You are on page 1of 7

PEMBERDAYAAN ANAK USIA DINI

MELALUI KELOMPOK BERMAIN ( KOBER )


DI DUSUN CIBAREGBEG DESA WANAJAYA
KECAMATAN KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Bimbingan Skripsi
Dosen pengampu: Abdullah Syafi’i, M.Pd.I

Oleh:
IIS ISNAENI SHOLIHAH
NIM:
15.01.0050

PROGRAM STUDI (PRODI)


PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
SEKOLAH TINGGI ILMU DAKWAH ALBIRUNI CIREBON
1438 H/2017M
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan di Indonesia melum merata. Kesenjangan kualitas pendidikan anatara


di kota dengan di daerah terpencil masih tinggi. Padahal indonesia membutuhkan
Sumber Daya Manusia bermutu untuk mengelola kekayaan alam yang berlimpah.

Anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada
rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut
sebagai anak usia prasekolah. Perkembangan kecerdasan pada masa ini
mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80%. Selain itu, berdasarkan hasil
penelitian/kajian yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas tahun
1999 menunjukkan bahwa hampir pada seluruh aspek perkembangan anak yang
masuk TK mempunyai kemampuan lebih tinggi daripada anak yang tidak masuk
TK di kelas I SD. Data angka mengulang kelas tahun 2001/2002 untuk kelas I
sebesar 10,85%, kelas II sebesar 6,68%, kelas III sebesar 5,48%, kelas IV sebesar
4,28, kelas V sebesar 2,92%, dan kelas IV sebesar 0,42%.Data tersebut
menggambarkan bahwa angka mengulang kelas pada kelas I dan II lebih tinggi
dari kelas lain.

Diperkirakan bahwa anak-anak yang mengulang kelas adalah anak-anak yang


tidak masuk pendidikan prasekolah sebelum masuk SD. Mereka adalah anak yang
belum siap dan tidak dipersiapkan oleh orangtuanya memasuki SD. Adanya
perbedaan yang besar antara pola pendidikan di sekolah dan di rumah
menyebabkan anak yang tidak masuk pendidikan taman kanak-kanak (prasekolah)
mengalami kejutan sekolah dan mereka mogok sekolah atau tidak mampu
menyesuaikan diri sehingga tidak dapat berkembang secara optimal. Hal ini
menunjukkan pentingnya upaya pengembangan seluruh potensi anak usia
prasekolah.

Usia 4-6 tahun, merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk
menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah
masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon
stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk
meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif,
bahasa, sosial emosional,konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-
nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan
kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara
optimal.
Peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa lain) sangat diperlukan dalam
upaya pengembangan potensi anak 4 – 6 tahun. Upaya pengembangan tersebut
harus dilakukan melalui kegiatan bermain sambil belajar atau belajar seraya
bermain. Dengan bermain anak memiliki kesempatan untuk bereksplorasi,
menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, belajar secara menyenangkan.
Selain itu bermain membantu anak mengenal dirinya sendiri, orang lain dan
lingkungan. Atas dasar hal tersebut di atas, maka kurikulum dikembangkan dan
disusun berdasarkan tahap perkembangan anak untuk mengembangkan seluruh
potensi anak.

Tingkat partisipasi masyarakat Indonesia dalam bidang pendidikan bagi anak usia
dini sangat rendah. Jika dibandingkan dengan Vietnam yang telah mencapai 43
persen, Filipina 27 persen, Thailand 86 persen, serta Malaysia 89 persen. Di
Indonesia pada tahun 2005-2006 hanya sekitar 10,10 persen dari total 28 juta anak
usia 0-6 tahun yang terserap dalam sekotr pendidikan.

Sebanyak 73 persen atau 20,4 juta anak belum mendapat pendidikan usia dini.
Sisanya, 27 persen atau 7,5 juta anak sudah mengenyam PAUD seperti membaca
dan berhitung yang dilakukan lembaga-lembaga nonformal, di antaranya
kelompok bermain dan tempat penitipan anak (TPA) (Media Indonesia, 10 Juli
2006).

Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pola pendidikan pra sekolah


sebagian besar disebabkan oleh pengaruh kemiskinan yang melekat di sebagian
besar kelompok masyarakat di Indonesia dan jarak yang cukup jauh dari tempat
tinggal ke sekolah, seperti yang terjadi di dusun cibaregbeg desa wanajaya
kecamatan kasokandel kabupaten majalengka. Jauhnya jarak tempat tinggal ke
sekolah menyebabkan banyak keluarga yang kesulitan dalam menyekolahkan
anak mereka terutama di tataran pendidikan pra sekolah (PAUD). Oleh karena itu
diperlukan suatu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Berdasarkan latar belakang yang terdapat diatas maka peneliti tertarik untuk
melekukan penelitian tentang “Pemberdayaan Anak Usia Dini Melalui Kelompok
Bermain (KOBER) Di Dusun Cibaregbeg Desa Wanajaya Kecamatan Kasokandel
Kabupaten Majalengka”.

B. Perumusan Masalah

Berpijak dari uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, dapat
dirumuskan masalah yang akan diteliti dalam hal ini adalah :

1. Bagaimana pemberdayaan anak usia dini melalui kelompok bermain


(KOBER) di Dusun Cibaregbeg Desa Wanajaya Kecamatan Kasokandel
Kabupaten Majalengka ?
2. Apa kendala yang terjadi pada pemberdayaa anak usia dini melalui
kelompok bermain (KOBER) di Dusun Cibaregbeg Desa Wanajaya
Kecamatan Kasokandel Kabupaten Majalengka ?

3. Bagaimana cara menyelesaikan kendala yang terjadi pada pemberdayaan


anak usia dini melalui kelompok bermain di Dusun Cibaregbeg Desa
Wanajaya Kecamatan Kasokandel Kabupaten Majalengka ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas
tersebut, peneliti ini mempunyai tujuan dianataranya sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan anak usia dini melalui


kelompok bermain (KOBER) di Dusun Cibaregbeg Desa Wanajaya
Kecamatan Kasokandel Kabupaten Majalengka ?
2. Untuk mengetahui apa kendala yang terjadi pada pemberdayaan anak usia
dini di Dususn Cibaregbeg Desa Wanajaya Kecamatan Kasokandel
Kabupaten Majalengka ?

3. Untuk mengetahui cara menyelesaikan kendala yang terjadi pada


pemberdayaan anak usia dini melelui kelompok bermain (KOBER) di
Dusun Cibaregbeg Desa Wanajaya Kecamatan Kasokandel Kabupaten
Majalengka ?

D. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah

C. Tujuan dan Manfaat

D. Sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
B. Penelitian Sebelumnya

C. Kerangka Berfikir

D. Hipotesis

BAB III METODE PENELITIA


A. Ruang Lingkup
B. Metode Pengumpulan Data

C. Metode Analisis Data

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Pemberdayaan

Kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan masyarkat yang


kurang berorientasi pada potensi dan kemandirian sumber daya manusia.
Paradigma pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada model
pertumbuhan ekonomi dan model kebutuhan dasar/kesejahteraan rakyat
benar benar telah membawa masyarakat kejurang kemiskinan, kebodohan
dan keterbelakangan yang sangat dalam. Untuk mengangkat masyarakat
dari derajat yang paling rendah tersebut, maka model pemberdayaan
masyarakat harus diubah yakni model yang dapat memberi peluang besar
bagi masyarakat untuk berkreasi dalam rangka mengaktualisasikan diri
dalam membangun dirinya sendiri.1

Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya adalah pembangunan


manusia, memang dalam pembangunan dibutuhkan produksi barang-
barang yang menjadi kebutuhan hidup manusia. Manusia membutuhkan
makanan yang cukup untuk mengembangkan dirinya, membutuhkan
perumahan dan pakaian yang bersih untuk menjaga kesehatannya, dan
juga membutuhkan penerangan, transportasi, alat komunikasi yang cukup
agar dapat memudahkan hidup mereka. Pembangunan mesti harus
meningkatkan produksi barang-barang yang menjadi kebutuhan hidup
manusia, tetapi pemenuhan barang-barang yang menjadi kebutuhan
tersebut tetap b ermuara pada pengembangan manusia yaitu untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia.2

Pemberdayaan manusia yang akan melupakan aspek manusianya


jelas tidak menguntungkan.hal ini karena akan menumbuhkan sikap pasif
dari masyarakat baik dalam proses pelaksanaan maupun menerima hasil-
hasil pembangunan. Sikap merasa tidak memiliki membuat mereka acuh

1
Moeljarto Tjokrowinoto, Pembengunan Dilema dan Tantangan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2002), hlm. 45-47.
2
Ibid, hal. 45-47.
tak acuh dan enggan terhadap hasil-hasil pembangunan, yang pada
gilirannya dapat menurunkan harkat dan martabat manusia/masyarakat.

