You are on page 1of 37

Referat

KOLIK RENAL

Disusun oleh:
Sandy Prasaja, S.Ked 04084821718203
Christi Giovani Anggasta Hanafi, S. Ked 04084821719204

Pembimbing:
dr. Marta Henry, Sp. U, MARS

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telaah ilmiah dengan judul:


KOLIK RENAL

Oleh:
Sandy Prasaja, S.Ked 04084821718203
Christi Giovani Anggasta Hanafi, S. Ked 04084821719204

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya periode 4 Juni 2018 – 13 Agustus 2018.

Palembang, Juni 2018


Pembimbing,

dr. Marta Henry, Sp. U, MARS


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Kolik Renal” sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik
di Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang.
Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada dr.
Marta Henry, Sp. U, MARS selaku pembimbing atas bimbingan dan nasihat
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
berbagai pihak yang turut membaca.

Palembang, Juni 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ................................................................................................ ii
Kata Pengantar .......................................................................................................... iii
Daftar Isi.................................................................................................................... iv
Daftar Tabel .............................................................................................................. v
Daftar Gambar ........................................................................................................... vi
Bab I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
Bab II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
2.1 Anatomi ................................................................................................ 3
2.2 Fisiologi ............................................................................................... 4
2.3 Definisi ................................................................................................. 5
2.4 Klasifikasi ............................................................................................ 5
2.5 Etiologi dan Patofisiologi .................................................................... 7
2.6 Diagnosis .............................................................................................. 10
2.7 Tatalaksana........................................................................................... 13
2.8 Pencegahan ........................................................................................... 17
Bab III KESIMPULAN ........................................................................................... 19
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 20
DAFTAR TABEL

Tabel 1 modalitas penatalaksanaan terhadap kolik renal akibat sumbatan kalkulus


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Ginjal ........................................................................................ 3


Gambar 2 Lokasi Batu Ginjal .................................................................................. 7
Gambar 3 Alur Diagnosis Pasien dengan Kolik Renal ............................................ 10
Gambar 4 Algoritma Pengobatan Kolik Renal ........................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kolik renal adalah nyeri yang bersifat hilang timbul yang disebabkan oleh
obstruksi akut di ginjal, pelvis renal atau ureter. Nyeri ini timbul akibat
peregangan, peningkatan peristaltik dan spasme otot polos pada sistem
pelviokalises ginjal atau ureter sebagai usaha untuk mengatasi obstruksi. Nyeri
dirasakan di flank area yaitu daerah sudut kostovertebra kemudian dapat
menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke daerah
kemaluan. Nyeri muncul tiba-tiba dan bisa sangat berat sehingga digambarkan
sebagai nyeri terberat yang dirasakan manusia seumur hidup. Kolik renal sering
disertai, hematuria, dan demam, bila disertai infeksi.8
Penyebab paling umum penyebab kolik renal adalah batu ginjal
(nephrolithiasis). Bertambah parahnya nyeri bergantung pada; posisi batu, letak
batu, ukuran batu, ukuran, atau sifat abrasi batu ginjal. Bekuan darah atau fragmen
jaringan juga dapat menyebabkan hal yang sama. Kolik karena bekuan darah
sering ditemui pada penyakit gangguan pembekuan darah herediter, trauma,
neoplasma dari ginjal dan traktus urinarius, perdarahan setelah biopsi renal
perkutan, kista renal, malformasi vaskular renal, nekrosis papilar, tuberkulosis,
dan infark pada ginjal. Nyeri non kolik biasanya terjadi akibat peregangan kapsul
ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.8
Di Amerika Serikat, pasien dengan kolik renal memegang andil dalam 1 juta
kunjungan ke emergensi setiap tahun dan 1 dari 1000 pasien kolik renal dirawat
inap. Di salah satu rumah sakit di Italia, kolik renal didiagnosis pada 1% kasus;
21,6% di antaranya merupakan kasus rekuren; rasio pria-wanita sebesar 1,4-1.
Insidennya lebih tinggi pada usia 25 hingga 44 tahun. Di Indonesia, belum ada
data epidemiologis tentang pasien yang datang dengan keluhan kolik renal namun
angka kejadian batu ginjal, sebagai penyebab kolik renal, tahun 2005 berdasarkan
data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah
sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang.
Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan
jumlah kematian adalah sebesar 378 orang. 9
Pemahaman tentang epidemiologi sangat penting untuk melakukan upaya
pencegahan yang efektif. Kejadian pembentukan batu ginjal paling tinggi diantara
orang kulit putih antara usia 30 dan 60 tahun. Kejadian batu ginjal pada pria
adalah tiga kali kejadian pada wanita dan 50% dari semua pasien yang mengalami
pengalaman kekambuhan gejala batu ginjal dalam waktu 5 sampai 10 tahun.
Selanjutnya, pasien dengan riwayat keluarga batu ginjal memiliki insiden 25 kali
lipat lebih tinggi dari pembentukan batu dibandingkan dengan pasien tanpa
riwayat keluarga dari nefrolitiasis.
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, epidemiologi,
etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis dan
klasifikasi, penatalaksanaan, dan prognosis dari kolik renal. Hal ini ditujukan
untuk menambah pengetahuan agar dokter umum dapat mengetahui,
mendiagnosis, dan menatalaksana pasien kolik renal secara baik dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal

Gambar 1. Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ berwarna coklat kemerahan seperti kacang merah


yang terletak tinggi pada dinding posterior abdomen, berjumlah sebanyak dua
buah dimana masing-masing terletak dikanan dan kiri columna vertebralis1. Pada
orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 cm sampai 13 cm, lebarnya 6 cm,
tebalnya 2,5 cm dan beratnya sekitar 150 g. Ukurannya tidak berbeda menurut
bentuk dan ukuran tubuh2.
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang
dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal
mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari
glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-massa
triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian
apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan
hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis
ginjal3.
1. Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu4
A. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk
cangkir) dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).
B. Bagian sistim tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan tubulus
kontortus distal.
2. Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim
tubulus yaitu pars descendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis ansa
Henle, duktus ekskretorius (duktus koligens) dan duktus papilaris Bellini.

