You are on page 1of 8

ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3. Nomor 2.

Mei 2015

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DEMAM


TIFOID DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMARATAS

Eunike Risani Seran


Henry Palandeng
Vandry D. Kallo

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran


Universitas Sam Ratulangi
Email: eunikerisaniseran54171@gmail.com

Abstract: The typhoid fever is a kind of disease that caused by Salmonella typhi and
related with poor practice of personal hygiene. The highest occurrence of typhoid fever in
2014 was in the Tumaratas public health center subdistrict west of Langowan with 157
case. The purpose of this study was to determine the relationship among personal hygiene
with the occurrence of typhoid fever in the working area of Tumaratas public health center
subdistrit west of Langowan. Quantutative method with case-control. The population case
of this study are all of Typhoid Fever patients on January-September 2014, based on
medical record. Population control not patients of typhoid fever (hypertensive patients) on
January-September 2014, based on medical record. The sampels of this study are 21 cases
and 21 controls. The research instruments are questionnaires. The data of research
processed with Chi Square test at a level of 95% (α=0,05). The resulth show are
relationship with the habits of washing hands before eating (p=0,029), the habits of
washing raw food to be eaten immediately (p=0,029) and the habits of eating outside the
house (p=0,031) with the occurrence of typhoid fever. Meanwhile, there is no correlation
between hand washing after defecation (p=0,160). Conclusion: good personal hygiene
can afeect the incidence of typhoid fever. Suggestion through of this research are
inccrease awareness of good personal hygiene needs to be impoved.
Key Word : Personal Hygiene, Typhoid Fever

Abstrak: Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Salmonella Typhi
dan berhubungan erat dengan personal higiene yang buruk. Angka kejadian demam tifoid
di wilayah kerja Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat tahun 2014 adalah 157
orang. Tujuan untuk mengetahui hubungan antara personal higiene dengan kejadian
demam tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat.
Metode kuantitatif dengan pendekatan kasus kontrol. Populasi kasus semua penderita
demam tifoid bulan Januari-September 2014 berdasarkan rekam medik. Populasi kontrol
bukan dari penderita demam tifoid (pasien hipertensi) bulan Januari-September 2014
berdasarkan rekam medik. Sampel penelitian 21 responden kasus dan 21 responden
kontrol. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Data hasil penelitian diolah
menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan 95% (α=0,05). Hasil menunjukan
ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (p=0,029), kebiasaan
mencuci bahan mentah langsung konsumsi (p=0,029) dan kebiasaan makan di luar rumah
(p=0,031) dengan kejadian demam tifoid. Sedangkan kebiasaan mencuci tangan setelah
BAB tidak ada hubungan dengan kejadian demam tifoid (p=0,160). Kesimpulan: personal
higiene yang baik dapat dapat mempengaruhi angka kejadian demam tifoid. Saran melalui
penelitian ini peningkatan kesadaran akan personal higiene yang baik perlu ditingkatkan.
Kata kunci : Personal Higiene, Demam Tifoid

