You are on page 1of 27

MAKALAH PRAKTEK FARMASI RS

KASUS 10

Trombosis Vena Dalam

Disusun oleh:

KELOMPOK 10

Riski Kusumastuti Laras 1620313363

Rizka Wilda Yanti 1620313364

Rizky Wulandari 1620313365

Robertus T. S 1620313366

Romaldus Raya Odel 1620313367

PROGRAM PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Trombus atau
bekuan darah dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung, atau mikrosirkulasi dan
menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli. Trombus adalah bekuan abnormal
dalam pembuluh darah yang terbentuk walaupun tidak ada kebocoran. Trombus terbagi
menjadi 3 macam yaitu trombus merah (trombus koagulasi), trombus putih (trombus
aglutinasi) dan trombus campuran.Trombus merah dimana sel trombosit dan lekosit tersebar
rata dalam suatu masa yang terdiri dari eritrosit dan fibrin, sering terdapat pada vena.Trombus
putih terdiri dari fibrin dan lapisan trombosit, leukosit dengan sedikit eritrosit, biasanya
terdapat dalam arteri. Bentuk yang paling sering adalah trombus campuran.
Trombosis Vena Dalam (DVT) merupakan penggumpalan darah yang terjadi di
pembuluh balik (vena) sebelah dalam.Terhambatnya aliran pembuluh balik merupakan
penyebab yang sering mengawali TVD. Penyebabnya dapat berupa penyakit pada jantung,
infeksi, atau imobilisasi lama dari anggota gerak.

B. EPIDEMIOLOGI
Insiden DVT di Amerika Serikat adalah 159 per 100 ribu atau sekitar 398 ribu per
tahun. Tingkat fatalitas TVD yang sebagian besar diakibatkan oleh emboli pulmonal sebesar
1% pada pasien muda hingga 10% pada pasien yang lebih tua.
Tanpa profilaksis, insidensi TVD yang diperoleh di rumah sakit adalah 10-40% pada
pasien medikal dan surgikal dan 40-60% pada operasi ortopedik mayor. Dari sekitar 7 juta
pasien yang selesai dirawat di 944 rumah sakit di Amerika, tromboemboli vena adalah
komplikasi medis kedua terbanyak, penyebab peningkatan lama rawatan, dan penyebab
kematian ketiga terbanyak.

C. PATOGENESIS
Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair, tetapi
akan membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan. Virchow
mengungkapkan suatu triad yang merupakan dasar terbentuknya trombus. Hal ini dikenal
sebagai Triad Virchow. Triad ini terdiri dari: 1. Gangguan pada aliran darah yang
mengakibatkan stasis, 2.Gangguan pada keseimbangan prokoagulan dan antikoagulan yang
menyebabkan aktivasi faktor pembekuan, dan 3. Gangguan pada dinding pembuluh darah
(endotel) yang menyebabkan prokoagulan. Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor
trombogenik dan mekanisme protektif terganggu. Faktor trombogenik meliputi:
1. Gangguan sel endotel
2. Terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel
3. Aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen subendotel atau faktor von
Willebrand
4. Aktivasi koagulasi
5. Terganggunya fibrinolisis
6. Statis
Mekanisme protektif terdiri dari:
1. Faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel endotel yang utuh
2. Netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel endotel
3. Hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor
4. Pemecahan faktor pembekuan oleh protease
5. Pengenceran faktor pembekuan yang aktif dan trobosit yang beragregasi oleh
aliran darah
6. Lisisnya trombus oleh system fibrinolisis
Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri, karena aliran yang cepat,
terdiri dari trombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan trombus vena terutama
terbentuk di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah yang besar dan
sedikit trombosit.

D. FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko dari TVD adalah sebagai berikut :
- Duduk dalam waktu yang terlalu lama, seperti saat mengemudi atau sedang naik pesawat
terbang.
Ketika kaki kita berada dalam posisi diam untuk waktu yang cukup lama, otototot kaki
kita tidak berkontraksi sehingga mekanisme pompa otot tidak berjalan dengan baik.
- Memiliki riwayat gangguan penggumpalan darah.
Ada beberapa orang yang memiliki faktor genetic yang menyebabkan darah dapat
menggumpal dengan mudah.
- Bed Rest dalam keadaan lama, misalnya rawat inap di rumah sakit dalam waktu lama
atau dalam kondisi paralisis.
- Cedera atau pembedahan
Cedera terhadap pembuluh darah vena atau pembedahan dapat memperlambat aliran
darah dan meningkatkan resiko terbentuknya gumpalan darah. Penggunaan anestesia
selama pembedahan mengakibatkan pembuluh vena mengalami dilatasi sehingga
meningkatkan resiko terkumpulnya darah dan terbentuk trombus.
- Kehamilan
Kehamilan menyebabkan peningkatan tekanan di dalam pembuluh vena daerah kaki dan
pelvis. Wanita-wanita yang memiliki riwayat keturunan gangguan penjendalan darah
memiliki resiko terbentuknya trombus.
- Kanker
Beberapa penyakit kanker dapat meningkatkan resiko terjadinya trombus dan beberapa
pengelolaan kanker juga meningkatkan resiko terbentuknya trombus
- Inflamatory bowel sydnrome
- Gagal jantung
Penderita gagal jantung juga memiliki resiko TVD yang meningkat dikarenakan darah
tidak terpompa secara efektif seperti jantung yang normal
- Pil KB dan terapi pengganti hormon
- Pacemaker dan kateter di dalam vena
- Memiliki riwayat TVD atau emboli pulmonal
- Memiliki berat badan yang berlebih atau obesitas
- Merokok
- Usia tua (di atas 60 tahun)
- Memiliki tinggi badan yang tinggi.

