Professional Documents
Culture Documents
Revisi Struma
Revisi Struma
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KELENJAR TIROID
2.1 Embriologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid atau glandula tiroidea muncul sebagai suatu proliferasi
epitel di dasar faring antara tuberkulum impar dan kopula di suatu titik yang
kemudian menjadi foramen sekum. Selanjutnya tiroid turun di depan usus
faring sebagai suatu diverticulum berlobus dua. Selama migrasi ini, tiroid
tetap berhubungan dengan lidah melalui sebuah saluran sempit, duktus
tiroglosus. Duktus ini kemudian lenyap.3
Dengan perkembangan selanjutnya, kelenjar tiroid turun didepan os
hioideum dan kartilago-kartilago laring. Tiroid mencapai posisi tetapnya di
depan trakea pada minggu ke tujuh. Pada saat ini, tiroid telah memiliki sebuah
ismus kecil di medial dan dua lobus lateral. Tiroid mulai berfungsi pada
sekitar akhir bulan ketiga, saat mulai tampak folikel-folikel pertama yang
mengandung koloid. Sel folikular menghasilkan koloid yang berfungsi sebagai
sumber tiroksin dan triiodotironin. Sel parafolikular atau sel C yang berasal
dari korpus ultimobrankiale berfungsi sebagai sumber kalsium. 3
2
2.2 Antomi Kelenjar Tiroid
3
Kelenjar tiroid pada dewasa memiliki berat antara 25-30 gram dan
dilapisi oleh suatu kapsula jaringan ikat. Kelenjar tiroid memiliki bentuk
khusus menyerupai kupu-kupu atau “butterfly” shape, karena terdiri atas dua
lobus (kiri dan kanan), yang dihubungkan di bagian anteriornya oleh suatu
ismus. Kedua lobus dari kelenjar tiroid berwarna kemerahan, karena kaya
akan vaskularisasi. Pembuluh darah vena pada kelenjar tiroid, juga berperan
untuk mengangkut hormon tiroid masuk ke sirkulasi.4
Kelenjar tiroid kaya vaskularisasi yang berasal dari empat sumber,
arteri karotis superior kanan dan kiri yang merupakan cabang arteri karotis
eksterna kanan dan kiri, kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri dan
cabang arteri brakhialis. Adapun sistem venanya terdiri atas vena tiroidea
superior yang berjalan bersama arterinya, vena tiroidea media yang berada di
lateral dan berdekatan dengan arteri tiroidea inferior, dan vena tiroidea
inferior. Terdapat dua saraf yang mensarafi laring dan pita suara (plica
vocalis), yaitu nervus rekurens (cabang N. Vagus) dan cabang nervus
laringeus superior.4
2.3 Histologi Kelenjar Tiroid
Pada tingkat histologis, kelenjar tiroid terdiri dari beberapa struktur yang
disebut folikel. Dinding dari masing-masing folikel dibentuk oleh epitel
kuboid selapis atau dikenal juga dengan sel folikuler. Sel folikuler ini
mengelilingi suatu lumen sentral yang berisi cairan koloid kaya protein. Sel
folikel memiliki bentuk yang bervariasi dari skuamosa hingga kolumnar
rendah dan folikel memiliki diameter yang cukup bervariasi. Di ruang
intersisium diantara folikel terselip sel parafolikuler atau sel C yang
menghasilkan hormon kalsitonin, yang berperan dalam metabolisme kalsium
dan tidak berhubungan dengan hormon tiroid.5
4
Gambar 2.3 Histologi kelenjar tiroid
5
globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin
pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA).1
Sekresi hormone tiroid dikendalikan oleh kadar hormone TSH yang
dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis dan terhadap sekresi hormone
pelepasan tirotropin (TRH) dari hipotalamus. Hormon tiroid mempunyai
pengaruh yang bermacam-macam terhadap jaringan tubuh yuang berhubungan
dengan metabolisme sel. Kelenjar tiroid juga mengeluarkan kalsitonin yang
menurunkan kadar kalsium serum.7
6
4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.
5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi
kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga
pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada
hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.
7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus
traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare,
gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.
Regulasi dari sekresi hormon tiroid diatur oleh sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid
:
1. Adanya suatu stimulus (seperti temperatur tubuh yang rendah, atau
penurunan kadar hormon tiroid dalam darah) menstimulasi sinyal ke
hipotalamus untuk memproduksi thyrotropin-releasing hormon (TRH).