1
ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3. Nomor 2. Mei 2015

PENDAHULUAN Karena uraian tersebut peneliti tertarik


Demam tifoid atau thypus abdominalis meneliti tentang “Hubungan Personal
merupakan penyakit infeksi akut pada Higiene Dengan Kejadian Demam Tifoid
saluran pencernaan yang disebabkan oleh di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas
Salmonella typhi (Zulkoni, 2011). Kecamatan Langowan Barat.”
Penyakit ini erat kaitannya dengan higiene
pribadi dan sanitasi lingkungan, seperti METODE PENELITIAN
higiene perorangan, higiene makanan, Penelitian ini menggunakan metode survei
lingkungan yang kumuh, kebersihan analitik dengan pendekatan case control.
tempat-tempat umum yang kurang serta Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja
perilaku masyarakat yang tidak Puskesmas Tumaratas Kecamatan
mendukung untuk hidup sehat. (Depkes Langowan Barat pada bulan November
RI, 2006). 2014-Januari 2015. Populasi dalam
Data WHO (World Health penelitian ini adalah populasi kasus yaitu
Organisation) memperkirakan angka pasien demam tifoid yang tercatat dalam
insidensi di seluruh dunia terdapat sekitar rekam medik pada bulan Januari-
17 juta per tahun dengan 600.000 orang September 2014 sebanyak 157 pasien,
meninggal karena demam tifoid dan 70% sedangakn populasi kontrol adalah pasien
kematiannya terjadi di Asia (WHO, 2008 yang bukan demam tifoid (pasien
dalam Depkes RI, 2013). Di Indonesia hipertensi) yang tercatat dalam rekam
sendiri, penyakit ini bersifat endemik. medik pada bulan Januari-September 2014
Menurut WHO 2008, penderita dengan yaitu 211 pasien. Pengambilan sampel
demam tifoid di Indonesia tercatat 81,7 menggunakan simple random sampling
per 100.000 (Depkes RI, 2013). dan hasilnya sampel sebanyak 42
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia responden yang terbagi atas 21 responden
tahun 2010 penderita demam tifoid dan kasus dan 21 responden kontrol, dengan
paratifoid yang dirawat inap di Rumah kriteria inklusi (1) penderita demam
Sakit sebanyak 41.081 kasus dan 279 tifoid/hipertensi yang tercatat dalam
diantaranya meninggal dunia (Depkes RI, rekam medis, (2) usia ≥ 4 tahun, dan (3)
2010). bertempat tinggal tetap di wilayah kerja
Tercatat angka kesakitan yang Puskesmas Tumaratas. Sedangakan
disebabkan demam tifoid di wilayah kerja kriteria eksklusi yaitu tidak bersedia
Puskesmas Tumaratas dua pada tahun menjadi responden
2013 ada 43 orang (Puskesmas, 2013) dan Instrumen penelitian yang digunakan
meningkat tajam dimana tercatat 157 adalah kuesioner. Pengambilan data
orang pada tahun 2014 (Januari- melakukan teknik wawancara langsung
September) membuat penyakit ini pada responden yang masuk dalam
menempati posisi ke-3 terbanyak kriteria. Hasil penelitiannya dianalisa
(Puskesmas, 2014). Padahal, hasil survei menggunakan program komputer, dimana
PHBS tahun 2013 tercatat 78,58% analisa univariat untuk mengetahui
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas masing-masing variabel penelitian yaitu
Tumaratas Dua ber-PHBS baik kebiasaan mencuci tangan sebelum
(Puskesmas, 2013). Hasil wawancara awal makan, kebiasaan mencuci tangan setelah
pada penderita yang pernah mengalami BAB, kebiasaan mencuci bahan makan
demam tifoid didapati mereka kurang mentah langsung konsumsi dan kebiasaan
memperhatikan kebersihan diri mereka makan di luar rumah. Sedangkan analisa
sendiri seperti tidak mencuci tangan bivariat untuk mengetahui hubungan
setelah buang air besar, tidak mencuci antara personal higiene dengan kejadian
tangan sebelum makan dan sering makan demam tifoid menggunakan uji statistik
di luar rumah (Manampiring, 2014). Chi Square dengan tingkat kemaknaan
α=0,05 (Riyanto, 2009).