E. DIAGNOSIS
- Penilaian kondisi pasien sebaiknya difokuskan pada factor resiko (seperti, meningkatnya
usia, operasi besar, sebelumnya sudah mengalami tromboemboli vena, trauma,
keganasan, dan kondis hiperkoagulasi). Tanda dan simtom DVT adalah non spesifik, dan
dibutuhkan uji yang objektif untuk memastikan diagnosis.
- Studi kontras radiografi adalah metode paling akurat dan bisa diandalkan untuk diagnosis
tromboemboli vena. Dengan Kontras venografi bisa divisualisasikan seluruh system vena
pada ekstremitas bawah dan abdomen. Dengan Angiografi pulmonal bisa
divisualisasikan arteri pulmonal. Diagnosis tromboemboli vena bsia dilakukan jika
ditemukan defek pada pengisian intraluminal yang bertahan dengan sinar x.
- Karena studi kontras mahal, invasive, dan secara teknis sulit dilakukan dan evaluasinya,
uji non-invasif (seperti, ultrasonografi dan scan ventilasi-perfusi [V/Q]) sering digunakan
untuk evaluasi awal pasien yang dicurigai mengidap tromboemboli vena.
- Ultrasonografi Doppler bisa dengan sensitive mendeteksi trombus besar yang menutup
vena proksimal tapi relative tidak sensitive untuk thrombus lebih kecil yang tidak
menutup vena serta thrombus vena betis. Ultrasonografi Doppler juga berguna untuk
menilai kompetensi katup vena.
- Scan V/Q adalah uji skrining utama untuk tromboemboli vena. Defek kecil pada perfusi
ke jaringan paru bisa dideteksi, tapi defek perfusi pulmonal adalah non spesifik. Ventilasi
ke jaringan paru ditentukan dengan inhalasi partikel radiolabel yang dibentuk aerosol;
lalu diambil gambar sinar-x dari distribusi aliran udara pada alveoli. Jka bagian besar
jaringan paru diventilasi tapi tidka diperfusi (ketidakcocokan V/Q), ada kemungkinan
besar untuk PE. Hasil ditafsirkan sebagai kemungkinan normal atau tinggi, kemungkinan
intermediet, atau kemungkinan rendah untuk PE, tapi pasien dengan kemungkinan
intermediet sebaiknya menjalani ultrasonografi ekstremitas bawah karena kebanyakan
pasien dengan PE mempunyai antecedent DVT.
- Penilaian klinik meningkatkan akurasi diagnosa untuk uji objektif non-invasif. Factor
utama untuk DVT termasuk: (1) kanker aktif; (2) lumpuh, paresis (= lumpuh sebagian,
kelemahan otot), atau tidak bisa menggerakkan kaki; (3) istirhaat total >3 hari dalam 4
minggu; (4) operasi besar dalam 4 minggu; (5) pelunakan setempat sepanjnag vena
dalam; (6) pembengkakan betis dan paha; (7) pembengkakan betis 3 cm lebih besar dari
betis lain yang normal; dan (8) riwayat keluarga untuk DVT.
- Jika hasil dari penilaian klinik dan ultrasonografi berlawanan, bisa dilakukan venografi
atau angiografi untuk memastikan diagnosis.

