You are on page 1of 104

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT. TATARASA PRIMATAMA
JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA
SERPONG, TANGERANG 15325
PERIODE 06 JANUARI – 28 FEBRUARI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LYDIA TRISNA WIBOWO, S. Farm


1306343795

ANGKATAN LXXVIII

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2014

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT. TATARASA PRIMATAMA
JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA
SERPONG, TANGERANG 15325
PERIODE 06 JANUARI – 28 FEBRUARI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker

LYDIA TRISNA WIBOWO, S. Farm


1306343795

ANGKATAN LXXVIII

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2014

ii

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


iii

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


iii

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


iv

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena hanya atas
berkat dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di PT. Tatarasa Primatama yang dilaksanakan pada rentang
periode 6 Januari sampai dengan 28 Februari 2014. Penulisan Laporan ini
merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Tatarasa Primatama dan
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi
Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah
sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Soekiandi Ali selaku Direktur PT. Tatarasa Primatama yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA.
2. Bapak Mulyadi Sirin, S.Si., Apt. selaku Apoteker Penanggung Jawab PT.
Tatarasa Primatama dan pembimbing lapangan di PT. Tatarasa Primatama
atas waktu, ilmu, dan bimbingannya.
3. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
4. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan pembimbing dari Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia atas ilmu pengetahuan, bimbingan, dan arahan yang
telah diberikan selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
6. Seluruh manager, staf, dan pegawai di PT. Tatarasa Primatama atas bantuan
dan dukungan semangat selama penyusunan laporan ini.

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


7. Orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan semangat, doa, dan
bantuan serta dukungan baik secara moral dan material.
8. Sahabat-sahabat terbaik, rekan selokasi PKPA serta teman-teman
seperjuangan Apoteker angkatan LXXVIII yang telah mewarnai masa-masa
menempuh pendidikan Program Profesi Apoteker.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang juga
banyak berkontribusi dalam seluruh kegiatan PKPA ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan PKPA ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan
saran yang membangun demi tercapainya hasil yang lebih baik lagi. Akhir kata,
penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga ilmu pengetahuan dan pengalaman
yang diperoleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat sebagai
wawasan bagi rekan-rekan sejawat dan pihak yang membutuhkan.

Depok, Juni 2014


Penulis

vi

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini :
Nama : Lydia Trisna Wibowo, S.Farm.
NPM : 1306343795
Program Studi : Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis Karya : Karya akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Tatarasa


Primatama, Jalan Sutera Niaga III No. 1, Alam Sutera, Serpong,
Tangerang 15325 Periode 06 Januari – 28 Februari 2014

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmediakan/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 27 Juni 2014
Yang menyatakan

(Lydia Trisna Wibowo)

vii

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


ABSTRAK

Nama : Lydia Trisna Wibowo


Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Tatarasa
Primatama Jalan Sutera Niaga III No. 1, Alam Sutera
Serpong, Tangerang 15325 Periode 06 Januari – 28 Februari
2014

Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan


farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika), pengamanan,
pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian
dalam proses distribusi atau penyaluran bahan obat tersebut dilakukan oleh
pedagang besar farmasi bahan obat. Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki ijin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan dimana dalam menyelenggarakan kegiatannya
wajib menggunakan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
CDOB adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan/atau bahan obat yang
bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya. Sistem dan alur distribusi bahan obat di
PT. Tatarasa Primatama secara berurutan adalah pengadaan, importasi,
penerimaan, penyimpanan, penjualan, dan pengiriman. Dalam menjalankan
kegiatan operasionalnya, setiap PBF harus memiliki Apoteker Penanggung Jawab
(APJ). Peran APJ terbagi menjadi dua, yaitu bisnis dan distribusi. Peran dalam
bisnis adalah memberikan pelayanan untuk mencapai kepuasan pelanggan,
sedangkan peran dalam distribusi adalah memenuhi menyusun, memastikan dan
mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu di fasilitas distribusi.

Kata kunci : APJ, CDOB, PBF, Pekerjaan kefarmasian, Tatarasa


Primatama
xx + 84 halaman : 4 gambar; 13 lampiran

Daftar acuan : 20 (1999 – 2013)

vii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


ABSTRACT

Name : Lydia Trisna Wibowo


Study Program : Apothecary Profession
Title : Report of Apothecary Profession Internship at PT. Tatarasa
Primatama No. 1, Alam Sutera Serpong, Tangerang 15325 on
06 Januari – 28 Februari 2014

The work of pharmaceuticals is manufacturing including the quality control of


pharmaceutical preparations (drugs, drug ingredients, traditional medicine, and
cosmetics), security, procurement, storage, and distribution of drugs, medication
management, servicing over prescription drug, drug information services, as well
as drug development, ingredients and traditional medicine. Pharmaceutical jobs in
the process of drug distribution or distribution of materials is done by
pharmaceutical wholesalers. Pharmaceutical Wholesalers (Pedagang Besar
Farmasi/PBF) is a legal entity that has a license for the procurement, storage,
distribution of medicinal materials in bulk in accordance with the laws and
regulations in conducting its activities which shall use the Technical Guidelines of
Good Distribution Practices (GDP). GDP is the manner of distribution or
distribution of drugs and/or drug ingredients intended to ensure quality throughout
the distribution channel or distribution as per the requirements and intended use.
Distribution system in PT. Tatarasa Primatama is sequentially procurement,
importation, receipt, storage, sale, and delivery. In carrying out its operations,
each PBF should have Responsible Pharmacist (Apoteker Penanggung
Jawab/APJ). The role of APJ divided into two, business and distribution. The role
of business is to provide services to achieve customer satisfaction, while fulfilling
a role in the distribution is compiled, ensure and maintain the quality management
system implementation in distribution facilities.

Key words : APJ, GDP, PBF, Pharmaceutical care, Tatarasa Primatama


xx + 84 Pages : 4 pictures; 13 appendix

Bibliography : 20 (1999 – 2013)

vii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN DEPAN ............................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan ......................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................ 3


2.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF) .................................................. 3
2.1.1 Definisi PBF..................................................................... 3
2.1.2 Landasan Hukum PBF ..................................................... 3
2.1.3 Tugas dan Fungsi PBF ..................................................... 3
2.1.4 Persyaratan PBF ............................................................... 3
2.1.5 Apoteker Penanggung Jawab untuk PBF ......................... 5
2.1.6 Tata Cara Perizinan PBF .................................................. 8
2.1.7 Pencabutan Ijin PBF......................................................... 11
2.1.8 Penyelenggaraan PBF ...................................................... 11
2.2 Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB)................................... 13
2.2.1 Manajemen Mutu ............................................................. 13
2.2.2 Organisasi, Manejemen, Personalia ................................. 14
2.2.3 Bangunan dan Peralatan ................................................... 16
2.2.4 Operasional ...................................................................... 18
2.2.5 Inspeksi Diri ..................................................................... 21
2.2.6 Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga
Palsu, dan Penarikan Kembali ......................................... 22
2.2.7 Transportasi ...................................................................... 23
2.2.8 Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak ........................ 24
2.2.9 Dokumentasi .................................................................... 25
2.3 Peraturan Dasar Mengenai Importasi .......................................... 26
2.3.1 Tata Cara Pengeluaran Barang Impor .............................. 29

vii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. TATARASA PRIMATAMA ................ 35
3.1 PT. Tatarasa Primatama ............................................................. 35
3.1.1 Sejarah Pendirian Perusahaan ......................................... 35
3.1.2 Visi dan Misi ................................................................... 35
3.1.3 Jenis Supplier PT. Tatarasa Primatama .......................... 36
3.1.4 Jenis Pelanggan PT. Tatarasa Primatama ....................... 36
3.2 Sistem dan Alur Distribusi Bahan Obat di PT. Tatarasa Primatama
.................................................................................................... 36
3.2.1 Pengadaan ....................................................................... 36
3.2.2 Importasi ......................................................................... 40
3.2.3 Penerimaan ...................................................................... 41
3.2.4 Penyimpanan ................................................................... 42
3.2.5 Penjualan ......................................................................... 43
3.2.6 Pengiriman

BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................... 46

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 53


5.1 Kesimpulan ............................................................................... 53
5.2 Saran ......................................................................................... 53

DAFTAR ACUAN .............................................................................................. 54


LAMPIRAN ......................................................................................................... 55

viii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Tabel 2.1. Tata cara pengajuan ijin pendirian PBF .............................................. 11
Tabel 3.1. Alur pembelian barang ........................................................................ 39
Tabel 3.2. Alur pengiriman barang ...................................................................... 45

ix Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Surat pesanan bahan obat tiamin mononitrat dari PT. Tatarasa
Primatama ke Supplier Hubei 295 Science & Technology ......... 56
Lampiran 2. Dokumen bill of lading tiamin mononitrat .................................. 57
Lampiran 3. Dokumen invoice tiamin mononitrat ........................................... 58
Lampiran 4. Dokumen packing list tiamin mononitrat .................................... 59
Lampiran 5. Setifikat analisis (CoA) tiamin mononitrat.................................. 60
Lampiran 6. Dokumen sertifikat asuransi tiamin mononitrat .......................... 61
Lampiran 7. Surat keterangan impor (SKI) tiamin mononitrat ........................ 62
Lampiran 8. Dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) tiamin mononitrat
..................................................................................................... 63
Lampiran 9. Surat setoran pabean, cukai dan pajak (SSPCP) tiamin mononitrat
..................................................................................................... 64
Lampiran 10. Dokumen bukti penerimaan negara impor tiamin mononitrat .... 65
Lampiran 11. Kartu stok barang masuk dan keluar ........................................... 66
Lampiran 12. Lembar pengecekan suhu dan kelembaban ruangan ................... 67
Lampiran 13. Surat jalan pengiriman barang ..................................................... 68

x Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


DAFTAR SINGKATAN

APJ = Apoteker Penanggung Jawab


AWB = Airway Bill
B/L = Bill of Lading
BAP = Berita Acara Pemeriksaan
BC = Bea dan Cukai
BM = Bea Masuk
BTBMI = Buku Tarif Bea Masuk Indonesia
CAPA = Corrective Action Preventive Action
CDOB = Cara Distribusi Obat yang Baik
COD = Cash On Delivery
CPOB = Cara Pembuatan Obat yang Baik
Dirjen = Direktorat Jendral
FEFO = First Expired, First Out
FIFO = First In, First Out
GMP = Good Manufacturing Practice
GSK = Glaxo Smith Kline
HS Code = Harmonized System Code
INSW = Indonesia National Single Window
Kadinkes = Kepala Dinas Kesehatan
LHP = Laporan Hasil Pemeriksaan
NPBL = Nota Pemberitahuan Barang Larangan/Pembatasan
PBF BO = Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat
PDE = Pertukaran Data Elektronik
PDRI = Pajak Dalam Rangka Impor
PIB = Pemberitahuan Impor Barang
PNBP = Penerimaan Negara Bukan Pajak
PO = Purchase Order
PPJK = Pemberitahuan Pabean oleh Importir
QC = Quality Control
SIKA = Surat Ijin Kerja Apoteker

xi Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


SKI = Surat Keterangan Impor
SKP = Sistem Komputer Pelayanan
SPJK = Surat Pemberitahuan Jalur Kuning
SPJM = Surat Pemberitahuan Jalur Merah
SPPB = Surat Perintah Pengeluaran Barang
SPPF = Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik
SPTNP = Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean
SSPCP = Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak
STRA = Surat Tanda Registrasi Apoteker
STRTTK = Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian

xii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009, yang dimaksud
dengan pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika), pengamanan,
pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pelaksanaan dari pekerjaan
kefarmasian tersebut meliputi pengadaan sediaan farmasi, produksi sediaan
farmasi, distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan dalam pelayanan sediaan
farmasi. Pekerjaan Kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan, yaitu tenaga kefarmasian yang telah
memiliki STRA untuk apoteker dan STRTTK untuk tenaga teknis kefarmasian.
Salah satu tujuan dari pengaturan pekerjaan kefarmasian adalah untuk
memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh
sediaan farmasi. Banyak proses yang saling terkait untuk dapat menjamin
keselamatan pasien dalam memperoleh sediaan farmasi, salah satunya adalah
bahan obat yang berkualitas.
Hampir seluruh bahan obat di Indonesia berasal dari luar negeri, sehingga
dibutuhkan suatu aturan penanganan yang baik untuk menjamin kualitas bahan
obat yang diimpor tetap terjaga hingga diterima oleh industri farmasi. Pekerjaan
kefarmasian dalam proses distribusi atau penyaluran bahan obat tersebut
dilakukan oleh pedagang besar farmasi bahan obat.
Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat (PBF BO) adalah perusahaan
berbentuk badan hukum yang memiliki ijin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan (Menteri Kesehatan, 2011). PBF BO dalam menyelenggarakan
kegiatannya wajib menggunakan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik
(CDOB). CDOB adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan/atau bahan obat

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


2

yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012).
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, setiap PBF BO harus
memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran bahan obat.
Apoteker tersebut harus memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan
perundang-undangan. Disamping itu, juga harus memiliki pengetahuan dan
mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi bahan
obat, deteksi dan pencegahan masuknya bahan obat palsu ke dalam rantai
distribusi (BPOM RI, 2012).
Sebagai mahasiswa program profesi apoteker, perlu adanya pemahaman
tentang peran apoteker di PBF BO. Oleh karena itu, Universitas Indonesia bekerja
sama dengan PT. Tatarasa Primatama yang bergerak dalam bidang distribusi dan
penyaluran bahan obat dalam melaksanakan praktik kerja profesi apoteker pada
tanggal 6 Januari – 28 Februari 2014. Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa
yang merupakan calon apoteker dapat mendapatkan ilmu dan pengalaman kerja
sehingga dapat semakin mengerti akan peran seorang apoteker di dalam PBF BO.

1.2 Tujuan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Tatarasa Primatama
bertujuan untuk :
1.2.1 Memahami penerapan cara distribusi obat yang baik khususnya dalam
distribusi bahan obat di PT. Tatarasa Primatama.
1.2.2 Memahami peran serta tanggung jawab apoteker di pedagang besar farmasi
bahan obat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF)


2.1.1 Definisi PBF
Menurut Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011,
pedagang besar farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang
memiliki ijin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan
obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF
dan PBF Cabang dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB adalah cara distribusi atau penyaluran
obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.1.2 Landasan Hukum PBF


PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
b. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi.

2.1.3 Tugas dan Fungsi PBF


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, tugas dan fungsi PBF yaitu:
a. Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat.
b. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.

2.1.4 Persyaratan PBF


Suatu PBF dapat beroperasi setelah mendapat surat ijin. Selama PBF
tersebut masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat dan/atau bahan obat,

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


4

maka seluruh kegiatan yang dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan


kepada CDOB.

2.1.4.1 Tempat atau Lokasi


Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi efisiensi dan
efektivitas dalam pengadaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat ke industri
farmasi, sarana pelayanan kesehatan dan faktor-faktor lainnya.

2.1.4.2 Bangunan
Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi
persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan
obat dan/atau bahan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat
jadi dan/atau bahan obat, ruang makan, dan kamar kecil. Bangunan PBF
dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan
yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik.
Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi
penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang
memadai, kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan
penanganan obat dan/atau bahan obat yang baik. Akses masuk ke area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang
berwenang (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.1.4.3 Perlengkapan PBF


Suatu PBF yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan yang
memadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi dan/atau bahan obat.
Perlengkapan yang harus dimiliki yaitu peralatan penyimpanan obat dan/atau
bahan obat dan perlengkapan administrasi. Peralatan dan tempat penyimpanan
obat/bahan obat seperti rak, lemari pendingin (kulkas), ruangan untuk menyimpan
produk kembalian, kontainer untuk pengiriman barang dan ice box untuk
pengiriman obat dan/atau bahan obat dengan suhu penyimpanan rendah.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


5

Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian dan


penyimpanan, seperti blanko pesanan, blanko faktur, blanko tukar faktur, bilyet
giro, blanko faktur pajak, blanko surat jalan, kartu stok obat, bukti penerimaan
pembayaran, form retur, blanko faktur pajak dan stempel PBF. Perlengkapan
administrasi lainnya yang juga diperlukan, yaitu buku-buku dan literatur standar
yang diwajibkan, serta kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan
kegiatan di PBF.

