Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Salah satu sumber penerimaan terbesar di Indonesia berasal dari pajak. Berdasarkan
catatan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Indonesia,
menginformasikan bahwa kurang lebih 2/3 penerimaan negara saat ini bersumber dari pajak.
Artinya, penerimaan pajak dinilai sebagai salah satu penyumbang pendapatan terbesar suatu
negara dalam pembangunan ekonomi dan kegiatan operasional negara khususnya Indonesia.
Hal ini dibuktikan melalui sumber Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) yang
ditopang oleh pajak sebesar 70 persen. Dari kondisi tersebut, maka dapat diidentifikasi bahwa
pajak memiliki peranan yang vital bagi kemajuan suatu negara.
Memanfaatkan kepatuhan wajib pajak secara langsung dapat berpengaruh terhadap
APBN. DJP (2014), melansir bahwa pendapatan negara berdasarkan APBN pada tahun 2013
terdiri dari Pajak Dalam Negeri Rp 1.099,94 Triliun (73,23 persen), Sumber Daya Alam
(SDA) Rp 203,73 Triliun (13,56 persen) dan Pajak Perdagangan Internasional Rp 48,42
Triliun (3,22 persen). Hal ini menandakan bahwa pajak penyumbang terbesar dari seluruh
penerimaan negara yang digunakan mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan
berbagai proyek pembangunan. Senada dengan hal tersebut, Rahmawati (2010) berpendapat
bahwa pajak memiliki peran dalam pembiayaan pembangunan dan kegiatan pemerintahan
baik pusat maupun daerah. Selanjutnya, Suparmoko (2000) juga menjelaskan manfaat pajak
digunakan untuk: (1) membiayai pengeluaran negara seperti pengeluaran yang bersifat self
liquiditing: pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor, (2) membiayai pengeluaran
reproduktif: pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat seperti
pengeluaran untuk pengairan dan pertanian, (3) membiayai pengeluaran yang bersifat tidak
self liquiditing dan tidak reproduktif: pengeluaran untuk pendirian monumen dan objek
rekreasi, (4) membiayai pengeluaran yang tidak produktif: pengeluaran untuk membiayai
pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan
datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu. Artinya, apabila penerimaan pajak tidak
terpenuhi maka dapat menghambat berbagai kegiatan operasional dan pembangunan negara.
Dengan demikian, peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan
1
dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Oleh karena
itu, realisasi penerimaan pajak merupakan hal yang harus diperhatikan pada masing-masing
daerah, salah satunya Kota Salatiga.
Kota Salatiga merupakan salah satu wilayah kotamadya di Jawa Tengah. Kota ini
berbatasan langsung dengan dua kota besar, yaitu Semarang dan Solo. Rata-rata tingkat
pertumbuhan ekonomi Salatiga cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dibuktikan
dari usaha pemerintah Kota Salatiga yang menjalankan perannya melalui b erbagai kebijakan
agar dapat memaksimalkan potensi penerimaannya melalui pajak daerah, contohnya: Pajak
Hotel (101,92 persen), Pajak Parkir (100,71 persen), Pajak Air Tanah (104,38 persen), Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (106,61 persen), dan Pajak Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan (114,44 persen). Berdasarkan data dari pemerintah Kota Salatiga
(2016), penerimaan pajak di Kota Salatiga dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Dapat
dilihat realisasi penerimaan pajaknya dari tahun 2014 sebesar 33,57 Milyar, tahun 2015
sebesar 37,8 Milyar, dan tahun 2016 sebesar 44,8 Milyar. Meningkatnya penerimaan pajak
tak lepas dari peran antara pemerintah dan masyarakat, dimana pemerintah sebagai pemungut
pajak dan masyarakat selaku wajib pajak dalam membayar pajak. Selanjutnya, hal tersebut
sejalan dengan data yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Salatiga per
tahun 2016, persentase angka kepatuhan lapor Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) mencapai
67,04 persen atau 56.137 wajib pajak dari 83.736 wajib pajak yang terdaftar. Bertolak dari
angka kepatuhan lapor SPT tersebut dan realisasi penerimaan pajak yang meningkat,
menunjukkan bahwa pemerintah telah menjalankan perannya dengan baik dan peran aktif
dari wajib pajak itu sendiri yang dilihat dari kepatuhannya.
