Professional Documents
Culture Documents
Penyusun :
Bernadetha Mayang
030.13.038
Pembimbing :
dr. Arief Tjatur Prasetyo, Sp. THT-KL
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Obstructive Sleep
Apnea dan Penyakit Kardiovaskuler”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan
penyelesaian referat ini, terutama kepada dr. Arief Tjatur Prasetya, Sp. THT-KL
selaku pembimbing yang telah memberikan waktu dan bimbingannya sehingga
referat ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini tidak lepas dari kesalahan
dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan berbagi kritik, saran dan
masukan untuk perbaikan selanjutnya dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis
berharap semoga referat ini dapat memberikan manfaat dan dapat bernilai positif bagi
semua pihak yang membutuhkan, baik dalam bidang kedokteran, khususnya untuk
bidang ilmu penyakit THT.
Kritik dan saran penulis hargai demi penyempurnaan penulisan serupa dimasa
yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga referat ini dapat bermanfaat dan
dapat bernilai positif bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bernadetha Mayang
030.13.038
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 1
2.1 Fisiologi tidur................................................................................................ 2
2.2 Sistem respirasi saat tidur.............................................................................. 2
2.3 Klasifikasi OSA............................................................................................ 4
2.4 Epidemiologi OSA........................................................................................ 5
2.5 Gejala klinis OSA......................................................................................... 5
2.6 Diagnosis OSA.............................................................................................. 7
2.7 Penyakit kardiovaskuler................................................................................ 9
2.8 Hubungan OSA dengan penyakit kardiovaskuler......................................... 10
2.8.1 OSA dan hipertensi............................................................................... 12
2.8.2 OSA dan aterosklerosis......................................................................... 13
2.8.3 OSA dengan acute coronary syndrome dan aritmia.............................. 13
2.8.4 OSA dan gagal jantung kongestif.......................................................... 14
2.9 Terapi OSA dan penyakit kardiovaskuler...................................................... 14
BAB III KESIMPULAN................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis dimana hampir
sepertiga masa hidup kita dihabiskan dalam kondisi ini. 1 Akan tetapi, kondisi
fisiologis ini dapat terganggu dengan adanya sindrom henti napas saat tidur atau
obstructive sleep apnea (OSA). Obstructive sleep apnea (OSA) merupakan salah satu
kondisi medis terpenting yang ditemukan sejak 50 tahun yang lalu, menjadi penyebab
terbesar morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia, serta lebih sering ditemukannya
keadaan tertidur di sepanjang waktu ketika orang normal seharusnya tidak tertidur
pada waktu tersebut.2
OSA ialah terhentinya aliran udara di hidung dan mulut pada saat tidur dan
lamanya lebih dari lebih dari 10 detik, terjadi berulang kali, dapat mencapai 20-60
2,5
kali per jam, dan disertai dengan penurunan saturasi oksigen lebih dari 4%. Secara
konvensional, sindrom tersebut dibagi menjadi tipe obstruksi, tipe sentral, dan tipe
campuran. Tipe sentral ditemukan pada penderita usia tua dan berhubungan dengan
faktor ko-morbid lain seperti gagal jantung, sedangkan tipe obstruksi terjadi pada usia
yang lebih muda. Henti napas obstruksi (OSA) ialah penghentian airan udara namun
usaha napas tetap ada, sedangkan henti napas sentral (CSA) adalah penghentian aliran
2
udara dan usaha napas secara bersamaan.
Selama beberapa dekade terakhir, OSA muncul sebagai suatu faktor penyebab
potensial beberapa penyakit kardiovaskuler. Kondisi ini mencakup antara lain
hipertensi, penyakit arteri koroner, infark miokard, gagal jantung, dan stroke. 1,3,4
Pengakuan terhadap peran OSA di bidang kardiologi klinis juga meningkat pesat di
seluruh dunia.
Referat ini diharapkan dapat menjelaskan hubungan antara OSA dengan penyakit
kardiovaskuler dan bagaimana peran bidang ilmu penyakit telinga hidung tenggorok
dalam mengantisipasi hubungan tersebut.