2.1.5 Apoteker Penanggung Jawab untuk PBF


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun
2009 tentang pekerjaan kefarmasian disebutkan bahwa setiap tenaga kefarmasian
(Apoteker) dapat mengabdikan dirinya melalui beberapa bidang pekerjaan, yaitu
pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan dan produksi sediaan farmasi (pabrik),
distribusi atau penyaluran sediaan farmasi (PBF), dan pelayanan sediaan farmasi
(rumah sakit, apotek, puskesmas, klinik, dll). Salah satu bidang yang dapat
dimasuki oleh apoteker adalah bidang distribusi atau penyaluran, yang biasa
dikenal sebagai Pedagang Besar Farmasi (PBF). Pada pasal 14 ayat 1 dijelaskan
bahwa setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi harus memiliki
seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. Apoteker Penanggung Jawab (APJ)
dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau tenaga teknis kefarmasian.
Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi
persyaratan yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Pasal
35, 37, 52, 54, yaitu sebagai berikut:
a. Memiliki keahlian dan kewenangan;
b. Menerapkan Standar Profesi;
c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional;
d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi; dan
e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan
oleh Menteri kepada apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


6

memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi


persyaratan (Pemerintah Republik Indonesia, 2009):
a. Memiliki ijazah apoteker;
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/ janji apoteker;
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat ijin praktek;
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
f. Pas foto terbaru berwama ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan
ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
Setelah memenuhi persyaratan di atas, Apoteker yang akan bekerja
sebagai APJ di PBF wajib memiliki Surat Ijin Kerja Apoteker (SIKA). SIKA
adalah surat ijin praktek yang diberikan kepada apoteker untuk dapat
melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas
distribusi atau penyaluran. SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas
pekerjaan kefarmasian. Untuk memperoleh SIKA, Apoteker mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten/ Kota tempat
pekerjaan kefarmasian dilaksanakan, Kadinkes harus menerbitkan SIKA paling
lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan
lengkap.
Berkas-berkas yang harus dilampirkan untuk permohonan SIKA yaitu:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional (KFN);
b. Surat penyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi
atau distribusi/ penyaluran;
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2
(dua) lembar.
Pencabutan SIKA oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dapat
dilakukan apabila:
a. Atas permintaan yang bersangkutan;

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


7

b. STRA tidak berlaku lagi;


c. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat ijin;
d. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk
menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan
dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter;
e. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi
KFN; dan
f. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan
dengan putusan pengadilan.
Menurut Pedoman Teknis CDOB (2012), tugas dan kewajiban APJ di PBF
adalah sebagai berikut:
a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen
mutu;
b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga
akurasi dan mutu dokumentasi;
c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan
lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan
distribusi;
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan
obat;
e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif;
f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan;
g. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam
stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual;
h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima
kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak
yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat dan/atau bahan
obat;
i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan
tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan;
j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang
telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


8

berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang
terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan; dan
k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau
memusnahkan obat dan/atau bahan obat.

2.1.6 Tata Cara Perijinan PBF


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, setiap pendirian PBF wajib memiliki
ijin dari Direktur Jenderal yang dapat diperoleh apabila pemohon mengajukan
permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM dengan menggunakan
Formulir 1. Ijin PBF berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh ijin PBF, pemohon harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;
b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung
jawab;
d. Komisaris/ dewan pengawas dan direksi/ pengurus tidak pernah terlibat, baik
langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundangundangan di bidang farmasi;
e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF;
f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang
dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai
CDOB.
Selain memenuhi persyaratan di atas, PBF yang akan menyalurkan bahan
obat juga harus memenuhi persyaratan sesuai dengan pasal 5, yaitu memiliki
laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk pengujian bahan obat yang
disalurkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Direktur Jenderal dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


9

memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang terpisah dari
ruangan lain.
Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ ketua dan apoteker calon
penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/ identitas direktur/ ketua;
b. Susunan direksi/ pengurus;
c. Pernyataan komisaris/ dewan pengawas dan direksi/ pengurus tidak pernah;
d. Terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
e. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan;
f. Surat Tanda Daftar Perusahaan;
g. Fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan;
h. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
i. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
j. Peta lokasi dan denah bangunan;
k. Surat penyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab; dan
l. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
Tata cara mendapatkan ijin PBF adalah dengan mengajukan permohonan
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Permohonan harus ditandatangani
oleh direktur/ketua dan Apoteker calon penanggung jawab disertai dengan
kelengkapan administratif sebagai berikut :
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua;
b. Susunan direksi/pengurus;
c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah
terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
d. Akta pendirian bahan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
e. Surat Tanda Daftar Perusahaan;
f. Fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan;
g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


10

i. Peta lokasi dan denah bangunan;


j. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab;
k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab; dan
l. Surat bukti penguasaan laboratorium dan daftar peralatan (PBF Bahan Obat).
Selain persyaratan di atas, dibutuhkan juga beberapa dokumen lainnya,
seperti ijazah apoteker, surat perjanjian kerjasama antara pimpinan dan apoteker
penanggung jawab yang disahkan oleh notaris, susunan organisasi berikut uraian
tugas masing-masing, surat domisili perusahaan dari lurah/camat setempat, surat
ijin tempat usaha berdasarkan UUG dari Dinas Satpol PP Provinsi, daftar pustaka
(Farmakope edisi terakhir, peraturan perundang-undangan, dll), dan perlengkapan
administrasi (kartu stok, faktur, surat pemesanan, surat jalan, dll).
Alur pengajuan ijin pendirian PBF adalah sebagai berikut :
a. Surat permohonan pengajuan ijin diajukan kepada Direktur Jenderal (Dirjen)
dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi;
b. Paling lambat dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (DKP) melakukan verifikasi
kelengkapan data administratif. Paling lambat dalam waktu 6 (enam) hari
kerja setelah dinyatakan memenuhi kelengkapan administratif tersebut,
Kepala DKP mengeluarkan surat rekomendasi kepada Dirjen dengan
tembusan Kepala Balai POM;
c. Paling lambat dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan
CDOB. Paling lambat dalam waktu 6 (enam) hari kerja setelah dinyatakan
memenuhi persyaratan CDOB tersebut, Kepala Balai POM mengeluarkan
surat rekomendasi kepada Dirjen dengan tembusan Kepala Badan, Kepala
DKP, dan pemohon;
d. Paling lambat dalam waktu 6 (enam) hari kerja setelah diterima surat
rekomendasi dari Kepala DKP dan Kepala Balai POM, Dirjen mengeluarkan
ijin PBF;
e. Apabila dalam batas waktu yang telah ditentukan, tidak dilakukan poin (b)
dan (c), pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


11

kepada Dirjen dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala DKP dan
Kepala Balai POM; dan
f. Paling lambat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak diterima surat
pernyataan, Dirjen menerbitkan ijin PBF dengan tembusan kepada Kepala
Badan, Kepala DKP, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Kepala
Balai POM.

Gambar 2.1. Tata cara pengajuan ijin pendirian PBF

2.1.7 Pencabutan Ijin PBF


Ijin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila:
a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang;
b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau
c. Ijin PBF dicabut.

2.1.8 Penyelenggaraan PBF


Penyelenggaraan PBF diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF yang menyebutkan
bahwa PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat dan/atau
bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


12

Untuk pengadaan obat dan/atau bahan obat di PBF, PBF hanya dapat
melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi dan/atau
sesama PBF. Sedangkan PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat
dan/ bahan obat dari PBF pusat.
Setiap PBF harus memiliki APJ, namun dilarang merangkap jabatan
sebagai direksi/pengurus PBF. Jika terjadi pergantian APJ, direksi/pengurus PBF
wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja.
PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan CDOB (Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, 2012). Sertifikat CDOB akan diberikan pada PBF
yang telah menerapkan CDOB.

2.1.8.1 Pengadaan
Sebelum melakukan pengadaan obat dan/atau bahan obat di PBF, harus
ditetapkan kualifikasi yang tepat terhadap pemasok. Pemilihan pemasok, termasuk
kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang
penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan
hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. PBF hanya dapat
melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi, sesama PBF, dan/atau
melalui importasi. Obat dan/atau bahan obat yang diperoleh dari industri farmasi
wajib dipastikan apakah fasilitas distribusi pemasok tersebut mempunyai ijin serta
menerapkan prinsip dan Pedoman CPOB. Obat dan/atau bahan obat yang didapat
melalui importasi wajib dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-
udangan. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan
prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan
(Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.1.8.2 Penyaluran
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, PBF hanya dapat menyalurkan bahan
obat kepada industri farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


13

rumah sakit, dan lembaga ilmu pengetahuan. Penyaluran berdasarkan surat


pesanan yang ditandatangani oleh apoteker pengelola apotek atau apoteker
penanggung jawab. Untuk lembaga ilmu pengetahuan, ditandatangani oleh
pimpinan lembaga.

2.1.9 Pelaporan Kegiatan PBF


Setiap PBF wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan
sekali namun dapat diminta setiap saat, meliputi kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.

2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)


2.2.1 Manajemen Mutu
Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan
obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi.
Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis
dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus
divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip
manajemen risiko mutu.
Dalam suatu organisasi, pemastian mutu berfungsi sebagai alat
manajemen. Harus ada kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan maksud
keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi yang berkaitan dengan mutu,
sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara resmi oleh manajemen. Sistem
pengelolaan mutu harus mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan
sumber daya, serta kegiatan yang diperlukan untuk memastikan bahwa obat
dan/atau bahan obat yang dikirim tidak tercemar selama penyimpanan dan/atau
transportasi. Totalitas dari tindakan ini digambarkan sebagai sistem mutu. Sistem
mutu harus memastikan bahwa:
a. Obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan atau
diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB;
b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas;

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


14

c. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka
waktu yang sesuai;
d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut
dilakukan;
e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan
dan diselidiki; dan
f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action Preventive
Action/CAPA) yang tepat diambil untuk memperbaiki dan mencegah
terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu.
Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian
berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus mencakup manajemen
risiko mutu yang meliputi penilaian terhadap kesesuaian dan kompetensi pihak
yang ditunjuk, penetapan tanggung jawab dan proses komunikasi, dan
pemantauan dan pengkajian secara teratur.
Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji sistem
manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup pengukuran
pencapaian sasaran; penilaian indikator kinerja; peraturan, pedoman, dan hal baru
yang berkaitan dengan mutu; inovasi; dan perubahan iklim usaha dan bisnis.
Bagian terakhir dalam manajemen mutu adalah manajemen risiko mutu
yang merupakan suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan,
mengkomunikasikan, dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan
obat. Fasilitas distribusi harus melaksanakan penilaian risiko secara
berkesinambungan untuk menilai risiko yang mungkin terjadi terhadap mutu dan
integritas obat dan/atau bahan obat. Sistem mutu harus disusun dan diterapkan
untuk menangani setiap potensi risiko yang teridentifikasi.

2.2.2 Organisasi, Manajemen, Personalia


Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta
distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil
yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk
melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


15

Di dalam perusahaan harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang
dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan
hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas. Manajemen puncak
di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang APJ yang memenuhi kualifikasi dan
kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Di samping itu, telah memiliki
pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan,
identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat
dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi. APJ memiliki tanggung
jawab antara lain :
a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen
mutu;
b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga
akurasi dan mutu dokumentasi;
c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan
lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan
distribusi;
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan
obat dan/atau bahan obat;
e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif;
f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan;
g. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam
stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual;
h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerika
kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak
yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat dan/atau bahan
obat;
i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan
tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan;
j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian
yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang
tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu;

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


16

k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau


memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil penarikan
kembali atau diduga palsu; dan
l. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat dan/atau
bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-undangan.
Setiap personil lainnya harus kompeten dan tersedia dalam jumlah yang
memadai. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima
pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung
jawabnya. Selain itu, harus tersedia prosedur tertulis berkaitan dengan higiene
personil yang relevan dengan kegiatannya mencakup kesehatan, higiene dan
pakaian kerja.

2.2.3 Bangunan dan Peralatan


Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk
menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat. Persyaratan
bangunan dan peralatan antara lain:
a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi
penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang
memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan
penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan
pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan
dilaksanakan secara akurat;
b. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka harus
tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut;
c. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang
menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan/atau
bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan
dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat dan/atau bahan
obat yang dapat disalurkan;
d. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan
pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait dengan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


17

area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban dan


pencahayaan yang dipersyaratkan;
e. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau bahan obat
yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika);
f. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang
mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat
menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah
terbakar, cairan dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan
dan keamanan;
g. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari
kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan
peralatan yang memadai;
h. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya
diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat berupa
sistem alarm dan kontrol akses yang memadai;
i. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk personil
kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/atau bahan obat di area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan
kemungkinan obat dan/atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak
berhak;
j. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan
debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan dokumentasi
pelaksanaan pembersihan; dan
k. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area
penyimpanan.
Selain itu, diperlukan pengendalian lingkungan yang meliputi suhu,
kelembaban, dan kebersihan bangunan. Harus tersedia prosedur tertulis dan
peralatan yang sesuai untuk mengendalikan lingkungan selama penyimpanan obat
dan/atau bahan obat.
Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


18

ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti


termometer, genset, dan chiller. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan
atau memonitor lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus
dikalibrasi, serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara
berkala dengan metodologi yang tepat. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan
kalibrasi peralatan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak
mempengaruhi mutu obat dan/atau bahan obat. Seluruh kegiatan diatas harus
terdokumentasi, baik secara manual ataupun komputerisasi.