Kepatuhan wajib pajak merupakan salah satu faktor penting untuk merealisasikan
target penerimaan pajak. Dalam pelaksanaannya, DJP berusaha untuk menumbuhkan
kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan wajib pajak mencakup kepatuhan mencatat atau
membukukan transaksi usaha, dan kepatuhan melaporkan kegiatan usaha sesuai peraturan
yang berlaku, serta kepatuhan terhadap semua aturan perpajakan lainnya. Kemudian
Nurmantu (2003) kepatuhan pajak sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak melaksanakan
semua kewajiban perpajakan dan memenuhi hak perpajakannya. Sejalan dengan pernyataan
tersebut, adanya kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah yang bersifat memaksa
kepada wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak. Senada dengan hal
tersebut, Nurmantu (2007) juga menyebut bahwa kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi
2
kewajiban perpajakannya akan meningkatkan penerimaan negara yang mempengaruhi
peningkatan besarnya rasio pajak. Tax Ratio menentukan seberapa baik kinerja dari suatu
negara dilihat dari penerimaan pajaknya. Oleh karena itu, semakin tinggi Tax Ratio maka
semakin tinggi pula penerimaan pajaknya yang akan terefleksi dalam kinerja suatu negara
yang baik pula. Selanjutnya, Simon (2003) mengungkapkan bahwa kepatuhan pajak (Tax
Compliance) adalah kesediaan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Artinya,
pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut harus sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa
melakukan pemeriksaan dan investigasi seksama, sehingga kepatuhan pajak dapat
mendukung pelaksanaan dari sistem self assessment.
Sistem self assessment adalah sistem pelaksanaan pajak yang memberikan
kepercayaan secara penuh kepada wajib pajak untuk mendaftar, menghitung, dan
menyetorkan, serta melaporkan sendiri kewajiban pajaknya melalui SPT yang diberikan oleh
DJP. Kesadaran, kepatuhan, dan peran yang tinggi dari wajib pajak itu sendiri merupakan
faktor yang terpenting dalam pelaksanaan sistem self assessment. Selanjutnya, Harahap
(2004) menyatakan bahwa sistem self assessment ini akan membawa misi dan konsekuensi
perubahan kesadaran warga masyarakat untuk membayar pajak secara sukarela (voluntary
compliance). Dengan demikian, wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu
memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang
tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak dengan
mempertanggungjawabkan kewajiban perpajakannya.
Kepatuhan pajak telah menjadi persoalan yang penting di Indonesia karena jika wajib
pajak tidak patuh maka dapat menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan
penghindaran, pengelakan, dan kelalaian dalam membayar pajak yang pada akhirnya akan
merugikan negara yaitu berkurangnya penerimaan pajak (Fuadi 2013). Artinya, tindakan
tersebut akan membawa akibat yang buruk karena dana pajak yang seharusnya diterima oleh
negara untuk keperluan pembangunan fasilitas umum dan juga pembiayaan kegiatan
pemerintahan tidak akan sampai ke kas negara, sehingga akan sangat menghambat berbagai
pembangunan. Realisasi penerimaan pajak sendiri dapat berlangsung secara maksimal apabila
didukung dengan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Studi tentang kepatuhan
wajib pajak telah banyak dikaji di Indonesia oleh beberapa peneliti seperti Utomo (2015)
menemukan kesadaran, pengetahuan pajak, dan sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan
wajib pajak, Winerungan (2015) menemukan sosialisasi perpajakan, pelayanan fiskus
3
terhadap kepatuhan wajib pajak, Pratiwi (2015) menemukan pengaruh kesadaran wajib pajak,
kualitas pelayanan, kondisi keuangan, dan persepsi tentang sanksi perpajakan pada kepatuhan
wajib pajak reklame di dinas pendapatan kota Denpasar, dan sebagainya. Berdasarkan data
BPS Salatiga (2016) kepatuhan wajib pajak diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
kesadaran, pengetahuan pajak, sanksi pajak, dan sebagainya.
