta ikut berpartisipasi dalam
menciptakan lapangan pekerjaan pada umumnya
3.2 Sistem dan Alur Distribusi Bahan Obat di PT. Tatarasa Primatama
3.2.1 Pengadaan
Salah satu tugas dan fungsi PBF menurut Permenkes Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 adalah menyelenggarakan pengadaan atau
pembelian obat dan/atau bahan obat ke supplier. Supplier dapat berupa industri
farmasi (produsen bahan baku) atau PBF lain, baik di luar negeri (China, India,
Universitas Indonesia
Korea Selatan, Eropa, dll) maupun dalam negeri (lokal). Pengadaan barang
dilakukan oleh Departemen Purchasing and Sourcing dengan diawasi oleh APJ.
Peran apoteker dalam proses pengadaan adalah mempelajari, menyetujui dan
menandatangani seluruh surat pemesanan.
Alur pengadaan di PT. Tatarasa Primatama adalah sebagai berikut
(Gambar 3.1) :
1. Pengadaan dimulai dengan adanya permintaan dari 2 sumber, yaitu :
a. Reguler
Pengadaan reguler merupakan pengadaan bahan-bahan obat yang rutin
dipesan oleh pelanggan atau berupa main product dari PBF. Untuk bahan-
bahan obat jenis ini, biasanya berlaku sistem buffer stock dimana ketika
suatu jenis bahan obat sudah mencapai buffer stock atau batas minimal
stok yang berada di gudang, maka saat itulah Departemen Purchasing
perlu melakukan pengadaan. Setiap jenis bahan obat berbeda-beda jumlah
buffer stock-nya, tergantung dari tren pasar. Pengadaan reguler didasari
oleh inisiatif dari Departemen Purchasing yang secara berkala mengecek
ketersediaan barang di gudang melalui sistem UBS (kontrol stok secara
elektronik).
b. Permintaan dari pelanggan.
Pengadaan bersumber dari permintaan pelanggan yang disampaikan oleh
Departemen Marketing ke Departemen Purchasing. Permintaan dari
pelanggan berupa jenis bahan obat dan origin-nya.
2. Pemilihan supplier
Setelah timbul permintaan pengadaan, Departemen Purchasing akan
menghubungi supplier-supplier bahan obat (minimal 5 supplier) dan memilih
supplier terbaik dari 3 segi utama, yaitu harga, kualitas, dan shipping time
(kecepatan dan ketepatan pengiriman baik melalui udara, laut, atau kurir). Cara
mendapatkan supplier dapat melalui rekomendasi dari rekan supplier lain, dari
pelanggan, dan dari pameran internasional. Untuk menjamin bahwa supplier itu
terpercaya dapat dilihat dari keabsahan sertifikat (GMP), bertanya dengan sumber
yang terpercaya, dan melakukan audit supplier. Audit supplier dilakukan,
Universitas Indonesia
khususnya untuk pembelian dalam jumlah besar. PT. Tatarasa Primatama aktif
dalam melakukan audit supplier.
3. Pembukaan PO (surat pesanan)
Setelah didapat supplier yang sesuai, dilakukan negosiasi harga dan
meminta persetujuan dari atasan dengan memberitahukan harga yang didapat
beserta segala informasi dari supplier mengenai ketersediaan barang yang akan
dibeli. Jika tidak disetujui oleh atasan, harus diinformasikan ke supplier dan
proses negosiasi tersebut dilakukan sampai kedua belah pihak menyetujui. Jika
sudah disetujui, langsung dibuka surat pesanan yang berisi (Lampiran 1) :
a. Nomor dan tanggal buka PO;
b. Nama supplier;
c. Nama consignee;
d. Jenis barang : nama barang, grade, origin, packing;
e. Jumlah barang;
f. Harga per kilogram;
g. Jumlah harga (total amount);
h. Shipment : CIF/CNF/FOB, by sea/air/courier to Jakarta;
i. Jenis pembayaran;
j. Remarks;
k. Kolom tandatangan pembeli dan penjual; dan
l. Kolom “Please Advise ETD in this Colomn by Return”.
Setiap surat pesanan dilakukan pencatatan di buku PO dan dimasukkan ke
dalam sistem UBS. Lembar surat pesanan disimpan dalam file secara berurut
berdasarkan nomor PO.
4. Pembayaran
Proses pembayaran akan dilakukan oleh Departemen Finance and
Accounting. Peran dari Departemen Purchasing disini adalah memastikan
pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan, antara lain adalah :
a. T/T advance, yaitu pembayaran dilakukan terlebih dahulu, setelah itu barang
dikirim;
b. T/T after shipping document, yaitu pembayaran dilakukan setelah dokumen-
dokumen yang diperlukan dikirim; dan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.2.2 Importasi
Proses pengeluaran barang impor dari kawasan pabean merupakan
tanggung jawab dari bagian impor. Dokumen impor yang mencakup BL/AWL
(Lampiran 2), invoice (Lampiran 3), packing list (Lampiran 4), certificate of
analysis (CoA) (Lampiran 5), asuransi (Lampiran 6), form E atau form AI (untuk
item yang punya bea masuk ≥ 5%), health certificate atau free sale certificate
(untuk item-item tertentu) disiapkan oleh bagian purchasing dan diperiksa
kelengkapannya oleh bagian impor. Apabila terdapat kekurangan atau terjadi
kesalahan dalam dokumen tersebut, bagian impor secara tertulis
menginformasikan sekaligus meminta bagian purchasing untuk
melengkapi/memperbaikinya, yang selanjutnya purchasing menginformasikannya
ke supplier. Untuk produk-produk baru yang sebelumnya belum pernah dijual,
bagian purchasing menanyakan terlebih dahulu ke APJ mengenai dokumen-
dokumen apa saja yang diperlukan untuk mengajukan surat ijin impor produk
tersebut.