F. PENCEGAHAN
Mengingat sebagian besar tromboemboli vena bersifat asimptomatik atau tidak
disertai gejala klinis yang khas, biaya yang tinggi jika terjadi komplikasi dan resiko kematian
akibat emboli paru yang fatal, pencegahan trombosis atau tromboprofilaksis harus
dipertimbangkan pada kasus-kasus yang mempunyai resiko terjadinya tromboemboli vena.
Resiko tromboemboli pada pasien yang menjalani operasi tanpa tromboprofilaksis
digambarkan pada tabel 2.
Metode pencegahan terhadap TVD saat ini adalah ambulasi dini, graduated
compression stockings, pneumatic compression devices, dan antikoagulan seperti warfarin,
UFH subkutan, dan LMWH.
Penggunaan regimen harus didasarkan pada tampilan klinis dan faktor resiko yang
dimiliki oleh pasien.Graduated compression stockings dipasang pada ekstremitas bawah dan
memiliki profil tekanan yang berbeda sepanjang stocking dengan tujuan mengurangi
penumpukan darah vena. Penelitian menunjukkan pencegahan ini cukup efektif dengan efek
samping minimal.Pneumatic compression devices juga disebut sequential compression
devices memanjang sampai ke lutut atau paha dan juga digunakan sebagai profilaksis
TVD.Penggunaan pneumatic compression devices mengurangi resiko pembentukan
gumpalan darah dengan menstimulasi pelepasan faktor fibrinolisis juga dengan kompresi
mekanis dan pencegahan penggumpalan darah vena.
Pencegahan secara farmakologis mencakup antagonis vitamin K (warfarin), UFH, dan
LMWH. UFH adalah campuran rantai polisakarida dengan berat molekul bervariasi, dari
3000 dalton sampai 30.000 dalton yang mempengaruhi faktor Xa dan thrombin. LMWH
terdiri dari fragmen UFH yang mempunyai respon antikoagulan yang dapat diprediksi dan
aktifitas yang lebih terhadap faktor Xa. Pada meta analisis pasien yang mengalami operasi
urologi, ortopedi dan bedah umum, disimpulkan bahwa UFH subkutan efektif mencegah
TVD pada pasien resiko menengah sampai resiko tinggi, dengan sedikit peningkatan
komplikasi perdarahan. Pada pasien ginekologi penggunaan heparin telah dibandingkan
dengan control, dimana dijumpai penurunan dteksi TVD pada kelompok yang menggunakan
heparin dibandingkan dengan control (3% vs 29%), dengan pemberian 5000 U UFH subkutan
2 jam sebelum operasi dan paska operasi dua kali sehari selama 7 hari.
LMWH diperkenalkan sebagai profilaksis dengan beberapa kelebihan seperti penberia
hanya 1 kali sehari dan keuntungan teoritis berkurangnya resiko perdarahan. Beberapa
penelitian telah membandingkan penggunaan LMWH dalteparin 2500 U satu kali sehari
dengan UFH 5000 U dua kali sehari untuk perioperative operasi abdominal, dan tidak
ditemukan perbedaan bermakna dalam hal kejadian TVD ataupun episode perdarahan.
Pemilihan metode profilaksis bergantung pada penilaian resiko tromboemboli, apakah
resiko ringan, sedang, tinggi, maupun sangat tinggi.

G. Terapi Farmakologi
1. UNFRACTIONATED HEPARIN

 Unfractionated heparin (UFH) adalah campuran heterogen dari glikosaminnoglikan


tersulfasi dari berbagai panjang rantai dan sifat farmakologi. Berat molekul berkisar dari
5000sampai 20000 dalton (rerata 15000 dalton).
 Efek antikoagulan dari UFH dimediasi melalui rangkaian pentasakarida spesifik pada
molekul heparin yang terikat ke antitrombin, merangsang perubahan konformasi.
Komplek UFH-antitrombin 100-1000 kali lebih poten sebagai antikoagulan jika
dibandingkan dengan antitrombn tunggal. Antitrombin menginhibit aktivasi factor IXa,
Xa, XIIa, dan trombin (IIa). Antitrombin juga menginhibit aktivasi V dan VIII yang
diinduksi trombin.

2. LOW-MOLECULAR-WEIGHT HEPARIN, LMWH (Heparin BM rendah)


 LMWHadalah fragment dari UFH yang merupakan campuran heterogen dari
glikosaminoglikan tersulfasi dengan BM sekitar satu per tiga UFH.
 Keuntungan LMWH dari UFH termasuk: (1) respon dosis antikoagulan yang lebih
bisa diprediksi; (2) peningkatan bioavalabilitas subkutan; (3) kliren tidak tergantung
dosis; (4) waktu paruh biologis yang lebih panjang; (5) insiden untuk trombositopeni
lebih rendah; dan (6) tidak terlalu memerlukan pengawasan laboratorium.
 Seperti UFH, LMWH meningkatkan dan mempercepat aktivitas antitrombin dan
mencegah pertumbuhan dan propagasi thrombus yang sudah terbentuk. Puncak efek
antikoagulan terlihat 3-5 jam setelah pemebrian subkutan.
 LMWH telah diterima luas sebagai alternative UFH untuk perawatan DVT dengan
atau tanpa PE. LMWH yang diberikan subkutan sama efektifnya dengan UFH yang
diberikan IV. Keefektifan ini telah dievaluasi mendalam untuk perawatan tromboemboli
vena pada pasien rawat inap dan pasien rawat jalan. LMWH juga merupakan alternative
UFH ketika pengawasan dengan protrombn time (PT) atau international normalized ratio
(INR) tidak tersedia.
3. HEPARINOID

 Natrium danaparoid (Orgaran) masih berhubungan dengan UFH dan LMWH, tapi
tidak mengandung heparin. Senyawa ini diturunkan dari mukosa intestinal babi dan
mengandung campuran tiga glikosaminoglikan yang tersulfasi: heparin, dermatan, dan
chondroitin. Natrium danaparoin telah disetujui FDA untuk profilaksis tromboemboli
vena pada pasien yang menjalani operasi penggantian pinggul elektif, dan juga telah
digunakan untuk perawatan tromboemboli vena dan stroke karena iskemi.
 Perdarahan adalah efek samping paling umum. Seperti LMWH, danaparoid tidak
memerlukan pengawasan laboratorium secara rutin.