Kesadaran wajib pajak adalah kemauan seseorang tanpa adanya paksaan dalam
membayar kewajiban pajaknya. Wajib Pajak yang mengetahui bagaimana peraturan pajak,
melaksanakan ketentuan pajak dengan benar, dan sukarela. Artinya, wajib pajak telah
memahami dan mau melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak dan telah
melaporkan semua penghasilannya tanpa ada yang disembunyikan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Selanjutnya, Harahap (2004) menemukan bahwa kesadaran wajib pajak
merupakan faktor terpenting dalam sistem perpajakan modern. Artinya, tanpa adanya
kesadaran wajib pajak akan sulit dalam merealisasikan kepatuhan wajib pajak. Karsimiati
(2009) mengungkapkan kesadaran membayar pajak berpengaruh positif terhadap kemauan
membayar pajak. Artinya, wajib pajak mempunyai kemauan membayar pajak apabila
wajib pajak tersebut sadar akan kewajiban perpajakannya. Sejalan dengan hal tersebut,
Sulastiningsih dan Prasanti (2014) menemukan bahwa kesadaran wajib pajak orang pribadi
berpengaruh positif terhadap kemauan membayar Pajak Penghasilan (PPh) di Kabupaten
Bantul. Selanjutnya, Santoso et al. (2015) menemukan bahwa kesadaran wajib pajak
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Kepanjen.
Artinya, semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak, maka semakin tinggi pula kepatuhan
wajib pajak dalam membayar pajak. Dengan demikian, apabila tingkat kesadaran wajib pajak
meningkat maka tingkat pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan membayar pajak. Sedangkan, Emalia (2013) menemukan bahwa
kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan membayar pajak. Selanjutnya,
Widayati dan Nurlis (2010) menemukan bahwa kesadaran membayar pajak mempunyai
pengaruh yang tidak signifikan terhadap kepatuhan membayar pajak.
Selain itu, pengetahuan dan sanksi pajak dianggap memiliki pengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak, termasuk pada KPP Pratama Salatiga.
Pengetahuan wajib pajak terkait perpajakan yang menyangkut proses pengubahan sikap dan
tata laku seorang wajib pajak dalam usaha membuat pikiran dan pandangan wajib pajak
terbuka dan sadar terhadap kewajiban perpajakan. Hal ini diperkuat dengan pandangan Feld
4
dan Frey (2007) bahwa wajib pajak kurang tertarik akan membayar pajak karena tidak
adanya insentif langsung dari negara. Pajak yang telah dibayar juga tidak sebanding dengan
manfaat yang dirasakan, sehingga hal ini membuat pandangan wajib pajak terbatas pada
pengorbanan untuk mendapatkan manfaat yang diharapkan. Wajib pajak akan membayar
pajak dari penghasilan yang diterimanya apabila mereka merasakan pelayanan publik yang
sebanding dengan pembayaran pajaknya.
Pengetahuan perpajakan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan ketentuan
umum perpajakan. Pengetahuan tersebut meliputi peraturan perpajakan, baik dari
menghitung, menyetor, maupun melaporkan kewajiban perpajakannya. Rahayu (2017)
menemukan bahwa pengetahuan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajak di Kabupaten Bantul. Selanjutnya, Yanuesti et al. (2015) yang menyatakan
pengetahuan wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap
keberhasilan penerimaan PBB-P2. Demikian pula dengan Utomo et al. (2015) menemukan
bahwa pengetahuan pajak memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak. Sedangkan Hardiningsih dan Yulianawati (2011) menemukan bahwa
pengetahuan wajib pajak memiliki pengaruh yang negatif terhadap kepatuhan wajib pajak.
