Professional Documents
Culture Documents
STEP 7
1. Apa yang dimaksud kejadian tidak diinginkan di rumah sakit?
Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan/KTD (adverse event) atau
hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near miss ini dapat disebabkan karena:
1. keberuntungan (misal : pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat)
2. pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat diberikan)
3. peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotenya)
Penyebab utama terjadinya errors, antara lain:
1. Communication problems
2. Inadequate information flow
3. Human problems
4. Patient-related issues
5. Organizational transfer of knowledge
6. Staffing patterns/work flow
7. Technical failures
8. Inadequate policies and procedures
(AHRQ Publication No. 04-RG005, December 2003) Agency for Healthcare Research and
Quality
Pendekatan Penanganan KTD atau Error
Menurut James Reason dalam Human error management : models and management
dikatakan ada dua pendekatan dalam penanganan error atau KTD.
1. pendekatan personal.
Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, melakukan pelanggaran
prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan (dokter,
perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll). Tindakan tidak aman ini dianggap berasal
dari proses mental yang menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian, motivasi yang
buruk, tidak hati-hati, dan sembrono. Sehingga bila terjadi suatu KTD akan dicari siapa yang
berbuat salah.
2. Pendekatan sistem
Pemikiran dasar dari pendekatan ini yaitu bahwa manusia dapat berbuat salah dan karenanya
dapat terjadi kesalahan. Disini kesalahan dianggap lebih sebagai konsekwensi daripada
sebagai penyebab. Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa kita tidak akan dapat
mengubah sifat alamiah manusia ini, tetapi kita harus mengubah kondisi dimana manusia itu
bekerja.
Pemikiran utama dari pendekatan ini adalah pada pertahanan sistem yang digambarkan
sebagai model keju Swiss. Dimana berbagai pengembangan pada kebijakan, prosedur,
profesionalisme, tim, individu, lingkungan dan peralatan akan mencegah atau
meminimalkan terjadinya KTD.
http://www.lean-indonesia.com/2012/11/risk-management-manajemen-risiko-rumah.html
fk.ugm.ac.id/hpmlama/images/Manajemen%20Resiko%20Kesehatan%20Masyarakat/PH%20Ri
sk_9.pdf
Proaktif
Melalui program2 yg dirancang untuk mencegah, mengendalikan dan membuat
sesedikit mungkin keterbukaan pasien thd risiko klinis
5 kiat untuk manajemen risiko klinis yang proaktif :
o Credentialing of medical staff
Seleksi staf medik yang baik
o Incident monitoring and tracking
Monitor dan menjejaki kejadian klinis yg tidak diinginkan
o Complaints monitoring and tracking
Monitor dan menjejaki keluhan pasien / public
o Infection control. Pengendalian infeksi nosokomial
o Documentation in the medical record
Rekam medis yg baik
Reaktif
Proses sistematis melakukan identifikasi, evaluasi dan penanganan risiko klinis jika
sudah terjadi (termasuk negosiasi besaran ganti)
Pelatihan manajemen risiko klinik ; Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia
fk.ugm.ac.id/hpmlama/images/Manajemen%20Resiko%20Kesehatan%20Masyarakat/PH%20Risk_9.pdf
3. Tujuan dan manfaat manajemen resiko ?
Tujuan
Meminimalkan medical error, adverse event , harms
Meminimalkan terjadinya klaim , dan mengendalikan biaya klaim. Mencegah kerugian finansial
RS
Manfaat
Untuk pasien
o Membuat sekecil mungkin resiko cedera
o Meningkatkan keamanan pasien dan mutu asuhan
Staf
o Meningkatkan kesehatan ,kesejahteraan dan keamanan staf
Institusi
o Menjaga reputasi institusi , meminimalkan resiko financial
o Pemamfaatan SDM sebaik-baiknya
Publik
o Meningkatkan kepercayaan publik
Manfaat manajemen risiko terintegrasi untuk rumah sakit
1. Informasi yang lebih baik sekitar risiko sehingga tingkat dan sifat risiko terhadap pasien
dapat dinilai dengan tepat.
2. Pembelajaran dari area risiko yang satu, dapat disebarkan di area risiko yang lain.
3. Pendekatan yang konsisten untuk identifikasi, analisis dan investigasi untuk semua
risiko, yaitu menggunakan RCA.
4. Membantu RS dalam memenuhi standar-standar terkait, serta kebutuhan clinical
governance.
5. Membantu perencanaan RS menghadapi ketidakpastian, penanganan dampak dari
kejadian yang tidak diharapkan, dan meningkatkan keyakinan pasien dan masyarakat.
http://www.lean-indonesia.com/2012/11/risk-management-manajemen-risiko-rumah.html
4. Jelaskan sasaran keselamatan pasien menurut KARS 2012 ? standart KARS 2012 sehingga
Rumah sakit dikatakan patient safety?
