Professional Documents
Culture Documents
ANTASARI MAKMUR
OLEH:
HERISMAN
E1B1 15 081
S1 ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
Secara umum kota sebagai pusat permukiman mempunyai peran penting dalam memberi
pelayanan di berbagai bidang kehidupan bagi penduduknya dan daerah sekitarnya. Kota adalah
suatu wilayah geografis tempat bermukim sejumlah penduduk dengan tingkat kepadatan yang
relatif tinggi dibandingkan dengan perdesaan, dengan kegiatan utamanya di sektor nonpertanian.
Permasalahan perumahan dan permukiman merupakan sebuah isu utama yang selalu
mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Permasalahan perumahan dan permukiman
merupakan sebuah permasalahan yang berlanjut dan bahkan akan terus meningkat, seirama
dengan pertumbuhan penduduk, dinamika kependudukan dan tuntutan-tuntutan sosial
ekonomi yang semakin berkembang.
Secara sederhana permasalahan perumahan dan permukiman ini adalah tidak sesuainya jumlah
hunian yang tersedia jika dibandingkan dengan kebutuhan dan jumlah masyarakat yang akan
menempatinya. Tetapi apa bila kita melihat lebih dalam lagi, pokok-pokok permasalahan dalam
perumahan dan pemukiman ini sebenarnya adalah (sumber: Rumah Untuk Seluruh Rakyat, Ir.
Siswono Yudohusodo,..., Jakarta, 1991):
1. Kependudukan
Penduduk Indonesia yang selalu berkembang, merupakan faktor utama yang menyebabkan
permasalahan perumahan dan permukiman ini selalu menjadi sorotan utama pihak
pemerintah. Pesatnya angka pertambahan penduduk yang tidak sebanding dengan penyediaan
sarana perumahan menyebabkan permasalahan ini semakin pelik dan serius. Permasalahan
kependudukan dewasa ini tidak hanya menjadi isu pada kota-kota dipulau jawa, tetapi kota-
kota dipulau lainpun sudah mulai memperlihatkan gejala yang hampir serupa. Meningkatnya
arus urbanisasi serta semakin lebarnya jurang pemisah antara kota dan desa merupakan salah
satu pemicu permasalahan kependudukan ini.
Daerah perkotaan dan pedesaan merupakan satu kesatuan wilayah yang seharusnya menjadi
perhatian khusus pihak yang berkepentingan dalam hal pembangunan ini, khususnya
pembangunan perumahan dan permukiman. Seharusnya hal ini menjadi panduan untuk
melaksanakan pemerataan dalam pembangunan antar keduanya. Tetapi yang kita temui
dilapangan sekarang adalah semakin pesatnya pembangunan yang dilakukan pada kota,
sehingga daerah pedesaan semakin tertinggal. Pesatnya pembangunan perumahan diperkotaan
banyak yang tidak sesuai dengan rencana umum tataruang kota, inilah yang menyebabkan
keadaan perkotaan semakin hari semakin tidak jelas arah pengembangannya.
Pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar akan selalu dihadapkan kepada
masalah tanah, yang didaerah perkotaan menjadi semakin langka dan semakin mahal. Tidak
sedikit yang kita jumpai areal pertanian yang disulap menjadi kawasan permukiman, hal ini
terjadi karena ketersediaan tanah yang sangat terbatas sedangkan permintaan akan sarana
hunian selalu meningkat setiap saatnya. Konsekuensi logis dari penggunaan tanah pertanian
sebagai kawasan perumahan ini menyebabkan menurunnya angka produksi pangan serta
rusaknya ekosistem lingkungan yang apabila dikaji lebih lanjut merupakan awal dari
permasalahan lingkungan diperkotaan, seperti banjir, tanah longsor dan lain sebagainya.
Alternatif lain dalam menanggulangi permasalahan pertanahan di dalam kota ini adalah dengan
membangun fasilitas-fasilitas hunian didaerah pinggiran kota, yang relatif lebih murah
harganya. Namun permasalahan baru muncul lagi disana, yaitu jarak antara tempat tinggal dan
lokasi bekerja menjadi semakin jauh sehingga kota tumbuh menjadi tidak efisien dan terasa
mahal bagi penghuninya.
Selain itu, penyediaan perumahan dan pemukiman juga harus diikuti dengan penyediaan
prasarana dasar seperti penyediaan air bersih, sistem pembuangan sampah, sistem
pembuangan kotoran, air limbah, tata bangunan, saluran air hujan, penanggulangan bahaya
kebakaran, serta pencemaran air, udara, dan tanah yang memadai. Penyediaan prasarana dasar
tersebut membutuhkan biaya yang besar padahal kemampuan daerah dalam penyediaan
anggaran terbatas. Kemampuan pendanaan APBD Kabupaten dalam penyediaan prasarana
dasar pemukiman rata-rata hanya berkisar 15 – 20 Milyar per tahun, itupun sudah termasuk
dana yang bersumber dari DAK.