4. INHIBITOR ANTI FAKTOR Xa

 Natrium fondaparinux (Arixtra) adalah inhibitor selektif anti factor Xa yang terikat
ke protrombin, dengan hebat mempercepat aktivitasnya, serupa dengan aksi UFH dan
LMWH. Tetapi, karena ukuran molekulnya yang kecil, senyawa ini tidak merangsang
aktivitas enzimatik antrombin terhadap factor IIa (trombin) atau terikat ke protein plasma
lainnya. Penggunaannya telah disetujui untuk pencegahan tromboemboli vena pada
pasien yang menjalani operasi untuk pinggul yang retak dan penggantian pinggul atau
lutut. Dosis 2,5 mg subkutan sekali per hari.

5. INHIBITOR TROMBIN LANGSUNG

 Agen-agen ini berinteraksi langsung dengan trombin dan tidak membutuhkan


antitrombin untuk mempunyai aktivitas antitrombotik. Agen-agen ini mampu
menginhibit trombin di sirkulasi dan di bekuan darah, yang merupakan kelebihan
dibandingkan UFH dan LMWH. Agen ini juga tidak menimbulkan trombositopenia yang
diinduksi system imun.
 Kontraindikasi serupa untuk obat antitrombotik lain, dan hemorrhage adalah efek
samping paling umum dan paling serius. Belum diketahui agen yang membalikkan
aktivitas inhibitor trombin langsung

6. WARFARIN
 Warfarin menginhibit enzim yang berperan untuk interkonversi siklis dari vitamin K.
Vitamin K adalah kofator yang dibutuhkan untuk karboksilasi protein koagulasi yang
tergantung vitamin K, protrombin (II); factor VII, IX, dan X; dan protein antikoagulan
endogenus, C dan S. Dengan mungurangi pasokan vitamin K, warfarin secara tidak
langsung memperlambat laju sintesis. Dengan menekan produksi factor pembekuan,
warfarin mencegah pembentukan awal dan prpagasi trombi. Warfarin tidka mempunyai
efek langsung pada factor pembekuan yang sudah beredar di sirkulasi atau trombi yang
sudah terbentuk. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan efek antikoagulan
tergantung waktu paruh eliminasi dari protein koagulasi. Karena protrombin mempunyai
waktu paruh 2-3 hari, efek antitrombotik warfarin tidak diperoleh selama 8-15 hari
setelah memulai terapi.
 Warfarin sebaiknya diberikan bersamaan dengan terapi UFH atau LMWH. Untuk pasien
dengan tromboemboli vena akut, terpai heparin dan warfarin sebaiknya diberikan
bersamaan selama paling tidak 4-5 hari, meski target INR sudah tercapai sebelumnya.
UFH atau LMWH bisa dihentikan setelah INR dalam rentang yang diinginkan selama 2
hari berturut-turut.
 Panduan untuk memulai terapi warfarin dibeirkan pada Gmabar 14-3. Dosis awal
sebaiknya 5-10 mgt. pasien tua (usia >65 tahun) dan mereka yang menjalani pengobatan
yang berpotensi untuk interaksi sebaiknya memulai dosis harian 2 ayau 2,5 mg.
 Terapi warfarin dimonitor dengan INR (target: 2,0-3,0 untuk DVT atau PE). Setelah
kejadian tromboemboli akut, INR sebaiknnya diukur paling tidak tiap 2-3 hari selama
minggu pertama terapi. Pada umumnya, peubahan dosis sebaiknya tidak dilakukan lebih
sering dari tiap 3 hari. Dosis sebaiknya disesuaikan dengan menghitung dosis mingguan
dan mengurangi atau meningkatkannya 5-25%. Efek dari perubahan dosis kecil mungkin
tidak akan terlihat selama 5-7 hari. Setelah respon dosis pasien didapatkan, INR bisa
diperiksa tiap 7-14 hari sampai stabil dan lalu tiap 4 minggu setelahnya.