CARA MENERAPKAN PATIENT SAFETY
Solusi diharapkan untuk mempromosikan satu sistem lingkungan dan dukungan
untuk memperkecil risiko dari cedera meskipun pelayanan kesehatan sangat kompleks
dan sering kurangnya standar
April 2007, International Steering Committee WHO Patient Safety menerbitkan:
1. Look-Alike, Sound-Alike Medication Names
Kerancuan nama obat salah satu penyebab paling umum salah obat
Dengan 10.000-an obat di pasar, potensi salah oleh kerancuan nama merek atau obat
generik dan pembungkusannya.
2. Patient Identification
Salah mengidentifikasi pasien masih berkelanjutan dan tersebar luas, salah obat, salah
transfusi, prosedur pada orang yang salah; dan pemulangan bayi kepada keluarga yang
salah.
3. Communication During Patient Hand-Overs
Gap komunikasi (atau ”operan” tugas) antara unit-unit, dan antar kelompok/regu,
kesinambungan perawatan terganggu, pengobatan tidak sesuai, potensial cedera pasien.
4. Performance of Correct Procedure at Correct Body Site
Prosedur salah atau salah lokasi operasi, karena hasil miskomunikasi dan tak tersedia
atau salah informasi.
Faktor kontribusi utama tidak adanya proses praoperatisi yang standar.
5. Control of Concentrated Electrolyte Solutions
Semua obat, zat biologi, vaksin dan media kontras mempunyai profil risiko, Khususnya
cairan elektrolit pekat untuk iv cukup berbahaya.
6. Assuring Medication Accuracy at Transitions in Care
Salah obat paling sering pada transisi / peralihan tugas. Proses pengecekan / pencocokan
obat dirancang untuk mencegah salah obat pada pasien saat transisi.
7. Avoiding Catheter and Tubing Mis-Connections
Desain kateter, pipa slang dan spuit dapat mengakibatkan salah spuit / kateter, juga
pemberian obat yang salah rute.
8. Single Use of Injection Devices
Salah satu perhatian global tersebarnya HIV, HBV dan HBC karena penggunaan ulang
jarum suntik.
9. Improved Hand Hygiene to Prevent Health Care-Associated Infection (HAI)
Setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia sedang menderita dari infeksi
nosokomial di rumah sakit.
Kebersihan tangan yang efektif adalah langkah pencegahan primer untuk ini.
(Referensi : WHO Patient Safety : Nine Life-Saving Patient Safety Solutions, JCI
Accreditation Standards for Hospitals 3 rd Edition, 2008)
Tujuan PATIENT SAFETY :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak diharapkan.
http://www.inapatsafety-persi.or.id/data/panduan.pdf
Prinsip penting :
o Budaya safety berarti staf selalu sadar terhadap KTD potensial
o Staf berserta RS selalu mampu mengakui & belajar dari kesalahan & bertindak
untuk memperbaiki
o Terbuka untuk berbagi informasi, dan dlm hal KTD staf ditangani secara adil
o Semua KTD juga terkait dng system, mencari kesalahan pada system akan
membantu RS belajar untuk menekan insiden
2) Pimpin dan dukung staf anda bangunlah komitmen & focus yg kuat & jelas tentang
KP di RS
RS :
o Ada anggota direksi yg bertanggung jawab atas KP
o Di bagian2 ada orang yg dapat menjadi “penggerak”KP
o Prioritaskan KP dlm agenda rapat direksi / manajemen
o Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Tim :
o Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin gerakan KP
o Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
o Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden
Prinsip penting :
o Pelaksanaan KP-RS butuh motivasi & komitmen pimpinan : direksi , pimpinan
klinis & manajerial dari seluruh jajaran pelayanan
o Pimpinan perlu menunjukkan KP-RS adalah prioritas, pimpinan harus sering
tampak & aktif memimpin di lapangan memperbaiki system KP-RS
o Staf agar mudah melapor bila tidak merasa bahwa asuhan pasien aman
3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko kembangkan system & proses pengelolaan
risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial bermasalah
RS :
o Struktur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP
o Kembangkan indicator kinerja bagi system pengelolaan risiko
o Gunakan informasi dari system pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan
kepedulian terhadap pasien
Tim :
o Diskusi isu KP dalam forum2
o Penilaian risiko pada individu pasien
o Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko & langkah
memperkecil risiko tsb
Prinsip penting :
o Manajemen risiko terintegrasi berarti pelajaran dari suatu area risiko dapat segera
disebarkan ke area risiko yg lain
o Konsisten melaksanakan identifikasi, assesmen, analisis & investigasi semua
risiko
o Penggunaan beberapa risk assessment tools : risk matrix grading, FMEA (failure
mode and effect analysis), risk assessment shecklist
4) Kembangkan system pelaporan pastikan staf anda agar dapat melaporkan kejadian /
insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS
RS :
o Lenkapi rencana implementasi system pelaporan insiden, ke dalam maupun ke
luar yg harus dilaporkan ke KPPRS – PERSI
Tim :
o Dorong anggota untuk melapor setiap insiden & insiden yg telah dicegah tetapi
tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting
Prinsip penting :
o Pelaporan insiden adalah langkah pertama proses mencegah KTD
o Staf penting memahami APA insiden KP yg harus dilaporkan (semua insiden yg
menyebabkan / dapat menyebabkan cedera, tidak hanya yg sentinel) dan
bagaimana cara melaporkannya
o RS selektif melaporkan insiden penting ke KKPRS, shg secara nasional dpt
disusun peta KTD dan berbagai solusi /umpan balik ke RS-RS