Korpus Malphigi
Korpus Malphigi terdiri atas 2 macam bangunan yaitu kapsul Bowman dan
glomerulus. Kapsul Bowman sebenarnya merupakan pelebaran ujung proksimal
saluran keluar ginjal (nefron) yang dibatasi epitel. Bagian ini diinvaginasi oleh
jumbai kapiler (glomerulus) sampai mendapatkan bentuk seperti cangkir yang
berdinding ganda. Dinding sebelah luar disebut lapis parietal (pars parietal)
sedangkan dinding dalam disebut lapis viseral (pars viseralis) yang melekat erat
pada jumbai glomerulus. Ruang diantara ke dua lapisan ini sebut ruang Bowman
yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari ruang ini cairan ultra filtrasi akan masuk ke
dalam tubulus kontortus proksimal.4
Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan
warna yang lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat.
Glomerulus merupakan gulungan pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi
oleh epitel pars viseralis kapsul Bowman. Di sebelah luar terdapat ruang Bowman
yang akan menampung cairan ultra filtrasi dan meneruskannya ke tubulus
kontortus proksimal. Ruang ini dibungkus oleh epitel pars parietal kapsul
Bowman.4
Kapsul Bowman lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan tubulus
kontortus proksimal yang membentuk kutub tubular, sedangkan pada kutub yang
berlawanan bertautan dengan arteriol yang masuk dan keluar dari glomerulus.
Kutub ini disebut kutub vaskular. Arteriol yang masuk disebut vasa aferen yang
kemudian bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah kapiler yang bergelung-gelung
membentuk kapiler. Pembuluh kapiler ini diliputi oleh sel-sel khusus yang disebut
sel podosit yang merupakan simpai Bowman lapis viseral. Sel podosit ini dapat
dilihat dengan mikroskop elektron. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi
membentuk arteriol yang selanjutnya keluar dari glomerulus dan disebut vasa
eferen, yang berupa sebuah arteriol.4

Aparatus Juksta Glomerulus


Sel-sel otot polos dinding vasa aferent di dekat glomerulus berubah sifatnya
menjadi sel epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di dalam sitoplasmanya
terdapat granula yang mengandung ensim renin, suatu ensim yang diperlukan
dalam mengontrol tekanan darah. Sel-sel ini dikenal sebagai sel yuksta
glomerular. Renin akan mengubah angiotensinogen (suatu peptida yang
dihasilkan oleh hati) menjadi angiotensin I. Selanjutnya angiotensin I ini akan
diubah menjadi angiotensin II oleh ensim angiotensin converting enzyme (ACE)
(dihasilkan oleh paru). Angiotensin II akan mempengaruhi korteks adrenal
(kelenjar anak ginjal) untuk melepaskan hormon aldosteron. Hormon ini akan
meningkatkan reabsorpsi natrium dan klorida termasuk juga air di tubulus ginjal
terutama di tubulus kontortus distal dan mengakibatkan bertambahnya volume
plasma. Angiotensin II juga dapat bekerja langsung pada sel-sel tubulus ginjal
untuk meningkatkan reabsopsi natrium, klorida dan air. Di samping itu
angiotensin II juga bersifat vasokonstriktor yaitu menyebabkan kontriksinya
dinding pembuluh darah.4
Sel-sel juksta glomerular di sisi luar akan berhimpitan dengan sel-sel
makula densa, yang merupakan epitel dinding tubulus kontortus distal yang
berjalan berhimpitan dengan kutub vaskular. Pada bagian ini sel dinding tubulus
tersusun lebih padat daripada bagian lain. Sel-sel makula densa ini sensitif
terhadap perubahan konsentrasi ion natrium dalam cairan di tubulus kontortus
distal. Penurunan tekanan darah sistemik akan menyebabkan menurunnya
produksi filtrat glomerulus yang berakibat menurunnya konsentrasi ion natrium di
dalam cairan tubulus kontortus distal. Menurunnya konsentrasi ion natrium dalam
cairan tubulus kontortus distal akan merangsang sel-sel makula densa (berfungsi
sebagai osmoreseptor) untuk memberikan sinyal kepada sel-sel yuksta glomerulus
agar mengeluarkan renin. Sel makula densa dan yuksta glomerular bersama-sama
membentuk aparatus yuksta-glomerular.4
Di antara aparatus yuksta glomerular dan tempat keluarnya vasa eferen
glomerulus terdapat kelompokan sel kecil-kecil yang terang disebut sel mesangial
ekstraglomerular atau sel polkisen (bantalan) atau sel lacis. Fungsi sel-sel ini
masih belum jelas, tetapi diduga sel-sel ini berperan dalam mekanisma umpan
balik tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion natrium pada makula densa
akan memberi sinyal yang secara langsung mengontrol aliran darah glomerular.
Sel-sel mesangial ekstraglomerular di duga berperan dalam penerusan sinyal di
makula densa ke sel-sel yuksta glomerular. Selain itu sel-sel ini menghasilkan
hormon eritropoetin, yaitu suatu hormon yang akan merangsang sintesa sel-sel
darah merah (eritrosit) di sumsum tulang.4