7. TROMBOLISIS DAN TROMBECTOMY


 Agen trombolitik adalah enzim proteolitik yang merangsang perubahan plasmingen
menjadi plasmin, yang akan mendegradasi matrik fibrin.
 Pada penanganan PE, trombolitik telah menunjukkan mampu mengembalikan kondisi
arteri pulmnal yang tersumbat lebih cepat jika dibandingkan dengan UFH tunggal, tapi
manfaat awal ini tidak meningkatkan outcome jangkan panjang untuk pasien. Terapi
trombolitik tidak menunjukkan mengurangi morbiditas atau mortalitas dan dihubungkan
dengan resiko substansial untuk hemorrhage. Untuk alasan ini, trombolitik sebaiknya
disimpan untuk pasien dengan PE yang akan menerima manfaat terbesar. Pasien dengan
trombus di atrium atau ventrikel kanan atau sudah mengalami kompromi hemodinamik
sebagai bukti adanya hipotensi yang signifikan atau mengalami tahanan pada ventrikular
kanan bisa mendapatkan manfaat dari terapi trombolitik. Pasien dengan DVT yang masif
dan limb gangrene meski sudah mendapat antikoagulasi juga merupakan kandidat untuk
mendapat trombolisis.
KASUS
Roberts adalah seorang pria berusia 54 tahun yang disajikan kepada dokter perawatan primer
nya karena sakit di kaki kanannya. Dia menyatakan bahwa dia terbangun dengan rasa sakit 3
hari yang lalu dan telah terus-menerus, meskipun itu menyakitkan lebih ketika ia berjalan.
Pasien menyangkal nyeri dada, sesak napas, demam, sakit kepala, dan trauma kaki. Pasien
mulai ezetimibe 10 mg setiap hari untuk pengobatan hiperlipidemia sekitar 3 minggu sebelum
kunjungan ini. Dia berhenti ezetimibe 3 hari yang lalu karena dia pikir itu mungkin
menyebabkan rasa sakit kakinya, tapi rasa sakit terus. Pemeriksaan fisik mengungkapkan
ketat, hangat, betis kanan dengan kelembutan ringan. pulsa ekstremitas bawah dan sensasi
normal bilateral. Diagnosis dokter termasuk deep vein thrombosis dan rhabdomyolysis, dan
pasien dirujuk ke gawat darurat untuk evaluasi lebih lanjut.
Sejarah gawat darurat meliputi nyeri persisten di betis kanan yang diperburuk oleh berjalan,
tanpa faktor remisi. Pasien harga intensitas nyeri sebagai 3/10 saat ini.
 PMH : - Meninggalkan fraktur
- penyakit Graves dengan ablasi pergelangan kaki 9 tahun yang
tiroid lalu yang diperlukan cast tapi
- Encok tidak ada operasi
- Hiperlipidemia - Terpencil riwayat depresi
 PSH
Meninggalkan herniorrhaphy sekitar 10 tahun yang lalu eksisi kista pilonidal di masa
terpencil
 FH
Ayah meninggal pada usia 81 dari gagal hati. Ibu, satu saudara, dan anak semua hidup
dan sehat. Tidak ada riwayat keluarga vena tromboemboli atau pembekuan gangguan.
 SH
Menikah, satu anak dewasa. Minuman 1-2 minuman beralkohol setiap hari. Merokok
satu cerutu per bulan, tidak ada rokok. Bantah penggunaan narkoba.
 Meds :
- Allopurinol 300 mg po setiap hari
- Levothyroxine 150 po mcg setiap hari
- Ezetimibe 10 mg po setiap hari (dihentikan 3 hari lalu)
 Semua
NKDA
 ROS
Konstitusi Tidak ada menggigil, tidak ada kelelahan
Mata Tidak ada rasa sakit mata atau perubahan visi
THT Tidak ada sakit tenggorokan
Kulit Tidak ada perubahan pigmentasi, tidak ada perubahan kuku
Kardiovaskular Tidak ada nyeri dada, palpitasi, atau sinkop
Pernapasan Tidak ada batuk, SOB, mengi, atau stridor
GI Tidak sakit perut, mual, diare, atau muntah
Muskuloskeletal Tidak ada nyeri leher, nyeri punggung, atau cedera
Neurologis Tidak ada pusing, sakit kepala, atau kelemahan fokal
Psikiatri / Behavioral Tidak ada depresi

 Pemeriksaan fisik
Gen Agak gemuk, pria bule yang muncul nyaman. Koperasi, A & O × 3,
normal mempengaruhi.
VS BP 106/78, P 75 yang teratur, R 16, T 98,3 ° F, O2 duduk 97 / ra; Wt 245
lb, Ht 6'0 ''
Kulit Hangat, kering, warna normal. Tidak ada ruam atau indurasi.
HEENT Murid yang sama dan reaktif terhadap cahaya. EOM utuh. membran
mukosa lembab dan merah muda
Leher kisaran normal gerak tanpa tanda-tanda meningeal
Paru / Thorax Bunyi nafas normal, tidak ada gangguan pernapasan
CV RRR, ada menggosok, murmur, atau gallop