2
ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3. Nomor 2. Mei 2015

HASIL dan PEMBAHASAN Berdasarkan hasil olah data


Karakteristik responden menunjukan responden dengan
a. Umur pekerjaan Siswa/Mahasiswa menjadi
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur Responden paling banyak yaitu 38%
Umur N %
4-13 tahun 12 28,6
14-23 tahun 9 21,4
Analisa Univariat
24-33 tahun 4 9,5 a. Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum
34-43 tahun 6 14,3 Makan
44-53 tahun 6 14,3 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kebiasaan
>53 tahun 5 11,9 Mencuci Tangan Sebelum Makan Responden
Total 42 100,0 Kebiasaan Mencuci
Sumber: Data Primer 2015 Tangan Sebelum n %
Hasil olah data menunjukan Makan
Kurang Baik 18 42,9
karakteristik kelompok umur 4-13
Baik 24 57,1
tahun yang paling banyak dengan Total 42 100,0
28,6%. Sumber: Data Primer 2015
b. Jenis kelamin Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin sebagian besar responden memiliki
Responden
Jenis Kelamin n %
kebiasaan yang baik dengan mencuci
Perempuan 26 61,9 tangan sebelum makan (57,1%).
Laki-laki 16 38,1 b. Kebiasaan Mencuci Tangan Setelah
Total 42 100,0 BAB
Sumber: Data Primer 2015 Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kebiasaan
Hasil olah data menunjukan perempuan Mencuci Tangan Setelah BAB Responden
lebih banyak daripada laki-laki dengan Kebiasaan Mencuci
Tangan Setelah N %
persentase 61,9%.
BAB
c. Pendidikan Kurang Baik 31 73,8
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pendidikan Baik 11 26,2
Responden Total 42 100,0
Pendidikan n % Sumber: Data Primer 2015
TK 2 4,8
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa
SD 15 35,7
SMP 10 23,8 sebagian besar responden memiliki
SMA 9 21,4 kebiasaan yang kurang baik mencuci
Perguruan Tinggi 4 9,5 tangan setelah BAB (73,8%).
Tidak 2 4,8 c. Kebiasaan Mencuci Bahan Makan
Total 42 100,0 Mentah Langsung Konsumsi
Sumber: Data Primer 2015 Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kebiasaan
Berdasarkan hasil olah data Mencuci Bahan Makan Mentah Langsung
menunjukan responden dengan Konsumsi Responden
pendidikan terakhir Sekolah Dasar Kebiasaan Mencuci
(SD) menjadi paling banyak yaitu Bahan Makan Mentah n %
Langsung Konsumsi
35,7%.
Kurang Baik 18 42,9
d. Pekerjaan Baik 24 57,1
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Total 42 100,0
Responden Sumber: Data Primer 2015
Pekerjaan n %
Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa
Siswa/mahasiswa 16 38,1
Petani 7 16,7 sebagian besar responden memiliki
IRT 13 31,0 kebiasaan yang baik dengan mencuci
Pegawai 4 9,5 bahan makan mentah langsung
Tidak 2 4,8 konsumsi (57,1%).
Total 42 100,0 d. Kebiasaan Makan di Luar Rumah
Sumber: Data Primer 2015

3
ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3. Nomor 2. Mei 2015

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Berdasarkan hasil uji statistik didapati p


Makan di Luar Rumah Responden value (0,160) > α (0,05) artinya tidak
Kebiasaan Makan di
Luar Rumag
n % ada hubungan antara kebiasaan mencuci
Ya 20 47,6 tangan sebelum makan dengan kejadian
Tidak 22 52,4 demam tifoid di wilayah kerja
Total 42 100,0 Puskesmas Tumaratas Kecamatan
Sumber: Data Primer 2015 Langowan Barat.
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa c. Hubungan Kebiasaan Mencuci Bahan
sebagian besar responden memiliki Makan Mentah Langsung Konsumsi
kebiasaan yang kurang baik dengan dengan Kejadian Demam Tifoid
makan di luar rumah ≥3 kali dalam Tabel 11. Tabulasi Silang antara Kebiasaan Mencuci
seminggu (52,4%). Bahan Mentah Langsung Konsumsi dengan Kejadian
Demam Tifoid
Analisa Bivariat Kebias
Kejadian Demam
Tifoid P
a. Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan aan
Tidak va O CI
Sebelum Makan dengan Kejadian mencuc Mend
Mende lu R 95%
i Bahan erita N
Demam Tifoid Mentah
rita e
Tabel 9. Tabulasi Silang antara Kebiasaan Mencuci n % n %
Tangan Sebelum Makan dengan Kejadian Demam Kurang 1 61 23, 1,36
5 18 0, 5,
Tifoid Baik 3 ,9 8 7-
02 20
Kebiasa Kejadian Demam 38 1 76, 19,7
Baik 8 24 9 0
an Tifoid P ,1 6 2 74
mencuc Tidak va O CI 2 10 2 10
Mend Total 42
i tangan Mend lu R 95% 1 0 1 0
erita N
sebelum erita e Sumber: Data Primer 2015
makan n % n % Berdasarkan hasil uji statistik didapati p
Kurang 1 61 5 23 18 0,0 5,2 1,36
Baik 3 ,9 ,8 29 00 7- value (0,029) < α (0,05) artinya ada
Baik 8 38 1 72 14 19,7 hubungan antara kebiasaan mencuci
74
,1 6 ,2 bahan makan mentah langsung konsumsi
Total 2 10 2 10 42
1 0 1 0
dengan kejadian demam tifoid di
Sumber: Data Primer 2015 wilayah kerja Puskesmas Tumaratas
Berdasarkan hasil uji statistik didapati p Kecamatan Langowan Barat.
value (0,029) < α (0,05) dan OR 5,200 d. Hubungan Kebiasaan Makan di Luar
artinyaada hubungan antara kebiasaan Rumah dengan Kejadian Demam
mencuci tangan sebelum makan dengan Tifoid
Tabel 12. Tabulasi Silang antara Kebiasaan Makan di
kejadian demam tifoid di wilayah kerja Luar Rumah dengan Kejadian Demam Tifoid
Puskesmas Tumaratas Kecamatan Kejadian Demam
Kebiasa
Langowan Barat. an
Tifoid P
Tidak va O CI
b. Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Makan Mend
Mend lu R 95%
Setelah BAB dengan Kejadian Demam di Luar erita N
erita e
Rumah
Tifoid n % n %
Tabel 10. Tabulasi Silang antara Kebiasaan Mencuci 1 66 28 1,34
Ya 6 20 0, 5,
Tangan Setelah BAB dengan Kejadian Demam Tifoid 4 ,7 ,6 7-
03 00
Kebiasa Kejadian Demam 33 1 71 18,5
Tidak 7 22 1 0
an Tifoid ,3 5 ,4 55
P CI 2 10 2 10
mencuci Tidak O Total 42
Mend valu 95 1 0 1 0
tangan Mend R
erita n e %
setelah erita Sumber: Data Primer 2015
BAB n % n % Berdasarkan hasil uji statistik didapati p
Kurang 1 85 1 61
Baik 8 ,7 3 ,9
31
0,16
value (0,031) < α (0,05) artinya ada
- - hubungan antara kebiasaan makan di luar
14 38 0
Baik 3 8 11
,3 ,1 rumah dengan kejadian demam tifoid di
2 10 2 10
Total
1 0 1 0
42 wilayah kerja Puskesmas Tumaratas
Sumber: Data Primer 2015 Kecamatan Langowan Barat.