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien kembangkan cara-cara komunikasi yg
terbuka dgn pasien
RS :
o Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dng pasien & keluarga
o Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
o Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien & keluarga
Tim :
o Hargai dan dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi insiden
o Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kelurga bila terjadi insiden
o Segera setelah kejadian , tunjukkan empati kpd pasien & keluarga
Prinsip penting :
o Banyak pasien adalah “ahli” tentang kondisinya shg dpt membantu identifikasi
risiko & merencanakan solusi terhadap masalah KP
o Pasien ingin terlibat sbg mitra dlm proses asuhan
o stafBanyak pasien adalah “ahli” tentang kondisinya shg dpt membantu
identifikasi risiko & merencanakan solusi terhadap masalah KP
o Pasien ingin terlibat sbg mitra dlm proses asuhan
o Staf perlu melibatkan pasien dlm proses Dx, Th, diskusi risiko, monitoring,
segera diskusikan KTD secara bijak & dgn empati
o Keterbukaan ini & mendiskusikan KTD akan membantu pasien untuk lebih baik
dlm menerima risiko atau KTD
6) Belajar & berbagi pengalaman tentang KP dorong staf untuk melakukan analisis
akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul
RS :
o staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
o Kebijakan : criteria pelaksanaan analisis akar masalah atau metode analisis lain,
mencakup semua insiden & minimum 1, per tahun untuk proses risiko tinggi
Tim :
o diskusikan dlam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
o identifikasi bagian alain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tsb
prinsip penting :
o bila insiden terjadi, isu penting bukanlah “siapa yg salah” tetapi “bagaimana &
mengapa hal itu terjadi”
o belajar secara sistematik : tipe insiden yg perlu dilapor, informasi apa dan kapan
diperlukan , bagaimana menganalisis
7) Cegah cedera melalui implementasi system KP gunakan informasi yg ada tentang
kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada system pelayanan
RS :
o tentukan solusi dengan informasi dari system pelaporan, asesmen risiko, kejadian
insiden, audit serta analisis
o solusi mencakup penjabaran ulang system, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan
klinis, penggunaan instrument yg menjamin KP
o assesmen risiko untuk setiap perubahan
o sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
o umpan balik kepada staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden
tim :
o kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
o telaan perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
o umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yg dilaporkan
prinsip penting :
o dari solusi, dibuat system bau shg staf mudah melaksanakan asuhan yg lebih baik &
lebih aman
o pastikan system baru termasuk assesmen risiko, dievaluasi terus menerus dlm jangka
panjang, termasuk belajar terus menerus
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai
berikut :
1. BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KESELAMATAN PASIEN
Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
Langkah penerapan:
A. Bagi Rumah Sakit :
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang mejabarkan apa yang harus dilakukan staf
segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta harus
dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas
individual bilamana ada insiden
Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.
Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien.
B. Bagi Unit/Tim :
Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian mereka
dan berani melaporkan bilamana ada insiden
Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit anda untuk
memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta
pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.
Agar RS mampu belajar ttg KP Pimpinan hrs menciptakan budaya : staf berbagi
informasi secara bebasKP meningkat.
Caranya :
1. Asesmen budaya RS, apakah sudah ada budaya keterbukaan & adil
2. Buat kebijakan & prosedur yg kondusif utk budaya dimana :
- staf dpt berbicara kepada rekan kerja serta para manajer ttg IKP
dimana mereka terlibat didalamnya
- penelaahan IKP (Insiden Keselamatan Pasien) fokus pada mengapa
hal itu terjadi, bukan sekedar siapa yg terlibat
- staf diperlakukan secara adil & mendpt dukungan bila terjadi IKP
- alat analisis digunakan utk menentukan faktor yg berpengaruh
pada kegiatan seseorang
2. PIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDA
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di rumah
sakit anda.
Langkah penerapan:
A. Untuk Rumah Sakit :
Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas Keselamatan
Pasien
Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan untuk menjadi
”penggerak” dalam gerakan Keselamatan Pasien
Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan maupun rapat-
rapat manajemen rumah sakit
Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit anda dan
pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.
B. Untuk Unit/Tim :
Nominasikan ”penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan
Keselamatan Pasien
Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan
menjalankan gerakan Keselamatan Pasien
Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden.