Dokumen-dokumen yang telah lengkap (meliputi : nama importir, nama
barang, origin, no. bets beserta CoA, B/L atau AWB, dan invoice) selanjutnya
diajukan ke BPOM untuk mendapatkan SKI (Lampiran 7) sebagai ijin pemasukan
bahan obat. Selanjutnya bagian impor mencari informasi ke agen penerbangan dan
pelayaran mengenai tanggal kedatangan barang, dermaga kedatangan atau gudang
penyimpanan, BC. 11 dan kode pos barang. Bagian impor juga menyiapkan PIB
(Lampiran 8) yang meliputi : eksportir, importir, sarana pengangkut, no. invoice,
packing list, manifest, no. form E/form AI (jika ada), jumlah bea masuk, Ppn, Pph
dan jumlah ketiganya, no. container, gross dan netto barang, H.S. No., kurs pajak,
dan nilai barang. Pembayaran yang diperlukan dilakukan oleh bagian finance ke
bank penerima pajak impor menggunakan form SSPCP (Lampiran 9).
Dokumen PIB beserta bukti pembayaran SSPCP atau bukti penerimaan
negara impor (Lampiran 10) selanjutnya diserahkan ke pejabat bea cukai untuk
proses pengeluaran barang. Untuk barang yang tranportasinya melalui jalur udara,
proses pengeluaran barang dilakukan sendiri oleh bagian impor. Sedangkan untuk
barang yang transportasinya melalui jalur laut, proses pengeluaran barang
dilakukan dengan bantuan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL). Barang dapat
Universitas Indonesia
dikeluarkan jika telah mendapatkan SPPB yang dikeluarkan oleh pejabat bea
cukai.
Bagian impor memberikan informasi secara tertulis kepada bagian gudang
mengenai barang-barang yang sudah bisa dikeluarkan (satu hari sebelumnya)
dengan mengisi form informasi kedatangan barang yang berisi : no./tanggal, nama
supplier, kemasan, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, no. PO, nama barang,
jumlah total, no. bets, jumlah per bets, data kesesuaian barang, dan jumlah
sampel. Barang yang telah dikeluarkan tersebut selanjutnya dibawa ke gudang
penyimpanan.
3.2.3 Penerimaan
Proses penerimaan barang oleh gudang diawali dengan pemberitahuan
secara tertulis mengenai informasi kedatangan barang, yaitu barang yang telah
berhasil dikeluarkan dari kawasan pabean oleh bagian impor. Informasi tersebut
meliputi : tanggal, no. PO, nama supplier, nama barang, kemasan, jumlah total,
no. bets, jumlah bets, tanggal pembuatan dan tanggal kadaluarsa. Informasi
diberikan ke bagian gudang sehari sebelum barang masuk sebagai panduan
petugas penerima barang untuk memeriksa kesesuaian barang yang dipesan
dengan barang yang akan masuk ke gudang. Semua barang yang datang diterima
di area karantina. Petugas penerima melakukan pemeriksaan secara fisik yang
meliputi kondisi label, segel dan kondisi kemasan (drum/sak) yang tertuang dalam
checklist penerimaan barang (Good Arriving Report) yang berisi data : tanggal
penerimaan, no. PO, nama supplier, nama barang, jumlah barang yang masuk,
kemasan, no. bets, tanggal pembuatan, tanggal kedaluwarsa, dan keadaan barang.
Checklist yang telah diisi lengkap, selanjutnya ditandatangani oleh petugas
penerima barang kemudian dokumen tersebut diserahkan ke bagian accounting
dan logistik untuk dilakukan pemeriksaan data. Setelah disetujui, dokumen
diserahkan kembali ke bagian gudang untuk diarsipkan petugas administrasi
gudang.
Apabila hasil pemeriksaan barang tersebut sesuai dengan informasi pada
dokumen dan secara fisik memenuhi syarat selanjutnya disimpan ke dalam area
penyimpanan dengan kondisi yang sesuai dengan stabilitasnya. Jika terdapat label
Universitas Indonesia
yang rusak/sudah tidak utuh, barang tersebut tetap diletakkan di ruang karantina,
dipisahkan dan kondisi tersebut dilaporkan kepada APJ untuk ditindaklanjuti.
Keputusan tindak lanjut diberikan dalam jangka waktu maksimal satu hari. Barang
yang dinyatakan dapat diluluskan oleh apoteker disimpan ke dalam area
penyimpanan dengan kondisi yang sesuai dengan stabilitasnya. Barang disimpan
dengan sistem FIFO (barang lama dikeluarkan terlebih dahulu). Setelah dilakukan
penyimpanan barang, dilakukan pencatatan terhadap semua barang yang disimpan
secara manual (dengan kartu stok yang terdapat pada rak-rak penyimpanan barang
dalam ruang penyimpanan) dan secara komputerisasi (program kontrol stok).
Barang yang tidak sesuai disimpan di ruang rijek. Contoh kartu stok dapat dilihat
pada lampiran 11.
3.2.4 Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan oleh Departemen Gudang yang diawasi oleh APJ.