Tubulus Ginjal

Gambar 2. Nephron
A. Tubulus kontortus proksimal
Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan berakhir sebagai
saluran yang lurus di medula ginjal (pars desendens Ansa Henle). Dindingnya
disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel
bulat, bundar, biru dan biasanya terletak agak berjauhan satu sama lain.
Sitoplasmanya bewarna asidofili (kemerahan). Permukaan sel yang menghadap ke
lumen mempunyai paras sikat (brush border). Tubulus ini terletak di korteks
ginjal.5 Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi filtrat
glomerulus 80-85 persen dengan cara reabsorpsi via transport dan pompa natrium.
Glukosa, asam amino dan protein seperti bikarbonat, akan diresorpsi.
B. Ansa Henle
Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars asendens),
bagian tipis (segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars asendens). Segmen tebal
turun mempunyai gambaran mirip dengan tubulus kontortus proksimal, sedangkan
segmen tebal naik mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal. Segmen
tipis ansa henle mempunyai tampilan mirip pembuluh kapiler darah, tetapi
epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng, sedikit lebih tebal
sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain itu lumennya tampak kosong.
Ansa henle terletak di medula ginjal. Fungsi ansa henle adalah untuk memekatkan
atau mengencerkan urin.5
C. Tubulus kontortus distal
Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun oleh
selapis sel kuboid dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus
kontortus proksimal. Inti sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel
berdekatan. Sitoplasma sel bewarna basofil (kebiruan) dan permukaan sel yang
mengahadap lumen tidak mempunyai paras sikat. Bagian ini terletak di korteks
ginjal. Fungsi bagian ini juga berperan dalam pemekatan urin.5
D. Duktus koligen
Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai gambaran mirip
tubulus kontortus distal tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih
tinggi dan lebih pucat. Duktus koligen tidak termasuk ke dalam nefron. Di bagian
medula yang lebih ke tengah beberapa duktus koligen akan bersatu membentuk
duktus yang lebih besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus
papilaris (Bellini). Muara ke permukaan papil sangat besar, banyak dan rapat
sehingga papil tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa). Fungsi duktus
koligen adalah menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit
absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH).5
Di samping bagian korteks dan medula, pada ginjal ada juga bagian korteks
yang menjorok masuk ke dalam medula membentuk kolom mengisi celah di
antara piramid ginjal yang disebut sebagai kolumna renalis Bertini. Sebaliknya
ada juga jaringan medula yang menjorok masuk ke dalam daerah korteks
membentuk berkas-berkas yang disebut prosessus Ferreini.

Sawar Ginjal
Sawar ginjal adalah bangunan-bangunan yang memisahkan darah kapiler
glomerulus dari filtrat dalam rongga Bowman. Sawar ini terdiri atas endotel
kapiler bertingkap glomerulus, lamina basal dan pedikel podosit yang
dihubungkan dengan membran celah (slit membran). Sel podosit adalah sel-sel
epitel lapisan viseral kapsula Bowman. Sel-sel ini telah mengalami perubahan
sehingga berbentuk bintang. Selain badan sel sel-sel ini mempunyai beberapa
juluran (prosessus) mayor (primer) yang meluas dari perikarion dengan cara
seperti tentakel seekor gurita. Sebuah prosessus primer mempunyai beberapa
prosessus sekunder yang kecil atau pedikel. Pedikel podosit yang berdekatan
saling berselang-seling dalam susunan yang rumit dengan sistem celah yang
disebut celah filtrasi (Slit pores) di antara pedikel. Pedikel-pedikel ini
berhubungan dengan suatu membran tipis disebut membran celah (Slit membran).
Di bawah membran slit ini terdapat membran basal sel-sel sel endotel kapiler
glomerulus. Guna sawar ginjal ini adalah untuk menyaring molekul-molekul
yang boleh melewati lapisan filtrasi tersebut dan molekul-molekul yang harus
dicegah agar tidak keluar dari tubuh. Molekul-molekul yang dikeluarkan dari
tubuh adalah molekul-molekul yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh, sisa-sisa
metabolisma atau zat-zat yang toksik bagi tubuh. Molekul-molekul ini selanjutnya
akan dibuang dalam bentuk urin (air kemih). Proses filtrasi ini tergantung kepada
tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus.5
Gambar 3. Topograpfi dan perdarahan ginjal

Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada dinding


abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 hingga L3.
Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus hepar.
Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam adalah kapsula
renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah adiposa, dan jaringan terluar adalah
fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini berfungsi sebagai pelindung dari trauma dan
memfiksasi ginjal3.
Gambar 4. Perdarahan Ginjal

Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang
membawa darah dengan kandungan tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui hilum
renalis. Secara khas, di dekat hilum renalis masing-masing arteri menjadi lima
cabang arteri segmentalis yang melintas ke segmenta renalis. Beberapa vena
menyatukan darah dari ren dan bersatu membentuk pola yang berbeda-beda, untuk
membentuk vena renalis. Vena renalis terletak ventral terhadap arteri renalis, dan
vena renalis sinistra lebih panjang, melintas ventral terhadap aorta. Masing-
masing vena renalis bermuara ke vena cava inferior.3 Arteri lobaris merupakan
arteri yang berasal dari arteri segmentalis di mana masing-masing arteri lobaris
berada pada setiap piramis renalis. Selanjutnya, arteri ini bercabang menjadi 2
atau 3 arteri interlobaris yang berjalan menuju korteks di antara piramis renalis.
Pada perbatasan korteks dan medula renalis, arteri interlobaris bercabang menjadi
arteri arkuata yang kemudian menyusuri lengkungan piramis renalis. Arteri
arkuata mempercabangkan arteri interlobularis yang kemudian menjadi arteriol
aferen.1
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal
terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi
yang sama. Dengan demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total
dari fungsi semua nefron tersebut.2 Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar
yakni korpuskel renalis, tubulus kontortus proksimal, segmen tipis, dan tebal
lengkung henle, tubulus kontortus distal, dan duktus koligentes.6
Darah yang membawa sisa–sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di
dalam glomeruli kemudian di tublus ginjal, beberapa zat masih diperlukan tubuh
untuk mengalami reabsorbsi dan zat–zat hasil sisa metabolisme mengalami
sekresi bersama air membentuk urin. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan
tubuh difiltrasi di glomerulus dan menghaslkan urin 1-2 liter. Urin yang terbentuk
di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalis ginjal untuk
kemudian disalurkan ke dalam ureter.6