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
22
REM. 8 Penurunan pengurangan fungsi respirasi selama tidur yang terutama terjadi
pada fase REM adalah akibat kolapsnya sebagian saluran napas atas yang disertai
penurunan tonus otot interkostal dan genioglosus. Penurunan refleks batuk dan
bersihan mukosilier (mucocilliary clearance) selama kedua fase tidur yang akan
menyebabkan retensi sputum. Keadaan ini kurang berpengaruh terhadap orang
normal tetapi merupakan keadaan darurat yang mengancam jiwa pada penderita
asma, PPOK, OSA atau keadaan kelainan respirasi yang lain. Kontrol pernapasan
selama REM bukan melalui reflek vagal seperti pada fase terjaga dan pada tidur
NREM. Fase REM dianggap berasal dari penghambatan homeostatic feedback
regulation hipotalamus. Penelitian menunjukkan bahwa kelainan pernapasan pada
penderita OSA yang dipengaruhi oleh defek pada mekanisme perangsangan secara
sentral.8,9
Saat mulai tidur gambaran EEG terlihat perlambatan gelombang serta penurunan
ventilasi semenit. Pada pasien dengan obstructive sleep apnea, penurunan atau
penghentian aliran udara disebabkan oleh kolaps jalan napas atas yang progresif yang
menyebabkan penurunan saturasi oksihemoglobin (O2 saturation) serta terjadi
stimulasi kemoreseptor perifer carotid bodies. Stimulasi kemorefleks terjadi melalui
sistem saraf pusat sehingga meningkatkan sympathetic neural activity (SNA) yang
ditandai dengan lonjakan microneurographic. Saat terbangun dari tidur, ventilasi akan
normal kembali dan saturasi oksihemoglobin akan kembali normal serta terjadi
33
hambatan terhadap SNA oleh aferen yang berasal dari mekanoreseptor toraks yang
bersinaps pada batang otak8 seperti terlihat pada gambar 2.1.
44
menggunakan polisomnografi. Derajat beratnya OSA dibagi menjadi: 1) ringan AHI
55
Gambar 2.2 airway yang normal: tidak terdapat obstruksi yang berarti pada
saluran pernapasan atas
Gambar 2.3 Obstruksi jalan napas pada OSA; aliran udara melalui saluran
pernapasan atas terhalang sehingga pasien mengalami deprivasi dalam menerima
oksigen yang dibutuhkan untuk menjalani fungsi tubuh normal.
Epworth sleepiness scale (ESS) dan Standford sleepiness scale (SSS) adalah
kuisioner yang mudah dan cepat untuk menilai gejala rasa mengantuk. Skala ini tidak
berhubungan secara langsung dengan indeks apnea-hipopnea. Penyebab daytime
hypersomnolence adalah karena adanya tidur yang terputus-putus, berhubungan
dengan respons saraf pusat yang berulang karena adanya gangguan pernapasan saat
tidur.13-15
66
Tabel 2. Gejala klinis pada OSA14
Nokturnal (N)/ Daytime
Gejala klinis Insidensi (%)
(D)
Mendengkur 95 D
Mengantuk 75 D
Restless sleep 99 D
Mental abnormal 58 -
Perubahan kepribadian 48 D
Impotensi 40 -
Sakit kepala 35 D
Nokturia 30 N
Enuresis Tidak diketahui N/D
Nocturnal choking Tidak diketahui N
Hal-hal yang harus dinilai pada pemeriksaan fisik adalah IMT, ukuran lingkar
leher, keadaan rongga hidung (apakah terdapat deviasi septum, hipertrofi konka,
polip, adenoid), perasat Mueller (untuk menilai penyempitan velo-orofaring),
77
penilaian Friedman tounge position (modifikasi Mallampati), bentuk palatum mole,
bentuk uvula, palatal flutter, palatal floppy, ukuran tonsil dan penyempitan peritonsil
lateral. Populasi dewasa dengan IMT >30 kg/m2 memiliki prevalensi OSA >50%.