Seluruh bahan obat disimpan sesuai dengan kondisi penyimpanannya, baik dari
suhu, kelembaban, dan paparan cahaya untuk menjamin mutu dan mencegah
kontaminasi. Terdapat 4 ruangan dengan suhu yang berbeda, yaitu :
a. Ruang suhu kamar, suhu 27 +/- 3˚C
b. Ruang AC, suhu dibawah 25˚C
c. Chiller, suhu 2-8˚C
d. Freezer, suhu -20 sampai 0˚C
Pengecekan suhu setiap ruangan dilakukan sesuai keperluan untuk memastikan
bahwa suhu penyimpanan senantiasa sesuai (Lampiran 12). Selain itu, dilakukan
kalibrasi secara berkala setiap 1 tahun sekali.
Selain memiliki ruangan dengan suhu berbeda-beda, gudang di PT.
Tatarasa Primatama juga memiliki beberapa ruang terpisah lainnya, seperti ruang
sefalosporin dan ruang rijek. Kedua ruangan ini dikunci, sehingga aksesnya
terbatas hanya untuk petugas tertentu. Khusus untuk ruang rijek, kunci dipegang
oleh APJ. Ruang lainnya yaitu ruang sampling, ruang penimbangan, dan ruang
untuk cuci yang terpisah dari gudang.
Peralatan yang terdapat di gudang yang menunjang proses penyimpanan
antara lain adalah rak yang terbuat dari besi berikut palet, termometer,
Universitas Indonesia
3.2.5 Penjualan
Penjualan merupakan inti dari suatu usaha perdagangan. Tidak ada proses
transaksi jika tidak ada strategi penjualan yang baik. Hal terpenting yang harus
dimiliki oleh sebuah perusahaan perdagangan adalah kepercayaan dari pelanggan.
Untuk mendapatkan kepercayaan tersebut, ada beberapa hal yang harus dimiliki
oleh seorang sales, yaitu memiliki penampilan yang meyakinkan. Ketika pergi
menemui pelanggan, sales harus berpenampilan yang rapi dan sopan. Selain dari
penampilan fisik, sales harus memiliki pengetahuan mendalam mengenai produk
yang dijual dan pelanggan yang ingin ditemui.
Kegiatan penjualan dan pelayanan di PT. Tatarasa Primatama terbagi
menjadi dua, yaitu penjualan bahan obat dan bahan makanan. Bahan-bahan ini
terbagi menjadi beberapa grade, tergantung dari kebutuhan pelanggan, yaitu
pharmaceutical grade (farmasi) dan food grade (makanan). Kegiatan penjualan
berawal dari pencarian pelanggan oleh Tim Sales dan Marketing.
Pencarian pelanggan dilakukan dengan melihat dari MIMS, internet, dan
informasi-informasi dari rekan kerja. Dari sumber tersebut dapat diketahui jenis
produk yang dijual oleh pelanggan. Berbekal dari pengetahuan di atas, tim sales
akan menghubungi dan membuat janji untuk bertemu dengan bagian purchasing
atau owner dari perusahaan tersebut, kemudian menawarkan produk-produk yang
dimiliki PT. Tatarasa Primatama atau dapat juga menanyakan apa yang sedang
dibutuhkan oleh pelanggan. Setelah pelanggan berminat untuk membeli barang
dari PT. Tatarasa Primatama, pelanggan akan membuka PO yang berisi: nama
pelanggan dan alamat pengiriman, No. PO, tanggal pengiriman, jenis dan jumlah
barang yang dibeli, harga, payment term (COD, 30 hari, atau 60 hari), dan
remarks. Setelah didapat PO dari pelanggan, maka berlanjutlah ke dalam alur
pengadaan sampai pengiriman. Pengiriman merupakan faktor terpenting untuk
menumbuhkan kepercayaan dari pelanggan. Pengiriman harus tepat waktu dan
sesuai spesifikasi sehingga pelanggan puas dan selanjutnya akan terus melakukan
kerjasama dengan PT. Tatarasa Primatama.
Universitas Indonesia
Terkadang, barang yang dipesan oleh pelanggan tidak selalu berada dalam
posisi ready stock, sehingga diperlukan komunikasi yang baik antara sales dengan
purchasing dan sales dengan pelanggan. Jika barang berada dalam posisi ready
stock, barang dapat langsung dikirim sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Jika
barang tidak dalam posisi ready stock, sales harus bertanya ke bagian purchasing
untuk mengetahui kapan kira-kira barang tersedia. Departemen Purchasing akan
memberi tahu jadwal ETD (estimasi barang dikirim dari negara produsen) dan
ETA (estimasi barang sampai di Jakarta) dan kemudian sales akan menyampaikan
kembali ke pelanggan. Setiap ada perkembangan dari posisi barang
dikomunikasikan ke pelanggan, seperti barang telah terkirim atau bahkan jika
barang telat sampai.
Selain melakukan penjualan, bagian marketing juga bertanggung jawab
terhadap pelayanan aftersales yaitu berupa penanganan komplain dari pelanggan.
Penanganan komplain dari pelanggan dapat secara lisan (via telepon) dan secara
tertulis (via e-mail). Pada umumnya, komplain dari pelanggan terbagi menjadi 2,
yaitu komplain dalam hal ketepatan pengiriman dan komplain mengenai kualitas
barang. Kasus-kasus umum yang sering terjadi adalah komplain mengenai kadar,
kadar air, drum penyok, tidak ada label, dan seal terlepas. Saat menerima
komplain terlebih dahulu harus ditanyakan mengenai detail jenis barang, nomor
bets, asal/origin, dan jumlah yang rusak dari total pengiriman. Seluruh data
komplain ini harus didokumentasikan dengan baik. Jawaban komplain akan
dilanjutkan ke pelanggan dan terus dilakukan komunikasi sampai didapat hasil
yang terbaik.