2. TRH berjalan pada sistem portal hipotalamo-hipofiseal untuk
menstimulasi sel tirotropik di hipofisis anterior, sehingga
menyebabkan sintesis dan pelepasan thyroid-stimulatng hormon
(TSH).
3. Peningkatan kadar TSH menstimulasi sel folikuler dari kelenjar tiroid
untuk melepas hormon tiroid kedalam aliran darah.
4. Hormon tiroid menstimulasi sel target (banyak sel target di tubuh), jadi
metabolisme selular di sel tersebut meningkat. Sebagai hasil dari
stimuasinya, temperatur basal tubuh juga meningkat.
7
5. Produksi panas sebagai produk dari meningkatnya metabolisme yang
menaikkan temperatur tubuh, dapat menghambat pelepasan TRH oleh
hipotalamus. Selain itu hormon tiroid juga memblok reseptor TRH di
hipofisis anterior, sehingga hubungan hipotalamus-hipofisis anterior
teragnggu, dan hipofisis anterior berhenti memproduksi TSH, dan
kelenjar tiroid berhenti memproduksi hormon tiroid.1
8
B. STRUMA
2.5 Definisi Struma
Struma atau gondok atau goiter adalah pembesaran dari kelenjar tiroid.1
Kelenjar tiroid normal memiliki ukuran sebesar dua buah ibu jari tangan yang
didekatkan berdampingan membentuk huruf V.8 Pada penderita struma,
fungsi kelenjar tiroid bisa normal, mengalami overaktifitas, atau
underaktifitas.9
2.6 Epidemiologi Struma
Penyebab paling sering dan utama dari struma di seluruh dunia adalah
defisiensi yodium. Apabila lebih dari 10% populasi pada suatu daerah
menderita struma yang diakibatkan oleh defisiensi yodium, maka hal ini
disebut endemic goiter.2
Prevalensi struma difus menurun seiring bertambahnya usia, prevalensi
terbesar adalah pada masa pra-menopause wanita, dan rasio wanita terhadap
pria setidaknya 4: 1 . Terdapat peningkatan frekuensi nodul tiroid seiring
bertambahnya usia. nodul tiroid klinis terlihat hadir pada 6,4% wanita dan
1,5% pria. Prevalensi nodul tiroid tunggal adalah 3% dan goiter multinodular
adalah 1%.10
2.7 Klasifikasi Struma
Secara morfologis, struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat
bersifat diffus yang berarti pembesaran terjadi secara merata pada seluruh
kelenjar tiroid (Struma Diffusa), atau nodosa yang berarti pembesaran kelenjar
tiroid yang diakibatkan karena terdapatnya nodul di dalam kelenjar tiroid
(Struma Nodusa). Struma nodosa dapat dibagi lagi menjadi uninodosa / soliter
bila hanya terdapat satu nodul, dan multinodular bila terdapat lebih dari satu
nodul pada kelenjar tiroid.1,9
Secara fisologis, struma dapat dibedakan menjadi :9
a. Struma Toksik, apabila pembesaran kelenjar tiroid disertai dengan
peningkatan sekresi hormon tiroid.
b. Struma Non Toksik, apabila pada pembesaran kelenjar tiroid produksi
hormon tiroid tetap dalam batas normal.
9
Menurut American society for Study of Goiter membagi : 9
1. Struma Non Toxic Diffusa
2. Struma Non Toxic Nodusa
3. Struma Toxic Nodusa
4. Stuma Toxic Diffusa
10
Gambar 2.5.Skema patogenesis penyakit Grave
11
seringkali asupan ( intake) kalori tidak mencukupi kebutuhan sehingga terjadi
penurunan berat badan secara drastis.1
Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam bentuk
peningkatan sirkulasi darah, antara lain dengan peningkatan curah jantung/
cardiac output sampai dua-tiga kali normal, dan juga dalam keadaan istirahat.
Irama nadi meningkat dan tekanan denyut bertambah; penderita akan mengalami
takikardia dan palpitasi. Beban pada miokard, dan rangsangan saraf autonom
dapat mengakibatkan kekacauan irama jantung berupa ektrasistol, fibrilasi atrium,
dan fibrilasi ventrikel.1 Pada saluran cerna sekresi maupun peristaltik meningkat
sehingga sering timbul polidefekasi dan diare. 1
Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita
sulit tidur, sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami ketidakstabilan
emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran, dan ketakutan yang tidak beralasan yang
sangat menggangu.1
Pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan takipnea
yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot terutama otot-otot bagian
proksimal, biasanya cukup mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba. Hal
ini disebabkan oleh gangguan elektrolit yang dipicu oleh adanya hipertiroid
tersebut.1
Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metrorhagia.
Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap
reseptor pada jaringan ikat dan otot ekstrabulbi dalam rongga mata. Jaringan ikat
dan jaringan lemaknya menjadi hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke luar
dan otot mata terjepit. Akibatnya terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan
kerusakan bola mata akibat keratitis. Gangguan gerak otot akan menyebabkan
strabismus.1
12
2.7.1.1.5 Tatalaksana
Terapi penyakit graves ditujukan pada pengendalian keadaan
tirotoksikosis/ hipertiroidisme dengan antitiroid, seperti propiltiourasil (PTU)
atau karbimazol. Terapi definitive dapat dipilih antara pengobatan antitiroid
jangka – panjang, ablasio dengan yodium radioaktif, atau tiroidektomi.
Pembedahan terhadap tiroid pada keadaan hipertiroidisme dilakukan terutama jika
terapi medikamentosa gagal dan ukuran tiroid besar. Pembedahan yang baik
biasanya memberikan kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai
adanya hipotiroidisme dan komplikasi yang minimal.
Tabel 2.1 Pembedahan Tiroid
Jenis Contoh indikasi
Biopsi insisi Struma difus pradiagnosis
Biopsi eksisi Tumor (nodul) terbatas pradiagnosis
Tiroidektomi Hipertiroid (graves)
Subtotal Struma nodusa benigna
Hemitiroidektomi Kelainan unilateral ( adenoma)
Tiroidektomi total Keganasan terbatas tanpa kelainan kelenjar limfe
Tiroidektomi radikal Keganasan tiroid dengan kemungkinan metastasis ke
kelenjar limfe regional
13
2.7.1.2.2 Etiologi
Penyebab pasti dari Plummer’s disease belum diketahui. Namun dikatakan
Plummer’s disease dapat berasal dari simple goiter atau struma non toksik yang
sudah ada sebelumnya tanpa gejala hipertiroid. 13
2.7.1.2.3 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis struma nodusa toksik antara lain intoleransi panas,
hiperaktif, tremor, penurunan berat badan, lemah, pengecilan otot, peningkatan
nafsu makan, denyut jantung cepat.13
2.7.1.2.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung
oleh tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat.12
2.7.1.2.5 Tatalaksana
Struma multinodular toxic dapat diobati dengan obat antitiroid seperti
propilthiouracil atau methimazole, yodium radioaktif, atau dengan operasi.
Pilihan pengobatan lain adalah injeksi etanol ke dalam nodul. 14
2.7.2 STRUMA NON TOKSIK
2.7.2.1 Definisi
Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien
eutiroid, yang tidak disebabkan oleh proses autoimun, inflamasi atau neoplastik
Struma non toksik dapat bersifat diffus yang berarti pembesaran terjadi secara
merata pada seluruh kelenjar tiroid, atau nodosa yang berarti pembesaran kelenjar
tiroid yang diakibatkan karena terdapatnya nodul di dalam kelenjar tiroid. Struma
nodosa dapat dibagi lagi menjadi uninodosa / soliter bila hanya terdapat satu
nodul, dan multinodular bila terdapat lebih dari satu nodul pada kelenjar tiroid.15
2.7.2.2 Etiologi
Struma non toksik biasanya merupakan dampak dari defisiensi yodium
pada seseorang. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di
daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
misalnya daerah pegunungan. Di daerah nonendemik, etiologi struma
multifaktorial dengan kecenderungan wanita.15
14
2.7.2.3 Manifestasi Klinis
Biasanya penderita struma non toksik tidak mempunyai keluhan karena tidak
mengalami gangguan fungsi kelenjar tiroid. Pertumbuhan struma terjadi secara
perlahan, sehingga struma dapat membesar tanpa memberikan gejala. Keluhan
utama pasien pada penyakit ini adalah karena alasan kosmetik sehubungan dengan
benjolan di leher penderita.15
Pada struma nodosa, nodul dapat tunggal, tetapi kebanyakan berkembang
menjadi multinoduler. Struma multinodosa biasanya terjadi pada wanita berusia
lanjut. Secara umum, walaupun ukuran benjolan di leher penderita besar, struma
nodosa benigna tidak menyebabkan gangguan. Keluhan yang sering timbul adalah
rasa berat di leher, adanya benjolan yang bergerak naik turun waktu menelan, dan
alasan kosmetik. Penderita biasanya tenang, tidak sakit dan tidak sesak napas.16
Sebagian besar struma nodosa tumbuh ke arah lateral dan anterior, sehingga tidak
mengganggu pernafasan. Namun, pembesaran bilateral dapat menyebabkan
penyempitan pada trakhea. Penyempitan yang hebat dapat menyebabkan
gangguan pernafasan dengan gejala stridor inspiratoar. Struma nodosa unilateral
dapat menyebabkan pendorongan trakhea ke arah kontralateral tanpa
menimbulkan gangguan obstruksi pernafasan. 15
Struma dapat meluas sampai ke mediastinum anterior superior, terutama pada
bentuk nodulus yang disebut struma retrosternum. Umumnya struma retrosternum
ini tidak turun naik pada gerakan menelan karena apertura toraks terlalu sempit.