2.2.4 Operasional
Bagian operasional dalam PBF terdiri dari kualifikasi pemasok, kualifikasi
pelanggan, proses penerimaan, penyimpanan, pemisahan, pemusnahan,
pengambilan, dan pengiriman obat dan/atau bahan obat, serta ekspor dan impor.
Semua tahapan dalam kegiatan operasional harus dapat memastikan bahwa
identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai
dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan.
Fasilitas distribusi harus memperoleh pasokan obat dan/atau bahan obat
dari pemasok yang mempunyai ijin sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari fasilitas distribusi lain, perlu
dipastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai ijin dan menerapkan prinsip dan
pedoman CDOB, sedangkan jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari industri
farmasi, perlu dipastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai ijin dan
menerapkan prinsip dan pedoman CPOB. Kualifikasi pemasok ini dilakukan
sebelum memulai kerjasama dengan pemasok baru guna memastikan calon
pemasok tersebut sesuai, kompeten, dan dipercaya untuk memasok obat dan/atau
bahan obat. Pendekatan berbasis risiko harus dilakukan dengan
mempertimbangkan obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan pemalsuan,
penawaran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar yang biasanya hanya
tersedia dalam jumlah terbatas, dan harga yang tidak wajar.
Selain melakukan kualifikasi pemasok, fasilitas distribusi juga harus
memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat hanya disalurkan kepada pihak yang
berhak atau berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat dengan cara

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


19

kualifikasi pelanggan. Fasilitas distribusi harus memantau setiap transaksi yang


dilakukan dan melakukan penyelidikan jika ditemukan penyimpangan pola
transaksi obat dan/atau bahan obat yang berisiko terhadap penyalahgunaan, serta
untuk memastikan kewajiban pelayanan distribusi obat dan/atau bahan obat
kepada masyarakat terpenuhi.
Pada proses penerimaan obat dan/atau bahan obat harus dipastikan bahwa
obat dan/atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang
disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Obat
dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika kedaluwarsa, atau mendekati tanggal
kedaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah
kedaluwarsa sebelum digunakan oleh konsumen. Selain itu, nomor bets dan
tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan,
untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan/atau bahan obat
diduga palsu, bets tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi
berwenang, dan ke pemegang ijin edar. Pengiriman obat dan/atau bahan obat yang
diterima dari sarana transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi
terhadap keutuhan kontainer/ sistem penutup, fisik dan fitur kemasan serta label
kemasan.
Proses penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus
mematuhi peraturan perundang-undangan. Kondisi penyimpanan untuk obat
dan/atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau
non-farmasi yang memproduksi bahan obat standar mutu farmasi. Obat dan/atau
bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat
dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya
matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus
diberikan untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan kondisi
penyimpanan khusus. Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau
bahan obat harus memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang
dipersyaratkan dan memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai
kategorinya; obat dan/atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak,
dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Harus diambil langkah-langkah untuk
memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


20

obat mengikuti kaidah First Expired First Out (FEFO). Obat dan/atau bahan obat
harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan,
kerusakan, kontaminasi dan campur-baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh
langsung diletakkan di lantai. Obat dan/atau bahan obat yang kedaluwarsa harus
segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan
secara fisik untuk obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa harus dilakukan secara
berkala. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname
secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki
sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya
campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau
bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan
untuk jangka waktu yang telah ditentukan.
Pemisahan obat dan/atau bahan obat dilakukan untuk obat dan/atau bahan
obat yang ditolak, kedaluwarsa, penarikan kembali, produk kembalian dan obat
diduga palsu. Obat dan/atau bahan obat tersebut harus disimpan di tempat khusus
dengan label yang jelas, aman dan terkunci. Jika diperlukan, obat dan/atau bahan
obat yang mempunyai persyaratan khusus harus disimpan di tempat yang terpisah
dengan label yang jelas dan akses masuk yang dibatasi hanya untuk personil yang
berwenang.
Pemusnahan obat dan/atau bahan obat dilaksanakan terhadap obat dan/atau
bahan obat yang tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau
bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label
yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan
prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap
kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran/penyimpangan
obat dan/atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang.
Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan
tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau
bahan obat yang diambil benar. Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus
memiliki masa simpan yang cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan sistem
FEFO. Nomor bets obat dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


21

diijinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat
dan/atau bahan obat kedaluwarsa.
Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan
yang mempunyai ijin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk
penyaluran obat dan/atau bahan obat ke pihak yang berwenang atau berhak untuk
keperluan khusus, seperti penelitian, special access dan uji klinik, harus
dilengkapi dengan dokumen. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus
sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi.
Dokumentasi harus disimpan dan mampu tertelusur. Dokumen untuk pengiriman
obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup sekurang-
kurangnya informasi berikut:
a. Tanggal pengiriman;
b. Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari
penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik);
c. Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan dan
kekuatan (jika perlu);
d. Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa;
e. Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas per
kontainer (jika perlu);
f. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman; dan
g. Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan
ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima
(jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan.
Kegiatan operasional yang terakhir adalah ekspor dan impor. Ekspor obat
dan/atau bahan obat dapat dilakukan oleh fasilitas distribusi yang memiliki ijin.
Pengadaan obat dan/atau bahan obat melalui importasi dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan.

2.2.5 Inspeksi Diri


Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan
kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-
langkah perbaikan yang diperlukan. Program inspeksi diri harus dilaksanakan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


22

dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur
tertulis. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh
personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Semua pelaksanaan
inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan yang
dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada
manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan adanya
penyimpangan dan/atau kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi dan
dibuat CAPA. CAPA harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti.

2.2.6 Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan
Penarikan Kembali
Penanganan keluhan harus memiliki prosedur tertulis. Harus dibedakan
antara keluhan tentang kualitas obat dan/atau bahan obat dan keluhan yang
berkaitan dengan distribusi. Harus ada personil yang ditunjuk untuk menangani
keluhan.
Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain tentang obat
dan/atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki
sesuai dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap
proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta
dilaporkan kepada pihak yang berwenang.
Mengenai obat dan/atau bahan obat kembalian, harus tersedia prosedur
tertulis untuk penanganan dan penerimaannya yang harus memperhatikan bahwa
penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat
pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan serta jumlah dan identifikasi
obat harus dicatat dalam catatan penerimaan dan pengembalian barang. Obat
dan/ataubahan obat kembalian harus disimpan terpisah dari obat dan/atau bahan
obat yang memenuhi syarat jual dan dalam area terkunci serta diberi label yang
jelas sampai ada keputusan tindak lanjut. Obat dan/atau bahan obat dapat dijual
kembali melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan
kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual
kembali, antara lain jika:

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


23

a. Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi
syarat serta memenuhi ketentuan;
b. Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan
ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan;
c. Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung
jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang; dan
d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-usul
obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan obat untuk
memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat kembalian tersebut bukan obat
dan/atau bahan obat palsu.
Sedangkan untuk obat dan/atau bahan obat diduga palsu, penyalurannya
harus dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut
dari instansi yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat dan/atau bahan
obat tersebut palsu, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari
instansi yang berwenang.

2.2.7 Transportasi
Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang
memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan
sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus
digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi di atas.
Apapun metoda transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat
dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang
dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika
merencanakan rute transportasi.
Obat dan/atau bahan obat dan kontainer pengiriman harus aman untuk
mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam
pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai
untuk mencegah pencurian obat dan/atau bahan obat dan penyelewengan lainnya
selama transportasi. Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus aman dan
dilengkapi dengan dokumentasi yang sesuai untuk mempermudah identifikasi dan
verifikasi kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan. Kondisi penyimpanan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


24

yang dipersyaratkan untuk obat dan/atau bahan obat harus dipertahankan selama
transportasi sesuai dengan yangditetapkan pada informasi kemasan. Jadwal
pengiriman dan rencana perjalanan harus disiapkan sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi setempat. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan dan diangkut sesuai
prosedur, agar :
a. Identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang;
b. Produk tidak mencemari dan tidak terkontaminasi oleh produk lain;
c. Ada tindakan pencegahan yang memadai apabila terjadi tumpahan,
penyalahgunaan, kerusakan, dan pencurian; dan
d. Kondisi lingkungan yang tepat dipertahankan, misalnya menggunakan rantai
dingin untuk produk termolabil.
Jika menggunakan kendaraan berpendingin, alat pemantau suhu selama
transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala atau minimal sekali
setahun. Persyaratan ini meliputi pemetaan suhu pada kondisi yang representatif
dan harus mempertimbangkan variasi musim. Jika diperlukan, pelanggan dapat
memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan
obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama
transportasi.

2.2.8 Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak


Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat
dan mutu obat dan/atau bahan obat meliputi kontrak antar fasilitas distribusi dan
kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain
transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua
kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta
setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB.
Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang
diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak harus melakukan pengawasan
terhadap penerima kontrak dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai
dengan prinsip dan pedoman CDOB. Penerima kontrak harus memiliki tempat,
personil yang kompeten, peralatan, pengetahuan dan pengalaman dalam
melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Penerima kontrak

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


25

tidak diperbolehkan untuk mengalihkan pekerjaan yang dipercayakan oleh


pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum dilakukannya evaluasi, dan
mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta dilakukannya audit ke pihak
ketiga tersebut.

2.2.9 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi
(pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan
dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Dokumentasi yang baik
merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu. Dokumentasi tertulis
harus jelas untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk
memudahkan penelusuran.
Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak,
catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dokumentasi yang jelas
dan rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan
kegiatan, sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan.
Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut:
a. Tanggal;
b. Nama obat dan/atau bahan obat;
c. Nomor bets;
d. Tanggal kedaluwarsa;
e. Jumlah yang diterima/ disalurkan; dan
f. Nama dan alamat pemasok/ pelanggan.
Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung, sehingga
mudah untuk ditelusuri. Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang
lingkup kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas,
dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus disetujui,
ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis
tidak ditulis tangan dan harus tercetak.
Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani,
diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika
diperlukan, alasan perubahan harus dicatat dan seluruh dokumentasi harus tersedia

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


26

sebagaimana mestinya. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali,


disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan
yang tidak sah, kerusakan dan/atau kehilangan dokumen. Dokumen yang dibuat
harus disimpan dalam waktu sekurang-kurangnya 3 tahun dari tanggal pembuatan
dokumen. Dokumen yang dibuat harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar
selalu up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sistem untuk
menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku.

2.3 Peraturan Dasar mengenai Importasi (UU No. 17 tahun 2006 dan Per
KBPOM No. 28 tahun 2013)
Di dalam UU No. 17 tahun 2006, yang dimaksud dengan impor
merupakan kegiatan memasukan barang ke dalam daerah pabean, yaitu wilayah
Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di
atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas
kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. Kegiatan impor
merupakan salah satu kegiatan yang paling penting untuk PBF bahan obat karena
hampir seluruh bahan obat diproduksi/berasal dari luar negeri. Bahan Obat yang
dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat dan mutu, serta memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang impor (BPOM RI, 2013).
Peraturan terbaru yang berlaku saat ini mengenai kegiatan ekspor-impor
adalah peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 mengenai Penggunaan Sistem
Elektronik dalam rangka Indonesia National Single Window (INSW). Latar
belakang dari penerapan INSW tersebut adalah kondisi kinerja pelayanan lalu-
lintas barang ekspor-impor seperti lead time (release-time) atau waktu
penanganan barang impor yang masih terlalu lama, masih banyaknya Point of
Services (titik-titik pelayanan) dalam kegiatan ekspor-impor yang mengakibatkan
adanya banyaknya biaya-biaya tambahan atau high cost economy. Di samping itu
juga dilandasi karena kepentingan nasional untuk mengontrol lalu-lintas barang
negara, terutama terkait dengan isu terorisme, perdagangan gelap narkoba,
aktivitas impor ilegal, dan perlindungan konsumen.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


27

Sistem INSW memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan


informasi secara tunggal, pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan
sinkron, dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian ijin
kepabeanan dan pengeluaran barang. Sistem tersebut terintegrasi secara nasional
dan dapat diakses melalui jaringan Internet, yang akan melakukan integrasi
informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan
dokumen lain yang terkait dengan ekspor-impor, menjamin keamanan data dan
informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara
otomatis, yang meliputi sistem kepabeanan, perijinan, kepelabuhanan/
kebandarudaraan, dan sistem lain yang terkait dengan proses pelayanan dan
pengawasan kegiatan ekspor-impor. INSW ini telah diimplementasikan pada lima
belas instansi pemerintah (diantaranya : Badan POM, Ditjen Bea Cukai,
Kemenkes), sehingga sangat memudahkan untuk mengurus perijinan dalam
melakukan kegiatan impor bahan obat. Layanan portal INSW meliputi :
a. Penerimaan dokumen Pemberitahuan Pabean oleh Importir/PPJK.
b. Penerimaan dokumen perijinan yang dikeluarkan oleh instansi teknis terkait.
c. Proses otomasi layanan Customs Release dan Cargo Clearance.
d. Proses tracking dokumen Pemberitahuan Pabean dan Dokumen Perijinan
Pemasukan bahan obat yang akan dilakukan oleh PBF harus mendapat
persetujuan dari kepala BPOM berupa SKI (Surat Keterangan Impor) yang hanya
berlaku untuk 1 kali pemasukan. Pemohon yang akan mengajukan permohonan
SKI harus melakukan pendaftaran dengan mekanisme Single Sign On untuk
memperoleh akses login di inhouse Badan POM (termasuk Balai Besar/Balai
POM) dan Portal Indonesia National Single Window. Pendaftaran dilakukan
melalui website http://www.e-bpom.pom.go.id dengan dilengkapi dokumen
pendukung yang diunggah dalam aplikasi e-bpom. Dokumen tersebut antara lain :
a. Asli Surat Permohonan yang ditandatangani oleh Direktur atau Kuasa Direksi
dan bermaterai;
b. Asli Surat Pernyataan Penanggung Jawab dan bermaterai;
c. Fotokopi Angka Pengenal Impor (API);
d. Fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP);
e. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


28

f. Fotokopi Surat Kuasa Pemasukan yang dibuat dalam bentuk Akta Umum
oleh Notaris, dalam hal pemohon merupakan perusahaan yang diberi kuasa
untuk mengimpor;
g. Ijin Industri Farmasi atau Ijin PBF Penyalur Bahan Obat, dalam hal
pemasukan Bahan Obat; dan
h. Daftar HS Code (Harmonized System Code merupakan suatu daftar
penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan
mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik
yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya) bahan obat yang
akan diimpor.
Untuk keperluan verifikasi dokumen, pemohon harus memperlihatkan dokumen
asli untuk diperiksa. Setelah dinyatakan lengkap dan benar, pemohon akan
mendapatkan user ID dan password yang digunakan untuk mengajukan
permohonan SKI melalui website BPOM.
Dalam melakukan permohonan SKI terhadap bahan obat yang diimpor
harus disertakan dokumen elektronik sebagai berikut :
a. Sertifikat analisis paling sedikit memuat nomor bets/nomor lot/kode produksi
dan tanggal produksi dan/atau tanggal kedaluwarsa;
b. Lembar data keamanan dan/atau spesifikasi bahan;
c. Surat pernyataan tujuan penggunaan;
d. Faktur (invoice);
e. Packing list;
f. Bill of Lading (B/L) untuk pengiriman dengan kapal atau Air Way Bill
(AWB) untuk pengiriman dengan pesawat;
g. Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); dan
h. Sertifikat GMP (Good Manufacturing Process) yang masih berlaku dari
Badan Otoritas negara asal produsen bahan obat; dan
i. Dokumen DMF (Drug Master File) yang berisi informasi lengkap mengenai
bahan baku aktif yang dikeluarkan oleh produsen bahan obat.
Dokumen yang diajukan tersebut akan dievaluasi melalui beberapa tahapan
evaluasi untuk pemenuhan persyaratan administratif dan persyaratan keamanan,
khasiat/kemanfaatan, dan mutu. Hasil evaluasi dapat berupa persetujuan atau

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


29

penolakan. Jika hasil evaluasi berupa penolakan karena kekurangan data, paling
lama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, pemohon dapat mengajukan
permohonan kembali tanpa dikenai biaya. SKI diterbitkan dalam bentuk
elektronik paling lama 1 hari kerja setelah dokumen dinyatakan lengkap dan benar
dan dapat dicetak oleh pemohon atau instansi lain yang berkepentingan melalui
sistem Indonesia National Single Window (INSW).