3.2.6 Pengiriman
Pengiriman dilakukan sesuai dengan arahan Departemen Logistik yang
mendapatkan permintaan pengiriman barang oleh Departemen Sales and
Marketing. Sales akan mengisi Order Form dan kemudian Departemen Logistik
akan mencatat semua pengiriman yang akan dilakukan meliputi jumlah dan nama
barang, nomor bets (sesuai sistem FIFO/FEFO), tanggal kedaluwarsa, nama
pelanggan, dan keterangan lainnya. Departemen Logistik akan menyerahkan
dokumen diatas dan menyerahkan ke Departemen Gudang untuk dilakukan
Universitas Indonesia
pengecekan mengenai barang yang harus disiapkan apakah semuanya ada dan
dalam kondisi baik. Setelah mendapatkan konfirmasi, Departemen Logistik akan
membuat surat jalan dengan menggunakan sistem UBS. Contoh surat jalan dapat
dilihat pada (Lampiran 13). Seluruh kegiatan ini dilakukan 1 hari sebelum barang
dikirim.
Sebelum barang dikirim, dilakukan pemeriksaan sebanyak 3 kali, yaitu
ketika dikeluarkan dari area simpan dan diletakkan di ruang karantina; pada sore
hari dilakukan pemeriksaan ulang; dan saat memasukkan barang ke mobil. Untuk
barang yang memerlukan kondisi pengiriman khusus, seperti suhu dingin,
dikemas dalam styrofoam dan diberi ice pack yang memadai oleh Departemen
Gudang.
Pengiriman hanya dapat dilakukan jika terdapat surat jalan. Surat jalan
yang diberikan ke pelanggan dilengkapi dengan sertifikat analisis (CoA). Alur
pengiriman barang dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Universitas Indonesia
46 Universitas Indonesia
4.1 Pengadaan
Pengadaan merupakan bagian penting dalam kegiatan perdagangan.
Pengadaan barang di PT. Tatarasa Primatama didasarkan pada dua hal, yaitu
pengadaan reguler dan pengadaan khusus yang merupakan permintaan dari
pelanggan melalui Sales. Pengadaan reguler merupakan pengadaan barang-barang
yang merupakan main product PT. Tatarasa Primatama, contohnya adalah bahan
obat golongan antasida, sefalosporin, dan beberapa produk utama lainnya. Ketika
bahan-bahan obat ini sudah memasuki batas minimum stok yang berada di gudang
atau disebut dengan buffer stock, maka Departemen Purchasing and Sourcing akan
segera melakukan pengadaan. Selain pengadaan reguler, terdapat pula pengadaan
bersumber dari permintaan pelanggan melalui sales. Pelanggan akan memesan
bahan obat melalui sales, meliputi jenis bahan obat, jumlah, spesifikasi
(micronized, granul, dsb), dan kapan waktu pengirimannya. Setelah menerima
permintaan dari pelanggan, Departemen Purchasing and Sourcing akan membuka
pemesanan atau dikenal sebagai PO (purchase order) ke supplier.
Universitas Indonesia
4.2 Importasi
Saat melakukan impor bahan baku, terdapat faktor penting yang perlu
diperhatikan, yaitu dokumen pendukung/pelengkap pabean yang akan diajukan ke
instansi BPOM dan bea cukai melalui sistem INSW. Seringkali barang tertahan
lama di kawasan pabean hingga berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan akibat
dari dokumen yang kurang lengkap sehingga pengiriman barang ke pelanggan
menjadi terlambat. Selain itu, tertahannya barang juga dapat menyebabkan
pengeluaran biaya tambahan (batas penyimpanan maksimal di gudang bea cukai
adalah 3 hari, lebih dari 3 hari dikenakan biaya tambahan) dan beresiko terhadap
kerusakan barang karena tidak terpantaunya barang yang berada di gudang bea
cukai.
Permasalahan lain yang sering dihadapi oleh importir adalah masalah
penarifan. Sebenarnya penarifan tersebut sudah ditetapkan dalam BTBMI (Buku
Tarif Bea Masuk Indonesia) melalui sistem HS Code pada masing-masing barang,
tetapi terdapat beberapa bahan obat yang masih belum secara spesifik memiliki
HS Code sehingga sering terjadi perbedaan pendapat antara tarif yang diajukan
dan dibayarkan oleh importir dengan tarif yang ditetapkan bea cukai. Untuk impor
yang berasal dari negara yang memiliki hubungan diplomatik dalam bidang
Universitas Indonesia
ekonomi dengan Indonesia terdapat pengurangan bea masuk hingga menjadi 0%.
Pengurangan biaya tersebut dilakukan dengan memberikan form E (untuk negara
China), AI (untuk negara India), dan D (Asean) pada saat mengajukan PIB. Akan
tetapi seringkali form pengurangan biaya tersebut ditolak akibat dari dokumen
yang salah atau kurang lengkap, sehingga pengurangan bea masuk tidak
diberikan.
