You are on page 1of 13

PROPOSAL

ANTASARI MAKMUR

OLEH:
HERISMAN
E1B1 15 081
S1 ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HALU OLEO


KENDARI
2018
1. Latar belakang
Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
menyangkut kelayakan dan taraf kesejahteraan hidup masyarakat. Rumah bukan hanya berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian, lebih dari itu rumah juga mempunyai fungsi strategis dalam
perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persesuaian budaya dan peningkatan kualitas generasi
mendatang serta pengejawantahan jati diri. Dengan demikian pengembangan perumahan dan
pemukiman tidak dilandasi hanya untuk pembangunan fisik saja melainkan harus dikaitkan dengan
dimensi social, ekonomi dan budaya yang mendukung kehidupan masyarakat secara berkelanjutan.

Secara umum kota sebagai pusat permukiman mempunyai peran penting dalam memberi
pelayanan di berbagai bidang kehidupan bagi penduduknya dan daerah sekitarnya. Kota adalah
suatu wilayah geografis tempat bermukim sejumlah penduduk dengan tingkat kepadatan yang
relatif tinggi dibandingkan dengan perdesaan, dengan kegiatan utamanya di sektor nonpertanian.

isu-isu perkembangan permukiman yang ada pada saat ini adalah :

1. perbedaan peluang antar pelaku pembangunan yang ditunjukkan oleh ketimpangan


pada pelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan, perumahan dan ruang untuk
kesempatan berusaha;
2. konflik kepentingan yang disebabkan oleh kebijakan yang memihak pada suatu
kelompok dalam pembangunan perumahan dan permukiman;
3. alokasi tanah dan ruang yang kurang tepat akibat pasar tanah dan perumahan yang
cenderung mempengaruhi tata ruang sehingga berimplikasi pada alokasi tanah dan
ruang yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan pembangunan lain dan kondisi ekologis
daerah yang bersangkutan;
4. terjadi masalah lingkungan yang serius di daerah yang mengalami tingkat urbanisasi dan
industrialisasi tinggi, serta eksploitasi sumber daya alam;
5. komunitas lokal tersisih akibat orientasi pembangunan yang terfokus pada pengejaran
target melalui proyek pembangunan baru, berorientasi ke pasar terbuka dan terhadap
kelompok masyarakat yang mampu dan menguntungkan.
6. urbanisasi di daerah tumbuh cepat sebagai tantangan bagi pemerintah untuk secara
positif berupaya agar pertumbuhan lebih merata;
7. perkembangan tak terkendali daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh dengan
mengabaikan sektor lainnya seperti sektor pertanian, hal ini berakibat pada semakin
tingginya alih fungsi lahan sawah. Ironisnya alih fungsi terjadi pada sawah lestari,
dengan lokasi yang relatif datar/landai cocok untuk pengembangan permukiman atau
industri/perdagangan; dan
8. marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global.
2. Permasalahan

Permasalahan perumahan dan permukiman merupakan sebuah isu utama yang selalu
mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Permasalahan perumahan dan permukiman
merupakan sebuah permasalahan yang berlanjut dan bahkan akan terus meningkat, seirama
dengan pertumbuhan penduduk, dinamika kependudukan dan tuntutan-tuntutan sosial
ekonomi yang semakin berkembang.

Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia


Kekurangsiapan kota dengan sistem perencanaan dan pengelolaan kota yang tepat, dalam
mengantisipasi pertambahan penduduk dengan berbagai motif dan keragaman, nampaknya
menjadi penyebab utama yang memicu timbulnya permasalahan perumahan dan permukiman.