2.3.1 Tata cara pengeluaran barang impor (Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No.
P- 42/BC/2008)
Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean wajib diberitahukan
dengan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang disampaikan ke Kantor Pabean.
Importir wajib melakukan pembayaran PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak)
atas pelayanan PIB melalui bank devisa persepsi, pos persepsi, atau Kantor
Pabean paling lambat pada saat penyampaian PIB.
PIB dibuat oleh Importir berdasarkan dokumen pelengkap pabean
(meliputi : Invoice, Packing List, Bill of Lading/Airway Bill, dokumen pemenuhan
persyaratan Impor, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan) dan dokumen
pemesanan pita cukai dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan PDRI
(Pajak Dalam Rangka Impor yang meliputi : Pajak Pertambahan Nilai, Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan) yang harus dibayar.
Pembayaran tersebut dilakukan dengan menggunakan SSPCP (Surat Setoran
Pabean, Cukai, dan Pajak) yang sekaligus digunakan sebagai bukti bayar jika telah
dilakukan pembayaran.
Penyampaian PIB ke Kantor Pabean dilakukan untuk setiap pengimporan
yang disampaikan dalam bentuk data elektronik atau tulisan diatas formulir. Data
elektronik disampaikan melalui sistem PDE (Pertukaran Data Elektronik)
kepabeanan atau menggunakan media penyimpan data elektronik. PIB, dokumen
pelengkap pabean dan bukti pembayaran bea masuk, cukai dan PDRI disampaikan
kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pengeluaran barang. Untuk PIB yang
disampaikan melalui sistem PDE Kepabeanan, PIB, dokumen pelengkap pabean,
dan bukti pelunasan bea masuk, cukai, PDRI, PNBP, dan dokumen pemesanan
pita cukai harus disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


30

pengeluaran barang dalam jangka waktu 3 hari setelah dikeluarkannya Surat


Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) untuk jalur merah; Surat Pemberitahuan Jalur
Kuning (SPJK) untuk jalur kuning; SPPB (Surat Perintah Pengeluaran Barang)
untuk jalur hijau dan 5 (lima) hari kerja setelah tanggal SPPB untuk jalur MITA
Prioritas dan jalur MITA Non Prioritas. Terhadap Barang Impor yang telah
diajukan PIB akan dilakukan pemeriksaan pabean oleh pejabat bea cukai secara
selektif meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. Untuk
memudahkan pemeriksaan tersebut dilakukan penetapan jalur pengeluaran Barang
Impor yang meliputi :
a. Jalur Merah dilakukan penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang
(dapat dilakukan dengan pemindaian peti kemas menggunakan sinar X
ataupun melalui uji laboratorium jika diperlukan) yang dilakukan 3 hari
setelah dikeluarkan SPJM;
b. Jalur Kuning, proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor
dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian
dokumen sebelum penerbitan SPPB;
c. Jalur Hijau hanya dilakukan penelitian dokumen;
d. Jalur MITA Non-Prioritas; dan
e. Jalur MITA Prioritas tidak dilakukan Pemeriksaan Pabean.
Salah satu pemeriksaan dokumen yang dilakukan adalah penelitian terhadap tarif
dan nilai pabean yang diberitahukan oleh importir akan selesai dalam jangka
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB. Jika
ditemukan terdapat kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI, Pejabat
akan menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP). Importir
dapat mengajukan keberatan secara tertulis atas penetapan yang telah dilakukan
oleh pejabat bea cukai. Pengeluaran barang impor dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan dari sistem komputer pelayanan atau Pejabat. Berikut
merupakan alur pengeluaran barang untuk PIB yang disampaikan melalui sistem
PDE kepabeanan :
A. Pendaftaran PIB

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


31

1. Importir mengisi PIB secara lengkap dengan menggunakan program aplikasi


PIB, dengan mendasarkan pada data dan informasi dari dokumen pelengkap
pabean.
2. Importir melakukan pembayaran bea masuk (BM), cukai, PDRI, dan PNBP
melalui Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi yang telah terhubung dengan
sistem PDE Kepabeanan, kecuali untuk Importir yang menggunakan fasilitas
pembayaran berkala.
3. Importir mengirim data PIB secara elektronik ke Sistem Komputer Pelayanan
(SKP) di Kantor Pabenan melalui portal INSW.
3.1.Portal INSW melakukan penelitian tentang pemenuhan ketentuan
larangan/pembatasan atas Barang Impor yang diberitahukan.
3.2.Apabila hasil penelitian menunjukkan barang impor yang diberitahukan
terkena ketentuan larangan/pembatasan dan persyaratannya belum
dipenuhi, portal INSW mengembalikan data PIB kepada importir untuk
diajukan kembali setelah dipenuhi.
3.3.Apabila hasil penelitian menunjukkan barang yang diimpor tidak terkena
ketentuan larangan/pembatasan atau ketentuan larangan/pembatasannya
telah dipenuhi, portal INSW meneruskan data PIB ke SKP di Kantor
Pabean untuk diproses lebih lanjut.
4. Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi mengirim credit advice secara elektronik
ke SKP di Kantor Pabean.
5. SKP di Kantor Pabean menerima data PIB dan melakukan penelitian ada atau
tidaknya pemblokiran Importir dan PPJK. Apabila hasil penelitian
menunjukkan Importir diblokir, SKP menerbitkan respons penolakan
6. Apabila hasil penelitian menunjukan Importir tidak diblokir, maka SKP akan
melakukan penelitan data PIB meliputi:
a. Kelengkapan pengisian data PIB;
b. Pembayaran BM, cukai, dan PDRI;
c. Pembayaran PNBP;
d. Nomor dan tanggal B/L, AWB atau nomor pengajuan tidak berulang;
e. Kesesuaian PIB dengan BC 1.1. meliputi:

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


32

 Nomor dan tanggal BC 1.1., pos/sub pos BC 1.1., host B/L, jumlah
container, nomor container, dan ukuran container untuk impor melalui
pelabuhan laut;
 Nomor dan tanggal BC 1.1., pos/sub pos BC 1.1. dan host AWB untuk
impor melalui bandara;
f. Pos tarif yang tercantum dalam BTBMI (Buku Tarif Bea Masuk
Indonesia)
7. Apabila pengisian data PIB tidak sesuai, maka SKP akan mengirim respons
penolakan. Importir wajib melakukan perbaikan data PIB sesuai respons
penolakan dan mengirimkan kembali data PIB yang telah diperbaiki.
8. Apabila hal pengisian data PIB telah sesuai, SKP meneruskan data PIB kepada
Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan untuk
dilakukan penelitian.
9. Apabila hasil penelitian menunjukkan barang impor tidak terkena ketentuan
larangan/pembatasan, pejabat yang menangani penelitian barang
larangan/pembatasan merekam hasil penelitian ke dalam SKP untuk
selanjutnya SKP memberikan nomor pendaftaran PIB dan dilakukan
penetapan jalur pelayanan impor.
10. Apabila hasil penelitian menunjukkan barang impor terkena ketentuan
larangan/pembatasan dan persyaratannya belum dipenuhi diterbitkan respons
Nota Pemberitahuan Barang Larangan/Pembatasan (NPBL) dengan tembusan
kepada unit pengawasan. Importir menerima yang respons NPBL wajib
menyerahkan dokumen yang dipersyaratkan dilampiri dengan hasil cetak
NPBL kepada Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan
melalui Pejabat penerima dokumen. Jika dokumen yang dipersyaratkan telah
sesuai selanjutnya SKP memberikan nomor pendaftaran PIB dan dilakukan
penetapan jalur pelayanan impor
B. Penetapan Jalur Pelayanan Impor
1. Pengeluaran barang dilakukan berdasarkan penetapan jalur pelayanan impor,
yaitu :
1.1 Untuk pengeluaran Barang Impor yang ditetapkan melalui Jalur MITA
Prioritas:

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


33

1. SKP mengirim respons SPPB kepada Importir.


2. Importir menerima respons SPPB dan mencetak SPPB untuk
pengeluaran barang dari Kawasan Pabean.
1.2 Untuk pengeluaran Barang Impor yang ditetapkan melalui Jalur MITA
Non-Prioritas:
1. SKP mengirim respons SPPB atau SPPF kepada Importir.
2. Importir menerima respons berupa:
a. SPPB dan mencetaknya untuk pengeluaran barang dari Kawasan
Pabean; atau
b. SPPF (Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik) dan mencetaknya
sebagai ijin pengeluaran barang dari Kawasan Pabean untuk
dilakukan pemeriksaan fisik di tempat Importir.
1.3.Untuk pengeluaran Barang Impor yang ditetapkan melalui Jalur Hijau:
1. SKP mengirim respons SPPB kepada Importir.
2. Importir menerima respons SPPB dan mencetaknya untuk pengeluaran
barang dari Kawasan Pabean.
1.4.Untuk pengeluaran barang impor yang ditetapkan melalui Jalur Merah:
1. SKP mengirim respons Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM)
kepada Importir serta meminta hasil cetak PIB, dokumen pelengkap
pabean, dan dokumen pemesanan pita cukai untuk BKC yang
pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai.
2. Importir menerima respons SPJM dan menyerahkan hasil cetak PIB,
dokumen pelengkap pabean, dan dokumen pemesanan pita cukai untuk
BKC yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai
kepada Pejabat pemeriksa dokumen melalui Pejabat penerima
dokumen paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal SPJM.
3. Selanjutnya Pejabat pemeriksa barang menerima invoice/packing list
dari Pejabat pemeriksa dokumen dan melakukan pemeriksaan fisik
barang dan mengambil contoh barang jika diminta untuk pemeriksaan
laboratorim, membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan
membuat Berita Acara Pemeriksaan Fisik (BAP Fisik). Pejabat

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


34

pemeriksa dokumen melakukan penelitian PIB, dokumen pelengkap


pabean, LHP dan BAP Fisik.
4. Dalam hal hasil pemeriksaan fisik dan hasil uji laboratorium (jika
dilakukan uji laboratorium) serta penelitian tarif dan nilai pabean
menunjukkan kesesuaian, Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan
SPPB.
C. Pengeluaran Barang Impor
1. Importir menyerahkan SPPB kepada Pejabat yang mengawasi pengeluaran
barang.
2. Pejabat mengawasi pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau TPS oleh
Importir berdasarkan SPPB atau berdasarkan SPPF untuk MITA Non
Prioritas.
3. Importir menerima SPPB atau SPPF yang diberikan catatan oleh Pejabat yang
mengawasi pengeluaran barang.
4. Importir mengeluarkan Barang Impor dari Kawasan Pabean.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


BAB 3
TINJAUAN KHUSUS PT. TATARASA PRIMATAMA

3.1 PT. TATARASA PRIMATAMA


3.1.1 Sejarah Pendirian Perusahaan
PT. Tatarasa Primatama didirikan oleh Bp. Drs. Soekiandi Ali pada
tanggal 5 Oktober 2000 sesuai Akta Pendirian No. 2 tanggal 5 Oktober 2000.
Kemudian terdaftar pada Departemen Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak
berdasarkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 24 Oktober
2000 dan pada tanggal 9 April 2001 dilakukan pengesahan Akta Pendirian
Perseroan Terbatas dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Lima bulan kemudian, tepatnya
pada tanggal 3 September 2001, keluarlah Ijin Tempat Usaha berdasarkan SK
Gubernur Propinsi DKI Jakarta dan sesuai ketentuan UU No. 40 tahun 2007 maka
diterbitkan Akta Perubahan No. 17 tanggal 13 Agustus 2008 dengan pengesahan
Kepmen Hukum dan Hak No. AHU-66639.AH.01.02.tahun 2008 dan Akta
Perubahan Terakhir No. 16 tanggal 19 Maret 2012 maka kemudian disahkan
dengan Kepmen No. AHU-17563.AH.01.02.tahun 2009. Pada awal pendirian, PT.
Tatarasa Primatama hanya sebagai perusahaan kecil dengan jumlah karyawan
hanya 5 orang dan saat ini sudah berkembang dengan jumlah karyawan 72 orang.
Kegiatan usaha perseroan menurut akta adalah sebagai perdagangan umum yaitu
melakukan perdagangan pada umumnya. Untuk saat ini kegiatan usaha yang
dijalankan masih terfokus sebagai pedagang besar farmasi dan makanan yaitu
kegiatan usaha yang menjual bahan baku obat manusia dan bahan baku makanan
dan minuman kepada perusahaan-perusahaan farmasi dan perusahaan-perusahaan
makanan-minuman di hampir seluruh wilayah Indonesia.

3.1.2 Visi dan Misi


3.1.2.1 Visi
Menjadi supplier terpercaya dalam bisnis farmasi dan makanan di
Indonesia, memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen serta menyediakan
produk yang berkualitas dan harga yang kompetitif sehingga bisa berkembang

35 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


36

bersama pelanggan dan mampu memberikan kontribusi terhadap perkembangan


perekonomian bangsa Indonesia.

3.1.2.2 Misi
 Menjunjung tinggi kualitas produk dan harga yang kompetitif serta
layanan yang terbaik, sehingga mampu memberikan kepuasan kepada
konsumen
 Menyejahterakan karyawan pada khususnya serta ikut berpartisipasi dalam
menciptakan lapangan pekerjaan pada umumnya

3.1.3 Jenis Supplier PT. Tatarasa Primatama


PT. Tatarasa Primatama memiliki lebih dari 25 supplier yang berada di
China, India, Korea, Malaysia, Eropa, dan USA. Dari beberapa supplier tersebut,
PT. Tatarasa Primatama memiliki hak eksklusif, yang merupakan hak istimewa
yang diberikan oleh produsen kepada perusahaan perdagangan sebagai agen
tunggal atau distributor tunggal. PT. Tatarasa Primatama merupakan agen
eksklusif dari Dr. Reddy’s Lab di India dan Il-Yang Pharm di Korea.

3.1.4 Jenis Pelanggan PT. Tatarasa Primatama


Sesuai dengan jenis penjualannya, pelanggan PT. Tatarasa Primatama
terdiri dari perusahaan-perusahaan farmasi, baik perusahaan penanam modal
dalam negeri dan modal asing, seperti Indo Farma, Kimia Farma, Kalbe Farma,
Sanbe Farma, GSK, dan lain-lain. Selain bergerak dalam bidang farmasi, PT.
Tatarasa Primatama juga melayani pelanggan-pelanggan dari perusahaan
makanan, seperti Indofood, Garuda food, dan lain-lain.

3.2 Sistem dan Alur Distribusi Bahan Obat di PT. Tatarasa Primatama
3.2.1 Pengadaan
Salah satu tugas dan fungsi PBF menurut Permenkes Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 adalah menyelenggarakan pengadaan atau
pembelian obat dan/atau bahan obat ke supplier. Supplier dapat berupa industri
farmasi (produsen bahan baku) atau PBF lain, baik di luar negeri (China, India,

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


37

Korea Selatan, Eropa, dll) maupun dalam negeri (lokal). Pengadaan barang
dilakukan oleh Departemen Purchasing and Sourcing dengan diawasi oleh APJ.
Peran apoteker dalam proses pengadaan adalah mempelajari, menyetujui dan
menandatangani seluruh surat pemesanan.
Alur pengadaan di PT. Tatarasa Primatama adalah sebagai berikut
(Gambar 3.1) :
1. Pengadaan dimulai dengan adanya permintaan dari 2 sumber, yaitu :
a. Reguler
Pengadaan reguler merupakan pengadaan bahan-bahan obat yang rutin
dipesan oleh pelanggan atau berupa main product dari PBF. Untuk bahan-
bahan obat jenis ini, biasanya berlaku sistem buffer stock dimana ketika
suatu jenis bahan obat sudah mencapai buffer stock atau batas minimal
stok yang berada di gudang, maka saat itulah Departemen Purchasing
perlu melakukan pengadaan. Setiap jenis bahan obat berbeda-beda jumlah
buffer stock-nya, tergantung dari tren pasar. Pengadaan reguler didasari
oleh inisiatif dari Departemen Purchasing yang secara berkala mengecek
ketersediaan barang di gudang melalui sistem UBS (kontrol stok secara
elektronik).
b. Permintaan dari pelanggan.
Pengadaan bersumber dari permintaan pelanggan yang disampaikan oleh
Departemen Marketing ke Departemen Purchasing. Permintaan dari
pelanggan berupa jenis bahan obat dan origin-nya.
2. Pemilihan supplier
Setelah timbul permintaan pengadaan, Departemen Purchasing akan
menghubungi supplier-supplier bahan obat (minimal 5 supplier) dan memilih
supplier terbaik dari 3 segi utama, yaitu harga, kualitas, dan shipping time
(kecepatan dan ketepatan pengiriman baik melalui udara, laut, atau kurir). Cara
mendapatkan supplier dapat melalui rekomendasi dari rekan supplier lain, dari
pelanggan, dan dari pameran internasional. Untuk menjamin bahwa supplier itu
terpercaya dapat dilihat dari keabsahan sertifikat (GMP), bertanya dengan sumber
yang terpercaya, dan melakukan audit supplier. Audit supplier dilakukan,

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


38

khususnya untuk pembelian dalam jumlah besar. PT. Tatarasa Primatama aktif
dalam melakukan audit supplier.
3. Pembukaan PO (surat pesanan)
Setelah didapat supplier yang sesuai, dilakukan negosiasi harga dan
meminta persetujuan dari atasan dengan memberitahukan harga yang didapat
beserta segala informasi dari supplier mengenai ketersediaan barang yang akan
dibeli. Jika tidak disetujui oleh atasan, harus diinformasikan ke supplier dan
proses negosiasi tersebut dilakukan sampai kedua belah pihak menyetujui. Jika
sudah disetujui, langsung dibuka surat pesanan yang berisi (Lampiran 1) :
a. Nomor dan tanggal buka PO;
b. Nama supplier;
c. Nama consignee;
d. Jenis barang : nama barang, grade, origin, packing;
e. Jumlah barang;
f. Harga per kilogram;
g. Jumlah harga (total amount);
h. Shipment : CIF/CNF/FOB, by sea/air/courier to Jakarta;
i. Jenis pembayaran;
j. Remarks;
k. Kolom tandatangan pembeli dan penjual; dan
l. Kolom “Please Advise ETD in this Colomn by Return”.
Setiap surat pesanan dilakukan pencatatan di buku PO dan dimasukkan ke
dalam sistem UBS. Lembar surat pesanan disimpan dalam file secara berurut
berdasarkan nomor PO.
4. Pembayaran
Proses pembayaran akan dilakukan oleh Departemen Finance and
Accounting. Peran dari Departemen Purchasing disini adalah memastikan
pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan, antara lain adalah :
a. T/T advance, yaitu pembayaran dilakukan terlebih dahulu, setelah itu barang
dikirim;
b. T/T after shipping document, yaitu pembayaran dilakukan setelah dokumen-
dokumen yang diperlukan dikirim; dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


39

c. Through Bank, yaitu pembayaran dan pengiriman dokumen dilakukan via


pihak ketiga, yaitu bank. Dokumen akan dikirim melalui bank. Pembayaran
dilakukan setelah dokumen diterima dan dapat langsung maupun kredit selama
60 atau 90 hari.
5. Dokumen diterima oleh PBF
Setelah dilakukan perjanjian mengenai jenis payment term yang dipilih,
supplier akan mengirimkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk proses
importasi. Setelah dokumen ini dikirim, Departemen Purchasing akan melakukan
verifikasi dokumen (kebenaran dan kelengkapan) lalu melanjutkan dokumen-
dokumen ini ke Departemen Importasi untuk diproses ke tahap permohonan impor
barang.