Perlu diketahui bahwa penilaian IMT dan lingkar leher tidak memiliki predictive
abilities pada wanita. Mendengkur memiliki positive predictive value (PPV) 63% dan
negative predictive value (NPV) 56% pada OSA. Pemeriksaan dengan pulse
oxymetry pada saat tidur malam hari dapat dilakukan dalam skrining OSA dan
memiliki sensitivitas sebesar 31%. Kombinasi dari semua faktor di atas dapat
meningkatkan predictive abilities antara 60-70%.13,14
Polisomnografi (PSG) adalah pemeriksaan baku emas untuk menegakkan
diagnosis OSA. PSG merupakan uji diagnostik untuk mengevaluasi gangguan tidur
yang dilakukan pada malam hari di laboratorium tidur, digunakan untuk membantu
pemilihan terapi dan evaluasi hasil terapi. Ada tiga sinyal utama yang dimonitor yaitu
pertama, sinyal untuk mengkonfirmasi keadaan stadium tidur seperti
elektroensefalogram (EEG), elektrookulogram (EOG) dan submental elektromiogram
(EMG). Sinyal kedua adalah sinyal yang berhubungan dengan irama jantung, yaitu
elektrokardiogram (ECG) dan sinyal ketiga yang berhubungan dengan respirasi
seperti airflow (nasal thermistor technique), oksimetri, mendengkur, kapnografi,
EMG interkostal, balon manometri esofageal, thoraco-abdominal effort, nasal
pressure transducer, pneumotachography face mask dan kadar PCO2.14,17
88
Gambar 2.2 Rekaman polysomnography terdiri dari elektrookulogram (EOG),
elektroensefalogram (EEG), elektromiogram (EMG), elektrokardiogram (EKG),
sympathetic nervous system activity (SNA), respirasi (RESP), dan tekanan darah (BP)
selama tidur periode REM pada pasien OSA. BP meningkat pada akhir periode apnea,
mencapai puncak selama arousal (sebagai indikasi adanya peningkatan tonus
muskulus.6
99
mengindikasikan bahwa OSA merupakan salah satu faktor yang secara independen
dapat memicu gangguan pada sistem kardiovaskuler. Dilaporkan bahwa terapi CPAP
yang merupakan terapi OSA, dinyatakan dapat menurunkan insiden kematian dan
morbiditas dari penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler.6,10,17
Selama tidur fase NREM, laju metabolisme, aktivitas saraf simpatis, tekanan
darah dan heart rate semuanya menurun, sedangkan tonus vagal kardiak meningkat.
OSA mengganggu aktivitas jantung selama tidur, dengan cara memacu suatu jalur
hemodinamik, fungsi autonom, efek kimiawi, inflamasi dan metabolik yang (jika
berlangsung kronik) dapat berisiko kardiovaskuler.6
Siklus hipoksia dan retensi karbondioksida akibat OSA akan menimbulkan efek
terhadap parasimpatis dan simpatis kardiak sehingga berpengaruh terhadap heart
rate. Ketika parasimpatis dominan, heart rate menjadi lambat. Sebaliknya jika
simpatis dominan, heart rate akan meningkat.6,19 Gejala hipoksia akibat apnea dan
retensi karbon- dioksida yang berulang selama tidur, meng- akibatkan usaha bernafas
menjadi tidak efektif dan terbentuk tekanan intrathorakal negatif. Hal tersebut
menyebabkan peningkatan per- bedaan tekanan intrakardiak dengan ekstrakardiak,
meningkatkan tekanan transmural ventrikel kiri.19
Tekanan intratorakal yang negatif mengakibatkan aliran balik ke toraks
meningkat, preload ventrikel kanan juga meningkat, sedangkan hipoksia akibat apnea
menyebabkan vasokonstriksi pulmoner dan peningkatan afterload ventrikel kanan.