Budaya keselamatan butuh kepemimpinan yg kuat serta kemauan utk mendengarkan.
A. Tiga kegiatan memberikan dampak yg besar :
1. Briefing tentang KP langsung oleh Pimpinan atau kunjungan para eksekutif yang teratur
di RS, pertemuan staf & pasien utk secara khusus mendiskusikan hal2 tentang
keselamatan
2. Mekanisme yg mendorong staf utk memberikan gagasan2 peningkatan KP. Pimpinan hrs
mendorong diskusi ttg IKP yg telah terjadi, telah dicegah atau hampir terjadi (KNC)
3. Mengembangkan mekanisme komunikasi & umpan balik merupakan hal yg vital, agar
staf memahami kontribusi mereka dlm KP & mereka terdorong untuk berpartisipasi
B. Tambahan Peran & Tangung jawab yg jelas juga sangat bermanfaat :
1. Tunjuklah penggerak KP utk setiap unit / bagian & pastikan bahwa mereka mengambil
bagian dlm agenda manajemen risiko serta clinical governance ;
2. Calonkan suatu badan eksekutif untuk mengawasi manajemen risiko dan KP
3. Tunjuklah seseorang yg cukup senior, mempunya akses ke Pimpinan, yg bertanggung
jawab untuk manajemen risiko, & idealnya adalah bagian dari suatu tim sentral yg bisa
melakukan pendekatan yg terintegrasi (Langkah 3).
3. INTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen
hal yang potensial bermasalah.
Langkah penerapan:
A. Untuk Rumah Sakit :
Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan non
klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan
Staf
Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat
dimonitor oleh Direksi/Pimpinan rumah sakit
Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan
asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
B. Untuk Unit/Tim :
Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu Keselamatan Pasien
guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang terkait
Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah
sakit
Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas setiap
risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut
Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses asesmen dan
pencatatan risiko rumah sakit.
KP bisa diperbaiki bila para pemimpin RS dpt menjawab secara positif pertanyaan
tentang :
1. Apakah KP tercermin dlm strategi, struktur, fungsi & sistem di RS ? KP harus
diintegrasikan dengan risiko klinis, risiko non-klinis, kesehatan & keselamatan, kontrol
internal, keluhan & kelalaian klinis,
2. Apakah objektif KP tergambar dlm strategi & rencana clinical governance yg dibuat ?
3. Apakah semua penelitian risiko klinis utk setiap bidang spesialistis diproses ke ”risk
register” RS? Apakah selalu up-to-date, melakukan penerapan rencana aksi, ditindak
lanjuti dan dipantau?
4. Apakah agenda dewan direksi terstruktur utk memastikan bahwa manajemen risiko & KP
sejalan dan setara dengan target keuangan & kinerja?
4. KEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN
Pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah
sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS).
Langkah penerapan :
A. Untuk Rumah Sakit :
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar, yang
harus dilaporkan ke KPPRS - PERSI.
B. Untuk Unit/Tim :
Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap insiden
yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung
bahan pelajaran yang penting.
Pelaporan IKP adalah dasar untuk membangun suatu sistem asuhan pasien yg lebih
aman.
Tiga kegiatan yg penting adalah :
1. Mendorong seluruh staf utk melaporkan masalah KP, khususnya kelompok2 yg tingkat
pelaporannya rendah. Tingkatan pelaporan yg tinggi biasanya ada pada suatu RS yg
lebih aman!!
2. Pelaporan agar juga disalurkan ke tingkat nasional yaitu KKPRS utk proses
pembelajaran bersama
3. Upaya kurangi tingkat keparahan insiden : manajer risiko harus melihat semua laporan
dari kematian pada KTD sebelum dikirim ke KKPRS. Pimpinan RS hrs menerima
laporan & rencana kegiatan dari semua kematian yg secara langsung berhubungan dgn
IKP
5. LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN
Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.
Langkah penerapan :
A. Untuk Rumah Sakit :
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan cara-cara
komunikasi terbuka tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya
Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana
terjadi insiden
Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka
kepada pasien dan keluarganya.
B. Untuk Unit/Tim :
Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya bila
telah terjadi insiden
Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden, dan
segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat
Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan
keluarganya.
RS yg terbuka adalah RS yg lebih aman!!. Pasien & staf perlu tahu bilamana
telah terjadi suatu yang merugikan dan mereka dilibatkan dalam penelitian insiden.