Seringkali struma ini berlangsung lama dan asimptomatik, sampai terjadi
penekanan pada organ atau struktur disekitarnya. Penekanan ini akan memberikan
tanda dan gejala penekanan esofagus atau trakhea. Diagnosis ditentukan dengan
pemeriksaan foto rontgent polos toraks. 15
2.7.2.4. Diagnosis
Evaluasi diagnostik pasien dengan struma nodular nontoksik dimulai
dengan riwayat dan pemeriksaan fisik. Serum thyrotropin (TSH) dan kadar
tiroksin bebas harus diukur untuk mengidentifikasi (subklinis) hipertiroidisme.
Pasien yang memiliki gejala dan tanda kompresi trakea (stridor inspirasi dan
dyspnea) harus memiliki radiograf yang diambil dari trakea atau CT atau MR
15
pencitraan leher dan toraks atas. Agen kontras iodinasi harus dihindari karena
risiko menginduksi hipertiroidisme. Tes fungsi paru berguna untuk mengevaluasi
hambatan jalan napas. Biopsi aspirasi jarum halus bisa membantu bila dicurigai
adanya tiroid. Sitologi harus diperoleh dari nodul dominan dan yang memiliki
konsistensi lebih kuat di dalam kelenjar tiroid.15
2.7.2.5 Penatalaksanaan
Indikasi utama untuk pengobatan pasien dengan nontoxic, struma
nodular adalah kompresi dari trakea atau esofagus dan obstruksi aliran keluar
vena. Indikasi lainnya adalah pertumbuhan gondok, ketidaknyamanan leher, dan
masalah kosmetik. Ada tiga pilihan pengobatan: tiroidektomi, terapi penekanan
dengan L-tiroksin, dan pemberian yodium radioaktif. 15
2.8 Langkah-Langkah Penegakan Diagnosis Struma
a. Anamnesis1,9
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa
benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala
hipertiroid atau hipotiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di
leher, maka harus digali lebih jauh dibagian mana leher tepatnya benjolan itu
berada, berapa jumlah benjolannya, apakah benjolan yang terasa bagi pasien
keras atau lunak, apakah benjolan terasa nyeri atau tidak, apakah benjolan ikut
bergerak pada saat pasien menelan atau menjulurkan lidah, apakah
pembesaran terjadi sangat progresif atau lamban, disertai dengan gangguan
menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu baru ditanyakan
ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid. Yang
termasuk gejala hipertiroid seperti : keringat berlebihan, tremor pada tangan,
menurunnya toleransi terhadap panas, penurunan berat badan, ketidakstabilan
emosi, gangguan menstruasi berupa amenorrhea, dan polidefekasi ( sering
buang air besar ). Sedangkan yang termasuk gejala hipotiroid seperti :
peningkatan berat badan, tidak tahan dingin, perasaan depresi, kulit kering dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan bagaimana pola diet pasien sehari-hari,
apakah pasien sering mengkonsumsi bahan-bahan yang dapat menghambat
produksi hormon tiroid, tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk
16
mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik. Pada pasien
dengan grave’s disease perlu juga ditnyakan apakah ada keluhan pada mata
pasien.
b. Pemeriksaan Fisik1,9
Pada pemeriksaan fisik status lokalis yang paling pertama dilakukan
adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-tanda
gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau tidak.
Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut
benar adalah kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada
saat pasien diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan
akan ikut bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus
dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher. Pembesaran
yang teraba harus dideskripsikan :
- Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
- Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
- Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
- Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
- Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
- Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoidea
- Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak
1. Status Generalis :
Keadaan umum pasien : Agitasi, anxietas
Pemeriksaan tangan pasien : tremor, kulit kering atau telapak tangan
eritema
Denyut nadi : frekuensi, ritme
Wajah : berkeringat, kulit kering
Mata : retraksi kelopak mata, eksophthalmus, lid lag
2. Status lokalis leher
a. Inspeksi
Perubahan pada kulit : eritema
17
Scars : pernah tiroidektomi
Massa : struma, limponodi
- Minta pasien menelan : lihat pergerakan massa di leher
- Minta pasien menjulurkan lidah : lihat pergerakan massa di
leher
b. Palpasi
Raba isthmus kelenjar tiroid tepat dibawah kartilago krikoid dan
palpasi isthmus serta masing-masing lobus di kiri dan kanan
isthmus
Sambil di palpasi minta pasien menjulurkan lidah dan rasakan
apakah ada pergerakan dari massa
Sambil di palpasi, minta pasien untuk menelan dan nilai
pergerakan massa, nilai juga kesimetrisan lobus kiri dengan
kanan
Palpasi juga limfoodus lokal untuk melihat limpodenopati
Lihat juga deviasi trakhea
Klasifikasi struma berdasarkan palpasi dan imaging
Stage 0 : tidak ada temuan struma ( non palpable dan invisible)
Stage 1 : leher membesar sebagai akibat pembesaran kelenjar
tiroid, teraba, tapi tidak terlihat pada leher jika dalam posisi
normal. Massa bergerak pada saat menelan. Termasuk juga
struma nodular apabila pembesaran tiroid tidak terlihat.
Stage 2 : leher membesar, terlihat pada saat leher dalam posisi
normal dan massa teraba.
18
Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami
eutiroid, hipotiroid atau hipertiroid
c. Pemeriksaan Penunjang16
1. Pemeriksaan laboratorium.
Dua buah pemeriksaan laboratorium yang paling umum digunakan untuk
mengevaluasi fungsi dari kelenjar tiroid adalah kadar T4 bebas dan kadar Thyroid
stimulating Hormon (TSH). Karena lebih dari 99% hormon tiroid yang dilepaskan
terikat pada protein di dalam darah, dan dipercaya bahwa mengukur kadar hormon
tiroid bebas lebih akurat untuk menentukan kadar hormon tiroid yang sebenarnya.
Pemeriksaan untuk mengetahui kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering
menggunakan teknik radioimmunoassay (RIA) dan ELISA dalam serum atau
plasma darah.
19
Pemeriksaan TSH : TSH atau thyrotropin diproduksi oleh kelenjer
hipofisis anterior dan berfungsi untuk mengontrol produksi hormon tiroid.
Apabila kadar TSH rendah dalam darah maka hal tersebut
mengindikasikan keadaan hipertiroidisme pada pasien. Dan sebaliknya.
Pemeriksaan T4 bebas : lebih dari 99% t4 yang dilepaskan dalam darah
berikatan dengan protein. Apabila kadar T4 bebas dalam darah meningkat
hal tersebut menunjukka keadaan hipertiroidisme, dan sebaliknya.
Pemeriksaan T3 bebas : Pemeriksaan kadar T3 tidak selalu dilakukan.
Pemeriksaan kadar T3 bebas dilakukan apabila pada gejala klinis pasien
menunjukkan gejala hipertiroid namun hasil pemeriksaan kadar T4
normal.
2. Pemeriksaan kadar antibodi
Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid yang ditemukan pada
serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun.
3. Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea atau pembesaran
struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga.
Foto rontgen leher posisi AP dan lateral biasanya menjadi pilihan.
USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah nodul, membedakan
antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya jaringan kanker yang
tidak menangkap iodium dan bisa dilihat dengan scanning tiroid.