Keadaan ini menghasilkan distensi ventrikel kanan, dengan hasil akhir gangguan
pengisian ventrikel kiri dan penurunan stroke volume. Hipoksia yang terjadi selama
OSA secara langsung mengakibatkan gangguan kontraktilitas kardiak dan relaksasi
diastolik. Siklus hipoksia dan retensi karbondioksida tersebut berpengauh terhadap
saraf simpatis, terjadilah vasokonstriksi perifer, meningkatkan afterload dan
peningkatan tekanan darah.19
Ketika terminasi apnea, asfiksia memicu terjadinya usaha bangun dari tidur
(arousal) yang meningkatkan aktivitas simpatis dan menekan tonus vagal
(meningkatkan tekanan darah dan heart rate). Efek akut ini dipertahankan selama
keadaan bangun penuh, dengan peningkatan tekanan darah dan gangguan vagal
1010
(variabilitas heart rate). Leukosit yang teraktivasi memiliki peran penting pada
respon inflamasi endotel vaskuler terhadap kerusakan seluler akibat hipoksia atau
reoksigenasi. Hal ini, mungkin akan mengubah reaktivitas endotel dan menyebabkan
proses aterogenesis. Namun, belum terdapat bukti yang nyata OSA menyebabkan
aterosklerosis secara langsung.20
Pasien OSA juga menunjukkan peningkatan stres oksidatif (reactive oxygen
spesies pada monosit dan neutrofil. Peningkatan stres oksidatif dihubungkan dengan
peningkatan molekul adhesi, seperti ICAM-1 (Intracellular Adhesion Molecule-1),
VCAM-1 (Vascular Cell Adhesion Molecule-1) dan E-selectin. Mediator inflamasi
seperti CRP (C- Reactive Protein), begitu juga dengan stres oksidatif mem- punyai
peran penting dalam proses aterogenesis dan pembentukan trombus arteri.20
Hipoksia intermiten dapat memicu produksi radikal bebas oksigen, aktivasi jalur
inflamasi yang menggangu fungsi endotel vaskuler dan peningkatan tekanan darah
secara tidak langsung akibat aktivitas simpatis tersebut. Pasien dengan OSA memiliki
konsentrasi plasma nitrit yang rendah, menunjukkan bioavaibilitas nitric oxide yang
rendah juga. Didapatkan peningkatan ekspresi molekul adhesi monosit CD15 dan
CD11c, serta monosit pasien OSA memiliki adhesi yang lebih tinggi dibandingkan
orang normal. OSA juga mengakibatkan oksidasi lipoprotein, peningkatan ekspresi
molekul adhesi, perlekatan monosit pada endotel vaskuler dan proliferasi otot polos
vaskuler. Efek-efek ini, ditambah dengan aktivitas vasokonstriksi simpatis dan
inflamasi dapat mengakibatkan hipertensi dan aterosklerosis.6,20
Mekanisme fisiologi akut maupun kronis yang terjadi selama OSA berupa :
aktivasi simpatis, peningkatan stres pada dinding ventrikel kiri, peningkatan
afterload, disfungsi diastolik akut, left atrial stretch, pembesaran atrium kiri,
resistensi insulin, hiperleptinemia, hiperkoagulabilitas, inflamasi sistemik, stres
oksidatif maupun disfungsi endotel dapat berkaitan dengan risiko beberapa penyakit
kardiovaskuler; di antaranya, hipertensi, disfungsi diastolik dan sistolik, sinus pause
atau arrest, AV block, atrial fibrillation, ventricular ectopic, nocturnal angina, CAD
(coronary artery disease), penyakit serebrovaskuler, maupun sudden cardiac death.6
1111
Gambar 2.3 Patofisiologi OSA terhadap CVD ; PNA = Parasympathetic Nervous
System Activity. PO2 = Partial Pressure of Oxygen. PCO2 = Partial Pressure of
Carbon Dioxide. SNA = Sympathetic Nervous System Activity. HR = Heart Rate. BP
= Blood Pressure. LV = Left Ventricular. 6
1212
Pasien-pasien dengan OSA pada umumnya memiliki persamaan fitur klinis yakni
sindrom metabolik, yang di dalamnya atermasuk hipertensi sistemik, obesitas sentral,
dan resistensi insulin. Skor AHI berkorelasi dengan IMT, waist-to-hip ratio,
hipertensi, dan diabetes dimana biasanya terdapat kadar HDL yang rendah dan
peningkatan kadar trigliserida pada pasien OSA yang berusia <65 tahun. Pelepasan
vasoaktif dan kerusakan fungsi endotelial yang disebabkan oleh OSA mengakibatkan
terjadinya proses arteriosklerosis pada pembuluh darah besar termasuk pembuluh
darah koroner.