Gambar 5. Histologi ginjal

Ureter
Secara histologik ureter terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan
adventisia. Lapisan mukosa terdiri atas epitel transisional yang disokong oleh
lamina propria. Epitel transisional ini terdiri atas 4-5 lapis sel. Sel permukaan
bervariasi dalam hal bentuk mulai dari kuboid (bila kandung kemih kosong atau
tidak teregang) sampai gepeng (bila kandung kemih dalam keadaan
penuh/teregang). Sel-sel permukaan ini mempunyai batas konveks (cekung) pada
lumen dan dapat berinti dua. Sel-sel permukaan ini dikenal sebagai sel payung.
Lamina propria terdiri atas jaringan fibrosa yang relatif padat dengan banyak serat
elastin. Lumen pada potongan melintang tampak berbentuk bintang yang
disebabkan adanya lipatan mukosa yang memanjang. Lipatan ini terjadi akibat
longgarnya lapis luar lamina propria, adanya jaringan elastin dan muskularis.
Lipatan ini akan menghilang bila ureter diregangkan.5
Lapisan muskularisnya terdiri atas atas serat otot polos longitudinal
disebelah dalam dan sirkular di sebelah luar (berlawan dengan susunan otot polos
di saluran cerna). Lapisan adventisia atau serosa terdiri atas lapisan jaringan ikat
fibroelsatin.
Fungsi ureter adalah meneruskan urin yang diproduksi oleh ginjal ke dalam
kandung kemih. Bila ada batu disaluran ini akan menggesek lapisan mukosa dan
merangsang reseptor saraf sensoris sehingga akan timbul rasa nyeri yang amat
sangat dan menyebabkan penderita batu ureter akan berguling-gulung, keadaan ini
dikenal sebagai kolik ureter.
Gambar 6. Histologi ureter
Kandung kemih
Kandung kemih terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan
serosa/adventisia. Mukosanya dilapisi oleh epitel transisional yang lebih tebal
dibandingkan ureter (terdiri atas 6-8 lapis sel) dengan jaringan ikat longgar yang
membentuk lamina propria dibawahnya. Tunika muskularisnya terdiri atas berkas-
berkas serat otot polos yang tersusun berlapis-lapis yang arahnya tampak tak
membentuk aturan tertentu. Di antara berkas-berkas ini terdapat jaringan ikat
longgar. Tunika adventisianya terdiri atas jaringan fibroelastik.5
Fungsi kandung kemih adalah menampung urin yang akan dikeluarkan
kedunia luar melalui uretra.

Gambar 7. Vesika urinaria


2.2 Fisiologi Ginjal
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat
terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma
darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam
jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di
eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin.2
Menurut Sherwood, ginjal memiliki fungsi yaitu:
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan
dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.
Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian
akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari
darah pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke
ureter. Setelah ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila
orang tersebut merasakan keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan, maka
urin yang ditampung dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra.7
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi
sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke
kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi secara
bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman
hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler
glomerulus tetapi tidak difiltrasi, kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi
lengkap dan kemudian akan dieksresi.7
Urine adalah salah satu hasil dari sistem ekskresi pada manusia yang
merupakan hasil penyaringan darah oleh ginjal. Urine mengandung zat-zat
berbahaya yang harus dikeluarkan oleh tubuh.7
Gambar 8. Proses pembentukan urine

1. Filtrasi (Penyaringan)
Filtrasi merupakan perpindahan cairan dari glomelurus menuju ke ruang
kapsula bowman dengan menembus membran filtrasi. Membran filtrasi terdiri
dari tiga lapisan, yaitu sel endotelium glomelurus, membran basiler, dan epitel
kapsula bowman. Tahap ini adalah proses pertama dalam pembentukan urine.
Darah dari arteriol masuk ke dalam glomerulus dan kandungan air, glukosa, urea,
garam, urea, asam amino, dll lolos ke penyaringan dan menuju ke tubulus.
Glomerulus adalah kapiler darah yang bergelung-gelung di dalam kapsula
bowman. Ukuran saringan pada glomerulus membuat protein dan sel darah tidak
bisa masuk ke tubulus. Pada glomerulus terdapat sel-sel endotelium yang
berfungsi untuk memudahkan proses penyaringan. Filtrasi menghasilkan urine
primer/filtrat glomerulus yang masih mengandung zat-zat yang masih bermanfaat
seperti glukosa, garam, dan asam amino. Urin primer mengandung zat yang
hampir sama dengan cairan yang menembus kapiler menuju ke ruang antar sel.
Dalam keadaan normal, urin primer tidak mengandung eritrosit, tetapi
mengandung protein yang kadarnya kurang dari 0,03%. Kandungan elektrolit
(senyawa yang larutannya merupakan pengantar listrik) dan kristaloid (kristal
halus yang terbentuk dari protein) dari urin primer juga hampir sama dengan
cairan jaringan. Kadar anion di dalam urin primer termasuk ion Cl- dan ion
HCO3-, lebih tinggi 5% daripada kadar anion plasma, sedangkan kadar kationnya
lebih rendah 5% daripada kation plasma. selain itu urin primer mengandung
glukosa, garamgaram, natrium, kalium, dan asam amino.

2. Reabsorpsi (Penyerapan Kembali)


Reabsorpsi terjadi di dalam tubulus kontortus proksimal dan dilakukan
oleh sel-sel epitelium di tubulus tersebut. Fungsinya adalah untuk menyerap
kembali zat-zat di urine primer yang masih bermanfaat bagi tubuh seperti glukosa,
asam amino, ion-ion Na+, K+, Ca, 2+, Cl-, HCO3-, dan HbO42-. Air akan diserap
kembali melalui proses osmosis di tubulus dan lengkung henle. Zat-zat yang
masih berguna itu akan masuk ke pembuluh darah yang mengelilingi tubulus.
Hasil dari reabsorpsi adalah urine sekunder/filtrat tubulus yang kadar ureanya
lebih tinggi dari urine primer. Urine sekunder masuk ke lengkung henle.Pada
tahap ini terjadi osmosis air di lengkung henle desenden sehingga volume urin
sekunder berkurang dan menjadi pekat. Ketika urine sekunder mencapai lengkung
henle asenden, garam Na+ dipompa keluar dari tubulus, sehingga urea menjadi
lebih pekat.