Abd Non tender, tidak ada massa, tidak ada distensi, tidak ada tanda-tanda
peritoneal
MS / Ext ekstremitas atas: normal dengan inspeksi, tidak ada CCE, ROM normal.
ekstremitas bawah: tidak ada CCE, ROM normal. betis lembut benar
dengan pembengkakan ringan. Tidak ada sindrom kompartemen jelas.
Neuro Glasgow koma skala 15, tidak ada defisit motor fokus, tidak ada defisit
sensorik focal
 Labs
Na 140 mEq/L CO2 27 mEq/L
Hct 39.3%
WBC 5.9 × 103/μL
BUN 10 mg/dL
K 3.9 mEq/L
MCV 92.0 fL
RBC 4.28 × 106/μL
SCr 0.84 mg/dL
Cl 103 mEq/L
MCHC 34.4 g/dL
Hgb 13.5 g/dL
Glucose 88 mg/Dl Granulocytes, electronic 51.0%
RBC dist 14.3 Lymphocytes, electronic 38.2%
Uric acid 5.0 mg/dL Monocytes, electronic 8.4%
Platelets 118 × 103/μL Eosinophils, electronic 1.9%
CK 117 U/L Basophils, electronic 0.5%
Mean platelet volume 7.2 fL ESR, Westergren 9 mm/h
Ekstremitas bawah vena ultrasonografi dupleks: DVT akut kanan femoralis distal
dangkal, poplitea, dan vena peroneal. Tidak ada kompresi atau aliran dalam kapal ini.
 Penilaian
DVT akut di femoral benar dangkal, poplitea, dan vena peroneal
 PERTANYAAN
Masalah identifikasi
1. Masalah indetifikasi
a. Buat daftar masalah yang berhubungan dengan obat ini pasien.
b. Apa temuan subjektif dan objektif mendukung diagnosis dari DVT tungkai
bawah?
Hasil yang diinginkan
2. Apa jangka pendek dan jangka panjang tujuan farmakoterapi untuk DVT ini pasien?
Alternatif terapi
3. Apa alternatif terapi yang tersedia untuk manajemen farmakologis dari DVT ini
pasien?
Rencana yang optimal
4. Desain rencana pengobatan untuk pengelolaan awal DVT ini pasien. Pastikan untuk
menyertakan bentuk sediaan, dosis, jadwal, dan durasi terapi untuk setiap obat yang
merupakan bagian dari rencana.
Evaluasi hasil
5. Desain rencana pemantauan untuk terapi DVT ini pasien. Pastikan untuk menyertakan
pemantauan untuk keamanan dan keampuhan. Pendidikan pasien
6. Apa pendidikan harus disediakan untuk pasien ini untuk mengoptimalkan probabilitas
keberhasilan terapi dan meminimalkan risiko efek samping?
FORM DATA BASE PASIEN
UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT
IDENTITAS PASIEN
Nama : Robert No Rek Medik :-
Tempat/tgl lahir : - Dokter yg merawat :-
Umur : 54 tahun
Alamat: -
Ras :-
Pekerjaan :-
Sosial : sudah menikah, sudah memiliki satu anak
Diagnosis : deep vein thrombosis dan rhabdomyolysis

Riwayat masuk RS : -
Riwayat penyakit terdahulu : sakit pada kaki kanan, nyeri dada, sesak napas, demam, sakit
kepala, dan trauma kaki
Riwayat Sosial :
Kegiatan
Pola makan/diet
- Vegetarian YA / TIDAK

Merokok YA / TIDAK 1 cerutu per bulan

Meminum Alkohol YA / TIDAK

Meminum Obat herbal YA / TIDAK

Riwayat alergi :
Tidak ada alergi
Keluhan/ Tanda umum :
Subyektif Obyektif
Sakit kaki kanan Na 140 mEq/L
nyeri dada WBC 5.9 × 103/μL
sesak napas K 3.9 mEq/L
demam RBC 4.28 × 106/μL
sakit kepala Cl 103 mEq/L
trauma kaki Hgb 13.5 g/dL
CO2 27 mEq/L
Hct 39.3%
BUN 10 mg/dL
MCV 92.0 fL
SCr 0.84 mg/dL
MCHC 34.4 g/dL
Glucose 88 mg/Dl
Uric acid 5.0 mg/dL
Platelets 118 × 103/μL
CK 117 U/L
Mean platelet volume 7.2 fL
Granulocytes, electronic 51.0%
Lymphocytes, electronic 38.2%
Monocytes, electronic 8.4%
Eosinophils, electronic 1.9%
Basophils, electronic 0.5%
ESR, Westergren 9 mm/h

Riwayat pengobatan :
- Allopurinol 300 mg po setiap hari
- Levothyroxine 150 po mcg setiap hari
- Ezetimibe 10 mg po setiap hari (dihentikan 3 hari lalu)
Nilai Laboratorium
Parameter Nilai Normal Hasil Keterangan
Na 135-144mEq/L 140 mEq/L Normal
WBC 5.000-10.000 μL 5.9 × 103/μL Normal
K 3,6 – 4,8 mEq/L 3.9 mEq/L Normal
RBC 3,8-5,8x 106/ μL 4.28 × 106/μL Normal
Cl 97 - 106 mEq/L 103 mEq/L Normal
Hgb 13 - 18 g/dL 13.5 g/dL Normal
CO2 22-32 mEq/L 27 mEq/L Normal
Hct 40% - 50 % 39.3% Rendah