4
ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3. Nomor 2. Mei 2015

Hubungan antara Kebiasaan Mencuci kerja Puskesmas Kedungmundu Kota


Tangan Sebelum Makan dengan semarang. Virus, kuman, atau bakteri bisa
Kejadian Demam Tifoid menular jika BAB benar-benar
Sesuai hasil analisis data didapati ada mengandung Salmonella typhi yang hidup
hubungan antara kebiasaan mencuci dan dapat bertahan, serta dalam jumlah
tangan sebelum makan dengan kejadian yang cukup untuk menginfeksi dan kuman
demam tifoid di wilayah kerja Puskesmas tersebut benar-benar masuk ke dalam
Tumaratas dengan OR 5,200. Artinya tubuh (World Health Organization, 2009).
responden yang mempunyai kebiasaan Menurut asumsi peneliti, meskipun
kurang baik mencuci tangan sebelum persentase responden lebih banyak
makan 5,200 kali beresiko mendapat memiliki kebiasaan yang kurang baik
demam tifoid daripada responden yang dalam mencuci tangan setelah BAB
memiliki kebiasaan yang baik mencuci namun kemungkinan mereka tidak
tangan sebelum makan. Sejalan dengan terserang demam tifoid karena BAB
penelitian Pramitasari (2013) dimana ada mereka tidak mengandung Salmonella
hubungan antara kebiasaan tidak mencuci typhi,atau terdapat Salmonella typhi
tangan sebelum makan dengan kejadian namun sudah mati, atau terdapat
demam tifoid. Dalam penelitian ini Salmonella typhi yang masih hidup namun
mendapati bahwa 61,9% responden yang dalam jumlah yang tidak cukup untuk
menderita demam tifoid memiliki menginfeksi, atau terdapat Salmonella
kebiasaan yang kurang baik ketika typhi yang masih hidup dalam jumlah
mencuci tangan sebelum makan dimana yang cukup untuk menginfeksi namun
mereka tidak mencuci tangan dengan tidak benar-benar masuk dalam tubuh.
sabun dan menggosok sela-sela jari dan
kuku sehingga kuman Salmonella typhi ini Hubungan antara Kebiasaan Mencuci
bisa saja masih ada di bagian tersebut, Bahan Makan Mentah Langsung
ditambah lagi sesuai hasil wawancara, Konsumsi dengan Kejadian Demam
mereka tidak mencuci tangan di air Tifoid
mengalir tetapi di wadah/loyang. Padahal, Sesuai hasil analisis data didapati ada
menurut Proverawati (2012) mencuci hubungan antara kebiasaan mencuci bahan
tangan yang benar haruslah menggunakan makan mentah langsung konsumsi dengan
sabun, menggosok sela-sela jari dan kuku kejadian demam tifoid di wilayah kerja
menggunakan air mengalir. Menurut Puskesmas Tumaratas dengan OR 5,200.
Rakhman, dkk (2009) mencuci tangan Artinya responden yang mempunyai
dengan air dan sabun dapat melarutkan kebiasaan kurang baik mencuci bahan
lemak dan minyak pada permukaan kulit makan mentah langsung konsumsi 5,200
serta menggosoknya akan menurunkan kali beresiko mendapat demam tifoid
jumlah kuman yang ada di tangan. daripada responden yang memiliki
kebiasaan yang baik mencuci bahan
Hubungan antara Kebiasaan Mencuci makan mentah langsung konsumsi. hal ini
Tangan Setelah BAB dengan Kejadian ejalan dengan penelitian Nani dan
Demam Tifoid Muzakkir (2014) menunjukan ada
Hasil analisa data menunjukan tidak ada hubungan kebiasaan makan dengan
hubungan antara kebiasaan mencuci kejadian demam tifoid. Apalagi, ada
tangan setelah BAB dengan kejadian responden yang menyatakan alasan tidak
demam tifoid di wilayah kerja Puskesmas mencuci bahan makan mentah sebelum
Tumaratas Kecamatan Langowan Barat. dikonsumsi karena tampak bersih bahkan
Hasil ini sejalan dengan penelitian Artanti baru dibasahi oleh air hujan sehingga
(2012) dimana tidak ada hubungan antara tidak perlu dicuci padahal kontaminasi
kebiasaan mencuci tangan setelah BAB langsung makanan mentah dengan
dengan kejadian demam tifoid di wilayah Salmonella typhi dapat terjadi dari tempat
5
ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3. Nomor 2. Mei 2015