Gambar 3.1. Alur pembelian barang

Selain melakukan proses pengadaan seperti di atas, Departemen


Purchasing and Sourcing juga melakukan kegiatan lain, yaitu melakukan
pengembangan bahan obat baru untuk dijual dan dipasarkan di Indonesia.
Departemen ini akan menggali informasi untuk mendapatkan tren pasar di masa
datang, khususnya untuk obat-obat yang akan off-patent.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


40

3.2.2 Importasi
Proses pengeluaran barang impor dari kawasan pabean merupakan
tanggung jawab dari bagian impor. Dokumen impor yang mencakup BL/AWL
(Lampiran 2), invoice (Lampiran 3), packing list (Lampiran 4), certificate of
analysis (CoA) (Lampiran 5), asuransi (Lampiran 6), form E atau form AI (untuk
item yang punya bea masuk ≥ 5%), health certificate atau free sale certificate
(untuk item-item tertentu) disiapkan oleh bagian purchasing dan diperiksa
kelengkapannya oleh bagian impor. Apabila terdapat kekurangan atau terjadi
kesalahan dalam dokumen tersebut, bagian impor secara tertulis
menginformasikan sekaligus meminta bagian purchasing untuk
melengkapi/memperbaikinya, yang selanjutnya purchasing menginformasikannya
ke supplier. Untuk produk-produk baru yang sebelumnya belum pernah dijual,
bagian purchasing menanyakan terlebih dahulu ke APJ mengenai dokumen-
dokumen apa saja yang diperlukan untuk mengajukan surat ijin impor produk
tersebut.
Dokumen-dokumen yang telah lengkap (meliputi : nama importir, nama
barang, origin, no. bets beserta CoA, B/L atau AWB, dan invoice) selanjutnya
diajukan ke BPOM untuk mendapatkan SKI (Lampiran 7) sebagai ijin pemasukan
bahan obat. Selanjutnya bagian impor mencari informasi ke agen penerbangan dan
pelayaran mengenai tanggal kedatangan barang, dermaga kedatangan atau gudang
penyimpanan, BC. 11 dan kode pos barang. Bagian impor juga menyiapkan PIB
(Lampiran 8) yang meliputi : eksportir, importir, sarana pengangkut, no. invoice,
packing list, manifest, no. form E/form AI (jika ada), jumlah bea masuk, Ppn, Pph
dan jumlah ketiganya, no. container, gross dan netto barang, H.S. No., kurs pajak,
dan nilai barang. Pembayaran yang diperlukan dilakukan oleh bagian finance ke
bank penerima pajak impor menggunakan form SSPCP (Lampiran 9).
Dokumen PIB beserta bukti pembayaran SSPCP atau bukti penerimaan
negara impor (Lampiran 10) selanjutnya diserahkan ke pejabat bea cukai untuk
proses pengeluaran barang. Untuk barang yang tranportasinya melalui jalur udara,
proses pengeluaran barang dilakukan sendiri oleh bagian impor. Sedangkan untuk
barang yang transportasinya melalui jalur laut, proses pengeluaran barang
dilakukan dengan bantuan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL). Barang dapat

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


41

dikeluarkan jika telah mendapatkan SPPB yang dikeluarkan oleh pejabat bea
cukai.
Bagian impor memberikan informasi secara tertulis kepada bagian gudang
mengenai barang-barang yang sudah bisa dikeluarkan (satu hari sebelumnya)
dengan mengisi form informasi kedatangan barang yang berisi : no./tanggal, nama
supplier, kemasan, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, no. PO, nama barang,
jumlah total, no. bets, jumlah per bets, data kesesuaian barang, dan jumlah
sampel. Barang yang telah dikeluarkan tersebut selanjutnya dibawa ke gudang
penyimpanan.

3.2.3 Penerimaan
Proses penerimaan barang oleh gudang diawali dengan pemberitahuan
secara tertulis mengenai informasi kedatangan barang, yaitu barang yang telah
berhasil dikeluarkan dari kawasan pabean oleh bagian impor. Informasi tersebut
meliputi : tanggal, no. PO, nama supplier, nama barang, kemasan, jumlah total,
no. bets, jumlah bets, tanggal pembuatan dan tanggal kadaluarsa. Informasi
diberikan ke bagian gudang sehari sebelum barang masuk sebagai panduan
petugas penerima barang untuk memeriksa kesesuaian barang yang dipesan
dengan barang yang akan masuk ke gudang. Semua barang yang datang diterima
di area karantina. Petugas penerima melakukan pemeriksaan secara fisik yang
meliputi kondisi label, segel dan kondisi kemasan (drum/sak) yang tertuang dalam
checklist penerimaan barang (Good Arriving Report) yang berisi data : tanggal
penerimaan, no. PO, nama supplier, nama barang, jumlah barang yang masuk,
kemasan, no. bets, tanggal pembuatan, tanggal kedaluwarsa, dan keadaan barang.
Checklist yang telah diisi lengkap, selanjutnya ditandatangani oleh petugas
penerima barang kemudian dokumen tersebut diserahkan ke bagian accounting
dan logistik untuk dilakukan pemeriksaan data. Setelah disetujui, dokumen
diserahkan kembali ke bagian gudang untuk diarsipkan petugas administrasi
gudang.
Apabila hasil pemeriksaan barang tersebut sesuai dengan informasi pada
dokumen dan secara fisik memenuhi syarat selanjutnya disimpan ke dalam area
penyimpanan dengan kondisi yang sesuai dengan stabilitasnya. Jika terdapat label

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


42

yang rusak/sudah tidak utuh, barang tersebut tetap diletakkan di ruang karantina,
dipisahkan dan kondisi tersebut dilaporkan kepada APJ untuk ditindaklanjuti.
Keputusan tindak lanjut diberikan dalam jangka waktu maksimal satu hari. Barang
yang dinyatakan dapat diluluskan oleh apoteker disimpan ke dalam area
penyimpanan dengan kondisi yang sesuai dengan stabilitasnya. Barang disimpan
dengan sistem FIFO (barang lama dikeluarkan terlebih dahulu). Setelah dilakukan
penyimpanan barang, dilakukan pencatatan terhadap semua barang yang disimpan
secara manual (dengan kartu stok yang terdapat pada rak-rak penyimpanan barang
dalam ruang penyimpanan) dan secara komputerisasi (program kontrol stok).
Barang yang tidak sesuai disimpan di ruang rijek. Contoh kartu stok dapat dilihat
pada lampiran 11.

3.2.4 Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan oleh Departemen Gudang yang diawasi oleh APJ.
Seluruh bahan obat disimpan sesuai dengan kondisi penyimpanannya, baik dari
suhu, kelembaban, dan paparan cahaya untuk menjamin mutu dan mencegah
kontaminasi. Terdapat 4 ruangan dengan suhu yang berbeda, yaitu :
a. Ruang suhu kamar, suhu 27 +/- 3˚C
b. Ruang AC, suhu dibawah 25˚C
c. Chiller, suhu 2-8˚C
d. Freezer, suhu -20 sampai 0˚C
Pengecekan suhu setiap ruangan dilakukan sesuai keperluan untuk memastikan
bahwa suhu penyimpanan senantiasa sesuai (Lampiran 12). Selain itu, dilakukan
kalibrasi secara berkala setiap 1 tahun sekali.
Selain memiliki ruangan dengan suhu berbeda-beda, gudang di PT.
Tatarasa Primatama juga memiliki beberapa ruang terpisah lainnya, seperti ruang
sefalosporin dan ruang rijek. Kedua ruangan ini dikunci, sehingga aksesnya
terbatas hanya untuk petugas tertentu. Khusus untuk ruang rijek, kunci dipegang
oleh APJ. Ruang lainnya yaitu ruang sampling, ruang penimbangan, dan ruang
untuk cuci yang terpisah dari gudang.
Peralatan yang terdapat di gudang yang menunjang proses penyimpanan
antara lain adalah rak yang terbuat dari besi berikut palet, termometer,

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


43

termohigrometer, alat pemadam kebakaran, forklift, dan helm untuk keselamatan


dalam bekerja.

3.2.5 Penjualan
Penjualan merupakan inti dari suatu usaha perdagangan. Tidak ada proses
transaksi jika tidak ada strategi penjualan yang baik. Hal terpenting yang harus
dimiliki oleh sebuah perusahaan perdagangan adalah kepercayaan dari pelanggan.
Untuk mendapatkan kepercayaan tersebut, ada beberapa hal yang harus dimiliki
oleh seorang sales, yaitu memiliki penampilan yang meyakinkan. Ketika pergi
menemui pelanggan, sales harus berpenampilan yang rapi dan sopan. Selain dari
penampilan fisik, sales harus memiliki pengetahuan mendalam mengenai produk
yang dijual dan pelanggan yang ingin ditemui.
Kegiatan penjualan dan pelayanan di PT. Tatarasa Primatama terbagi
menjadi dua, yaitu penjualan bahan obat dan bahan makanan. Bahan-bahan ini
terbagi menjadi beberapa grade, tergantung dari kebutuhan pelanggan, yaitu
pharmaceutical grade (farmasi) dan food grade (makanan). Kegiatan penjualan
berawal dari pencarian pelanggan oleh Tim Sales dan Marketing.
Pencarian pelanggan dilakukan dengan melihat dari MIMS, internet, dan
informasi-informasi dari rekan kerja. Dari sumber tersebut dapat diketahui jenis
produk yang dijual oleh pelanggan. Berbekal dari pengetahuan di atas, tim sales
akan menghubungi dan membuat janji untuk bertemu dengan bagian purchasing
atau owner dari perusahaan tersebut, kemudian menawarkan produk-produk yang
dimiliki PT. Tatarasa Primatama atau dapat juga menanyakan apa yang sedang
dibutuhkan oleh pelanggan. Setelah pelanggan berminat untuk membeli barang
dari PT. Tatarasa Primatama, pelanggan akan membuka PO yang berisi: nama
pelanggan dan alamat pengiriman, No. PO, tanggal pengiriman, jenis dan jumlah
barang yang dibeli, harga, payment term (COD, 30 hari, atau 60 hari), dan
remarks. Setelah didapat PO dari pelanggan, maka berlanjutlah ke dalam alur
pengadaan sampai pengiriman. Pengiriman merupakan faktor terpenting untuk
menumbuhkan kepercayaan dari pelanggan. Pengiriman harus tepat waktu dan
sesuai spesifikasi sehingga pelanggan puas dan selanjutnya akan terus melakukan
kerjasama dengan PT. Tatarasa Primatama.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


44

Terkadang, barang yang dipesan oleh pelanggan tidak selalu berada dalam
posisi ready stock, sehingga diperlukan komunikasi yang baik antara sales dengan
purchasing dan sales dengan pelanggan. Jika barang berada dalam posisi ready
stock, barang dapat langsung dikirim sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Jika
barang tidak dalam posisi ready stock, sales harus bertanya ke bagian purchasing
untuk mengetahui kapan kira-kira barang tersedia. Departemen Purchasing akan
memberi tahu jadwal ETD (estimasi barang dikirim dari negara produsen) dan
ETA (estimasi barang sampai di Jakarta) dan kemudian sales akan menyampaikan
kembali ke pelanggan. Setiap ada perkembangan dari posisi barang
dikomunikasikan ke pelanggan, seperti barang telah terkirim atau bahkan jika
barang telat sampai.
Selain melakukan penjualan, bagian marketing juga bertanggung jawab
terhadap pelayanan aftersales yaitu berupa penanganan komplain dari pelanggan.
Penanganan komplain dari pelanggan dapat secara lisan (via telepon) dan secara
tertulis (via e-mail). Pada umumnya, komplain dari pelanggan terbagi menjadi 2,
yaitu komplain dalam hal ketepatan pengiriman dan komplain mengenai kualitas
barang. Kasus-kasus umum yang sering terjadi adalah komplain mengenai kadar,
kadar air, drum penyok, tidak ada label, dan seal terlepas. Saat menerima
komplain terlebih dahulu harus ditanyakan mengenai detail jenis barang, nomor
bets, asal/origin, dan jumlah yang rusak dari total pengiriman. Seluruh data
komplain ini harus didokumentasikan dengan baik. Jawaban komplain akan
dilanjutkan ke pelanggan dan terus dilakukan komunikasi sampai didapat hasil
yang terbaik.

3.2.6 Pengiriman
Pengiriman dilakukan sesuai dengan arahan Departemen Logistik yang
mendapatkan permintaan pengiriman barang oleh Departemen Sales and
Marketing. Sales akan mengisi Order Form dan kemudian Departemen Logistik
akan mencatat semua pengiriman yang akan dilakukan meliputi jumlah dan nama
barang, nomor bets (sesuai sistem FIFO/FEFO), tanggal kedaluwarsa, nama
pelanggan, dan keterangan lainnya. Departemen Logistik akan menyerahkan
dokumen diatas dan menyerahkan ke Departemen Gudang untuk dilakukan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


45

pengecekan mengenai barang yang harus disiapkan apakah semuanya ada dan
dalam kondisi baik. Setelah mendapatkan konfirmasi, Departemen Logistik akan
membuat surat jalan dengan menggunakan sistem UBS. Contoh surat jalan dapat
dilihat pada (Lampiran 13). Seluruh kegiatan ini dilakukan 1 hari sebelum barang
dikirim.
Sebelum barang dikirim, dilakukan pemeriksaan sebanyak 3 kali, yaitu
ketika dikeluarkan dari area simpan dan diletakkan di ruang karantina; pada sore
hari dilakukan pemeriksaan ulang; dan saat memasukkan barang ke mobil. Untuk
barang yang memerlukan kondisi pengiriman khusus, seperti suhu dingin,
dikemas dalam styrofoam dan diberi ice pack yang memadai oleh Departemen
Gudang.
Pengiriman hanya dapat dilakukan jika terdapat surat jalan. Surat jalan
yang diberikan ke pelanggan dilengkapi dengan sertifikat analisis (CoA). Alur
pengiriman barang dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Alur pengiriman barang

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


BAB 4
PEMBAHASAN

Pada tanggal 6 Januari 2014 hingga 28 Februari 2014 telah dilakukan


Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Tatarasa Primatama yang beralamat di
Jl.Sutera Niaga III No. 1, Alam Sutera, Serpong. PT. Tatarasa Primatama
merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan dengan kegiatan
usaha utamanya adalah penjualan bahan baku obat dan bahan baku makanan pada
perusahaan-perusahaan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Hingga saat ini PT.
Tatarasa Primatama telah melakukan distribusi bahan obat dan juga eksipien
sebanyak 227 item, antara lain : 32 item bahan obat golongan gastrointestinal
(seperti : omeprazol, simetidin, alukol), 24 item bahan obat golongan
kardiovaskuler (seperti : isosorbid dinitrat, amlodipin, digoxin).
Di dalam menjalankan kegiatannya sebagai PBF BO terdapat beberapa
peraturan yang diikuti, seperti PP 51 tahun 2009, Permenkes No. 1148 tahun
2011, pedoman CDOB, dan juga peraturan mengenai importasi. Terdapat seorang
apoteker penanggung jawab yang bekerja purna waktu untuk memastikan
pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi
bahan obat yang benar sesuai dengan persyaratan CDOB. Salah satu wujud dari
pengelolaan sistem manajemen mutu tersebut adalah adanya SOP (standard
operational procedure) untuk setiap kegiatan yang dilakukan dan memastikan
semua personel yang terlibat memahami dan melaksanakan SOP tersebut melalui
pelatihan-pelatihan rutin dan juga briefing mingguan.
Pada dasarnya kegiatan yang dilakukan oleh PBF BO dibagi menjadi dua
kategori, yaitu kegiatan pemasaran dan kegiatan distribusi. Kunci utama untuk
menunjang keberhasilan dalam kegiatan pemasaran adalah pemberian nilai dan
kepuasan kepada pembeli. Ketepatan dan kecepatan distribusi merupakan aspek
penting yang akan memengaruhi kepuasan pelanggan. Setiap barang yang dipesan
oleh konsumen harus dapat dipenuhi tepat waktu, pada tempat yang tepat, serta
dalam kondisi dan jumlah yang benar sehingga dibutuhkan suatu manajemen
logistik yang baik (Yusuf & Williams, 2007).