Ini dapat dilakukan dengan :
1. Membuat suatu kebijakan keterbukaan yg aman
2. Memperoleh dukungan dari tingkat dewan direksi untuk kebijakan dan kemudian
memberikan pelatihan kepada staf,
3. Melibatkan para pasien dan bila memungkinkan keluarga mereka & Staf dlm
melakukan analisis akar masalah (RCA) dari IKP yg menuju pada cedera yg
parah atau kematian
4. Melibatkan para pasien, dan keluarga serta Staf dalam membuat rekomendasi dan
solusi yang dikembangkan dari suatu IKP
KAMPANYE SPEAK – UP sejak 2005
1. Speak up if you have questions or concerns: it's your right to know
2. Pay attention to the care you are receiving
3. Educate yourself about your diagnosis, test and treatment
4. Ask a trusted family member or friend to be your advocate
5. Know what medications you take and why you take them
6. Use a health-care provider that rigorously evaluates itself against safety standards
7. Participate in all decisions about your care.
6. BELAJAR DAN BERBAGI PENGALAMAN TENTANG KESELAMATAN
PASIEN
Dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
Langkah penerapan:
A. Untuk Rumah Sakit :
Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat, yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab
Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria pelaksanaan Analisis
Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes and Effects Analysis
(FMEA) atau metoda analisis lain, yang harus mencakup semua insiden yang telah terjadi
dan minimum satu kali per tahun untuk proses risiko tinggi.
B. Untuk Unit/Tim :
Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden
Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan dan
bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
Pelayanan kesehatan bisa menjadi lebih aman hanya bila kita senantiasa belajar dari
IKP baik secara lokal maupun nasional.
Hal ini dapat dicapai dengan cara :
1. Gunakan teknik RCA atau audit kejadian yang signifikan untuk menginvestigasi insiden
secara efektif,
2. Memastikan beberapa staf inti, termasuk manajer risiko atau yang setara, telah
menerima pelatihan KPRS, dan menjadi tim investigasi RS serta melatih yang lain ;
3. Pimpinan mengambil bagian dlm sekurang2nya satu RCA review setiap tahunnya ;
4. Menganalisis frekuensi, tipe dan tingkatan keparahan insiden, & hasil pembelajaran dari
insiden, utk menilai adanya perbaikan yg berkesinambungan. Laporkan secara rutin
kegiatan ini kepada dewan direksi
7. CEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM KESELAMATAN
PASIEN
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada
sistem
pelayanan.
Langkah penerapan:
A. Untuk Rumah Sakit :
Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan, asesmen
risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan solusi setempat
Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan proses),
penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan instrumen yang
menjamin keselamatan pasien.
Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan
Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS - PERSI
Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden yang
dilaporkan
B. Untuk Unit/Tim :
Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien
menjadi lebih baik dan lebih aman.
Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan pelaksanaannya.
Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan. Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang
komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara
menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah
sakit.
Kemajuan yg nyata akan terjadi dlm melaksanakan suatu layanan kes yg lebih aman bila
perubahan penting telah diimplementasikan.
3.Membentuk Committee K3
4.Memelihara secara cermat record K3
periodik
melakukan follow up
TUGAS
Adapun tugas-tugas dalam sanitasi rumah sakit yaitu: Mengembangkan prosedur
rutin termasuk manual untuk pelaksanaannya. Melatih dan mengawasi karyawan-
karyawan tertentu termasuk petugas cleaning service. Membagi tugas dan tanggung
jawab. Melapor kepada atasan atau pimpinan rumah sakit.
Petugas yang berwenang dalam pelaksanaan usaha sanitasi rumah sakit merupakan kunci
dalam panitia/komite keamanan dan harus melaksanakan tugasnya dalam pengawasan
infeksi. Petugas harus melakukan suatu pengamatan (surveilence) sanitasi yang efektif
dan melaporkan pelaksanaan programnya kepada pimpinan rumah sakit. Petugas sanitasi
rumah sakit menentukan hasil layanan yang paling dominan dalam usaha pelayanan
sanitasi rumah sakit. Petugas sebagai pemberi layanan kepada penderita dapat
mempengaruhi proses pengobatan. Hubungan psikobiososial penderita dengan petugas
maupun dengan pengunjung dapat mempengaruhi hasil penyembuhan, lebih-lebih
apabila interaksi faktor biopsikososial ini berproses dalam suasana lingkungan yang
bersih, nyaman, dan asri (Hapsari, 2010).
Tenaga sanitasi rumah sakit adalah unsur (provider) utama yang bertanggung jawab
terhadap layanan sanitasi rumah sakit. Upaya penyehatan lingkungan RS meliputi
kegiatan-kegiatan yang kompleks sehingga memerlukan tenaga dengan kualifikasi
sebagai berikut:
1. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di RS kelas A dan B (rumah sakit
pemerintah) dan yang setingkat adalah seorang tenaga yang memiliki kualifikasi
sanitarian serendah-rendahnya berijazah sarjana (S1) di bidang kesehatan lingkungan,
teknik lingkungan, biologi, teknik kimia, dan teknik sipil.
2. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di RS kelas C dan D (rumah sakit
pemerintah) dan yang setingkat adalah tenaga yang memiliki kualifikasi sanitarian
serendah-rendahnya berijazah diploma (D3) dibidang kesehatan lingkungan.