Hal ini sejalan dengan Gautama dan Suryono (2014) menemukan bahwa pengetahuan tentang
pajak tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kepatuhan membayar pajak pada
KPP Pratama Wonocolo Surabaya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa masih banyak wajib
pajak yang belum mengerti atas pentingnya membayar pajak. Sebenarnya pembayaran pajak
yang diterima oleh KPP digunakan untuk pembangunan infrastruktur negara, seperti
pembayaran gaji pegawai pemerintahan, dan pembangunan infrastruktur jalan.
Selain kesadaran wajib pajak dan pengetahuan wajib pajak, sanksi pajak dinilai salah
satu faktor yang memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.
Pelanggaran peraturan perpajakan akan dapat ditekan apabila terdapat sanksi perpajakan yang
mengaturnya atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar
wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Pada hakikatnya, pengenaan sanksi
perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya yang diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Oleh karena itu, wajib pajak perlu
memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang
dilakukan ataupun tidak dilakukan. Hal ini sejalan dengan Pratiwi dan Setiawan (2014)
5
menunjukkan bahwa sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak
Reklame di Dinas Pendapatan Kota Denpasar. Selanjutnya, menurut hasil penelitian Rahayu
(2007) menemukan bahwa sanksi pajak mempunyai pengaruh yang positif terhadap
kepatuhan membayar pajak. Demikian pula dengan Efendy (2015) menemukan bahwa sanksi
pajak secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak
Kendaraan Bermotor di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur
Malang. Sedangkan, dalam penelitian Karsimiati (2009) menemukan bahwa sanksi pajak
memiliki pengaruh yang negatif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini sejalan dengan
Winerungan (2013) yang menemukan bahwa sanksi tidak berpengaruh signifikan terhadap
kepatuhan membayar pajak wajib pajak Orang Pribadi di KPP Manado dan KPP Bitung.
Begitu pula dengan Gautama dan Suryono (2014) yang menemukan sanksi pajak tidak
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak pada KPP Pratama
Wonocolo Surabaya.
Kepatuhan wajib pajak merupakan cerminan dari pelaksanaan hak dan kewajiban
wajib pajak. Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 responden wajib pajak yang terdaftar di
KPP Pratama Salatiga, temuan yang kita peroleh adalah kesadaran mempengaruhi wajib
pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Terdapat wajib pajak yang menyadari
akan pentingnya pajak sehingga mereka merasa peduli dan patuh dalam membayar pajak.
Namun, adapula wajib pajak yang belum menyadari akan pentingnya pajak. Karena tidak
dipungkiri bahwa untuk mencapai target pajak perlu ditumbuhkan kesadaran wajib pajak
untuk memenuhi kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku. Disisi lain, wajib pajak tidak
membayar pajak karena mereka tidak mengetahui manfaat yang jelas atas pembayaran pajak,
dan tidak merasakan kontraprestasi secara langsung. Hal ini karena kurangnya pemahaman
akan pengetahuan pajak. Dari segi sanksi pajak, wajib pajak dalam membayar pajak
memikirkan apakah sanksi pajak yang ditetapkan berat atau tidak pada saat membebani wajib
pajak itu sendiri. Ketika wajib pajak tahu akan sanksi yang tidak berat, wajib pajak lalai akan
memenuhi kewajiban perpajakannya.
Studi yang menggambarkan tentang fenomena pengaruh kesadaran, pengetahuan, dan
sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak sudah banyak dikaji
dalam beberapa penelitian sebelumnya, seperti Sulastiningsih dan Prasanti (2014) yang
berfokus pada PPh. Selanjutnya, studi Santoso et al. (2015), Emalia (2013), Widayati dan
Nurlis (2010). Selanjutnya, studi mengenai pengetahuan pajak pernah dilakukan Yanuesti et
6
al. (2015), Utomo et al. (2015), Hardiningsih dan Yulianawati (2011), Gautama dan Suryono
(2014). Disamping itu, studi mengenai sanksi pajak juga pernah dilakukan oleh Rahayu
(2007), Efendy (2015), Karsimiati (2009), dan Winerungan (2013), serta Gautama dan
Suryono (2014) diatas menggunakan variabel yang berbeda-beda dan hasilnya belum
konsisten. Dengan kata lain, studi ini merupakan replikasi terhadap penelitian sebelumnya.
Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan
antara Kesadaran, Pengetahuan, dan Sanksi Pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajak studi kasus pada KPP Pratama Salatiga. Berdasarkan latar belakang tersebut,
maka persoalan penelitian ini sebagai berikut: (1) bagaimana pengaruh kesadaran terhadap
kepatuhan dalam membayar pajak?; (2) bagaimana pengaruh pengetahuan terhadap
kepatuhan membayar pajak?; (3) bagaimana pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan
membayar pajak?. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut; (1) untuk
menjelaskan pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak; (2) untuk
menjelaskan pengaruh pengetahuan terhadap kepatuhan wajib pajak; serta (3) untuk
menjelaskan pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.
Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dasar
pertimbangan mengenai upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah khususnya di KPP
Pratama Salatiga serta faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam rangka
meningkatkan penerimaan pajak. Selain itu, dengan memberikan pemahaman yang lebih luas
kepada wajib pajak yang belum sadar akan pentingnya membayar pajak dan manfaat atas
membayar pajak, mendorong waib pajak dalam kepatuhannya melakukan kewajiban
perpajakan guna meningkatkan kesejahteraan negara.
TELAAH PUSTAKA
Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (Undang-Undang No. 16 Tahun 2009). Pajak memiliki dua fungsi yaitu,
1) Fungsi Budgetair sering disebut sebagai fungsi utama dari pajak ataupun fiscal funtion,
yakni suatu fungsi dimana pajak digunakan sebagai suatu alat untuk berbagai dana secara
optimal ke kas negara yang berdasarkan undang-undang mengenai perpajakan yang masih
7
berlaku dan nantinya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Fungsi budgetair
memiliki tujuan untuk menyeimbangkan pengeluaran dan pendapatan negara. 2) Fungsi
Regulerend sebagai alat untuk mengatur kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang sosial dan
ekonomi, dan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Dari kedua
fungsi di atas, pajak tersebut digunakan pemerintah Indonesia sebagai alat bantu untuk tetap
menjaga kemakmuran rakyat dan hal tersebut berpengaruh kepada siklus ekonomi negara ini
bila wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya.
Dalam undang-undang No. 28 tahun 2007 tentang Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (KUP), definisi Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Wajib pajak merupakan subjek pajak yang memenuhi syarat-syarat objektif yang
ditentukan undang-undang yakni dalam rangka menerima atau memperoleh penghasilan kena
pajak yaitu penghasilan melebihi Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi wajib pajak
dalam negeri. Jadi untuk menjadi wajib pajak, subjek pajak tersebut harus memenuhi syarat
objektif yakni memperoleh penghasilan kena pajak. Subjek pajak yang baru akan menjadi
subjek pajak yang potensial apabila melaksanakan hal berikut: a) mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) berdasar Pasal 2 Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2007; b) mengambi sendiri blanko Surat Pemberitahuan Tahunan Pasal 3 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007; c) mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan Pasal 4
ayat (1) Undang-Undang 28 Tahun 2007; d) memasukkan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007; e) mengadakan pembukuan atau
menerapkan norma perhitungan Pasal 28; f) membayar pajak dan sebagainya Pasal 9 ayat (1)
dan Pasal 10 ayat (1); g) memperlihatkan pembukuan Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007.
Pengetahuan Pajak
Kurnia (2010) mengatakan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang pajak yang
memadai, akan mendorong wajib pajak untuk patuh pada perpajakannya. Dengan mudahnya
akses informasi akan pemahaman pajak dari pemerintah membuat pengetahuan wajib pajak
meningkat dalam melaksanakan kewajibannya. Adapun yang menjadi penilaian tentang
pengetahuan wajib pajak terhadap kepatuhan perpajakannya adalah: (1) memiliki
pengetahuan mengenai KUP, (2) pengetahuan mengenai fungsi pajak, dan (3) pengetahuan
mengenai sistem perpajakan (Kurnia 2009). Sementara itu, Waluyo dan Ilyas (2007)
mengukur pengetahuan pajak dengan beberapa indikator antara lain sebagai berikut: (1)
pengetahuan mengenai peraturan perpajakan, (2) pengetahuan mengenai tata cara menghitung
9
maupun melaporkan kewajiban perpajakan, (3) serta pengetahuan tentang fungsi dan peranan
pajak.