46 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


47

Dalam persepsi pelanggan, nilai merupakan kombinasi kualitas, pelayanan


dan harga. Nilai akan meningkat seiring dengan meningkatnya kualitas dan
pelayanan (Kotler & Keller, 2009). Banyaknya pesaing dalam bisnis sebagai PBF
BO menyulitkan para pelaku usaha untuk bermain dalam hal harga, sehingga
umumnya hanya kombinasi dari kualitas dan pelayanan yang dapat ditawarkan
pada konsumen sebagai nilai lebih PBF BO tersebut. Sebagai PBF BO, upaya
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan yaitu dengan melakukan
pelayanan aftersales, yang berupa penanganan keluhan pelanggan. Dalam hal ini,
PBF BO harus cepat tanggap dalam menerima setiap keluhan pelanggan yang
masuk dan menindaklanjutinya dengan baik hingga didapatkan solusi terbaik bagi
kedua belah pihak. Sedangkan untuk dapat menjaga kualitas bahan obat yang akan
didistribusikan, kegiatan distribusi di PBF BO dilakukan dengan berpedoman
pada CDOB. Dalam hal ini, APJ bertanggung jawab dalam pengendalian
kegiatan-kegiatan yang meliputi: pengadaan, impor, penerimaan, penyimpanan,
dan pengiriman bahan baku obat.

4.1 Pengadaan
Pengadaan merupakan bagian penting dalam kegiatan perdagangan.
Pengadaan barang di PT. Tatarasa Primatama didasarkan pada dua hal, yaitu
pengadaan reguler dan pengadaan khusus yang merupakan permintaan dari
pelanggan melalui Sales. Pengadaan reguler merupakan pengadaan barang-barang
yang merupakan main product PT. Tatarasa Primatama, contohnya adalah bahan
obat golongan antasida, sefalosporin, dan beberapa produk utama lainnya. Ketika
bahan-bahan obat ini sudah memasuki batas minimum stok yang berada di gudang
atau disebut dengan buffer stock, maka Departemen Purchasing and Sourcing akan
segera melakukan pengadaan. Selain pengadaan reguler, terdapat pula pengadaan
bersumber dari permintaan pelanggan melalui sales. Pelanggan akan memesan
bahan obat melalui sales, meliputi jenis bahan obat, jumlah, spesifikasi
(micronized, granul, dsb), dan kapan waktu pengirimannya. Setelah menerima
permintaan dari pelanggan, Departemen Purchasing and Sourcing akan membuka
pemesanan atau dikenal sebagai PO (purchase order) ke supplier.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


48

Faktor yang perlu diperhatikan juga dalam pembicaraan supplier adalah


waktu pengiriman. Ada beberapa supplier yang barangnya ready stock, namun
ada yang bahkan belum diproduksi. Selain itu, jalur pengiriman juga harus
dipertimbangkan, apakah melalui laut atau udara yang disesuaikan dengan
kebutuhan pelanggan. Pada saat-saat tertentu, perlu juga dipertimbangkan
mengenai pengadaan dari PBF lokal. Untuk bahan obat tertentu yang dibutuhkan
dalam waktu yang segera yang tidak memungkinkan untuk melakukan importasi
karena keterbatasan waktu, pengadaan dari PBF lokal dapat dilakukan. Setelah
dilakukan pemilihan supplier, tugas selanjutnya dari Departemen Purchasing
adalah memastikan bahan obat tersebut dapat dikirim tepat waktu sesuai dengan
perjanjian yaitu dengan menagih dokumen-dokumen yang diperlukan untuk
melakukan perijinan impor. Dari dokumen BL/AWB akan terlihat apakah barang
tersebut sudah dikirim oleh supplier atau belum.

4.2 Importasi
Saat melakukan impor bahan baku, terdapat faktor penting yang perlu
diperhatikan, yaitu dokumen pendukung/pelengkap pabean yang akan diajukan ke
instansi BPOM dan bea cukai melalui sistem INSW. Seringkali barang tertahan
lama di kawasan pabean hingga berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan akibat
dari dokumen yang kurang lengkap sehingga pengiriman barang ke pelanggan
menjadi terlambat. Selain itu, tertahannya barang juga dapat menyebabkan
pengeluaran biaya tambahan (batas penyimpanan maksimal di gudang bea cukai
adalah 3 hari, lebih dari 3 hari dikenakan biaya tambahan) dan beresiko terhadap
kerusakan barang karena tidak terpantaunya barang yang berada di gudang bea
cukai.
Permasalahan lain yang sering dihadapi oleh importir adalah masalah
penarifan. Sebenarnya penarifan tersebut sudah ditetapkan dalam BTBMI (Buku
Tarif Bea Masuk Indonesia) melalui sistem HS Code pada masing-masing barang,
tetapi terdapat beberapa bahan obat yang masih belum secara spesifik memiliki
HS Code sehingga sering terjadi perbedaan pendapat antara tarif yang diajukan
dan dibayarkan oleh importir dengan tarif yang ditetapkan bea cukai. Untuk impor
yang berasal dari negara yang memiliki hubungan diplomatik dalam bidang

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


49

ekonomi dengan Indonesia terdapat pengurangan bea masuk hingga menjadi 0%.
Pengurangan biaya tersebut dilakukan dengan memberikan form E (untuk negara
China), AI (untuk negara India), dan D (Asean) pada saat mengajukan PIB. Akan
tetapi seringkali form pengurangan biaya tersebut ditolak akibat dari dokumen
yang salah atau kurang lengkap, sehingga pengurangan bea masuk tidak
diberikan.
Permasalahan penarifan dapat diselesaikan dalam pengadilan pajak jika
terdapat penolakan/gugatan dari importir, tetapi importir wajib melakukan
pembayaran terlebih dahulu terhadap tarif yang ditentukan bea cukai. Pada saat
mengajukan banding bagian impor menyiapkan dokumen-dokumen penunjang
yang diperlukan sebagai pendukung dari penolakan atas tarif yang diberikan.
Pengajuan banding yang dilakukan hingga putusan perkara yang dikeluarkan
dapat menghabiskan waktu sekitar satu tahun. Meskipun menghabiskan banyak
waktu, biasanya hal tersebut tetap dilakukan karena antara tarif yang diajukan
dengan tarif yang ditetapkan bea cukai dapat memiliki selisih hingga 5% dari nilai
barang yang diimpor.
Dalam proses pengeluaran barang dari kawasan pabean, PT Tatarasa
Primatama masuk ke dalam jalur hijau karena telah menjadi importir dalam
jangka waktu yang lama dan telah berulangkali melakukan kegiatan impor
sehingga tidak tergolong importir kategori risiko tinggi (high risk importir). Hal
tersebut menguntungkan sebab bahan baku obat yang diimpor tidak dilakukan
pemeriksaan secara fisik dan dalam segi waktu juga lebih efektif karena barang
yang masuk dapat dikeluarkan terlebih dahulu, penelitian dokumen dilakukan
setelah barang tersebut keluar dari kawasan pabean.

4.3 Penerimaan
Barang yang telah berhasil dikeluarkan oleh bagian impor akan masuk ke
dalam gudang PT. Tatarasa Primatama. Dalam proses penerimaan, tidak
dilakukan pengujian sampel meskipun di PT. Tatarasa Primatama memiliki ruang
sampling dan laboratorium pengujian. Hal tersebut dikarenakan PT. Tatarasa
Primatama tidak memiliki ijin untuk melakukan pengemasan ulang. Untuk bahan
tertentu, khususnya produk steril yang diperuntukan untuk diproduksi secara

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


50

aseptis, biasanya diberikan sampel representatif yang diberi oleh supplier sebagai
sampel untuk dilakukan pemeriksaan bahan baku obat di laboratorium QC
pelanggan.

4.4 Penyimpanan
Sistem penyimpanan bahan obat di rak gudang di PT. Tatarasa Primatama
tidak berdasarkan alfabetis. Hal ini dikarenakan perputaran barang yang cepat
namun tidak menentu. Bahan obat dengan permintaan yang banyak pada bulan
tertentu belum tentu ada permintaan pada bulan berikutnya. Sehingga jika
penyimpanan dilakukan secara alfabetis akan terdapat banyak rak kosong yang
tidak efisien.
Dalam upaya pengendalian mutu bahan obat yang didistribusikan,
diperlukan penyimpanan yang tepat agar bahan obat tetap dalam kondisi stabil.
Masing-masing bahan obat memiliki stabilitas yang berbeda-beda, oleh karena itu
terdapat 4 ruangan dengan suhu dan kelembaban yang berbeda-beda. Untuk
memastikan suhu dan kelembaban tersebut tetap terjaga dilakukan pemantauan
secara berkala dengan alat pengukur suhu dan kelembaban (termohigrometer)
yang telah terkalibrasi. Kalibrasi dilakukan untuk memastikan termohigrometer
dapat bekerja dengan baik sesuai dengan fungsinya. Selain faktor suhu, perlu
diperhatikan juga sifat fisik dari masing-masing bahan obat. Contohnya adalah
kamper dan mentol yang memiliki bau menyengat hendaknya tidak diletakkan
berdekatan dengan bahan lain agar tidak mengkontaminasi bahan obat lainnya.
Selain itu bahan obat yang memiliki kemasan yang hampir mirip tidak diletakkan
bersebelahan untuk mengurangi terjadinya mixed up, contohnya omeprazol dan
lanzoprazol. Obat-obat yang mengakibatkan sensitisasi kuat diletakkan di ruang
terpisah dari bahan lainnya, contohnya sefalosporin yang diletakkan dalam
ruangan khusus sefalosporin.
Selain dilakukan pengaturan suhu dan kelembaban, dilakukan juga
pengendalian hama atau pest control untuk mencegah kerusakan barang secara
fisik. Pengendalian hama tersebut meliputi: pengendalian terhadap binatang
pengerat, serangga, burung dan binatang lainnya yang berpotensi menyebabkan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


51

kerusakan barang. Pengendalian hama di PT. Tatarasa Primatama dilakukan


menggunakan jasa pihak ketiga, yaitu Rentokil.

4.5 Penjualan dan Pengiriman


Dalam hal penjualan, tidak semua pesanan dari pelanggan dapat dilayani.
Oleh karena itu, setiap pelanggan baru wajib mendapat persetujuan dari APJ.
Tujuan dilakukannya hal tersebut adalah untuk mencegah penyalahgunaan bahan
obat sehingga APJ akan memeriksa terlebih dahulu keberadaan pelanggan (ijin
industri) dan produk yang diproduksinya.
Dalam hal pengiriman, faktor yang perlu diperhatikan adalah kebenaran
barang dan ketepatan waktu pengiriman barang ke pelanggan. Untuk memastikan
kebenaran barang tersebut dilakukan 3 kali pemeriksaan sebelum barang dikirim.
Seluruh pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan agar barang yang dikirim
sesuai dengan surat jalannya, yaitu sampai di tangan pelanggan yang tepat dengan
jumlah dan jenis barang yang tepat. Saat proses pengiriman tersebut tetap
dilakukan pemantauan terhadap kondisi pengangkutan, seperti kontainer yang
dilengkapi dengan AC dan cool box berisi ice-pack untuk menjaga stabilitas bahan
obat. Namun, belum tersedia termometer untuk memastikan bahwa barang yang
diangkut tidak berubah suhunya selama proses pengangkutan. Selain itu juga
dilakukan pelatihan kepada supir dan kernet dalam hal pengangkutan bahan obat
seperti yang tercantum dalam CDOB.

4.6 Inspeksi Diri


Sesuai yang tertera pada persyaratan CDOB, PT. Tatarasa Primatama
melaksanakan kegiatan inspeksi diri secara berkala. Kegiatan inspeksi diri
tersebut dilakukan oleh tim internal audit yang dibawahi oleh apoteker. APJ
bertanggung jawab memastikan inspeksi diri terlaksana sesuai dengan jadwal
yang telah ditetapkan. Tujuan dari diadakannya audit internal adalah untuk
memastikan seluruh kegiatan dilaksanakan sesuai dengan SOP yang telah
ditetapkan. Kegiatan audit internal dilaksanakan pada 4 departemen, yaitu
departemen gudang, impor, logistik dan kebersihan kantor. Tim pengaudit terdiri
dari 3 orang, satu orang berasal dari bagian internal audit, dua lainnya merupakan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


52

perwakilan dari departemen lain selain departemen yang diaudit untuk menjaga
independensi tim audit, misalnya : ketika mengaudit departemen impor maka tim
audit berasal dari departemen gudang. Sebelum dilaksanakan audit tersebut,
dipastikan terlebih dahulu semua orang yang terlibat dalam audit memahami
materi audit yang akan dilaksanakan. Untuk memastikan hal tersebut, dilakukan
briefing dengan apoteker sebelum audit dilaksanakan.
Audit internal yang dilakukan di PT. Tatarasa Primatama adalah 6x
setahun untuk departemen gudang dan 4x setahun untuk departemen impor. Salah
satu kegiatan audit tersebut adalah pemeriksaan dokumen. Jika pada saat audit
ditemukan temuan, maka akan diberikan waktu selama 2 hari sampai dengan 1
minggu untuk perbaikan dan kemudian dilakukan pemeriksaan kembali oleh tim
audit internal. Hasil dari audit internal ini selanjutnya dianalisis dan dijadikan
sebagai bahan evaluasi untuk masing-masing departemen serta digunakan sebagai
pertimbangan terhadap perbaikan SOP untuk tahun berikutnya.
Selain internal audit, di PT. Tatarasa Primatama terdapat pula kegiatan
audit eksternal atau audit yang dilakukan oleh pihak luar seperti dari BPOM atau
pelanggan. Kegiatan audit eksternal tersebut bertujuan untuk menilai penerapan
CDOB di PT. Tatarasa Primatama. Penilaian yang dilakukan oleh BPOM akan
berpengaruh terhadap ijin PBF. Jika pada saat inspeksi oleh BPOM ditemukan
ketidaksesuaian dengan persyaratan CDOB, maka BPOM dapat memberikan surat
peringatan, melakukan pembekuan ijin sementara hingga jika terdapat kesalahan
yang fatal ijin PBF dapat dicabut secara permanen sehingga PBF tidak dapat
beroperasi kembali. Sedangkan untuk penilaian yang dilakukan oleh pelanggan,
hasil penilaian tersebut berpengaruh terhadap kelanjutan kerjasama jual beli bahan
obat dengan pelanggan tersebut. Jika hasil inspeksi menandakan PT. Tatarasa
Primatama sangat baik dalam menerapkan CDOB, besar kemungkinan pelanggan
tersebut akan terus membeli bahan obat dari PT. Tatarasa Primatama dan bahkan
membeli bahan obat lain yang dibutuhkan. Namun sebaliknya jika terdapat
banyak temuan oleh pelanggan, seperti terdapat debu di rak gudang, termometer
tidak dikalibrasi, dan lain-lain dapat memberikan citra buruk terhadap PT.
Tatarasa Primatama dan besar kemungkinan pelanggan tersebut dapat
menghentikan kerja sama secara sepihak.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
5.1.1 CDOB meliputi aspek-aspek : manajemen mutu, organisasi, manajemen
dan personalia, bangunan dan peralatan, operasional, inspeksi diri,
transportasi, fasilitas distribusi berdasar kontrak dan dokumentasi.
Pedagang Besar Farmasi, PT. Tatarasa Primatama telah menerapkan
CDOB yang dikeluarkan oleh BPOM RI dengan baik pada semua lini
kegiatannya.
5.1.2 Dalam melakukan kegiatannya, PT. Tatarasa Primatama memiliki apoteker
sebagai penanggung jawab, dimana tanggung jawab apoteker terbagi
menjadi dua, yaitu bisnis dan distribusi. Peran dalam bisnis adalah
memberikan pelayanan untuk mencapai kepuasan pelanggan, sedangkan
peran dalam distribusi adalah memenuhi menyusun, memastikan dan
mempertahankan penerapan sistem manajeman mutu di fasilitas distribusi.
Secara teknis, peran apoteker sangat terlihat di seluruh alur, baik dalam
pengadaan, penyimpanan, pengiriman, hingga kontrol mutu yang meliputi
penanganan komplain pelanggan.