Secara sederhana permasalahan perumahan dan permukiman ini adalah tidak sesuainya jumlah
hunian yang tersedia jika dibandingkan dengan kebutuhan dan jumlah masyarakat yang akan
menempatinya. Tetapi apa bila kita melihat lebih dalam lagi, pokok-pokok permasalahan dalam
perumahan dan pemukiman ini sebenarnya adalah (sumber: Rumah Untuk Seluruh Rakyat, Ir.
Siswono Yudohusodo,..., Jakarta, 1991):

1. Kependudukan

Penduduk Indonesia yang selalu berkembang, merupakan faktor utama yang menyebabkan
permasalahan perumahan dan permukiman ini selalu menjadi sorotan utama pihak
pemerintah. Pesatnya angka pertambahan penduduk yang tidak sebanding dengan penyediaan
sarana perumahan menyebabkan permasalahan ini semakin pelik dan serius. Permasalahan
kependudukan dewasa ini tidak hanya menjadi isu pada kota-kota dipulau jawa, tetapi kota-
kota dipulau lainpun sudah mulai memperlihatkan gejala yang hampir serupa. Meningkatnya
arus urbanisasi serta semakin lebarnya jurang pemisah antara kota dan desa merupakan salah
satu pemicu permasalahan kependudukan ini.

2. Tataruang dan Pengembangan wilayah

Daerah perkotaan dan pedesaan merupakan satu kesatuan wilayah yang seharusnya menjadi
perhatian khusus pihak yang berkepentingan dalam hal pembangunan ini, khususnya
pembangunan perumahan dan permukiman. Seharusnya hal ini menjadi panduan untuk
melaksanakan pemerataan dalam pembangunan antar keduanya. Tetapi yang kita temui
dilapangan sekarang adalah semakin pesatnya pembangunan yang dilakukan pada kota,
sehingga daerah pedesaan semakin tertinggal. Pesatnya pembangunan perumahan diperkotaan
banyak yang tidak sesuai dengan rencana umum tataruang kota, inilah yang menyebabkan
keadaan perkotaan semakin hari semakin tidak jelas arah pengembangannya.

3. Perencanaan Pengembangan Perumahan dan Pemukiman yang masih belum optimal.


Perencanaan merupakan aspek yang tidak boleh dianggap sebelah mata, dengan perencanaan
yang matang, sinergis dan integral dalam setiap sektor akan menghasilakn keluaran
pengembangan perumahan dan pemukiman. Belum optimalnya perencanaan berakibat pada
lemahnya arah kebijakan pengembangan, tumpang tindihnya rencana aksi pengembangan
antar sektor, dan tidak fokusnya dalam menentukan prioritas pengembangan perumahan dan
pemukiman. Mengingat hal tersebut di atas, Saat ini di Kab. Grobogan baru menyusun
dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Daerah (
RP4D ) Kab. Grobogan, dokumen data base kampung kumuh, Pembahasan Perda Tata Ruang
yang mengakomodasi perkembangan wilayah, perkembangan permukiman yang semakin
intensif tetapi tetap memperhatikan lingkungan yang keberlanjutan (sustainabel development).
Dengan dokumen-dokumen tersebut, diharapkan arah kebijakan pengembangan perumahan
dan pemukiman dapat menumbuhkan lingkungan hidup perumahan yang lebih sehat dan
terkendali.

4. Pertanahan dan Prasarana

Pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar akan selalu dihadapkan kepada
masalah tanah, yang didaerah perkotaan menjadi semakin langka dan semakin mahal. Tidak
sedikit yang kita jumpai areal pertanian yang disulap menjadi kawasan permukiman, hal ini
terjadi karena ketersediaan tanah yang sangat terbatas sedangkan permintaan akan sarana
hunian selalu meningkat setiap saatnya. Konsekuensi logis dari penggunaan tanah pertanian
sebagai kawasan perumahan ini menyebabkan menurunnya angka produksi pangan serta
rusaknya ekosistem lingkungan yang apabila dikaji lebih lanjut merupakan awal dari
permasalahan lingkungan diperkotaan, seperti banjir, tanah longsor dan lain sebagainya.
Alternatif lain dalam menanggulangi permasalahan pertanahan di dalam kota ini adalah dengan
membangun fasilitas-fasilitas hunian didaerah pinggiran kota, yang relatif lebih murah
harganya. Namun permasalahan baru muncul lagi disana, yaitu jarak antara tempat tinggal dan
lokasi bekerja menjadi semakin jauh sehingga kota tumbuh menjadi tidak efisien dan terasa
mahal bagi penghuninya.