Sanksi Perpajakan
Menurut Mardiasmo (2006) sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan
perundang-undangan perpajakan (Norma perpajakan) akan ditiruti/ditaati/dipatuhi, dengan
kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma
perpajakan. Wajib pajak harus dapat memahami indikator dari sanksi itu sendiri, menurut
Soemitro (2010) bahwa: (1) sanksi perpajakan yang diberikan harus jelas dan tegas, (2)
sanksi sesuai dengan ruang lingkup perundang-undangan, (3) penyempitan atau perluasan
materi yang menjadi sasaran pajak harus dilakukan dalam undang-undang, (4) ruang lingkup
berlakunya undang-undang sudah jelas dan dibatasi oleh objek, subjek, dan wilayah, (5)
bahasa hukum harus singkat, jelas, tegas tanpa mengandung keragu-raguan dan arti ganda.
10
membayar pajak
ß2 ≠ 0
Ha2 :
Pengetahuan wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajak
11
patuh membayar bila memandang sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya.
Dengan demikian sanksi pajak akan mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakan, hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Jatmiko
(2006), Muliari dan Setiawan (2010), dan Arum (2012) yang menyatakan bahwa sanksi pajak
berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan, sanksi pajak tidak
mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dalam
hasil penelitian menurut Winerungan (2013). Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang
dapat diajukan sebagai berikut:
H03 : ß3 = 0
Sanksi pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar
pajak
Ha3 : ß3 ≠ 0
Sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Analisis yang bersifat kuantitif
adalah analisis yang menggunakan model-model, seperti model matematika atau model
statistik dan ekonometrik. Penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk atau data
kualitatif yang diangkakan (Sugiyono 2003). Hasil analisis dalam bentuk angka-angka
kemudian akan dijelaskan dan diinterpretasikan dalam suatu uraian (Hasan 2002), sedangkan
jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris.
Penelitian eksplanatoris merupakan penelitian yang menggunakan data yang sama, dimana
peneliti menjelaskan hubungan kausal antara variabel – variabel melalui pengujian hipotesis
(Hasan 2009). Pengujian hipotesis tersebut diharapkan dapat mengetahui tentang pengaruh
kesadaran wajib pajak, pengetahuan pajak, dan sanksi perpajakan sebagai variabel bebas
terhadap kepatuhan wajib pajak sebagai variabel terikat pada wajib pajak yang terdaftar di
KPP Pratama Salatiga.
12
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Selain itu, terdapat
data yang diperoleh peneliti dari data publikasi Pemerintah Kota Salatiga (2016) dan BPS
Kota Salatiga berupa data penerimaan pajak sebagai pendapatan daerah. Alasan pemilihan
Kota Salatiga karena realisasi penerimaan pajak selama 3 (tiga) tahun terakhir cenderung
meningkat, sehingga peneliti ingin melihat apa yang menjadi motivasi dari wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga meningkatkan kepatuhan wajib pajak
dalam membayar pajak.
Kedua, Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang
lain (Santoso 2010). Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas adalah: Uji glejser. Jika hasil koefisien Uji glejser untuk variabel
independen tidak ada yang signifikan, maka dapat disimpulkan metode regresi tidak terdapat
heterokedastisitas. Uji heteroskedastisitas dinyatakan dengan hipotesis sebagai berikut:
Ketiga, Uji Normalitas. Pengujian dengan uji normalitas menyatakan bahwa data yang
yang digunakan adalah data yang memiliki sebaran normal (Mindarti 2015). Uji Normalitas
dapat dilihat dari uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov. Jika signifikansi nilai
Kolmogorov-Smirnov di atas alfa yang ditetapkan (tidak signifikan), dikatakan data residual
terdistribusi secara normal”. Uji Normalitas dinyatakan dengan hipotesis sebagai berikut:
Analisis regresi menjelaskan jika hipotesis dalam penelitian ini akan diuji pada α=5%.