3. Augmentasi (Pengumpulan)
Setelah melewati lengkung henle, urine sekunder akan memasuki tahap
augmentasi yang terjadi di tubulus kontortus distal. Disini akan terjadi
pengeluaran zat sisa oleh darah seperti H+, K+, NH3, dan kreatinin. Ion H+
dikeluarkan untuk menjaga pH darah. Proses augmentasi menghasilkan urine
sesungguhnya yang sedikit mengandung air. Urine sesungguhnya mengandung
urea, asam urine, amonia, sisa-sisa pembongkaran protein, dan zat-zat yang
berlebihan dalam darah seperti vitamin, obat-obatan, hormon, serta garam
mineral. Kemudian urine sesungguhnya akan menuju tubulus kolektivus untuk
dibawa menuju pelvis yang kemudian menuju kandung kemih (vesika urinaria)
melalui ureter. Urine inilah yang akan keluar menuju tubuh melalui uretra.7
2.3 Kolik Renal
2.3.1 Definisi
Kolik renal adalah nyeri pinggang hebat yang datangnya mendadak, hilang-
timbul (intermitten) yang terjadi akibat spasme otot polos untuk melawan suatu
hambatan. Perasaan nyeri bermula di daerah pinggang dan dapat menjalar ke
seluruh perut, ke daerah inguinal, testis, atau debris yang berasal dari ginjal dan
turun ke ureter.8 Batu kecil yang turun ke pertengahan ureter pada umumnya
menyebabkan penjalaran nyeri ke pinggang sebelah lateral dan seluruh perut. Jika
batu turun mendekati buli-buli biasanya disertai dengan keluhan lain berupa
sering kencing dan urgensi. Kolik renal sering disertai, hematuria, dan demam,
bila disertai infeksi.8

2.3.2 Epidemiologi
Diperkirakan 12% pria dan 6% wanita akan mengalami episode dari kolik
renal semasa hidupnya, dengan puncak insiden pada usia antara 40 dan 60 tahun
pada pria, dan pada akhir 20 tahun pada wanita. Antara 30-40% orang akan
mengalami kolik renal yang rekuren dalam lima tahun pertama setelah episode
pertama.9
Batu saluran kemih biasanya terjadi pada pasien yang memiliki riwayat:9
 Dehidrasi kronik yang menyebabkan peningkatan konsentrasi pada
produksi urin, contoh: kurang dari satu liter produksi urin dalam sehari
 Riwayat keluarga dengan batu saluran kemih; terjadi peningkatan risiko
sebesar 2,5 kali.
 Abnormalitas saluran kemih.
 Obesitas
 Hiperparatiroidisme
 Gout
 Hiperkalsiuria idiopatik
 Pajanan pada lingkungan yang panas, contoh: bekerja pada lingkungan
yang panas, menyebabkan dehidrasi.
2.3.3 Etiologi Kolik Renal
Kolik renal adalah nyeri yang terjadi akibat regangan kapsul ginjal.
Regangan kapsul ini dapat terjadi karena pielonefritis akut yang menimbulkan
edema, obstruksi yang mengakibatkan hidronefrosis atau tumor ginjal.8 Etiologi
paling umum adalah melintasnya batu ginjal. Bertambah parahnya
nyeri bergantung pada derajat dan tempat terjadinya obstruksi; bukan pada keras,
ukuran, atau sifat abrasi batu ginjal. Bekuan darah atau fragmen jaringan juga
dapat menyebabkan hal yang sama. Kolik karena bekuan darah, trauma,
neoplasma dari ginjal dan traktus urinarius, perdarahan setelah biopsi
renal perkutan, kista renal, malformasi vaskular renal, nekrosis papilar, dan infark
pada ginjal. Kolik sesungguhnya terjadi karena refluks vesikoureteral.9
a. Batu Ginjal
Batu ginjal yang bergerak sepanjang ureter dan hanya
menyebabkan obstruksi intermiten sebenarnya menyebabkan rasa nyeri
yang lebih hebat daripada batu yang tidak bergerak. Suatu obstruksi
konstan akan memicu berbagai mekanisme autoregulasi dan refleks
yang akan membantu meredakan nyeri. 24 jam setelah obstruksi
ureteral total, tekanan hidrostatik akan menurun karena (1) penurunan
peristalsis ureteral, (2) penurunan aliran darah arteri renal, yang
menyebabkan penurunan produksi urin, dan (3) edema interstitial yang
menyebabkan peningkatan lymphatic drainage. Faktor-faktor ini
menyebabkan kolik renal yang berintensitas tinggi berdurasi < 24 jam.
Jika obstruksi bersifat parsial, perubahan-perubahan yang
sama terjadi, namun pada derajat yang lebih ringan dan waktu yang
lebih lama. Serabut saraf nyeri pada renal umumnya saraf simpatis
preganglion yang mencapai kordaspinal T-11 sampai L-2 melalui
dorsal nerve roots. Transmisi sinyal nyeri terjadi melalui traktus
spinotalamikus asenden. Pada ureter bagian bawah, sinyal nyeri juga
didistribusikan melalui saraf genitofemoral dan n. ilioinguinal. n.
erigentes, yang mempersarafi ureter intramural dan kandung kemih,
bertanggung jawab untuk beberapa gejala kandung kemih .
 Ureter bagian atas dan pelvis renal: Nyeri dari batu ureter
bagian atas condong untuk menjalar ke area pinggang dan area
lumbar. Di sisi kanan, hal ini bisa disalahartikan dengan
kolelitiasis atau kolesistisis. Di sisi kiri, diagnosis banding
meliputi pankreatitis akut, ulkus peptikum dan gastritis.

 Ureter bagian tengah: Nyeri pada daerah ini menjalar ke bagian


kaudoanterior. Nyeri ini bisa menyerupai apendisitis jika
berada di kanan ataupun divertikulitis akut pada sisi kiri.

 Ureter distal: Nyeri pada daerah ini menjalar ke lipat paha,


testikel pada pria maupun labia mayor pada wanita karena
nyeri ini dialihkan melalui n. ilioinguinal atau n.genitofemoral.
Jika batu berada di ureter intramural, gejala yang muncul mirip
dengan sistitis atau uretritis. Gejala ini meliputi nyeri
suprapubis, urgensi, disuria, nyeri pada ujung penis, dan
terkadang berbagai gejala GI seperti diare dan tenesmus. Gejala
ini bisa disalahartikan dengan penyakit inflamasi pelvis, ruptur
kista ovarium.