3. Rumah sakit pemerintah maupun swasta yang sebagian kegiatan kesehatan
lingkungannya dilaksanakan oleh pihak ketiga, maka tenaganya harus berpendidikan
sanitarian dan telah mengikuti pelatihan khusus dibidang kesehatan lingkungan rumah
sakit yang diselenggarakan olehpemerintah atau badan lain sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
4. Tenaga sebagaimana yang dimaksud pada butir 1 dan 2, diusahakan mengikuti
pelatihan khusus di bidang kesehatan lingkungan rumah sakityang diselenggarakan oleh
pemerintah atau pihak lain terkait, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
(Depkes RI, 2004).
Tenaga pengelola limbah padat dan cair RS meliputi :
1. Tenaga pengelola limbah padat/sampah
a. Sampah dari tiap unit pelayanan fungsional dalam rumah sakit dikumpulkan oleh
tenaga perawat khususnya yang menyangkut pemisahan sampah medis dan non
medis, sedang ruang lain dapat dilakukan oleh tenaga kebersihan.
b. Proses pengangkutan sampah dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifkasi
SMP ditambah latihan khusus.
c. Pengawasan pengelolaan sampah rumah sakit dilakukan oleh tenaga sanitasi
dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus.
2. Tenaga pengelola limbah cair
a. Tenaga pelaksana meliputi pengawas sistem plumbing dan operator proses
pengolahan
b. Kualifikasi tenaga untuk kegiatan tersebut dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan
kualifikasi D1 ditambah latihan khusus
c. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D3 atau
D4 ditambah latihan khusus (Depkes RI, 2002)
11. Apa saja permasalahan yang timbul pada k3 ,manajemen sanitasi rumah sakit dan patient
safety ?
Permasalahan K3
SUMBER-SUMBER BAHAYA MELIPUTI:
1. KEADAAN MESIN-MESIN, PESAWAT-PESAWAT, ALAT- ALAT KERJA SERTA
PERALATAN LAINNYA , BAHAN-BAHAN
2. LINGKUNGAN
3. SIFAT PEKERJAAN.
4. CARA KERJA.
5. PROSES PRODUKSI.
ANEKA RAGAM BAHAYA :
• Bahaya kimiawi (antiseptik pd kulit, gas anesthesi dll)
• Bahaya Biologik (bakteri,virus,parasit,jamur ,dll yang berasal dari pasien)
• Bahaya fisik dlm dosis kecil tp terus menerus (radiasi, kebisingan,tekanan panas)
• Bahaya ergonomik yg menyebabkan tekanan fisik pd pekerja (rancangan yg kurang
baik)
• Bahaya fisiologik yg menimbulkan tekanan pekerjaan, mis kurang penerangan, keadaan
tak bersih, beban kerja berlebih maupun kestabilan pekerja itu sendiri
• Bahaya psikosoaial (ketegangan di kamar bedah, bangsal penyakit jiwa dll)
Permasalahan
• KEGIATAN SEBAGAIAN BESAR PENGELOLA RS BLM MELAKSANAKAN K3
SECARA OPTIMAL
• SDM YANG BELUM MEMAHAMI PERLUNYA MELAKSANAKAN KEGIATAN
K3
• TERBATASNYA ANGGARAN DI RUMAH SAKIT
Permasalahan Sanitasi RS
Limbah Rumah Sakit
Limbah RS adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan RS dalam bentuk padat, cair,
pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius,
bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif (Depkes, 2006). Limbah RS yaitu
buangan dari kegiatan pelayanan yang tidak dipakai ataupun tidak berguna termasuk dari limbah
pertamanan. Limbah rumah sakit cenderung bersifat infeksius dan kimia beracun yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia, memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila tidak
dikelola dengan baik. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit dalam bentuk padat dan cair (KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004).
Untuk mengoptimalkan penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran limbah yang
dihasilkannya maka Rumah Sakit harus mempunyai fasilitas sendiri yang ditetapkan
KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu :
1. Fasilitas Pengelolaan Limbah padat. Setiap Rumah sakit harus melakukan reduksi
limbah dimulai dari sumber dan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan
kimia yang berbahaya, beracun dan setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan
limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui
sertifikasi dari pihak yang berwenang.
Fasilitas Pembangunan Limbah Cair. Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang
sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan
penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau
bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis.
Limbah padat rumah sakit yang lebih dikenal dengan pengertian sampah rumah sakit. Limbah
padat (sampah) adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang harus
dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan umumnya
bersifat padat (Azwar, 1990)
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat akibat
kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis (Keputusan MenKes
R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004).
Limbah padat RS adalah semua limbah RS yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan RS
yang terdiri dari limbah medis dan non medis, yaitu:
1. Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di RS di luar
medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dari halaman yang dapat dimanfaatkan
kembali apabila ada teknologi.
2. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah
patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah container bertekanan,
dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
3. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme pathogen yang tidak
secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup
untuk menularkan penyakit pada manusia yang rentan.