Permasalahan penarifan dapat diselesaikan dalam pengadilan pajak jika
terdapat penolakan/gugatan dari importir, tetapi importir wajib melakukan
pembayaran terlebih dahulu terhadap tarif yang ditentukan bea cukai. Pada saat
mengajukan banding bagian impor menyiapkan dokumen-dokumen penunjang
yang diperlukan sebagai pendukung dari penolakan atas tarif yang diberikan.
Pengajuan banding yang dilakukan hingga putusan perkara yang dikeluarkan
dapat menghabiskan waktu sekitar satu tahun. Meskipun menghabiskan banyak
waktu, biasanya hal tersebut tetap dilakukan karena antara tarif yang diajukan
dengan tarif yang ditetapkan bea cukai dapat memiliki selisih hingga 5% dari nilai
barang yang diimpor.
Dalam proses pengeluaran barang dari kawasan pabean, PT Tatarasa
Primatama masuk ke dalam jalur hijau karena telah menjadi importir dalam
jangka waktu yang lama dan telah berulangkali melakukan kegiatan impor
sehingga tidak tergolong importir kategori risiko tinggi (high risk importir). Hal
tersebut menguntungkan sebab bahan baku obat yang diimpor tidak dilakukan
pemeriksaan secara fisik dan dalam segi waktu juga lebih efektif karena barang
yang masuk dapat dikeluarkan terlebih dahulu, penelitian dokumen dilakukan
setelah barang tersebut keluar dari kawasan pabean.
4.3 Penerimaan
Barang yang telah berhasil dikeluarkan oleh bagian impor akan masuk ke
dalam gudang PT. Tatarasa Primatama. Dalam proses penerimaan, tidak
dilakukan pengujian sampel meskipun di PT. Tatarasa Primatama memiliki ruang
sampling dan laboratorium pengujian. Hal tersebut dikarenakan PT. Tatarasa
Primatama tidak memiliki ijin untuk melakukan pengemasan ulang. Untuk bahan
tertentu, khususnya produk steril yang diperuntukan untuk diproduksi secara
Universitas Indonesia
aseptis, biasanya diberikan sampel representatif yang diberi oleh supplier sebagai
sampel untuk dilakukan pemeriksaan bahan baku obat di laboratorium QC
pelanggan.
4.4 Penyimpanan
Sistem penyimpanan bahan obat di rak gudang di PT. Tatarasa Primatama
tidak berdasarkan alfabetis. Hal ini dikarenakan perputaran barang yang cepat
namun tidak menentu. Bahan obat dengan permintaan yang banyak pada bulan
tertentu belum tentu ada permintaan pada bulan berikutnya. Sehingga jika
penyimpanan dilakukan secara alfabetis akan terdapat banyak rak kosong yang
tidak efisien.
Dalam upaya pengendalian mutu bahan obat yang didistribusikan,
diperlukan penyimpanan yang tepat agar bahan obat tetap dalam kondisi stabil.
Masing-masing bahan obat memiliki stabilitas yang berbeda-beda, oleh karena itu
terdapat 4 ruangan dengan suhu dan kelembaban yang berbeda-beda. Untuk
memastikan suhu dan kelembaban tersebut tetap terjaga dilakukan pemantauan
secara berkala dengan alat pengukur suhu dan kelembaban (termohigrometer)
yang telah terkalibrasi. Kalibrasi dilakukan untuk memastikan termohigrometer
dapat bekerja dengan baik sesuai dengan fungsinya. Selain faktor suhu, perlu
diperhatikan juga sifat fisik dari masing-masing bahan obat. Contohnya adalah
kamper dan mentol yang memiliki bau menyengat hendaknya tidak diletakkan
berdekatan dengan bahan lain agar tidak mengkontaminasi bahan obat lainnya.
Selain itu bahan obat yang memiliki kemasan yang hampir mirip tidak diletakkan
bersebelahan untuk mengurangi terjadinya mixed up, contohnya omeprazol dan
lanzoprazol. Obat-obat yang mengakibatkan sensitisasi kuat diletakkan di ruang
terpisah dari bahan lainnya, contohnya sefalosporin yang diletakkan dalam
ruangan khusus sefalosporin.
Selain dilakukan pengaturan suhu dan kelembaban, dilakukan juga
pengendalian hama atau pest control untuk mencegah kerusakan barang secara
fisik. Pengendalian hama tersebut meliputi: pengendalian terhadap binatang
pengerat, serangga, burung dan binatang lainnya yang berpotensi menyebabkan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
perwakilan dari departemen lain selain departemen yang diaudit untuk menjaga
independensi tim audit, misalnya : ketika mengaudit departemen impor maka tim
audit berasal dari departemen gudang. Sebelum dilaksanakan audit tersebut,
dipastikan terlebih dahulu semua orang yang terlibat dalam audit memahami
materi audit yang akan dilaksanakan. Untuk memastikan hal tersebut, dilakukan
briefing dengan apoteker sebelum audit dilaksanakan.
Audit internal yang dilakukan di PT. Tatarasa Primatama adalah 6x
setahun untuk departemen gudang dan 4x setahun untuk departemen impor. Salah
satu kegiatan audit tersebut adalah pemeriksaan dokumen. Jika pada saat audit
ditemukan temuan, maka akan diberikan waktu selama 2 hari sampai dengan 1
minggu untuk perbaikan dan kemudian dilakukan pemeriksaan kembali oleh tim
audit internal. Hasil dari audit internal ini selanjutnya dianalisis dan dijadikan
sebagai bahan evaluasi untuk masing-masing departemen serta digunakan sebagai
pertimbangan terhadap perbaikan SOP untuk tahun berikutnya.