5. Pembiayaan.
Permasalahan biaya merupakan salah satu point penting dalam pemecahan permasalahan
perumahan dan permukiman ini. Secara mikro, hal ini disebabkan oleh kemampuan ekonomis
masyarakat untuk menjangkau harga rumah yang layak bagi mereka masih sangat susah sekali,
karena sebagian besar masyarakat merupakan masyarakat dengan tingkat perekonomian
menengah kebawah (jumlah penduduk miskin di Kabupaten Grobogan adalah %), sedangkan
secara makro hal ini juga tidak terlepas dari kemampuan ekonomi nasional untuk mendukung
pemecahan masalah perumahan secara menyeluruh.
Hal lain yang juga merupakan salah satu bentuk permasalahan pembiayaan ini adalah adanya
kecenderungan meningkatnya biaya pembangunan, termasuk biaya pengadaan tanah yang
tidak sebanding dengan kenaikan angka pendapatan masyarakat, sehingga standar untuk
memenuhi kebutuhan akan hunian menjadi semakin tinggi.
3. Tujuan :
4. Sasaran :
1. Peningkatan Pemanfaatan Ruang yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan
Kualitas/kuantitas bangunan gedung Pemerintah yang memenuhi standar teknis;
2. Peningkatan Akses/layanan air minum dan pengelolaan Sanitasi yang layak;
3. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan hunian yang layak huni dan terjangkau.
Dari sasaran tersebut ditetapkan Indikator Kinerja Sasaran Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya adalah sebagai berikut:
1. Persentase luas Pemanfaatan Ruang yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang;
2. Persentase bangunan berkondisi baik dan representatif (aset Pemkab Malang);
3. Persentase penduduk yang terlayani sarana pengelolaan air limbah;
4. Persentase penduduk yang mendapatkan akses air minum;
5. Persentase ketersediaan rumah layak huni.
5. Pembahasan
LOKASI
Kecamatan Poasia
Berada pada Kec. Poasia Kel. Rahandouna Jl.P.Antasari, dengan luas lahan 20.991 m2
Dengan kelebihan
1∶3∶6
Ket : 1 bangunan rumah besar type 54 m2 : 25 unit
Dimana untuk bangunan rumah besar type 54 m2 berjumlah 25 unit dan bangunan rumah
sedang type 45 m2 berjumlah 75 unit serta bangunan rumah kecil type 36 m2 berjumlah 150
unit. Dengan total unit keseluruhan berjumlah 250 unit bangunan rumah.
Dimana 60 % lahan yang terbangun dan 40% untuk lahan kosong/ tidak terbangun
Untuk Type 54 m2
54 T 2160
Sehingga ∶ 60T = 2.160 T= = 36 m2
60 40 60
60 % + 40% = 54 m2 + 36 m2 = 90 m2
Sehingga lahan kapling yang di butuhkan untuk bangunan rumah besar type 54 m2 seluas
90 m2 .
Untuk Type 45 m2
45 T 1.800
Sehingga ∶ 60T = 1.800 T= = 30 m2
60 40 60
60 % + 40% = 45 m2 + 30 m2 = 75 m2
Sehingga lahan kapling yang di butuhkan untuk bangunan rumah sedang type 45 m2 seluas
75 m2 .
Untuk Type 36 m2
60 % + 40% = 36 m2 + 24 m2 = 60 m2
Sehingga lahan kapling yang di butuhkan untuk bangunan rumah kecil type 36 m2 seluas
60 m2 .
- Bangunan rumah kecil type 36 m2 dengan luas kapling 60 m2 berjumlah 150 unit
total lahan = 60 x 150 = 9.000 𝐦𝟐
Sesuai dengan standar kepmen PU no 20/KPTS/1986, jumlah jiwa dalam satu RW adalah
500 KK atau 2.500 jiwa sedangkan dalam satu wilayah kelurahan terdiri dari 600 KK atau 3000
jiwa berdasarkan data standar yang ada, karena pada kelurahan ini tidak belum terdapat
fasilitas-fasilitas pendukung perumahan sesuai dengan keputusan di atas sehingga perlu adanya
pembangunan fasilitas yang di maksud dengan standar 500 KK atau 2.500 jiwa.
1. FASILITAS PEMERINTAH
Balai pemerintah dan pos hansip/pos jaga (dengan kapasitas 500 KK atau 2.500 jiwa)
dengan kebutuhan ruang 220 m2
2. FASILITAS PERIBADATAN
Masjid warga (dengan kapasitas 2.500 jiwa) dengan kebutuhan ruang atau luas tanah
144 m2
3. FASILITAS PENDIDIKAN
Taman Bacaan (dengan kapasitas 500 KK/2.500 jiwa) dengan kebutuhan ruang atau luas
tanah
4. FASILITAS PERBELANJAAN/NIAGA
Pertokoan (dengan kapasitas 250 jiwa) dengan kebutuhan ruang atau luas tanah
5. FASILITAS KEBUDAYAAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA
Taman olahraga rekreasi (dengan kapasitas 250 jiwa) dengan kebutuhan ruang atau luas
tanah
6. FASILITAS KESEHATAN
Balai pengobatan warga (dengan kapasitas 500 KK/ 2.500 jiwa) dengan kebutuhan ruang
atau luas tanah
SITE PLAN