Sehingga, jika nilai α pengujian hipotesis bernilai lebih kecil dari 5% maka hipotesis dapat
14
dikatakan berpengaruh signifikan. Variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikat. Penelitian ini menggunakan model dengan persamaan:
Y = a + βX1+ βX2+ βX3+ e
Keterangan:
Y = Kepatuhan wajib pajak
X1 = Kesadaran wajib pajak
X2 = Pengetahuan Pajak
X3 = Sanksi Pajak
a = Konstanta
e = Tingkat eror
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Statistical Product and
Service Solutions (SPSS). SPSS adalah software yang untuk pengolahan data kuantitatif dan
statistik.
Pengukuran Variabel
Kepatuhan wajib pajak adalah suatu keadaan yang mencerminkan wajib pajak
memenuhi semua hak dan kewajiban perpajakannya. Indikator empiris dalam variabel ini
antara lain: patuh dalam melaporkan kembali SPT, melaksanakan perhitungan dan
pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran pajak yang terutang. Variabel
ini menggunakan skala pengukuran interval.
Kesadaran wajib pajak merupakan sikap wajib pajak yang sadar terhadap kewajiban
wajib pajak sehingga melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak. Indikator empiris
dalam variabel ini antara lain: tingkat pengetahuan fungsi pajak untuk pembiayaan negara,
tingkat pemahaman bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, tingkat pemahaman fungsi pajak untuk pembiayaan negara, menghitung,
membayar, melaporkan pajak dengan benar. Variabel ini menggunakan skala pengukuran
interval.
15
Sanksi pajak merupakan alat yang berfungsi sebagai penegak aturan agar wajib pajak
tidak melanggar norma perpajakan. Indikator empiris dalam penelitian ini adalah sanksi
perpajakan yang jelas dan tegas. Variabel ini menggunakan skala pengukuran interval.
Tabel 1.
Pengukuran Variabel
Panduan Wawancara
1.1 Apakah dalam menjalankan kewajiban perpajakan wajib pajak melaporakan SPT
dengan tepat waktu?
1.2 Apakah dalam menjalankan kewajiban perpajakan wajib pajak patuh membayar
sanksi administrasi?
1.3 Apa yang menyebabkan wajib pajak tidak patuh dalam membayar pajak?
1.4 Bagaimana pandangan wajib pajak mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan?
1.5 Apakah ada sosialisasi mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan?
2. Bagaimana pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajak?
3.2 Bagaimana pandangan wajib pajak mengenai kewajiban membayar pajak dengan
manfaat yang diterima oleh wajib pajak?
17
4.1 Apakah menurut wajib pajak sanksi pajak sudah dilaksanakan dengan jelas dan
tegas?
4.2 Bagaimana akibatnya apabila wajib pajak tidak melakukan kewajiban perpajakan?
Kuesioner
PETUNJUK PENGISIAN
2. Berillah tanda silang (√) untuk data responden dan tanda checklist (√) untuk
kuesioner dan pilih sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
3. Tidak ada jawaban yang benar atau salah. Bapak/Ibu cukup menjawab sesuai
yang Bapak/Ibu alami dan rasakan dalam menjalankan kewajiban.
4. Keterangan pengisian:
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
KS = Kurang Setuju
TS = Tidak Setuju
5. Mohon periksa kembali semua jawaban Bapak/Ibu dan yakinkan bahwa tidak
ada pertanyaan yang terlewat.
18
1. Data Responden
Jenis Kelamin = L P
3. Pengetahuan Pajak
Pilihan Jawaban
No. Pernyataan
STS TS N S SS
1. Pajak bertujuan untuk
membiayai
pengeluaran rutin di daerah
serta untuk pembangunan
nasional bahkan untuk
pengembangan pendidikan
dan ekonomi masyarakat.