Scanning Tiroid dasarnya adalah presentasi uptake dari I 121 yang
didistribusikan tiroid. Dari uptake dapat ditentukan teraan ukuran, bentuk
lokasi dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid (distribusi dalam
kelenjar). Uptake normal 15-40% dalam 24 jam. Dari hasil scanning tiroid
dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu cold nodule bila uptake nihil atau kurang
dari normal dibandingkan dengan daerah disekitarnya, ini menunjukkan
fungsi yang rendah dan sering terjadi pada neoplasma. Bentuk yang kedua
adalah warm nodule bila uptakenya sama dengan sekitarnya, menunjukkan
fungsi yang nodul sama dengan bagian tiroid lain. Terakhir adalah hot
20
nodule bila uptake lebih dari normal, berarti aktifitasnya berlebih dan jarang
pada neoplasma.
FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat
agar jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil
FNAB saja.
d. Penatalaksanaan
Pada grave’s disease:
Terapi penyakit graves ditujukan pada pengendalian keadaan
tirotoksikosis/ hipertiroidisme dengan antitiroid, seperti propiltiourasil
(PTU) atau karbimazol. Terapi definitive dapat dipilih antara pengobatan
antitiroid jangka – panjang, ablasio dengan yodium radioaktif, atau
tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid pada keadaan hipertiroidisme
dilakukan terutama jika terapi medikamentosa gagal dan ukuran tiroid besar.
Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembuhan yang permanen
meskipun kadang dijumpai adanya hipotiroidisme dan komplikasi yang
minimal.1
Pada struma akibat defisiensi yodium :
Struma akibat intake yodium yang kurang dapat dicegah dengan
subtitusi yodium. Pada awalnya pertumbuhan struma multinodosa dapat
dihambat dengan pemberian hormon tiroksin. Struma nodosa yang
berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi oleh pengobatan
hormon tiroid. Penanganan struma lama adalah dengan tiroidektomi subtotal
atas indikasi yang tepat. Berikut adaalah indikasi tindakan bedah struma
nontoksik :
a. Kosmetik (tiroidektomi subtotal)
b. Eksisi nodulus tunggal (yang mungkin ganas)
c. Struma multinodular yang berat
d. Struma yang menyebabkan kompresi laring atau struktur leher yang
lain
e. Struma retrosternal yang menyebabkan kompresi trakhea atau struktur
lain, biasanya pembedahan pada kasus ini dilakukan melaui insisi di
21
leher dan tidak torakotomi karena perdarahan berpangkal di pembuluh
di leher.
Sekitar 5% struma nodosa mengalami degenerasi maligna.
Berbagai tanda keganasan dapat dievaluasi meliputi perubahan bentuk,
pertumbuhan (lebh cepat), tanda infiltrasi pada kulit dan jaringan
seitarnya, serta fiksasi dengan jaringan sekitar. Dapat terjadi penekanan
atau infiltrasi ke nervus rekurens (perubahan suara), trakhea (dispnea),
atau esofagus (disfagia). Nodul maligna sering ditemukan terutma pada
pria usia muda dan usia lanjut. 1
Tindakan Pembedahan
Indikasi operasi struma adalah :
1. Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
2. Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
3. Struma dengan gangguan kompresi
4. Kosmetik
Kontraindikasi operasi struma :
1. Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
2. Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik lain
yang belum terkontrol
3. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit
digerakkan yang biasanya karena karsinoma.
22
BAB III
KESIMPULAN
Struma atau gondok atau goiter adalah pembesaran dari kelenjar tiroid.
Kelenjar tiroid normal memiliki ukuran sebesar dua buah ibu jari tangan yang
didekatkan berdampingan membentuk huruf V. Pada penderita struma, fungsi
kelenjar tiroid bisa normal, mengalami overaktifitas, atau underaktifitas.
Secara morfologis, struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat
bersifat diffus yang berarti pembesaran terjadi secara merata pada seluruh
kelenjar tiroid (Struma Diffusa), atau nodosa yang berarti pembesaran kelenjar
tiroid yang diakibatkan karena terdapatnya nodul di dalam kelenjar tiroid
(Struma Nodusa). Struma nodosa dapat dibagi lagi menjadi uninodosa / soliter
bila hanya terdapat satu nodul, dan multinodular bila terdapat lebih dari satu
nodul pada kelenjar tiroid.
Selanjutnya adalah menentukan pemeriksaan penunjang yang tepat
untuk menentukan diagnosis pasti dari jenis struma yang ada. Dengan
menegakkan diagnosis pasti maka kita dapat mnentukkan tatalaksana yang
tepat bagi struma yang dialami oleh pasien. Apakah memerlukan tindakan
pembedahan, atau cukup diberi pengobatan dalam jangka waktu tertentu.
23
DAFTAR PUSTAKA
24