Selain internal audit, di PT. Tatarasa Primatama terdapat pula kegiatan
audit eksternal atau audit yang dilakukan oleh pihak luar seperti dari BPOM atau
pelanggan. Kegiatan audit eksternal tersebut bertujuan untuk menilai penerapan
CDOB di PT. Tatarasa Primatama. Penilaian yang dilakukan oleh BPOM akan
berpengaruh terhadap ijin PBF. Jika pada saat inspeksi oleh BPOM ditemukan
ketidaksesuaian dengan persyaratan CDOB, maka BPOM dapat memberikan surat
peringatan, melakukan pembekuan ijin sementara hingga jika terdapat kesalahan
yang fatal ijin PBF dapat dicabut secara permanen sehingga PBF tidak dapat
beroperasi kembali. Sedangkan untuk penilaian yang dilakukan oleh pelanggan,
hasil penilaian tersebut berpengaruh terhadap kelanjutan kerjasama jual beli bahan
obat dengan pelanggan tersebut. Jika hasil inspeksi menandakan PT. Tatarasa
Primatama sangat baik dalam menerapkan CDOB, besar kemungkinan pelanggan
tersebut akan terus membeli bahan obat dari PT. Tatarasa Primatama dan bahkan
membeli bahan obat lain yang dibutuhkan. Namun sebaliknya jika terdapat
banyak temuan oleh pelanggan, seperti terdapat debu di rak gudang, termometer
tidak dikalibrasi, dan lain-lain dapat memberikan citra buruk terhadap PT.
Tatarasa Primatama dan besar kemungkinan pelanggan tersebut dapat
menghentikan kerja sama secara sepihak.
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
5.1.1 CDOB meliputi aspek-aspek : manajemen mutu, organisasi, manajemen
dan personalia, bangunan dan peralatan, operasional, inspeksi diri,
transportasi, fasilitas distribusi berdasar kontrak dan dokumentasi.
Pedagang Besar Farmasi, PT. Tatarasa Primatama telah menerapkan
CDOB yang dikeluarkan oleh BPOM RI dengan baik pada semua lini
kegiatannya.
5.1.2 Dalam melakukan kegiatannya, PT. Tatarasa Primatama memiliki apoteker
sebagai penanggung jawab, dimana tanggung jawab apoteker terbagi
menjadi dua, yaitu bisnis dan distribusi. Peran dalam bisnis adalah
memberikan pelayanan untuk mencapai kepuasan pelanggan, sedangkan
peran dalam distribusi adalah memenuhi menyusun, memastikan dan
mempertahankan penerapan sistem manajeman mutu di fasilitas distribusi.
Secara teknis, peran apoteker sangat terlihat di seluruh alur, baik dalam
pengadaan, penyimpanan, pengiriman, hingga kontrol mutu yang meliputi
penanganan komplain pelanggan.
5.2 Saran
5.2.1 Sebaiknya dibuat SOP pendelegasian tugas ke tenaga teknis kefarmasian
lain apabila APJ tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu yang
ditentukan akibat tidak berada di tempat/kantor.
5.2.2 Perlu dibuat departemen inspeksi diri yang berdiri secara independen,
tidak dibawahi secara langsung oleh APJ.
5.2.3 Sebaiknya dilaksanakan inspeksi diri terhadap departemen lainnya, yaitu
marketing, purchasing, dan finance/accounting.
5.2.4 Sebaiknya terdapat seorang apoteker atau tenaga teknis kefarmasian lain
yang khusus menangani keluhan pelanggan (komplain) untuk membantu
pekerjaan APJ.
53 Universitas Indonesia
Kotler, P. Dan Keller, K.L. (2009). Manajemen Pemasaran Edisi 13. Jakarta:
Erlangga.
54 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Surat pesanan bahan obat tiamin mononitrat dari PT. Tatarasa
Primatama ke Supplier Hubei 295 Science & Technology
Lampiran 9. Surat setoran pabean, cukai dan pajak (SSPCP) tiamin mononitrat
ANGKATAN LXXVIII
ANGKATAN LXXVIII
ii Universitas Indonesia
iv Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
1.2.1 Memahami sistem penanganan keluhan di PT. Tatarasa Primatama.
1.2.2 Memahami proses penanganan keluhan yang dilakukan oleh PT. Tatarasa
Primatama terhadap bahan inositol yang dikeluhkan oleh PT. X.
Universitas Indonesia
dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
5. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Selain terdapat kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha,
terdapat juga larangan yang harus ditaati (Pasal 8), salah satunya adalah pelaku
usaha dilarang memperdagangkan barang tidak sesuai dengan kondisi, jaminan,
keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau
keterangan barang tersebut. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran tersebut,
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya
dari peredaran.
Dalam UU Perlindungan Konsumen ini tidak secara langsung dinyatakan
bahwa kewajiban sebuah perusahaan atau pelaku usaha adalah menangani setiap
keluhan dari pelanggan. Namun dalam pasal 7 dinyatakan kewajiban-kewajiban
pelaku usaha dimana intinya adalah melayani konsumen. Salah satu bentuk
pelayanan terhadap konsumen adalah memberikan solusi terhadap keluhan-
keluhan yang ada. Selain itu, perlu diingat bahwa sebagai perusahaan yang
bergerak dalam bidang jasa seperti PBF BO, kepuasan pelanggan adalah hal yang
utama. Ketika sebuah PBF BO dapat memberikan solusi maka akan memberikan
citra positif bagi PBF BO tersebut.