2.8.3 OSA dengan acute coronary syndrome dan aritmia
Risiko terjadinya angina atau acute coronary syndrome (ACS) umumnya akan
meningkat dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Pada pasien dengan OSA,
variasi siklik dalam denyut nadi dan tekanan darah terjadi secara dramatik. Selain itu
akibat peningkatan aktivitas saraf simpatis perifer (peripheral sympathetic nerve
activity) saat tidur dua kali lebih besar dari nilai normal dapat meningkatkan risiko
terjadinya ACS.17 Pada penelitian juga dilaporkan pada OSA terdapat cetusan iskemik
yang diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen, juga terjadi penurunan isi
sekuncup ventrikel kiri sehingga terjadi perubahan ST segmen yang sesuai dengan
iskemik jantung.14
Segmen ST depresi lebih sering pada pasien OSA berat dan terjadi keluhan
nocturnal angina. Episode iskemik berhubungan dengan desaturasi oksigen dan
peningkatan frekuensi nadi dan tekanan darah yang memprovokasi keluhan angina
sehingga pasien terbangun. Pasien Jantung koroner yang mempunyai OSA
merupakan faktor prognostik yang buruk.Berbagai jenis aritmia jantung telah
dihubungkan dengan OSA termasuk sinus pause, blok jantung, dan ventricular
tachycardia. Kondisi aritmia tersebut merupakan implikasi penyebab kematian
mendadak malam hari (sudden nocturnal death) pada pasien dengan OSA.14
2.8.4 OSA dan gagal jantung kongestif
Penderita gagal jantung kongesti biasanya memiliki faktor sentral sleep apnea atau
obstructive sleep apnea. Beberapa penelitian menyatakan 50% penderita gagal
jantung diastolik memiliki nilai AHI yang abnormal. Beberapa penelitian
1313
mengindikasikan bahwa OSA merupakan predisposisi gagal jantung yang mungkin
disebabkan oleh mekanisme edema pada saluran napas atas. Gaziano et al 21 mengutip
dari Mansfield menyatakan berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien
dengan gagal jantung dan OSA, menemukan bahwa penggunaan CPAP pada malam
hari selama tiga bulan, secara signifikan berhasil meningkatkan fraksi ejeksi ventrikel
kiri.14
Selain itu hipoksia yang terjadi pada OSA menurunkan hantaran oksigen yang
akan meyebabkan iskemia miokard. Hipoksia juga mengganggu diastolik dan
kontraksi jantung. Kombinasi hipoksia dengan usaha inspirasi dan retensi CO2
memicu fase arousal OSA yang akan menstimulasi aktifitas simpatik. Jika hal ini
berlangsung terus menerus, maka akan terjadi kardiomiopati hipertrofik, hipertensi
dan gagal jantung.14
1414
Gambar 2.4 Terapi CPAP (Continous Positive Airway Pressure) untuk pasien dengan
OSA dapat mempertahankan patensi jalan napas saat tidur sehingga terjadi perbaikan
hemodinamik.
Gambar 2.5 Terapi MAS (Mandibular Advance Splinting) sebagai terapi alternatif
OSA untuk pasien yang tidak dapat menoleransi terapi CPAP.
BAB 3
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko bersama yang ada
pada OSA dan juga penyakit kardiovaskuler, dan dari berbagai penelitian dinyatakan
1515
Pemeriksaan polisomnografi merupakan baku emas untuk menegakkan diagnosis
OSA. Terapi OSA terbagi menjadi terapi bedah dan nonbedah. Terapi CPAP ,
perubahan pola hidup dan penurunan berat badan efektif untuk tatalaksana OSA pada
penderita kardiovaskuler. Terapi pembedahan dapat dipikirkan sebagai pilihan untuk
mengatasi kelainan anatomi saluran napas atas.
Penting bagi tenaga medis untuk memiliki pengetahuan tentang henti napas saat
tidur serta dampak yang diakibatkannya pada jantung sehingga dapat memberikan
diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
1616
1. Drager LF, McEvoy RD, Barbe D, Lorenzi-Filho G, Redline S. Sleep Apnea and
Cardiovascular Disease : Lessons From Recent Trials and Need for Team Science.
Circ J. 2017;136:1840-1850. DOI: 10.1161/CIRCULATIONAHA.117.029400
2. Gami AS, Somers VK. Sleep Apnea and Cardiovascular
Disease. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP (eds).
Braunwald’s Heart Disease A Textbook of Cardiovascular
Medicine. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008. pp:
1915-21.