Kebanyakan reseptor nyeri di traktus urinarius atas yang


bertanggung jawab atas persepsi kolik renal berada di submukosa dari
pelvis renal, kalix dan ureter bagian atas. Di ureter, peningkatan
peristaltik proksimal melalui aktivasi intrinsik ureteral pacemakers
berperan penting pada persepsi nyeri. Spasme otot, peningkatan
peristaltik proksimal, inflamasi lokal, iritasi, dan edema di tempat
obstruksi berperan terhadap perkembangan nyeri melalui aktivasi
kemoreseptor dan peregangan ujung saraf bebas submukosa. Mual dan
muntah sering dikaitkan dengan kolik renal akut dan terjadi setidaknya
pada 50% pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan yang umum
dari pelvis renal, lambung, usus melalui serabut saraf aferen vagal dan
sumbu celiac.
b. Bekuan Darah
Bekuan darah atau fragmen jaringan juga dapat menyebabkan
obstruksi. Kolik karena bekuan darah sering ditemui pada penyakit
gangguan pembekuan darah herediter atau didapat
c. Pielonefritis dan Hidronefrosis
Nyeri kolik renal biasanya disebabkan oleh pelebaran, peregangan,
dan spasme yang disebabkan oleh obstruksi ureter. Obstruksi dapat
menyebabkan terjadinya stasis urin yang merupakan medium bagi
bakteri untuk berkembang biak dan menggangu aliran darah intarenal.

2.3.4 Patofisiologi Kolik Renal


Mekanisme nyeri yang berasal dari ginjal terdiri dari dua tipe yaitu kolik
renal dan non kolik renal. Kolik renal terjadi oleh karena peningkatan tekanan
dinding dan peregangan dari sistem genitourinarius. Non kolik renal disebabkan
oleh karena distensi dari kapsul renal. Secara klinis sulit untuk membedakan
kedua tipe ini. Peningkatan tekanan pelvis renal oleh karena obstruksi berupa batu
akan menstimulasi sintesis dan pelepasan prostaglandin yang secara langsung
menyebabkan spasme otot ureter. Serta kontraksi otot polos ureter ini akan
menyebabkan gangguan peristaltik dan pembentukan laktat lokal. Akumulasi dari
laktat ini akan menyebabkan iritasi serabut syaraf tipe A dan C pada dinding
ureter. Serabut syaraf ini akan mengirimkan sinyal ke dorsal root ganglia T11 –
L1 dari spinal cord dan akan diinterprestasikan sebagai nyeri pada korteks serebri.
Kolik renal terjadi karena obstruksi dari urinary flow oleh karena batu saluran
kemih (BSK), dan diikuti dengan peningkatan tekanan dinding saluran kemih
(ureter dan pelvik), spasme otot polos ureter, edema dan inflamasi daerah dekat
BSK, meningkatnya peristaltik serta peningkatan tekanan BSK di daerah
proksimal.6 Peningkatan tekanan di saluran kemih ini serta peningkatan tekanan
aliran darah dan kontraksi otot polos uretra merupakan mekanisme utama
timbulnya nyeri atau kolik ini. Selain itu juga karena terjadinya peningkatan
sensitifitas terhadap nyeri. Peningkatan tekanan di pelvik renal akan menstimulasi
sintesis dan pelepasan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi dan diuresis
dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan intrarenal. Prostaglandin
berperan langsung pada ureter untuk spasme otot polos ureteral. Permanen
obstruksi saluran kemih oleh karena BSK, menyebabkan lepasnya prostaglandin
sebagai respon terhadap inflamasi. Beberapa waktu pertama obstruksi ini
perbedaan tekanan antara glomerulus dan pelvik menjadi sama sehingga berakibat
GFR (Glomerular Filtration Rate) dan aliran darah ginjal menurun. Jika obstruksi
ini tidak diatasi maka dapat terjadi gagal ginjal akut (acute renal failure).
Nyeri tipe kolik yang dikenal dengan kolik ginjal biasanya dimulai di
midback lateral atas sudut costovertebral dan kadang-kadang subcostal. Nyeri
menjalar dari inferior dan anterior ke pangkal paha. Rasa sakit yang disebabkan
oleh kolik ginjal terutama disebabkan oleh pelebaran, peregangan, dan spasme
yang disebabkan oleh obstruksi ureter akut. Pada ureter, peningkatan peristaltik
proksimal melalui aktivasi alat pace maker akut intrinsik dapat berkontribusi pada
persepsi rasa sakit. Spasme otot, peningkatan peristaltik proksimal, peradangan
lokal, iritasi, dan edema di tempat penyumbatan dapat menyebabkan
perkembangan rasa sakit melalui aktivasi kemoreseptor dan peregangan ujung
saraf bebas submukosa. Pola rasa sakit tergantung pada ambang nyeri individu
dan persepsi dan kecepatan dan tingkat perubahan tekanan hidrostatik di dalam
ureter proksimal dan pelvis ginjal. Peristaltik nadi, migrasi batu, dan kemiringan
atau putaran batu dengan penghalang intermiten selanjutnya dapat menyebabkan
eksaserbasi atau pembaharuan nyeri kolik ginjal.