2. Wajib pajak mengetahui fungsi
dan manfaat pajak yang
digunakan untuk membiayai
pembangunan negara dan
sarana umum bagi masyarakat.
4. Sanksi Pajak
Pilihan Jawaban
No. Pernyataan
STS TS N S SS
1. Sanksi perpajakan yang
diberikan saat ini sudah sangat
jelas dan tegas
2. Sanksi yang diberikan sudah
sesuai dengan undang-undang
yang berlaku
3. Sosialisasi tentang sanksi
perpajakan sangat membantu
wajib pajak dalam memahami
sanksi pajak
4. Wajib pajak mengetahui ruang
lingkup berlakunya undang-
undang dan batasan dalam
perpajakan
5. Bahasa yang digunakan di
dalam undang-undang
perpajakn sudah jelas dan
tanpa keraguan
21
DAFTAR PUSTAKA
Eva, P. O., dan S. E. Aris. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar
Pajak. Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi. Vol. 10 No. 2 (Oktober): 135
– 150.
Pembiayaan Negara, (2017). Sumber Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)
ditopang oleh pajak. http://www.pajak.go.id/content/pembiayaan-negara-70-persen-
dari-pajak. Diakses 14 September 2017.
Sulastiningsih. 2014. Pengaruh kesadaran dan pengetahuan terhadap kemauan wajib pajak
orang pribadi untuk membayar pph. Jurnal Riset Manajemen. Vol. 1 No. 2 (Juli): 116 –
124.
Nurlita, R. 2017. Pengaruh pengetahuan perpajakan, ketegasan sanksi pajak, dan tax amnesty
terhadap kepatuhan wajib pajak. Jurnal Akuntansi Dewantara. VOL. 1 NO.1 (April).
Hans, H. A., A. Albert, dan N. I. Paskah. 2017. Konservatisme akuntansi di Indonesia. Jurnal
Ekonomika dan Bisnis. Vol. 20 No. 1 (April).
Pancawati, H., dan Y. Nila. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar
pajak. Jurnal Dinamika Keuangan dan Perbankan.Vol. 3 No 1. (Nopember): 126 – 142.
22
Mochamad, G. 2014. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak orang
pribadi dalam membayar pajak. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi. Vol. 3 No. 12.
Ika, K., dan J. D. Berliana. 2015. Tingkat pencapaian target dan efisiensi pendapatan asli
daerah (pad) kota salatiga. Jurnal dinamika akuntansi, keuangan dan perbankan. Vol. 4
No.2 (Nopember): 152 – 160.
Pertiwi, K. 2016. Pengaruh kesadaran wajib pajak dan pelayanan pegawai pajak terhadap
kesadaran wajib pajak. Jurnal Profita. Vol. 3.
Maya, T. D., S. Ariyanto. 2014. Analisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan
wajib pajak orang pribadi di lingkungan kantor pelayanan pajak pratama, tigaraksa
tangerang. Vol 5 No.2 (Nov): 497-509.
Fiona, Y. P., A. Husaini, dan D. F. Aazizah. 2015. Pengaruh kesadaran wajib pajak, sanksi
pajak, kualitas pelayanan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Vol 6 No. 2.
23
Muhammad, Z. U., I. Suyadi, dan D. F. Azizah. 2015. Pengaruh kesadaran wajib pajak,
pengetahuan pajak dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak . Vol 6 No. 2.
Sarah, N. S., H. Susilo, dan S. Sulasmiyati. 2015. Pengaruh pengetahuan pajak, kesadaran
wajib pajak, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak . Vol 6 No. 1.
Moh, A. R. E., S. R. Handayani, dan Z. ZA. 2015. Pengaruh biaya kepatuhan, sanksi
perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Vol 5 No. 2.
Christian, C. S., dan A. A. Toly. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib
pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak di surabaya. Vol 1 No. 1.
24