4. Limbah sangat infeksius adalah limbah yang berasal dari pembiakan dan stock (sediaan)
bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan, dan bahan lain yang diinokulasi,
terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
Limbah cair RS adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan RS, yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme bahan beracun, dan radio aktif serta darah yang
berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2006).
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh
kegiatan rumah sakit, yang meliputi : limbah cair domestik, yakni buangan kamar dari rumah
sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif
(Said, 1999). Menurut Azwar (1990), air limbah atau air bekas adalah air yang tidak bersih dan
mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan, yang
lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk industri. Menurut Keputusan
MenKes R.I.No.1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit, pengertian limbah cair adalah semua buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan
radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
Dalam melakukan fungsinya rumah sakit menimbulkan berbagai buangan dan sebagian dari
limbah tersebut merupakan limbah yang berbahaya. Sumber air limbah rumah sakit dibagi atas
tiga jenis yaitu :
1. Air limbah infeksius : air limbah yang berhubungan dengan tindakan medis seperti
pemeriksaan mikrobiologis dari poliklinik, perawatan, penyakit menular dan lain – lain.
2. Air limbah domestik : air limbah yang tidak ada berhubungan tindakan medis yaitu
berupa air limbah kamar mandi, toilet, dapur dan lain – lain.
3. Air limbah kimia : air limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam
tindakan medis, laboratorium, sterilisasi, riset dan lain – lain (Chandra, 2007).
4. Sampah Rumah Sakit dapat digolongkan antara lain menurut jenis unit penghasil dan
untuk kegunaan desain pembuangannya. Namun dalam garis besarnya dibedakan menjadi
sampah medis dan non medis.
A. Sampah Medis
Sampah medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan
medis terhadap pasien. Termasuk dalam kegiatan tersebut juga kegiatan medis di ruang
polikllinik, perawatan, bedah, kebidanan, otopsi, dan ruang laboratorium. Limbah padat medis
sering juga disebut sampah biologis. Sampah biologis terdiri dari :
1. Sampah medis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, ruang peralatan, ruang bedah, atau
botol bekas obat injeksi, kateter, plester, masker, dan sebagainya.
2. Sampah patologis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, bedah, kebidanan, atau ruang
otopsi, misalnya, plasenta, jaringan organ, anggota badan, dan sebagainya.
3. Sampah laboratorium yang dihasilkan dari pemeriksaan laboratorium diagnostik atau
penelitian, misalnya, sediaan atau media sampel dan bangkai binatang percobaan.
B. Sampah Nonmedis
Sampah padat non medis adalah semua sampah padat diluar sampah padat medis yang dihasilkan
dari berbagai kegiatan, seperti berikut :
1. Kantor/administrasi
2. Unit perlengkapan
3. Ruang tunggu
4. Ruang inap
5. Unit gizi atau dapur
6. Halaman parkir dan taman
7. Unit pelayanan
Selain dibedakan menurut jenis unit penghasil, sampah RS dapat dibedakan berdasarkan
karakteristik sampah yaitu :
1. Sampah infeksius : yang berhubungan atau berkaitan dengan pasien yang diisolasi,
pemeriksaan mikrobiologi, poliklinik, perawatan, penyakit menular dan lain – lain.
2. Sampah sitotoksik : bahan yang terkontaminasi dengan radioisotope seperti penggunaan
alat medis, riset dan lain – lain.
3. Sampah domestik : buangan yang tidak berhubungan dengan tindakan pelayanan
terhadap pasien (Depkes RI, 2006).
Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber, mengelola dan
mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, pengelolaan stok kimia dan
farmasi, dan peralatan dimulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan. Pemilahan
harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah. Limbah padat yang akan/dapat
dimanfaatkan lagi harus melalui proses sterilisasi. Pengolahan dan pemusnahan limbah medis
tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat pembuangan akhir sebelum di anggap aman
bagi kesehatan (Depkes RI, 2004).
Menurut pendapat Okun dan Ponghis yang dikutip Soeparman dan Soeparmin (2002) berbagai
kualitas limbah cair yang penting untuk diketahui adalah bahan padat terlarut (dissolved solid),
kebutuhan oksigen biokimia (biochemical oxygen demand). Kebutuhan oksigen kimiawi
(chemical Oxygen Demand ) dan pH (power Hidrogen).
a. Bahan Padat terlarut. Bahan padat terlarut penting diketahui terutama apabila limbah cair akan
dipergunakan setelah pengolahan.
b. Kebutuhan Oksigen biokimia. Merupakan ukuran kandungan bahan organik dalam limbah cair
dan ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen yang diserap oleh akibat adanya
mikroorganisme selama satu periode waktu tertentu. Juga merupakan petunjuk dari pengaruh
yang diperkirakan terjadi pada badan air penerima berkaitan dengan pengurangan kandungan
oksigennya.
c. Kebutuhan oksigen kimiawi. Merupakan ukuran persyaratan kebutuhan oksigen limbah cair
yang berada dalam kondisi tertentu, yang ditentukan dengan menggunakan suatu oksidan
kimiawi.
d. pH. pH merupakan ukuran keasaman (acidity) atau kebasaan (alkalinity) limbah cair. pH
menunjukkan perlu atau tidaknya pengolahan pendahuluan untuk mencegah terjadinya gangguan
pada proses pengolahan limbah cair.