2.3.5 Diagnosis Kolik Renal


Diagnosis dari kolik renal dimulai dari anamnesis yang meliputi riwayat
penyakit, riwayat keluarga dengan penyakit yang sama, durasi, gejala penyakit
dan apabila terdapat tanda-tanda sepsis. Berikut adalah cara mendiagnosis pasien
dengan kolik renal.10
Gambar 9, Alur diagnosis pasien dengan kolik renal.10
a. Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan gejala-gejala berupa nyeri hilang
timbul yang menjalar dari punggung, perut bagian bawah, genital dan
bagian dalam paha. Nyerinya bersifat mendadak dan hilang timbul.
Selain itu dapat pula ditemukan mual dan muntah, perut yang
membesar, demam, gangguan berkemih yaitu nyeri kandung kemih
terasa di bawah pusat, terasa nyeri saat buang air kecil, polakisuria,
hematuria, anuria, oliguria.11

b. Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan kolik renal akan terlihat tidak dapat beristirahat dan
tidak mampu untuk menemukan posisi yang nyaman. Kolik renal
biasanya terletak pada sudut kostovertebral, lateral dari otot sacrospinus
sampai ke iga ke-12. Nyeri ini dapat menjalar ke flank area, inguinal,
testis atau labia mayor. Acute kidney injury merupakan salah satu
perhatian dari pasien dengan kolik renal. Hal lain yang penting adalah
riwayat nefrektomi sebelumnya atau penyebab kerusakan ginjal lain
yang dapat meningkatkan cedera ginjal berikutnya. Cari tanda dan gejala
dari infeksi, hal penting lain adalah terjadinya pyonefrosis (infeksi dari
sistem ginjal di proksimal dari batu saluran kemih).9

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :


 Kadang-kadang teraba ginjal yang mengalami
hidronefrosis/obstruktif.
 Nyeri tekan/ketok pada pinggang.
 Pada keadaan akut paling sering ditemukan adalah kelembutan
nyeri tekan di daerah pinggul (flank tenderness) yang disebabkan
oleh hidronefrosis akibat obstruksi sementara yaitu saat batu
melewati ureter menuju kandung kemih.

c. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan darah dan
urin, terutama untuk melihat apakah adanya infeksi atau ada
kelainan fungsi ginjal. Pada urin biasanya dijumpai hematuria dan
kadang-kadang kristaluria. Hematuria biasanya terlihat secara
mikroskopis, dan derajat hematuria bukan merupakan ukuran untuk
memperkirakan besar batu atau kemungkinan lewatnya suatu batu.
Tidak adanya hematuria dapat menyokong adanya suatu obstruksi
komplit, dan ketiadaan ini juga biasanya berhubungan dengan
penyakit batu yang tidak aktif. Pada pemeriksaan sedimen urin, jenis
kristal yang ditemukan dapat memberi petunjuk jenis batu.
Pemeriksaan pH urin < 5 menyokong suatu batu asam urat,
sedangkan bila terjadi peningkatan pH >7 menyokong adanya
organisme pemecah urea seperti Proteus sp, Klebsiella sp,
Pseudomonas sp dan batu struvit.11
 Radiologis
o Foto polos abdomen
Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam dan
lokasi batu radiopak. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan
kalsium fosfat bersifat radiopaque dan paling sering dijumpai
diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat
radiolusen. Gambaran radioopak paling sering ditemukan pada
area pelvis renal sepanjang ureter ataupun ureterovesical
junction. Gambaran radioopak ini disebabkan karena adanya
batu kalsium oksalat dan batu struvit (MgNH3PO4).11,12
o Intravenous Pyelogram (IVP)
Pielografi intravena untuk menilai obstruksi urinaria dan
mencari etiologi kolik (pielografi adalah radiografi pelvis renalis
dan ureter setelah penyuntikan bahan kontras). Seringkali batu
atau benda obstruktif lainnya sudah dikeluarkan ketika
pielografi, sehingga hanya ditemukan dilatasi unilateral ureter,
pelvis renalis, ataupun calyx. IVP dapat menentukan dengan
tepat letak batu, terutama batu-batu yang radiolusen dan untuk
melihat fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya
batu semi opaque ataupun batu non opaque yang tidak dapat
terlihat oleh foto polos abdomen. Pielografi retrograde (melalui
ureter) dilakukan pada kasus-kasus di mana IVP tidak jelas,
alergi zat kontras, dan IVP tidak mungkin dilakukan., walaupun
prosedur ini tidak menyenangkan dan berkemungkinan kecil
menyebabkan infeksi atau kerusakan ureteral. 5,11
o CT Scan
CT Scan (Computerized Tomography) adalah tipe diagnosis
sinar X yang dapat membedakan batu dari tulang atau bahan
radiopaque lain. 5,11
o Ultrasonografi (USG)
USG dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani
pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan alergi terhadap bahan
kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang
hamil. USG ginjal merupakan pencitraan yang lebih peka untuk
mendeteksi batu ginjal dan batu radiolusen daripada foto polos
abdomen. Cara terbaik untuk mendeteksi BSK (Batu Saluran
Kemih) ialah dengan kombinasi USG dan foto polos abdomen.
USG dapat melihat bayangan batu baik di ginjal maupun di
dalam kandung kemih dan adanya tanda-tanda obstruksi urin.10
o Radioisotop
Untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu persatu,
sekaligus adanya sumbatan pada gagal ginjal. 11,12