Universitas Indonesia
karena itu, sebagai pemberi layanan harus tahu apa yang dibutuhkan dan
diharapkan oleh pelanggan.
Pelayanan merupakan kunci bagi organisasi untuk bisa tetap bertahan,
sebab pelayanan berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan. Saat ini berbagai
upaya dilakukan perusahaan untuk memberikan layanan yang berkualitas kepada
pelanggan, salah satunya adalah dengan penanganan terhadap keluhan. Hal ini
penting antara lain karena: sebagai peluang untuk memperbaiki pelayanan,
menjaga citra perusahaan, dan memuaskan pelanggan. Beberapa survei
menunjukkan bahwa pelanggan-pelanggan yang kembali dan setia banyak
diawali dari pelayanan keluhan yang baik, cepat dan efektif dari sebuah
perusahaan. Citra perusahaan akan menjadi positif jika perusahaan mampu
mengelola keluhan dengan baik, namun sebaliknya jika gagal maka akan timbul
citra negatif dan tidak menutup kemungkinan perusahaan akan ditinggalkan oleh
pelanggan (Afidah, 2013).
Menurut NSW Ombudsman’s Effective Complaint Handling Guidelines,
dalam menciptakan sistem keluhan yang baik perlu disiapkan 5 prinsip
mendasar, yaitu :
a. Visibility and Accessibility
Diperlukan adanya jalur untuk menyampaikan keluhan, seperti layanan
pelanggan (pelanggan service) atau bagian lain yang berinteraksi dengan
pelanggan dan mudah diakses oleh pelanggan. Hal ini sangat penting bagi
pelanggan untuk menyampaikan komentar, saran, kritik, pertanyaan, maupun
keluhannya. Disini sangat dibutuhkan adanya suatu metode komunikasi yang
mudah dan tidak mahal, dimana pelanggan dapat menyampaikan keluhannya dan
mendapat perhatian dari pihak organisasi. Metode yang disediakan oleh pihak
perusahaan untuk kepentingan ini bisa berupa jalur atau saluran telepon khusus,
kotak pos khusus, ataupun dengan memanfaatkan e-mail di jaringan internet
(Tjiptono, 2008).
b. Responsiveness
Diperlukan sebuah niat baik dan standar dalam menanggapi keluhan (berapa
lama maksimal sebuah keluhan ditanggapi). Prinsip ini berkaitan dengan
kecepatan reaksi terhadap pengaduan. Setiap keluhan harus ditangani secepat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.3 Penanganan Keluhan Dalam Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
Sesuai yang tercantum dalam peraturan bahwa setiap PBF BO dalam
menjalankan kegiatannya harus berpedoman pada CDOB. Salah satu bagian
dalam CDOB membahas mengenai keluhan, obat dan/atau bahan obat kembalian,
diduga palsu dan penarikan kembali.
Penanganan keluhan harus memiliki prosedur tertulis. Harus dibedakan
antara keluhan tentang kualitas obat dan/atau bahan obat dan keluhan yang
berkaitan dengan distribusi. Harus ada personil yang ditunjuk untuk menangani
keluhan.
Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain tentang obat
dan/atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki
sesuai dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap
proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta
dilaporkan kepada pihak yang berwenang.
Mengenai obat dan/atau bahan obat kembalian, harus tersedia prosedur
tertulis untuk penanganan dan penerimaannya yang harus memperhatikan bahwa
penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat
pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan serta jumlah dan identifikasi
obat harus dicatat dalam catatan penerimaan dan pengembalian barang. Obat
dan/atau bahan obat kembalian harus disimpan terpisah dari obat dan/atau bahan
obat yang memenuhi syarat jual dan dalam area terkunci serta diberi label yang
jelas sampai ada keputusan tindak lanjut. Obat dan/atau bahan obat dapat dijual
kembali melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan
kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual
kembali, antara lain jika:
a. Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi
syarat serta memenuhi ketentuan;
b. Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan
ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan;
c. Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh
penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang;
dan
Universitas Indonesia
[Sumber: codex]
Gambar 3.1. Rumus struktur inositol
Universitas Indonesia
10 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.1 Hasil
Penanganan keluhan bahan inositol yang dilaporkan oleh PT. X terkait
adanya blackspots dilaksanakan sesuai dengan SOP. Dalam kasus inositol ini,
kesalahan berasal dari supplier. Setelah supplier melakukan pengecekan terhadap
sampel pertinggal atau retained sample, ternyata bets dengan nomor seperti yang
tertera pada keluhan pelanggan memang terdapat kotoran hitam atau blackspots.
Hal ini disebabkan adanya kesalahan saat proses pengeringan karena tidak adanya
alat pengendali suhu. Saat proses pengeringan ternyata suhu tiba-tiba menjadi
sangat tinggi beberapa saat sehingga mengakibatkan sedikit bagian dari inositol
yang terkena suhu tinggi itu muncul perubahan warna menjadi hitam atau
kehitaman. Namun setelah diperiksa oleh supplier, kotoran hitam tersebut tetaplah
inositol dan terbukti tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Selain
itu, APJ telah mempelajari juga bahwa ternyata inositol ini digunakan untuk
sediaan cair oleh PT. X, maka tidaklah menjadi masalah karena nantinya kotoran
hitam yang memang merupakan inositol ini akan larut dan tidak menimbulkan
masalah dalam sediaan. Untuk ke depannya, dibuat CAPA yaitu menambahkan
alat pengontrol suhu untuk supplier.