hidup atau asal bahan makanan tersebut kurang baik dalam mencuci tangan
misalnya dipupuk dengan pupuk kompos setelah BAB.
(Alamsyah, 2013). 2. Ada hubungan antara kebiasaan
mencuci tangan sebelum makan dengan
Hubungan antara Kebiasaan Makan di kejadian demam tifoid di wilayah kerja
Luar Rumah dengan Kejadian Demam Puskesmas Tumaratas Kecamatan
Tifoid Langowan Barat.
Hasil penelitian ini menunjukan ada 3. Tidak ada hubungan yang bermakna
hubungan antara kebiasaan makan di luar antara kebiasaan mencuci tangan
rumah dengan kejadian demam tifoid setelah BAB dengan kejadian demam
dengan OR 5,000. Artinya, responden tifoid di wilayah kerja Puskesmas
yang mempunyai kebiasaan makan di luar Tumaratas Kecamatan Langowan
rumah ≥3 kali dalam seminggu Barat.
mempunyai resiko 5,000 kali lebih besar 4. Ada hubungan kebiasaan mencuci
terkena demam tifoid dari responden yang bahan makan mentah langsung
tidak memiliki kebiasaan makan di luar konsumsi dengan kejadian demam
rumah ≥3 kali dalam seminggu. Hal ini tifoid di wilayah kerja Puskesmas
sejalan dengan penelitian Artanti (2012) Tumaratas Kecamatan Langowan
mendapatkan hasil yang sama dimana ada Barat.
hubungan antara seringnya makan di luar 5. Ada hubungan kebiasaan makan di luar
rumah dengan kejadian demam tifoid. rumah dengan kejadian demam tifoid
bahkan menurut penelitian Rakhman di wilayah kerja Puskesmas Tumaratas
(2009) kebiasaan jajan makanan di luar Kecamatan Langowan Barat.
rumah menjadi salah satu faktor resiko
kejadian demam tifoid. Penularan demam Saran
tifoid dapat terjadi ketika seseorang 1. Bagi masyarakat diharapkan dapat
makan di tempat umum dan makanannya memperhatikan dan meningkatkan
disajikan oleh penderita tifus laten kesadaran tentang personal higiene
(tersembunyi) yang kurang menjaga untuk mencegah penularan penyakit
kebersihan saat memasak, mengakibatkan demam tifoid.
penularkan bakteri Salmonella thyphi pada 2. Bagi Puskesmas Tumaratas dapat
pelanggannya (Addin, 2009 dalam menjadi bahan masukan untuk
Artanti, 2013). Selain itu juga, ketika menambah program kesehatan
makan di luar apalagi di tempat-tempat khususnya penyakit demam tifoid
umum biasanya terdapat lalat yang sehingga dapat menurunkan angka
beterbangan dimana-mana bahkan kesakitan serta penularannya.
hinggap di makanan. Lalat-lalat tersebut 3. Bagi Profesi Keperawatan dapat
dapat menularkan Salmonella thyphi menjadi bahan masukan pemberian
dengan cara lalat yang sebelumnya asuhan keperawatan berupa
hinggap di feses atau muntah penderita penyuluhan sehingga dapat
demam tifoid kemudian hinggap di meningkatkan higiene perorangan dan
makanan yang akan dikonsumsi (Padila, mengurangi risiko penularan penyakit
2013). demam tifoid.
KESIMPULAN 4. Bagi peneliti lain dapat melakukan
1. Gambaran karakteristik responden penelitian lebih lanjut dengan meneliti
yang paling banyak dalam penelitian variabel yang berbeda misalnya tentang
ini memiliki kebiasaan baik mencuci sanitasi lingkungan untuk lebih
tangan sebelum makan, mencuci bahan mengetahui faktor lain yang
mentah langsung konsumsi dan makan berhubungan dengan kejadian demam
di luar rumah, serta memiliki kebiasaan tifoid.