3. Somers VK, White DP, Amin R, Abraham WT, Costa F, Culebras A, et al.
Sleep apnea and cardiovascular disease: an American Heart
Association/American College of Cardiology Foundation Scientific Statement
from the American Heart Association Council for High Blood Pressure
Research Professional Education Committee, Council on Clinical Cardiology,
Stroke Council, and Council on Cardiovascular Nursing. J Am Coll Cardiol.
2008;52(8):686-717.
4. Kato M, Adachi T, Koshino Y, Somers VK. Obstructive sleep apnea and
cardiovascular disease. Circ J. 2009(8):1363-70.
5. Kliam C. Sleep Apnea: pathophysiology, assessment, and treatment. Medicine
Digest. 1995;142:435-9.
6. Purwowiyoto SL. Obstructive Sleep Apnea dan Penyakit Kardiovaskuler.
CDK. 2011;38(3): 199-201
7. Moorre CA, Karacan I, Wieten RL. Basic science of sleep. In: Kaplan HI,
Sadock BJ, ed. Comprehensive textbook of psychiatry, 10th ed. Baltimore:
William & Wilkins, 2007:533 – 534.
8. Caples SM, Gami AS, Somers VK. Obstructive sleep apnea. In: Ausiello DA,
Benos DJ ed. Physiology in medicine: A series of articles linking medicine
with science. Ann Int Med 2005;142;187-97.
9. Arifin AR, Ratnawati, Burhan E. Fisiologi Tidur dan Pernapasan. Available
from:http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan10/Fisiologi%20tidur
%20010210%20sken%20rev%201.pdf. Accessed June 26, 2018
10. Parati G, Lombardi C, Narkiewicz K. Sleep apnea: epidemiology,
pathophysiology, and relation to cardiovascular risk. Am J Physiol Regul
Integr Comp Physiol;293(4):R1671-83.
11. Gami AS, Hodge DO, Herges RM, Olson EJ, Nykodym J, Kara T, et al.
Obstructive sleep apnea, obesity, and the risk of incident atrial fibrillation. J
Am Coll Cardiol. 2007;49(5):565-71.
12. Kapur V, Strohl KP, Redline S, Iber C, O'Connor G, Nieto J. Underdiagnosis
of sleep apnea syndrome in U.S. communities. Sleep Breath. 2002;6(2):49-54.
13. Madani M. Snoring and obstructive sleep spnea. Arch of Iranian Med 2007;
10(2):215 26.
14. Antariksa B. Patogenesis, diagnostik dan skrining OSA (obstructive sleep apnea).
Available from: http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan10/OSA% 20. Accessed
June,26,2018.
1717
15. Welch KC, Goldberg AN. Sleep disorders. In: Lalwani AK, editor. Current diagnosis
& treatment, otolaryngology head and neck Surgery. 2nd ed. New York: McGraw-
Hill Companies LANGE; 2008. p.535-47.
16. W alker RP . Snoring and obstructive sleep apnea. In: Bailey JB, Johnson JT, editors.
Head & neck surgery-otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincontt Williams &
Wilkins; 2006. p.645-64.
17. Lattimore et al. OSA and Cardiovascular Disease. J Am Coll Cardiol 2003;41:1429-
37
18. Gaziano T, Reddy KS, Paccaud F, Horton S, Chaturvedi V . Cardiovascular Disease.
In: Gaziano T, Reddy KS, Paccaud F, Horton S, Chaturvedi V , editors.
Cardiovascular disease. New Y ork: Oxford University Press; 2006. p.845-62.
19. Xie A, Skatrud JB, Puleo DS, Morgan BJ. Exposure to Hypoxia Produces Long-
Lasting Sympathetic Activation in Humans. J Appl Physiol 2001: 91 (4): 1555-62.
20. Lavie P, Lavie L, Dyugovskaya L. Increased Adhesion Molecules Expression and
Production of Reactive Oxygen Species in Leukocytes of Sleep Apnea Patients. Am J
Respir Crit Care Med 2002; 165: 934-39.
21. Gaziano T, Reddy KS, Paccaud F, Horton S, Chaturvedi V . Cardiovascular Disease.
In: Gaziano T, Reddy KS, Paccaud F, Horton S, Chaturvedi V , editors.
Cardiovascular disease. New Y ork: Oxford University Press; 2006. p.845-62.
22. Somers VK, Gami AS, Olson LJ. Treating sleep apnea in heart failure patients. JACC
2005; 45(12):2012-4.
1818