Tujuan akhir dari pemberdayaan masyarakat adalah terwujudnya


masyarakat mandiri, majudan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
sehingga menjadi masyarakat yang sejahtera secara lahir dan bahagia
secara bathin. Indikator kesejahteraan secara lahir adalah apabila 1)
Pangan dan sandang terpenuhi; 2) Sehat jasmani dan rohani; 3) Kondisi
rumah layak tinggal; 4)Mampu menyekolahkan putra-putrinya sampai
jenjang dimana dapat meningikatkan tarap hidupnya; 5) Mampu
berpartisipasi dalam aktivitas masyarakat; 6) Mandiri dalam mengambil
keputusan; dan 7) Mampu menentukan jalan hidupnya sendiri. Sedangkan
indikator secara bathin adalah apabila: 1) Tercipta rasa aman di
masyarakat; 2) Terwujudnya ketenangan dan 3) Tercapinya kepuasan
dalam menjalakan perintah agama.

Pada dasarnya pemberdayaan masyarakat berusaha memposisikan


individu sebagai subjek dalam membangun diri dalam masyarakat, maka
pemberdayaan masyarakat semestinya dilaksanakan dengan mengacu
kepada karakteristik sasaran yang diberdayakan sebagai suatu komunitas
yang mempunyai ciri khusus, latar belakang, budaya tertentu, ideologi dan
paham tertentu, kepribadian tertentu, dan seterusnya.3 Menurut Setiana, hal
terpenting yang harus diketahui oleh petugas dan pelaku pemberdayaan
adalah pemberdayaan harus dimulai dengan menciptakan kondisi, suasana
atau iklim yang mengarah kepada terciptanya kemandirian masyarakat
sasaran sebagai tujuan dari pemberdayaan. Apapun cara, strategi metode
dan teknik yang dipakai dalam upaya pemberdayaan yang terpenting
adalah terciptanya kemandirian masyarakat dengan memanfaatkan potensi
yang ada.4

Sebagaiman pemberdayaan masyarakat islam yang diungkapkan


oleh Ibnu Khaldun terhadap konsep manusia yang bermula dari diri
individu yang mempunyai potensi dan keterbatasan. Sebagimana
dijelaskan bahwa manusia sebagai individu mempunyai tiga dimensi, yaitu
dimensi material (kebendaan), spiritual(kejiwaan) dan sosial
(kemasyarakatan).5 Dari ketiga dimensi tersebut maka muncul islam
sebagai agama yang menjadi modal sosial bagi aktivitas pemberdayaan
masyarakat. Maka dari itu islam sebagai agama yang merupakan sebuah
ajaran untuk melakukan gerakan sebagai modal sosial kemudian
mendoromg kaum muslim untuk menumbuhkan rasa saling percaya
3
S. Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),
hlm. 13.

4
Setiana L, Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005),
hlm.7.
5
Syafa’af Habib, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta: Penerbit Widjaya, 1982), hlm. 21.
diantara sesama muslim.6 Dari itu muncul konsep ummah wahidah
sebagaimana definisi dalam al-Qur;an “kanannasu ummatan wahidah.”
Pada konsep ini dipandang bahwa umat islam yang mempunyai keyakinan
normatif yang sama dari konsep ini pula yang perlu diperhatikan adalah
kemaslahatan ummat dan keutuhan sosial.

Sebagimana yang diungkapkan dalam firman Allah SWT dalam al-


Qur’an surah An-Nisa ayat 9:

Secara konseptual, peberdayaan atau pemberkuasaan


(empowerment), berasal dari kata “power” (kekuasaan atau
keberdayaan)7.secara leksikal, pemberdayaan berarti pengaturan. Secara
teknis, istilah pemberdayaan dapat disamakan atau setidaknya diserupakan
dengan istilah pengembangan8. Memberdayakan masyarakat merupakan
upaya untuk meningkatakan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang
dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap
kemiskinan dan keterbelakangan.

B. Penelitian Sebelumnya
C. Kerangka Berfiki

D. Hipotesis

6
Roik dan Asyahabuddin, Nilai-nilai Dasar Islam Sebagai Modal Sosial dalamPengembangan
Masyarakat, Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, Vo1. VI, (Yogyakarta: LPM UIN Sunan Kalijag, 2016,
hlm. 175.
7
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT Refika
Aditima,2009), hal. 57.
8
Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safi’e, Pengembangan Masyarakat Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosda Karya, 2001), hal. 41-42.

You might also like