6
ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3. Nomor 2. Mei 2015

DAFTAR PUSTAKA Kecamatan Telaga Kabupaten


Alamsyah, D. dan Ratna M. (2013). Pilar Gorontalo Tahun 2013.
dasar Ilmu Kesehatan http://kim.ung.ac.id/index.php/KI
Masyarakat. Yogyakarta: Nuha MFIKK/article/view/2800.
Medika. diakses pada 15 Januari 2015
pukul 18.20 WITA.
Artanti, N.W. (2013). Hubungan antara
sanitasi lingkungan, higiene Herawati, M.H & Ghani. L. (2007).
perorangan, dan karakteristik Jurnal Hubungan Faktor
individu dengan kejadian demam Determinan dengan Kejadian
tifoid di wilayah kerja Puskesmas Demam Tifoid di Indonesia
Kedungmundu Kota Semarang Tahun.http://ejournal.litbang.dep
Tahun 2012 skripsi. kes.go.id/index.php/jek/article/do
http://lib.unnes.ac.id/18354/1/645 wnload/1600/pdf. diakses pada
0408002.pdf. Diakses pada 15 Januari 2015 pukul 16.25
Selasa, 3 September 2014 pukul WITA.
15.20 WITA
Naelannajah, A. (2011). Jurnal hubungan
Bunga, S, Pajeriaty, dan Sri, D. (2012). sanitasi lingkungan dan perilaku
Jurnal Faktor-Faktor yang kesehatan terhadap kejadian
Berhubungan dengan Kejadian demam typhoid di kota Semarang
Demam Thypoid di Wilayah (studi kasus di RSUD kota
Kerja Puskesmas Kassi-Kassi Semarang dan RS Panti Wilasa
Makasar.http://library.stikesnh.ac Citarum).
.id/files/disk1/3/e- http://eprints.undip.ac.id/32368/1
library%20stikes%20nani%20has /3876.pdf. Diakses pada 5 Januari
anuddin--saribungap-108-1- 2015 pukul 21.00 WITA
artikel-8.pdf. Diakses pada 5
Nani & Muzakkir. (2014). Jurnal
Januari 2015 pukul 21.15 WITA.
Kebiasaan Makan dengan
Depkes RI. (2006). Keputusan Menteri Kejadian Demam Typhoid pada
Kesehatan Republik Indonesia Anak.http://library.stikesnh.ac.id/
Nomor 364/MENKES/SK/V/2006 files/disk1/12/e-
tentang Pedoman Pengendalian library%20stikes%20nani%20has
Demam Tifoid. Jakarta: anuddin--nanimuzakk-570-
Departeman Kesehatan Republik 113141431-x.pdf. Diakses padan
Indonesia. 5 Januari 2015 pukul 21.30
WITA.
______ RI. (2010). Profil Kesehatan
Indonesia, Jakarta: Departemen Notoatmodjo, S. (2010). Promosi
Kesehatan Republik Indonesia. Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka Cipta
______ RI. ( 2013). Sistematika Pedoman
Pengendalian Penyakit Demam Padila. (2013). Asuhan Keperawatan
Tifoid. Jakarta: Direktorat Jendral Penyakit Dalam. Yogyakarta:
Pengendalian Penyakit & Nuha Medika
Penyehatan Lingkungan.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku
Hedimo, M. (2013). Jurnal Hubungan Ajar Fundamental
Perilaku Keluarga dengan Keperawatan:konsep, proses,
Kejadian Demam Thypoid pada dan praktik (Ed.4). Jakarta:EGC.
Anak di Wilayah Kerja
Pramitasari, O.P. (2013). Jurnal Faktor
Puskesmas Mongolato
Resiko Kejadian Penyakit