Selain itu, penyediaan perumahan dan pemukiman juga harus diikuti dengan penyediaan
prasarana dasar seperti penyediaan air bersih, sistem pembuangan sampah, sistem
pembuangan kotoran, air limbah, tata bangunan, saluran air hujan, penanggulangan bahaya
kebakaran, serta pencemaran air, udara, dan tanah yang memadai. Penyediaan prasarana dasar
tersebut membutuhkan biaya yang besar padahal kemampuan daerah dalam penyediaan
anggaran terbatas. Kemampuan pendanaan APBD Kabupaten dalam penyediaan prasarana
dasar pemukiman rata-rata hanya berkisar 15 – 20 Milyar per tahun, itupun sudah termasuk
dana yang bersumber dari DAK.

5. Pembiayaan.
Permasalahan biaya merupakan salah satu point penting dalam pemecahan permasalahan
perumahan dan permukiman ini. Secara mikro, hal ini disebabkan oleh kemampuan ekonomis
masyarakat untuk menjangkau harga rumah yang layak bagi mereka masih sangat susah sekali,
karena sebagian besar masyarakat merupakan masyarakat dengan tingkat perekonomian
menengah kebawah (jumlah penduduk miskin di Kabupaten Grobogan adalah %), sedangkan
secara makro hal ini juga tidak terlepas dari kemampuan ekonomi nasional untuk mendukung
pemecahan masalah perumahan secara menyeluruh.
Hal lain yang juga merupakan salah satu bentuk permasalahan pembiayaan ini adalah adanya
kecenderungan meningkatnya biaya pembangunan, termasuk biaya pengadaan tanah yang
tidak sebanding dengan kenaikan angka pendapatan masyarakat, sehingga standar untuk
memenuhi kebutuhan akan hunian menjadi semakin tinggi.

3. Tujuan :

1. Meningkatnya kualitas dan kuantitas pemanfaatan tata ruang dan meningkatnya


bangunan gedung Pemerintah yang memenuhi standar teknis konstruksi bangunan;
2. Meningkatnya kualitas Infrastruktur lingkungan permukiman;
3. Meningkatnya pembangunan bidang perumahan.

4. Sasaran :

1. Peningkatan Pemanfaatan Ruang yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan
Kualitas/kuantitas bangunan gedung Pemerintah yang memenuhi standar teknis;
2. Peningkatan Akses/layanan air minum dan pengelolaan Sanitasi yang layak;
3. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan hunian yang layak huni dan terjangkau.

Dari sasaran tersebut ditetapkan Indikator Kinerja Sasaran Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya adalah sebagai berikut:

1. Persentase luas Pemanfaatan Ruang yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang;
2. Persentase bangunan berkondisi baik dan representatif (aset Pemkab Malang);
3. Persentase penduduk yang terlayani sarana pengelolaan air limbah;
4. Persentase penduduk yang mendapatkan akses air minum;
5. Persentase ketersediaan rumah layak huni.
5. Pembahasan

LOKASI

Kecamatan Poasia

Berada pada Kec. Poasia Kel. Rahandouna Jl.P.Antasari, dengan luas lahan 20.991 m2

Dengan kelebihan

- Dekat dengan fasilitas pendidikan

- Dekat pusat perbelanjaan

- Dekat dengan bangunan pemerintahan

- Dekat dengan kantor kepolisian poasia

- Dekat dengan bangunan peribadatan

5.1 Rencana Type Bangunan

Perencanaan pembangunan perumahan, dengan perbandingan 1 : 3 : 6 untuk 250 kk (1.250


jiwa).

1∶3∶6
Ket : 1 bangunan rumah besar type 54 m2 : 25 unit

3 bangunan rumah sedang type 45 m2 : 75 unit


6 bangunan rumah kecil type 36 m2 : 150 unit

Dimana untuk bangunan rumah besar type 54 m2 berjumlah 25 unit dan bangunan rumah
sedang type 45 m2 berjumlah 75 unit serta bangunan rumah kecil type 36 m2 berjumlah 150
unit. Dengan total unit keseluruhan berjumlah 250 unit bangunan rumah.