BUN 8-20 mg/dL 10 mg/dL Normal

MCV 80 – 100 (fL) 92.0 fL Normal

SCr 0,6 – 1,3 mg/dL 0.84 mg/dL Normal

MCHC 32 – 36 g/dL 34.4 g/dL Normal

Glucose 70 - 100 mg/dL 88 mg/dL Normal


RBC dist 10-15 14,3 Normal
Uric acid 3,6-8,5mg/dL 5.0 mg/dL Normal

Platelets 150-400 x 103 /μL 118 × 103/μL Rendah


CK 30-170 U/L 117 U/L Normal
Mean platelet volume 4-10 fL 7.2 fL Normal

Granulocytes, 36-73 % 51.0% Normal


electronic
Lymphocytes, 15-45% 38,2% Normal
electronic
Monocytes, electronic 0-11 % 8,4% Normal
Eosinophils, electronic 0-6 1.9% Normal
Basophils, electronic 0-2% 0,5% Normal

ESR, Westergen <15 m/h 9 mm/h Normal

OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT INI


Outcome
No. Nama obat Indikasi Dosis R.P Interaksi ESO
terapi
1 Allopurinol Asam urat 300 mg Oral Allupurinol dapat Hipersensitif, Terapi untuk
meningkatkan toksisitas pruritus, ruam, asam urat
siklofosfamid dan sitotoksik gangguan, mual,
lain, dapat menghambat muntah, diare, sakit
metabolisme obat di hati kepala, vertigo,
misalnya warfarin, dapat anemia hemolitik
meningkatkan efek dari
asatioprin dan
merkaptopurin, efek
allupurinol dapat diturunkan
oleh golongan salisilat dan
urikosurik
Takikardi, aritmia,
palpikasi, nyeri
angina, kram otot
rangka, kelemahan
Mengurangi efek insulin otot, berkeringat,
dan diabetes oral, sakit kepala,
Terapi
2 Levothyroxine Hipotiroid 150 mcg Oral meningkatkan gugup,
Hipotiroid
antikoagulan oral tidak eksitabilitas,
langsung insomnia, sensasi
panas dan
kemerahan pada
wajah, diare,
penurunan BB
Interaksi tidak di ketahui
karena obat ini tidak Sakit kepala, nyeri Terapi
3 Ezetimibe hiperlipidemia 10 mg Oral
menginduksi enzim abdomen, diare hiperlipidemia
sitokrom p450
Identifikasi Problem
Problem Subyektif Objektif Terapi DRP
Medik
Gout - Uric acid Normal 5.0 Allupurinol
mg/dL Nilai asam urat pasien normal
Hipotiroid Pembedahan
Levothyroxine -
herniorrhaphy -
sekitar 10 tahun
yang lalu

hiperlipidemia - - Ezetimibe
-

DVT Nyeri kaki Nilai platelet rendah -


118 × 103/μL Indikasi tanpa terapi
Care plan
- Berdasarkan hasil data lab asam urat pasien yaitu 5.0 mg/dL dapat dikatakan bahwa
nilainya normal, sehingga terapi Allupurinol dapat dihentikan
- Terapi Levothyroxine untuk hipotiroid pasien tetap dilanjutkan agar pasien tetap
memperoleh hormon tiroid
- Terapi Ezetimibe tetap di lanjutkan tetapi pasien harus di lakukan pemeriksaan data lab
kadar LDL, HDL, TG, dan kolestrol totalnya
- Berdasarkan data Lab nilai platelet rendah 118 × 103/μL sehingga pasien mengalami
DVT tetapi belum di berikan terapi. Dengan demikian dapat direkomendasikan terapi
jangka pendek yaitu Unfractionated Heparin dan jangka panjaangnya yaitu warfarin

Alternatif pengobatan
Alternatif pengobatannya yaitu Low Molecular Wight Heparin (LMWH).

Optimal plan
Warfarin
- Dosis 5-10mg/hr selama 2 hari
- Bentuk sediaan Oral
- Jadwalnya sekali sehari
- Selama 2 hari-4 hari

Heparin
- Dosis dewasa 15.000 untuk setiap 12 jam
- Bentuk sediaan secara SC
- Jadwalnya sekali sehari
- Puncak efek antikoagulan terlihat 3-5 jam setelah pemebrian subkuta

Monitoring
- Monitoring kadar asam urat jika terjadi peningkatan maka bisa diberikan allupurinol
- Monitoring efek samping obat DVT yaitu pada warfarin yang dapat menyebabkan
perdarahan
- Monitoring interaksi obat Levothyroxine dengan warfarin
- Monitoring kadar lab dari terapi Ezetimibe seperti kadar LDL, HDL, TG, dan kolestrol
total
- Hemglobin, hemotocrit, dan tekanan darah untuk mendeteksi perdarahan dari terapi
antikoagulan. Karena efek samping dari penggunaan obat antikoagulan yaitu perdarahan
- Monitoring kadar platelet/trombosit
- Monitoring penggunaan obat DVT

KIE
- Pasien harus patuh dalam menggunakan terapi warfarin dan meminumnya saat perut
kosong atau tanpa makanan karena warfarin dapat berinteraksi dengan makanan
- Levothyroxine dan antikoagulan oral dapat berinteraksi, sehingga penggunaanya berikan
pada Levothyroxine pada pagi hari sebelum sarapan pagi dan pada warfarin diberikan
pada siang hari saat perut kosong