RS selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit
yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini
dapat hidup dan berkembang di lingkungan RS, seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-
benda peralatan medis maupun non medis. Dari lingkungan, kuman dapat sampai ke tenaga
kerja, penderita baru. Ini disebut infeksi nosokomial (Anies, 2006).
Limbah rumah sakit yang terdiri dari limbah cair dan limbah padat memiliki potensi yang
mengakibatkan keterpajanan yang dapat mengakibatkan penyakit atau cedera. Sifat bahaya dari
limbah rumah sakit tersebut mungkin muncul akibat satu atau beberapa karakteristik berikut :
Limbah mengandung agent infeksius
Limbah bersifat genoktosik
Limbah mengandung zat kimia atau obat – obatan berbahaya atau baracun
Limbah bersifat radioaktif
Limbah mengandung benda tajam
Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan kemungkinan besar
menjadi orang yang beresiko, termasuk yang berada dalam fasilitas penghasil limbah berbahaya,
dan mereka yang berada diluar fasilitas serta memiliki pekerjaan mengelola limbah semacam itu,
atau yang beresiko akibat kecerobohan dalam sistem manajemen limbahnya. Kelompok utama
yang beresiko antara lain :
1. Dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan dan tenaga pemeliharaan rumah sakit
2. Pasien yang menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan atau dirumah
3. Penjenguk pasien rawat inap
4. Tenaga bagian layanan pendukung yang bekerja sama dengan instansi layanan kesehatan
masyarakat, misalnya, bagian binatu, pengelolaan limbah dan bagian transportasi.
5. Pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya, ditempat penampungan sampah
akhir atau incinerator, termasuk pemulung (Pruss. A, 2005).
Kandungan zat limbah dapat mengakibatkan intosikasi atau keracunan sebagai akibat pajanan
secara akut maupun kronis dan cedera termasuk luka bakar. Intosikasi dapat terjadi akibat
diabsorbsinya zat kimia atau bahan farmasi melalui kulit atau membaran mukosa, atau melalui
pernafasan atau pencernaan. Zat kimia yang mudah terbakar, korosif atau reaktif (misalnya
formaldehide atau volatile/mudah menguap) jika mengenai kulit, mata, atau membrane mukosa
saluran pernafasan dapat menyebabkan cedera. Cedera yang umum terjadi adalah luka bakar
(Pruss.A, 2005).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28011/4/Chapter%20II.pdf
PERMASALAHAN PATIENT SAFETY
12. Apa standard pelayanan kesehatan kerja di rumah sakit ?
PERLENGKAPAN KEAMANAN PASIEN
• Tempat tidur dilengkapi penahan
• Kamar dilengkapi bel yg mdh dijangkau
• Tersedia alat penghisap emerjensi
• Pegangan sepanjang tangga
• Pintu dapat dibuka dari luar
• Alat pemadan api ringan , jarak maks 15 m
• Hydrant untuk area 600 m2
• Fire detector yg dihubungkan dg alarm
• Alat penyemprot air otomatis untuk gedung bertingkat min IV
RAMBU RAMBU
• Penunjuk jalan keluar
• alat pemadam api, tempat berbhy, tanda larangan
• Denah , marka dan tempat pemadam api
• Pintu darurat, lampu darurat secara otomatis
TEMPAT BERISIKO
• Penyimpan bahan mudah menguap
• Penyimpanan bahan mudah terbakar
• Penyimpanan dan penggunaan bahan radioaktif
• Tempat yang infeksius
PENYEHATAN LINGKUNGAN RS
• Pencahayaan, penghawaan, kebisingan ruangan
• Makanan dan minuman
• Air, tempat pencucian,penangan sampah dan limbah
• Perlindungan radiasi
• Penyluhan kesehatan
• Menyiapkan penghuni gedung, meliputi : organisasi & prosedur penanggulangan keadaan
darurat; Penentuan pejabat/petugas org penanggulangan keadaan darurat; Pembinaan dan
pelatihan
• Menyiapkan sarana pengunjang diantaranya pusat komando pengendali, sarana
komunikasi,transportasi dll
13. Bagaimana cara menerapkan root cause analysis ?
Root cause analysis dan audit kejadian yang signifikan memerlukan pendekatan untuk
mema-hami “kenapa ancaman terhadap keselamatan pasien bisa terjadi”.
14. Bagaimana peran manajemen resiko untuk meningkatkan paient safety ?