5.2 Rencana Type Kapling

Perencanaan luasan lahan kapling untuk pembangunan perumahan, dengan perbandingan


60 : 40

Dimana 60 % lahan yang terbangun dan 40% untuk lahan kosong/ tidak terbangun

 Untuk Type 54 m2

Diketahui luas lahan terbangun 54 m2

Dan Ditanyakan untuk lahan tidak terbangun : T

54 T 2160
Sehingga ∶ 60T = 2.160 T= = 36 m2
60 40 60

60 % + 40% = 54 m2 + 36 m2 = 90 m2

Sehingga lahan kapling yang di butuhkan untuk bangunan rumah besar type 54 m2 seluas
90 m2 .
 Untuk Type 45 m2

Diketahui luas lahan terbangun 45 m2

Dan Ditanyakan untuk lahan tidak terbangun : T

45 T 1.800
Sehingga ∶ 60T = 1.800 T= = 30 m2
60 40 60

60 % + 40% = 45 m2 + 30 m2 = 75 m2

Sehingga lahan kapling yang di butuhkan untuk bangunan rumah sedang type 45 m2 seluas
75 m2 .

 Untuk Type 36 m2

Diketahui luas lahan terbangun 36 m2

Dan Ditanyakan untuk lahan tidak terbangun : T


45 T 1.440
Sehingga ∶ 60T = 1.440 T= = 24 m2
60 40 60

60 % + 40% = 36 m2 + 24 m2 = 60 m2

Sehingga lahan kapling yang di butuhkan untuk bangunan rumah kecil type 36 m2 seluas
60 m2 .

Sehinggan luas lahan kapling yang di butuhkan adalah :

- Bangunan rumah besar type 54 m2 dengan luas kapling 90 m2 berjumlah 25 unit


total lahan = 90 x 25 = 2.250 𝐦𝟐

- Bangunan rumah sedang type 45 m2 dengan luas kapling 75 m2 berjumlah 75 unit


total lahan = 75 x 75 = 5.625 𝐦𝟐

- Bangunan rumah kecil type 36 m2 dengan luas kapling 60 m2 berjumlah 150 unit
total lahan = 60 x 150 = 9.000 𝐦𝟐

Dengan total keseluruhan 16,875 𝐦𝟐 .


FASILITAS-FASILITAS

Keputusan menteri pekerjaan umum no 20/KPTS/1986 tentang pendoman teknik


pembangunan perumahan sederhana tidak bersusun dan SNI 03-1733-2004 tentang tata cara
perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan.

Sesuai dengan standar kepmen PU no 20/KPTS/1986, jumlah jiwa dalam satu RW adalah
500 KK atau 2.500 jiwa sedangkan dalam satu wilayah kelurahan terdiri dari 600 KK atau 3000
jiwa berdasarkan data standar yang ada, karena pada kelurahan ini tidak belum terdapat
fasilitas-fasilitas pendukung perumahan sesuai dengan keputusan di atas sehingga perlu adanya
pembangunan fasilitas yang di maksud dengan standar 500 KK atau 2.500 jiwa.

1. FASILITAS PEMERINTAH
Balai pemerintah dan pos hansip/pos jaga (dengan kapasitas 500 KK atau 2.500 jiwa)
dengan kebutuhan ruang 220 m2

2. FASILITAS PERIBADATAN
Masjid warga (dengan kapasitas 2.500 jiwa) dengan kebutuhan ruang atau luas tanah
144 m2
3. FASILITAS PENDIDIKAN
Taman Bacaan (dengan kapasitas 500 KK/2.500 jiwa) dengan kebutuhan ruang atau luas
tanah

4. FASILITAS PERBELANJAAN/NIAGA
Pertokoan (dengan kapasitas 250 jiwa) dengan kebutuhan ruang atau luas tanah
5. FASILITAS KEBUDAYAAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA
Taman olahraga rekreasi (dengan kapasitas 250 jiwa) dengan kebutuhan ruang atau luas
tanah

6. FASILITAS KESEHATAN
Balai pengobatan warga (dengan kapasitas 500 KK/ 2.500 jiwa) dengan kebutuhan ruang
atau luas tanah
SITE PLAN

You might also like