7
ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3. Nomor 2. Mei 2015

Demam Tifoid pada Penderita Susan & Schaffer. (2006), Pencegahan


yang dirawat di rumah sakit Infeksi dan Praktik yang Aman.
Umum Daerah Ungaran. Jakarta: EGC
http://eprints.undip.ac.id/38600/1
Suyono, A. (2006). Jurnal Hubungan
/4523.pdf. diakses pada 9 Januari
Sanitasi Lingkungan dan Higiene
2015 pukul 18.11 WITA.
Perorangan dengan Kejadian
Proverawati, A. & Rahmawati, E. (2012) Demam Tifoid di Puskesmas
Perilaku Hidup Bersih & Sehat Bobotsari Kabupaten
(PHBS), Yogyakarta: Nuha Purbalingga.http://eprints.undip.
Medika. ac.id/38200/. Diakses pada 5
Januari 2015 pukul 18.05 WITA.
Puskesmas, (2013). Profil Puskesmas
Tumaratas Dua Tahun 2013. World Health Organization. (2009). HIV
Langowan Barat: Puskesmas Counselling Handbook for the
Tumaratas Dua. Asia-Pacific.
www.unicef.org/eapro/HIV_hand
_______, (2014). Data Puskesmas
book.pdf. diakses pada 4 Maret
Tumaratas Dua bulan Januari-
2015 pukul 07.35 WITA
September.
Widodo, D. (2007). Buku ajar ilmu
Rakhman, A., Rizka, H. & Dibyo, P.
penyakit dalam (Jilid III, Ed. IV).
(2009). Jurnal Faktor-faktor
Jakarta: Pusat Penerbitan
Resiko yang Berpengaruh
Departemen Ilmu Penyakit
terhadap kejadian Demam Tifoid
Dalam Fakultas Kedokteran
pada Orang Dewasa.
Universitas Indonesia.
http://jurnal.ugm.ac.id/bkm/articl
e/view/3550. diakses pada 11 Wintari, N. M. (2010). Jurnal Faktor
Januari 2015 pukul 17.00 WITA Resiko Kejadian Demam Tifoid
(Penelitian pada pasien Demam
Riskesdas. (2007). Riset Kesehatan
Tifoid yang Dirawat Inap di
Dasar_Laporan Kesehatan 2007.
RSUD Tugurejo Semarang).
Jakarta: Badan Penelitian dan
http://eprints.undip.ac.id/31882/1
Pengembangan Kesehatan
/3986.pdf diakses pada 11
Departemen Kesehatan RI.
Januari 2014 pukul 20.18 WITA.
Setiadi, (2013) Konsep dan Praktik
Zulfikar. (2010). Jurnal Sanitasi
Penulisan Riset Keperawatan
Lingkungan dan Higiene
ed.2. Yogyakarta:Graha Ilmu
Perorangan dengan kejadian
Sari, I.P, Erna ,K. & Suarnianti, (2012), demam tifoid di kecamatan
Jurnal FaktorResiko Kejadian ngemplak kabupaten boyolali
Demam Tifoid di RSUP tahun
DR.Wahidin Sudirohusodo 2010.http://etd.ugm.ac.id/index.p
Makassar.http://library.stikesnh.a hp?mod=penelitian_detail&sub=
c.id/files/disk1/3/e- PenelitianDetail&act=view&typ=
library%20stikes%20nani%20 html&buku_id=50327&obyek_id
hasanuddin--saribungap-108-1- =4. Diakses pada Rabu, 17
artikel-8.pdf. Diakses pada September 2014 pukul 21.15
Minggu, 1 September 2014 pukul WITA.
15.13 WITA
Zulkoni, A. (2011). Parasitologi,
Yogyakarta: Nuha Medika.

You might also like