5.2 Saran
5.2.1 Sebaiknya dibuat SOP pendelegasian tugas ke tenaga teknis kefarmasian
lain apabila APJ tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu yang
ditentukan akibat tidak berada di tempat/kantor.
5.2.2 Perlu dibuat departemen inspeksi diri yang berdiri secara independen,
tidak dibawahi secara langsung oleh APJ.
5.2.3 Sebaiknya dilaksanakan inspeksi diri terhadap departemen lainnya, yaitu
marketing, purchasing, dan finance/accounting.
5.2.4 Sebaiknya terdapat seorang apoteker atau tenaga teknis kefarmasian lain
yang khusus menangani keluhan pelanggan (komplain) untuk membantu
pekerjaan APJ.

53 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


DAFTAR ACUAN

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan


Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara
Dstribusi Obat yang Baik. Jakarta.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2013). Peraturan


Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat
Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan ke dalam
Wilayah Indonesia. Jakarta.

Kementerian Kesehatan. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148 Tahun


2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta.

Kementerian Keuangan. (2008). Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor


P-42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang untuk
Dipakai. Jakarta.

Kotler, P. Dan Keller, K.L. (2009). Manajemen Pemasaran Edisi 13. Jakarta:
Erlangga.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2006). Undang-Undang Republik Indonesia No. 17


Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 tentang Kepabeanan. Jakarta.

Yusuf, E.Z dan Williams, L. (2007). Manajemen Pemasaran: Studi Kasus


Indonesia. Jakarta: PPM.

54 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


LAMPIRAN

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


56

Lampiran 1. Surat pesanan bahan obat tiamin mononitrat dari PT. Tatarasa
Primatama ke Supplier Hubei 295 Science & Technology

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


57

Lampiran 2. Dokumen bill of lading tiamin mononitrat

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


58

Lampiran 3. Dokumen invoice tiamin mononitrat

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


59

Lampiran 4. Dokumen packing list tiamin mononitrat

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


60

Lampiran 5. Setifikat analisis (CoA) tiamin mononitrat

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


61

Lampiran 6. Dokumen sertifikat asuransi tiamin mononitrat

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


62

Lampiran 7. Surat keterangan impor (SKI) tiamin mononitrat

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


63

Lampiran 8. Dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) tiamin mononitrat

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


64

Lampiran 9. Surat setoran pabean, cukai dan pajak (SSPCP) tiamin mononitrat

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


65

Lampiran 10. Dokumen bukti penerimaan negara impor tiamin mononitrat

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


66

Lampiran 11. Kartu stok barang masuk dan barang


keluar

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


67

Lampiran 12. Lembar pengecekan suhu dan kelembaban ruangan

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


68

Lampiran 13. Surat jalan pengiriman barang

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

PENANGANAN KELUHAN TERHADAP BAHAN INOSITOL


DI PT. TATARASA PRIMATAMA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LYDIA TRISNA WIBOWO, S. Farm.


1306343795

ANGKATAN LXXVIII

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2014

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

PENANGANAN KELUHAN TERHADAP BAHAN INOSITOL


DI PT. TATARASA PRIMATAMA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

LYDIA TRISNA WIBOWO, S. Farm.


1306343795

ANGKATAN LXXVIII

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2014

ii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Tujuan ........................................................................................................ 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3


2.1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen . 3
2.2. Keluhan Pelanggan...................................................................................... 4
2.3. Penanganan Keluhan dalam Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) .......7
2.4. Monografi Inositol ..................................................................................... 8

BAB 3 METODE PENANGANAN KELUHAN ............................................. 10


3.1 Sistem Penanganan Keluhan di PT. Tatarasa Primatama ........................ 10
3.2 Keluhan dari PT. X mengenai Inositol ..................................................... 11

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 12

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 15


5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 15
5.2 Saran ......................................................................................................... 15

DAFTAR ACUAN .............................................................................................. 16

iii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Rumus struktur inositol ......................................................................8

iv Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat (PBF BO) adalah perusahaan
berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan (Menteri Kesehatan, 2011). PBF BO dalam menyelenggarakan
kegiatannya wajib menggunakan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik
(CDOB). CDOB adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan/atau bahan obat
yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012).
Sebagai sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan,
hubungan yang baik dengan konsumen merupakan hal yang terpenting. Salah satu
hal yang dapat dilakukan untuk menjalin hubungan baik dengan konsumen
tersebut adalah dengan menangani keluhan konsumen yang berkaitan dengan
bahan obat yang dibelinya secara cepat dan tepat.
Penanganan keluhan merupakan salah satu tanggung jawab dari pelaku
usaha (perusahaan) yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen Nomor 8
Tahun 2009. Dalam UU tersebut tercantum hak dan kewajiban baik dari sisi
konsumen maupun perusahaan. Konsumen berhak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang yang digunakan dan mendapatkan barang serta informasi
sesuai dengan yang dijanjikan oleh suatu perusahaan. Sedangkan perusahaan
berkewajiban untuk menjamin mutu barang yang diperdagangkan sesuai dengan
standar mutu yang berlaku. Oleh karena itu, suatu perusahaan harus bertanggung
jawab apabila terdapat keluhan dari konsumen yang berkaitan dengan barang yang
diterimanya.
Keluhan pelanggan dianggap sebagai peluang penting bagi perusahaan
untuk mengetahui reaksi pelanggan atas suatu pelayanan perusahaan, terutama
pada perusahaan jasa (Kim et al, 2003). Cara penanganan keluhan suatu
perusahaan akan mempengaruhi reputasi perusahaan di mata konsumen
(Foedjiawati dan Semuel, H., 2007). Salah satu riset menunjukkan bahwa

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


2

pelanggan yang pernah mengajukan keluhan kepada perusahaan dan keluhannya


ditangani secara efektif dan cepat akan memiliki kecenderungan menjadi
pelanggan yang lebih setia dibandingkan pelanggan yang keluhannya tidak
ditangani dengan tepat, bahkan dibandingkan dengan pelanggan yang tidak pernah
menyampaikan keluhannya kepada perusahaan. Di samping itu, keluhan
pelanggan juga merupakan masukan yang sangat penting dalam melakukan
perbaikan terhadap proses dan sistem pelayanan (Gita, 2010).
Dalam melakukan kegiatannya, PT. Tatarasa Primatama banyak menerima
keluhan dari pelanggan. Contohnya adalah bahan baku yang disalurkan tidak
memenuhi syarat mutu seperti yang tercantum dalam Farmakope, seperti kadar
bahan obat di bawah persyaratan kadar dan kadar air melebihi persyaratan. Selain
itu terdapat pula yang tidak berkaitan dengan mutu, seperti seal atau segel lepas,
drum penyok, dan keterlambatan pengiriman. Sesuai dengan persyaratan CDOB,
salah satu tugas dari Apoteker Penanggung Jawab (APJ) adalah memastikan
bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif, sehingga setiap keluhan yang
masuk harus ditindaklanjuti sesuai dengan permasalahannya dengan mengacu
pada SOP yang ada.
Dalam tugas khusus ini akan dibahas mengenai salah satu contoh keluhan
yang pernah diterima oleh PT. Tatarasa Primatama, yaitu terhadap bahan inositol.
Pelanggan PT. X menyampaikan keluhan terkait ditemukannya blackspots atau
titik hitam pada bahan inositol yang disalurkan oleh PT. Tatarasa Primatama.
Penanganan keluhan ini dilakukan di PT. Tatarasa Primatama dengan dibantu oleh
APJ.

1.2 Tujuan
1.2.1 Memahami sistem penanganan keluhan di PT. Tatarasa Primatama.
1.2.2 Memahami proses penanganan keluhan yang dilakukan oleh PT. Tatarasa
Primatama terhadap bahan inositol yang dikeluhkan oleh PT. X.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan


Konsumen
Tujuan dari diciptakannya UU Perlindungan Konsumen antara lain untuk
menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum serta untuk menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha. Dalam melakukan kegiatan jual beli, konsumen harus diberikan
kepastian atas mutu, jumlah dan keamanan barang dan/atau jasa yang dibelinya.
Dalam UU Perlindungan Konsumen dijabarkan mengenai hak dan
kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Beberapa hak konsumen yang tercantum
dalam pasal 4 antara lain:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
5. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
6. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
Dalam rangka memenuhi hak-hak dari konsumen, pelaku usaha memiliki
beberapa kewajiban yang harus dilakukan yang tercantum dalam pasal 7, antara
lain:
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan,
3 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


4

dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
5. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Selain terdapat kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha,
terdapat juga larangan yang harus ditaati (Pasal 8), salah satunya adalah pelaku
usaha dilarang memperdagangkan barang tidak sesuai dengan kondisi, jaminan,
keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau
keterangan barang tersebut. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran tersebut,
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya
dari peredaran.
Dalam UU Perlindungan Konsumen ini tidak secara langsung dinyatakan
bahwa kewajiban sebuah perusahaan atau pelaku usaha adalah menangani setiap
keluhan dari pelanggan. Namun dalam pasal 7 dinyatakan kewajiban-kewajiban
pelaku usaha dimana intinya adalah melayani konsumen. Salah satu bentuk
pelayanan terhadap konsumen adalah memberikan solusi terhadap keluhan-
keluhan yang ada. Selain itu, perlu diingat bahwa sebagai perusahaan yang
bergerak dalam bidang jasa seperti PBF BO, kepuasan pelanggan adalah hal yang
utama. Ketika sebuah PBF BO dapat memberikan solusi maka akan memberikan
citra positif bagi PBF BO tersebut.

2.2 Keluhan Pelanggan


Keluhan adalah suatu bentuk pernyataan ketidakpuasan atau kekecewaan
pelanggan mengenai kebutuhan dan harapan yang tidak terpenuhi (Kotler, 1997).
Pernyataan dapat disampaikan dengan berbagai cara, media, dan sasaran. Oleh

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


5

karena itu, sebagai pemberi layanan harus tahu apa yang dibutuhkan dan
diharapkan oleh pelanggan.
Pelayanan merupakan kunci bagi organisasi untuk bisa tetap bertahan,
sebab pelayanan berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan. Saat ini berbagai
upaya dilakukan perusahaan untuk memberikan layanan yang berkualitas kepada
pelanggan, salah satunya adalah dengan penanganan terhadap keluhan. Hal ini
penting antara lain karena: sebagai peluang untuk memperbaiki pelayanan,
menjaga citra perusahaan, dan memuaskan pelanggan. Beberapa survei
menunjukkan bahwa pelanggan-pelanggan yang kembali dan setia banyak
diawali dari pelayanan keluhan yang baik, cepat dan efektif dari sebuah
perusahaan. Citra perusahaan akan menjadi positif jika perusahaan mampu
mengelola keluhan dengan baik, namun sebaliknya jika gagal maka akan timbul
citra negatif dan tidak menutup kemungkinan perusahaan akan ditinggalkan oleh
pelanggan (Afidah, 2013).
Menurut NSW Ombudsman’s Effective Complaint Handling Guidelines,
dalam menciptakan sistem keluhan yang baik perlu disiapkan 5 prinsip
mendasar, yaitu :
a. Visibility and Accessibility
Diperlukan adanya jalur untuk menyampaikan keluhan, seperti layanan
pelanggan (pelanggan service) atau bagian lain yang berinteraksi dengan
pelanggan dan mudah diakses oleh pelanggan. Hal ini sangat penting bagi
pelanggan untuk menyampaikan komentar, saran, kritik, pertanyaan, maupun
keluhannya. Disini sangat dibutuhkan adanya suatu metode komunikasi yang
mudah dan tidak mahal, dimana pelanggan dapat menyampaikan keluhannya dan
mendapat perhatian dari pihak organisasi. Metode yang disediakan oleh pihak
perusahaan untuk kepentingan ini bisa berupa jalur atau saluran telepon khusus,
kotak pos khusus, ataupun dengan memanfaatkan e-mail di jaringan internet
(Tjiptono, 2008).
b. Responsiveness
Diperlukan sebuah niat baik dan standar dalam menanggapi keluhan (berapa
lama maksimal sebuah keluhan ditanggapi). Prinsip ini berkaitan dengan
kecepatan reaksi terhadap pengaduan. Setiap keluhan harus ditangani secepat

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


6

mungkin dan rentang waktu penyelesaian yang realistis diinformasikan kepada


pelanggan. Selain itu, setiap perkembangan atau kemajuan dalam penanganan
keluhan yang sedang diselesaikan selalu dikomunikasikan kepada pelanggan yang
bersangkutan. Kecepatan merupakan hal yang sangat penting dalam penanganan
keluhan pelanggan.
c. Fairness and Objectivity
Terdapat langkah-langkah dalam menindaklanjuti keluhan tersebut dengan
didasari prinsip win-win. Perlu disiapkan standar yang memuat langkah-langkah
penanganan pelanggan yang efektif. Setiap perusahaan harus memiliki komitmen
untuk menanggapi keluhan secara adil dan obyektif. Fairness merupakan
kewajaran atau keadilan dalam penanganan keluhan dan hasil solusi masalah,
serta kewajaran kompensasi yang ditawarkan. Tidak ada perbedaan pelayanan
bagi pelanggan, baik dari sisi sikap maupun prosedur.
d. Customer Focus Approach
Perlu diingat bahwa fokus dari penanganan keluhan ditujukan kepada
kepuasan pelanggan. Segala keputusan dan komunikasi yang dilakukan harus
bertujuan untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan.
e. Continuous Improvement
Jadikan setiap keluhan pelanggan sebagai sumber pengembangan diri atau
perusahaan. Jadikan sebagai bahan pembelajaran, belajar dari pengalaman yang
dahulu, untuk menjadi pembelajaran di masa mendatang. Untuk itu, setiap jenis
keluhan termasuk langkah-langkah dalam menanganinya harus didokumentasikan
dan disosialisasikan kepada semua pihak yang berkepentingan dalam penanganan
keluhan sehingga saat muncul keluhan yang mirip/sama.
Jadi kunci dalam menerapkan sistem penanganan keluhan yang efektif
adalah respon keluhan secepatnya, lakukan langkah-langkah penanganan keluhan
dengan baik, selesaikan keluhan dengan solusi terbaik (win-win), dan buat CAPA
(corrective action preventive action).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


7

2.3 Penanganan Keluhan Dalam Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
Sesuai yang tercantum dalam peraturan bahwa setiap PBF BO dalam
menjalankan kegiatannya harus berpedoman pada CDOB. Salah satu bagian
dalam CDOB membahas mengenai keluhan, obat dan/atau bahan obat kembalian,
diduga palsu dan penarikan kembali.
Penanganan keluhan harus memiliki prosedur tertulis. Harus dibedakan
antara keluhan tentang kualitas obat dan/atau bahan obat dan keluhan yang
berkaitan dengan distribusi. Harus ada personil yang ditunjuk untuk menangani
keluhan.
Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain tentang obat
dan/atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki
sesuai dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap
proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta
dilaporkan kepada pihak yang berwenang.
Mengenai obat dan/atau bahan obat kembalian, harus tersedia prosedur
tertulis untuk penanganan dan penerimaannya yang harus memperhatikan bahwa
penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat
pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan serta jumlah dan identifikasi
obat harus dicatat dalam catatan penerimaan dan pengembalian barang. Obat
dan/atau bahan obat kembalian harus disimpan terpisah dari obat dan/atau bahan
obat yang memenuhi syarat jual dan dalam area terkunci serta diberi label yang
jelas sampai ada keputusan tindak lanjut. Obat dan/atau bahan obat dapat dijual
kembali melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan
kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual
kembali, antara lain jika:
a. Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi
syarat serta memenuhi ketentuan;
b. Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan
ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan;
c. Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh
penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang;
dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


8

d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-


usul obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan obat
untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat kembalian tersebut
bukan obat dan/atau bahan obat palsu.
Sedangkan untuk obat dan/atau bahan obat diduga palsu, penyalurannya
harus dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut
dari instansi yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat dan/atau bahan
obat tersebut palsu, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari
instansi yang berwenang.