JAWABAN DARI PERTANYAAN


Masalah identifikasi
1. Masalah identifikasi
a. Buat daftar masalah yang berhubungan dengan obat ini pasien.
Jawab :
- Berdasarkan hasil data lab asam urat pasien yaitu 5.0 mg/dL dapat dikatakan
bahwa nilainya normal, sehingga terapi Allupurinol dapat dihentikan
- Berdasarkan data Lab nilai platelet rendah 118 × 103/μL sehingga pasien
mengalami DVT tetapi belum di berikan terapi
b. Apa temuan subjektif dan objektif mendukung diagnosis dari DVT tungkai
bawah?
Jawab :
Subyektif Obyektif
Sakit kaki kanan Na 140 mEq/L
nyeri dada WBC 5.9 × 103/μL
sesak napas K 3.9 mEq/L
demam RBC 4.28 × 106/μL
sakit kepala Cl 103 mEq/L
trauma kaki Hgb 13.5 g/dL
CO2 27 mEq/L
Hct 39.3%
BUN 10 mg/dL
MCV 92.0 fL
SCr 0.84 mg/dL
MCHC 34.4 g/dL
Glucose 88 mg/Dl
Uric acid 5.0 mg/dL
Platelets 118 × 103/μL
CK 117 U/L
Mean platelet volume 7.2
fL
Granulocytes, electronic
51.0%
Lymphocytes, electronic
38.2%
Monocytes, electronic
8.4%
Eosinophils, electronic
1.9%
Basophils, electronic 0.5%
ESR, Westergren 9 mm/h

Hasil yang diinginkan


2. Apa jangka pendek dan jangka panjang tujuan farmakoterapi untuk DVT ini pasien?
Jawab :
Jangka pendek : mengurangi rasa nyeri kaki kananya, mencegah pembentukan
trombusyang makin luas dan emboli paru. Kombinasi Heparin dengan oral
antikoagulan :
 Unfractionated Heparin(UFH) :
- Memiliki waktu mula kerja yang cepat, tetapi harus diberikan secara
intravena.
- UFH berikatan dengan antitrombin dan meningkatkan kemampuannya untuk
menginaktifasi faktor Xa dan Trombin
- Dosis disesuaikan dengan berat badan dan APTT
- Efek samping : perdarahan dan trombositopeni

 Low Molecular Wight Heparin (LMWH).


- Bekerja dengan cara menghambat faktor Xa melalui ikatan dengan
antitrombin
- Memiliki beberapa keuntungan dibandingkan UFH :
a. Respon antikoagulan yang lebih cepat diprediksi
b. Waktu paruh lebih panjang
c. Dapat diberikan subkutan 1-2x/hari
d. Dosis tetap
e. Tidak memerlukan monitoring lab
f. Efek samping trombositopeni lebih jarang
Jangka panjang : mencegah kekambuhan dan terjadinya sindrom post trombtik,
pemberian derivat kumarin sebagai profilaksis sekunder post untuk mencegah
kekambuhan, warfarin merupakan obat yang paling sering diberikan.

Alternatif terapi
3. Apa alternatif terapi yang tersedia untuk manajemen farmakologis dari DVT ini
pasien?
Jawab : Alternatif pengobatannya yaitu Low Molecular Wight Heparin (LMWH)

Rencana yang optimal


4. Desain rencana pengobatan untuk pengelolaan awal DVT ini pasien. Pastikan untuk
menyertakan bentuk sediaan, dosis, jadwal, dan durasi terapi untuk setiap obat yang
merupakan bagian dari rencana.
Evaluasi hasil
5. Desain rencana pemantauan untuk terapi DVT ini pasien. Pastikan untuk menyertakan
pemantauan untuk keamanan dan keampuhan. Pendidikan pasien
- Monitoring efek samping obat
- Monitoring kadar lab dari terapi Ezetimibe
- Hemglobin, hemotocrit, dan tekanan darah untuk mendeteksi perdarahan dari
terapi antikoagulan. Karen efek samping dari penggunaan obat antikoagulan yaitu
perdarahan
- Monitoring kadar platelet/trombosit
- Monitoring penggunaan obat DVT
6. Apa pendidikan harus disediakan untuk pasien ini untuk mengoptimalkan probabilitas
keberhasilan terapi dan meminimalkan risiko efek samping?
- Pasien harus patuh dalam menggunakan terapi warfarin dan meminumnya saat
perut kosong atau tanpa makanan karena warfarin dapat berinteraksi dengan
makanan
- Levothyroxine dan antikoagulan oral dapat berinteraksi, sehingga penggunaanya
berikan pada Levothyroxine pada pagi hari sebelum sarapan pagi dan pada
warfarin diberikan pada siang hari saat perut kosong
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, Joseph T, et al. 2008. Pharmacotherapy : A Pathopysiologic Approach, 7th Edition.


McGraw-Hill, New York.
Dipiro et al. 2015. Pharmacotherapy A Pathophysiology Approach. Edisi 9. New York: Mc
Graw Hill Medical.

IONI. 2008. Infomatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta

You might also like