2.3.6 Tatalaksana Kolik Renal


Berhasilnya penatalaksanaan medis ditentukan oleh lima faktor yaitu:
ketepatan diagnosis, lokasi batu, adanya infeksi dan derajat beratnya, derajat
kerusakan fungsi ginjal, serta tata laksana yang tepat. Terapi dinyatakan berhasil
bila: keluhan menghilang, kekambuhan batu dapat dicegah, infeksi telah dapat
dieradikasi dan fungsi ginjal dapat dipertahankan. Berikut adalah algoritma
penatalaksanaaannya.
2.3.6.1. Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang
dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang
diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin
dengan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran
kemih. Selain itu juga dilakukan pembatasan diet kalsium, oksalat,
natrium, fosfat dan protein tergantung pada penyebab batu.
Beberapa jenis obat yang diberikan antara lain spasmolitika yang
dicampur dengan analgesik untuk mengatasi nyeri, kalium sitrat untuk
meningkatkan pH urin, antibiotika untuk mencegah infeksi dan
sebagainya. Obat penghilang nyeri, seperti: golongan narkotik
(meperidine, morfin sulfat, kombinasi parasetamol dan kodein, atau
injeksi morfin), golongan analgesik opioid (morphine sulfate, oxycodone
dan acetaminophen, hydrocodone dan acetaminophen), golongan
analgesik narkotik (butorphanol), golongan anti-inflamasi non steroid
(ketorolac, diclofenac, celecoxib, ibuprofen). Tapi, penggunaan NSAID
merupakan suatu kontraindikasi bagi pasien-pasien yang akan menjalani
ESWL karena meningkatkan risiko perdarahan perirenal.7,8 Antiemetic
(metoclopramide) jika mual atau muntah. Antibiotik jika ada infeksi
saluran kemih, misalnya: ampicillin plus gentamicin, ticarcillin dan
clavulanic acid, ciprofloxacin, levofloxacin, ofloxacin. Untuk
mengeluarkan batu ginjal dapat juga dengan obat golongan calcium
channel blockers atau penghambat kalsium (nifedipine), golongan alpha-
adrenergic blockers (tamsulosin, terazosin), golongan corticosteroids atau
glukokortikoid, seperti: prednisone, prednisolone. Obat pilihan lainnya:
agen uricosuric (allopurinol), agen alkalinizing oral (potassium citrate).
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran
batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien,
ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau infeksi
saluran kemih menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu
juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu
(misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal )
tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi.11
2.3.6.2 Terapi Definitif
Berikut ini adalah modalitas penatalaksanaan terhadap kolik renal
akibat sumbatan kalkulus.13
Tabel 1 : Modalitas penatalaksanaan terhadap kolik renal akibat sumbatan
kalkulus
a. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali
oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu
ureter proksimal atau batu kandung kemih tanpa melalui tindakan invasif
dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang
pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri
kolik dan menyebabkan hematuria. Persyaratan BSK yang dapat
ditangani dengan ESWL :
 Batu ginjal berukuran mulai dari 5 mm hingga 20 mm.
 Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.
 Fungsi ginjal masih baik.
 Tidak ada sumbatan distal dari batu.
2.3.7 Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah untuk mencegah agar
penyakit tidak terjadi, dengan mengendalikan faktor penyebab suatu
penyakit. Kegiatan yang dilakukan meliputi promosi kesehatan,
pendidikan kesehatan dan perlindungan kesehatan. Pencegahan
primer penyakit BSK seperti minum air putih yang banyak.
Konsumsi air putih minimal 2 liter per hari akan meningkatkan
produksi urin. Konsumsi air putih juga akan mencegah pembentukan
kristal urin yang dapat menyebabkan terjadinya batu. Selain itu,
dilakukan pengaturan pola makan yang dapat meningkatkan risiko
pembentukan BSK seperti, membatasi konsumsi daging, garam dan
makanan tinggi oksalat (sayuran berwarna hijau, kacang, coklat), dan
sebagainya. Aktivitas fisik seperti olahraga juga sangat dianjurkan,
terutama bagi yang pekerjaannya lebih banyak duduk.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengurangi keparahan
penyakit dengan melakukan diagnosis dan pengobatan dini. Untuk
jenis penyakit yang sulit diketahui kapan penyakit timbul, diperlukan
pemeriksaan teratur yang dikenal dengan pemeriksaan “ medical
check-up”. Pemeriksaan urin dan darah dilakukan secara berkala,
bagi yang pernah menderita BSK sebaiknya dilakukan setiap tiga
bulan atau minimal setahun sekali. Tindakan ini juga untuk
mendeteksi secara dini apabila terjadi pembentukan BSK yang baru.
Untuk pengobatan, pemberian obat-obatan oral dapat diberikan
tergantung dari jenis gangguan metabolik dan jenis batu. Pengobatan
lain yang dilakukan yaitu melakukan kemoterapi dan tindakan bedah
(operasi).
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier mencakup pembatasan terhadap segala
ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi saat penyakit,
cedera atau ketidakmampuan sudah terjadi dan menimbulkan
kerusakan. Kegiatan yang dilakukan meliputi rehabilitasi (seperti
konseling kesehatan) agar orang tersebut lebih berdaya guna,
produktif dan memberikan kualitas hidup yang sebaik mungkin
sesuai dengan kemampuannya. Pasien dapat melakukan beberapa
cara untuk mengurangi kemungkinan pembentukan batu saluran
kemih di masa mendatang, termasuk:9
o Meningkatkan intake air untuk mendilusi urin output
o Mengurangi asupan garam
o Menjaga diet sehat
o Menghindari minuman soda yang mengandung fruktosa
berhubungan dengan peningkatan asam urat.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell R, M. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.


2. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2012.
3. Moore KL, Anne MR. 2012. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates.
4. Young, B., Heath, J.W., (2000), Urinary Sistem in Wheater’s Functional
Histology: A text and colour atlas, 4th edition, Churchill Livingstone,
Edinburgh, London.
5. diFiore, M.S.H., (1981), Atlas of Human Histology, 5th edition, Lea and
Febiger,
Philadelphia, USA.
6. Junqueira L.C., J.Carneiro, R.O. Kelley. 2007. Histologi Dasar. Edisi ke-5.
Tambayang J., penerjemah. Terjemahan dari Basic Histology. EGC.
Jakarta.
7. Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
8. Purnomo, B. Dasar-dasar Urologi, Ed 2, Malang. 2003.
9. Bultitude M, Rees J. Management of renal colic. BMJ 2012;345:e5499
10. Portis, A, J. Diagnosis and Initial Management if Kidney Stones. Washington.
2005. Available at : http://www.aafp.org/afp/2001/0401/p1329.html.
11. Menon M, Parulkar BC, Drach GW. Urinary lithiasis: etiology, diagnosis
and medical management. In: Walsh PC, et al., eds. Campbell's Urology.
7th ed. Philadelphia: Saunders. p1998:2661–733
12. Yilmaz S, Sindel T, Arslan G, Ozkaynak C, Karaali K, Kabaalioglu A, et
al. Renal colic: comparison of spiral CT, US and IVU in the detection of
ureteral calculi. Eur Radiol. 2008;8:212–7.
13. Miller OF, Kane CJ. Time to stone passage for observed ureteral calculi: a
guide for patient education. J Urol. 2002;162:688–90.

You might also like