2.4 Monografi Inositol (Codex, 2004)


Rumus bangun :

[Sumber: codex]
Gambar 3.1. Rumus struktur inositol

Nama kimia : 1,2,3,5/4,6-sikloheksanaheksol; i-inositol; meso-inositol;


mio-inositol
CAS No. : [87-89-8]
Rumus molekul : C6H12O6
Berat molekul : 180,16
Pemerian : serbuk, kristal putih
Kelarutan : 1:6 dalam air, sukar larut dalam alkohol, tidak larut dalam
eter dan kloroform
Identifikasi : Tambahkan 6 ml asam nitrat ke dalam 1 ml larutan (1:50
dalam air) ke dalam cawan penguap. Uapkan hingga
kering di atas water bath. Larutkan residu dalam 1 ml air,
tambahkan 0,5 ml larutan strontrium asetat (1:10 dalam
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


9

air), kemudian uapkan kembali hingga kering. Muncul


warna ungu.
Kadar : tidak kurang dari 97,0% C6H12O6 setelah pengeringan
Klorida : tidak lebih dari 0,005%
Sisa pijar : tidak lebih dari 4 mg/kg
Susut pengeringan : tidak lebih dari 0,5%
Jarak lebur : antara 224-2270
Penetapan kadar :
Timbang seksama sebanyak 200 mg sampel yang sebelumnya telah dikeringkan
dalam oven pada suhu 1050C selama 4 jam, pindahkan ke dalam beaker 250 ml.
Tambahkan 5 ml larutan asam sulfat 2N-asetat anhidrat (1:50) kemudian tutup
beaker dengan kaca arloji. Panaskan di atas steam bath selama 20 menit,
dinginkan dalam ice bath kemudian tambahkan 100 ml air. Panaskan selama 20
menit, tunggu hingga dingin, kemudian pindahkan secara kuantitatif. Ekstraksi
larutan sebanyak 6 kali, yaitu dengan 30, 25, 20, 15, 10, dan 10 ml kloroform,
gunakan pelarut untuk mencuci labu. Kumpulkan lapisan kloroform ke dalam
beaker 250 ml, cuci kumpulan ekstrak dengan 10 ml air. Pindahkan ekstrak
kloroform melalui corong yang berisi kapas ke dalam 150 ml labu soxhlet. Cuci
corong dengan 10 ml kloroform, tambahkan ke kumpulan ekstrak. Uapkan hingga
kering di atas steam bath, keringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 1 jam,
dinginkan dalam desikator dan timbang. Berat dari inositol heksaasetat didapat,
kalikan dengan 0,4167, menunjukkan ekivalen dengan C6H12O6.
Fungsi : Nutrien
Penyimpanan : Simpan di wadah tertutup rapat

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


BAB 3
METODE PENANGANAN KELUHAN

3.1 Sistem Penanganan Keluhan di PT. Tatarasa Primatama


a. Pelanggan menyampaikan keluhan secara lisan maupun tulisan kepada PT.
Tatarasa Primatama melalui sales yang berisi:
• Tanggal
• No. PO
• Nama dan jumlah barang
• Alasan keluhan
• Formulir CAPA (optional)
b. Sales PT. Tatarasa Primatama menyampaikan perkembangan dari permasalahan
kepada pelanggan tersebut pada hari yang sama
c. Setiap keluhan diteruskan oleh Sales ke pihak lain tergantung dari jenis
keluhannya, antara lain:
• Keluhan berkaitan dengan kualitas diteruskan ke APJ. APJ akan
melakukan peninjauan dan pemeriksaan data serta konfirmasi kepada
produsen (supplier) melalui lembar “Defective Report”. Jawaban dari
supplier diteruskan oleh APJ ke sales berupa lembar “Jawaban Corrective
Action Supplier“ yang kemudian disampaikan ke pelanggan. Jika perlu,
dapat juga dilakukan pemeriksaan oleh lembaga yang berwenang atau
pihak ketiga, contoh: Sucofindo, BPOM
• Keluhan berkaitan dengan jadwal kedatangan barang diteruskan ke bagian
impor atau bagian pengiriman
• Keluhan berkaitan dengan kondisi penerimaan barang diteruskan ke bagian
ekspedisi
d. Setiap keluhan yang masuk ditindaklanjuti maksimal 3 (tiga) hari setelah
diterima oleh PT. Tatarasa Primatama
e. Jika masih belum terselesaikan maka dicari penyelesaian yang disepakati oleh
pihak pelanggan dan pihak PT. Tatarasa Primatama untuk jalan keluarnya
(win-win solution).

10 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


11

3.2 Keluhan dari PT. X mengenai Inositol


PT. Tatarasa Primatama menerima keluhan pada tanggal 3 Januari 2013
dari PT. X. Keluhan tersebut mengenai ditemukannya blackspots atau kotoran
hitam pada inositol dengan keterangan :
Nama pelanggan : PT. X
Produk : Inositol ex Y
Jumlah : 1500 kg
No. Bets : 20120202 (500 kg), 20120203 (1000 kg)
No. PO : 14866
No. Surat jalan : TP/R/12/00001
No. Registrasi : 005/TP/I/2013

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Penanganan keluhan bahan inositol yang dilaporkan oleh PT. X terkait
adanya blackspots dilaksanakan sesuai dengan SOP. Dalam kasus inositol ini,
kesalahan berasal dari supplier. Setelah supplier melakukan pengecekan terhadap
sampel pertinggal atau retained sample, ternyata bets dengan nomor seperti yang
tertera pada keluhan pelanggan memang terdapat kotoran hitam atau blackspots.
Hal ini disebabkan adanya kesalahan saat proses pengeringan karena tidak adanya
alat pengendali suhu. Saat proses pengeringan ternyata suhu tiba-tiba menjadi
sangat tinggi beberapa saat sehingga mengakibatkan sedikit bagian dari inositol
yang terkena suhu tinggi itu muncul perubahan warna menjadi hitam atau
kehitaman. Namun setelah diperiksa oleh supplier, kotoran hitam tersebut tetaplah
inositol dan terbukti tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Selain
itu, APJ telah mempelajari juga bahwa ternyata inositol ini digunakan untuk
sediaan cair oleh PT. X, maka tidaklah menjadi masalah karena nantinya kotoran
hitam yang memang merupakan inositol ini akan larut dan tidak menimbulkan
masalah dalam sediaan. Untuk ke depannya, dibuat CAPA yaitu menambahkan
alat pengontrol suhu untuk supplier.

4.2 Pembahasan
PT. Tatarasa Primatama memiliki pelayanan aftersales, salah satunya yaitu
pelayanan terhadap keluhan dari pelanggan. Hal ini merupakan pemenuhan
terhadap hak konsumen yang tercantum dalam UU Perlindungan Konsumen pasal
4 yaitu konsumen berhak untuk didengar keluhannya atas barang yang digunakan.
Selain itu, PT. Tatarasa Primatama juga memenuhi kewajiban pelaku usaha
seperti yang tercantum dalam pasal 7 yaitu beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya dan menjamin mutu barang yang diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang yang berlaku serta memberi penggantian barang
apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian.
Dalam menjalankan kegiatannya, PT. Tatarasa Primatama juga

12 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


13

berpedoman pada CDOB. Dalam CDOB tercantum bahwa harus terdapat prosedur
tertulis untuk menangani keluhan. Bagian ini diaplikasikan pada PT. Tatarasa
Primatama dengan adanya SOP penanganan keluhan pelanggan.
Setiap tahunnya, PT. Tatarasa Primatama mendapatkan banyak keluhan
dari pelanggan, baik dalam hal kualitas barang (penampilan fisik, kadar bahan,
kadar air, dll) ataupun mengenai pelayanannya (keterlambatan pengiriman,
ketidaksesuaian barang yang dipesan dengan barang yang dikirim ke pelanggan,
dll). Setiap keluhan akan ditangani sesuai dengan SOP yang ditetapkan sehingga
setiap pelanggan puas dan terus memberikan kepercayaan kepada PT. Tatarasa
Primatama.
Salah satu contoh keluhan dari pelanggan adalah mengenai bahan inositol
yang disalurkan oleh PT. Tatarasa Primatama. Pelanggan, yaitu PT. X,
menyampaikan keluhan terkait adanya kotoran hitam atau blackspots yang
ditemukan di bahan inositol yang dipesan dari PT. Tatarasa Primatama. PT. X
menginginkan jawaban atas keluhan ini dan menginginkan untuk ditukar dengan
barang yang baru. Keluhan pelanggan ini disampaikan melalui e-mail yang
ditujukan pada PT. Tatarasa Primatama. Hal penting yang perlu diingat disini
adalah setiap keluhan dari pelanggan harus memiliki keterangan yang lengkap
dari segi jenis, jumlah, dan no. bets serta harus dipastikan bahwa barang tersebut
benar disalurkan oleh PT. Tatarasa Primatama.
Selanjutnya, e-mail keluhan dari pelanggan ini langsung ditanggapi oleh
PT. Tatarasa Primatama dan ditangani sesuai SOP yang berlaku. Dikarenakan
keluhan ini bersifat kualitas, maka keluhan ini akan ditangani oleh APJ. APJ
kemudian mempelajari bahan inositol dari segi nomor bets, tanggal penerimaan,
tanggal pengiriman, dan sifat dari bahan inositol tersebut. Selain itu, APJ juga
meminta jawaban dari supplier dengan mengirimkan lembar “Defective Report”.
Setelah mendapatkan jawaban dari supplier, APJ akan menganalisisnya
dan menyusun e-mail balasan untuk pelanggan dalam bentuk “Jawaban
Corrective Action Supplier”. Dalam e-mail tersebut tercantum secara lengkap
nama pelanggan, nama sales, jenis, jumlah, no. bets, no. surat jalan, dan alasan
keluhan. Selanjutnya terdapat bagian jawaban dari keluhan tersebut (penyebab
terjadinya kotoran hitam yang timbul di bahan inositol) dan juga corrective action

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


14

and preventive action (CAPA). E-mail ini dikirim ke pelanggan dengan


melampirkan pernyataan dari supplier.
Hasil akhir dari penanganan ini adalah PT. X menerima solusi dan
jawaban yang diberikan oleh PT. Tatarasa Primatama dan disepakati tidak terjadi
pengembalian dan penukaran barang. Bahan inositol dengan nomor bets
20120202 dan 20120203 tetap dapat digunakan.
Dapat dilihat dalam contoh kasus ini bahwa penanganan keluhan dari PT.
X ditangani dengan cepat, tepat, dan permasalahannya dapat terselesaikan dengan
baik. Dalam waktu 5 hari kerja, PT. X telah mendapatkan jawaban dari PT.
Tatarasa Primatama. Adanya SOP untuk penanganan keluhan memudahkan dalam
menindaklanjuti setiap keluhan yang masuk sehingga setiap personel dapat
mengetahui peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Hal ini menumbuhkan
kepuasan dan kepercayaan pelanggan kepada PT. Tatarasa Primatama karena
formulasi untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan loyalitas dapat dilakukan
dengan cara menangani keluhan dengan efektif (Hasan, 2013).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Penanganan keluhan di PT. Tatarasa Primatama dilaksanakan sesuai
dengan SOP yang berlaku, yaitu setiap keluhan diteruskan ke pihak yang
terkualifikasi. Keluhan terhadap kualitas merupakan tanggung jawab dari
APJ, sedangkan yang tidak berkaitan dengan kualitas akan diteruskan ke
bagian lain. Seluruh keluhan dari pelanggan didokumentasikan dan dibuat
CAPA.
5.1.2 Penanganan keluhan bahan inositol ditangani mengikuti prosedur yang
sesuai dengan SOP. Pada kasus tersebut, keluhan berkaitan dengan
kualitas barang sehingga permasalahan diteruskan ke APJ. APJ
menindaklanjuti keluhan tersebut dengan melakukan konfirmasi ke
supplier. Jawaban dari supplier tersebut diteruskan kepada PT. X berupa
jawaban CAPA.

5.2 Saran
Agar keluhan tetap dapat ditangani dengan baik, sebaiknya ada apoteker
atau tenaga teknis kefarmasian yang khusus menangani keluhan pelanggan
dikarenakan kesibukan APJ yang mungkin tidak berada di tempat atau
berhalangan hadir dalam jangka waktu lama (dinas ke luar kota/negeri).

15 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014


DAFTAR ACUAN

Afidah, H.N. (2013). Keefektifan Pelaksanaan Mekanisme Komplain Dalam


Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. Kebijakan
dan Manajemen Publik 1(1), 166-172.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan


Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara
Dstribusi Obat yang Baik. Jakarta.

Chulmin, K., Sounghie, K., dan Subin, I. (2003). The Effect of Attitude and
Perception on Consumer Complaint Intentions. Journal of Consumer
Marketing 20(4), 352-371.

Committee on Food Chemicals Codex. (2004). Food Chemicals Codex 5th


Edition. USA: The National Academies Press.

Foedjiawati dan Semuel, H. (2007). Pengaruh Sikap, Persepsi Nilai dan Persepsi
Peluang Keberhasilan Terhadap Niat Menyampaikan Keluhan. Jurnal
Manajemen Pemasaran 2(1), 43-58.

Gita, V.D. (2010). Menangani Keluhan Pelanggan. Diakses pada 18 Februari


2014 dari http://www.ama-
dki.org/articles/archives/2010/01/16/menangani_keluhan_pelanggan/

Hasan, A. (2013). Marketing dan Kasus-kasus Pilihan. Yogyakarta: CAPS.

Kementerian Kesehatan. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148 Tahun


2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta.

Kottler, P. (1997). Manajemen Pemasaran Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.

NSW Ombudsman. (2010). Effective Complaint Handling Guidelines, 2nd Edition.


Sydney.

Presiden Republik Indonesia. (1999). Undang-Undang Republik Indonesia No. 8


Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta.

Tjiptono, F. (2008). Service Management: Mewujudkan Layanan Prima.


Yogyakarta: Andi Offset.
16 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Lydia Trisna Wibowo, FF UI, 2014

You might also like