4.2 Pembahasan
PT. Tatarasa Primatama memiliki pelayanan aftersales, salah satunya yaitu
pelayanan terhadap keluhan dari pelanggan. Hal ini merupakan pemenuhan
terhadap hak konsumen yang tercantum dalam UU Perlindungan Konsumen pasal
4 yaitu konsumen berhak untuk didengar keluhannya atas barang yang digunakan.
Selain itu, PT. Tatarasa Primatama juga memenuhi kewajiban pelaku usaha
seperti yang tercantum dalam pasal 7 yaitu beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya dan menjamin mutu barang yang diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang yang berlaku serta memberi penggantian barang
apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian.
Dalam menjalankan kegiatannya, PT. Tatarasa Primatama juga
12 Universitas Indonesia
berpedoman pada CDOB. Dalam CDOB tercantum bahwa harus terdapat prosedur
tertulis untuk menangani keluhan. Bagian ini diaplikasikan pada PT. Tatarasa
Primatama dengan adanya SOP penanganan keluhan pelanggan.
Setiap tahunnya, PT. Tatarasa Primatama mendapatkan banyak keluhan
dari pelanggan, baik dalam hal kualitas barang (penampilan fisik, kadar bahan,
kadar air, dll) ataupun mengenai pelayanannya (keterlambatan pengiriman,
ketidaksesuaian barang yang dipesan dengan barang yang dikirim ke pelanggan,
dll). Setiap keluhan akan ditangani sesuai dengan SOP yang ditetapkan sehingga
setiap pelanggan puas dan terus memberikan kepercayaan kepada PT. Tatarasa
Primatama.
Salah satu contoh keluhan dari pelanggan adalah mengenai bahan inositol
yang disalurkan oleh PT. Tatarasa Primatama. Pelanggan, yaitu PT. X,
menyampaikan keluhan terkait adanya kotoran hitam atau blackspots yang
ditemukan di bahan inositol yang dipesan dari PT. Tatarasa Primatama. PT. X
menginginkan jawaban atas keluhan ini dan menginginkan untuk ditukar dengan
barang yang baru. Keluhan pelanggan ini disampaikan melalui e-mail yang
ditujukan pada PT. Tatarasa Primatama. Hal penting yang perlu diingat disini
adalah setiap keluhan dari pelanggan harus memiliki keterangan yang lengkap
dari segi jenis, jumlah, dan no. bets serta harus dipastikan bahwa barang tersebut
benar disalurkan oleh PT. Tatarasa Primatama.
Selanjutnya, e-mail keluhan dari pelanggan ini langsung ditanggapi oleh
PT. Tatarasa Primatama dan ditangani sesuai SOP yang berlaku. Dikarenakan
keluhan ini bersifat kualitas, maka keluhan ini akan ditangani oleh APJ. APJ
kemudian mempelajari bahan inositol dari segi nomor bets, tanggal penerimaan,
tanggal pengiriman, dan sifat dari bahan inositol tersebut. Selain itu, APJ juga
meminta jawaban dari supplier dengan mengirimkan lembar “Defective Report”.
Setelah mendapatkan jawaban dari supplier, APJ akan menganalisisnya
dan menyusun e-mail balasan untuk pelanggan dalam bentuk “Jawaban
Corrective Action Supplier”. Dalam e-mail tersebut tercantum secara lengkap
nama pelanggan, nama sales, jenis, jumlah, no. bets, no. surat jalan, dan alasan
keluhan. Selanjutnya terdapat bagian jawaban dari keluhan tersebut (penyebab
terjadinya kotoran hitam yang timbul di bahan inositol) dan juga corrective action
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Penanganan keluhan di PT. Tatarasa Primatama dilaksanakan sesuai
dengan SOP yang berlaku, yaitu setiap keluhan diteruskan ke pihak yang
terkualifikasi. Keluhan terhadap kualitas merupakan tanggung jawab dari
APJ, sedangkan yang tidak berkaitan dengan kualitas akan diteruskan ke
bagian lain. Seluruh keluhan dari pelanggan didokumentasikan dan dibuat
CAPA.
5.1.2 Penanganan keluhan bahan inositol ditangani mengikuti prosedur yang
sesuai dengan SOP. Pada kasus tersebut, keluhan berkaitan dengan
kualitas barang sehingga permasalahan diteruskan ke APJ. APJ
menindaklanjuti keluhan tersebut dengan melakukan konfirmasi ke
supplier. Jawaban dari supplier tersebut diteruskan kepada PT. X berupa
jawaban CAPA.
5.2 Saran
Agar keluhan tetap dapat ditangani dengan baik, sebaiknya ada apoteker
atau tenaga teknis kefarmasian yang khusus menangani keluhan pelanggan
dikarenakan kesibukan APJ yang mungkin tidak berada di tempat atau
berhalangan hadir dalam jangka waktu lama (dinas ke luar kota/negeri).
15 Universitas Indonesia
Chulmin, K., Sounghie, K., dan Subin, I. (2003). The Effect of Attitude and
Perception on Consumer Complaint Intentions. Journal of Consumer
Marketing 20(4), 352-371.
Foedjiawati dan Semuel, H. (2007). Pengaruh Sikap, Persepsi Nilai dan Persepsi
Peluang Keberhasilan Terhadap Niat Menyampaikan Keluhan. Jurnal
Manajemen Pemasaran 2(1), 43-58.