Professional Documents
Culture Documents
SNH Icu
SNH Icu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk
usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Saat ini Indonesia
tercatat sebagai negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia (Yastroki, 2009).
Angka ini diperberat dengan adanya pergeseran usia penderita stroke yang semula menyerang
orang usia lanjut kini bergeser ke arah usia produktif. Bahkan, kini banyak menyerang anak-
anak usia muda (Gemari, 2008).
Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya
secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala - gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan
daerah fokal otak yang terganggu World Health Organization (WHO, 2005).
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. Mengacu pada
laporan American Heart Association, sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat terserang
stroke setiap tahunnya. Dari jumlah ini, 610.000 diantaranya merupakan serangan stroke
pertama, sedangkan 185.000 merupakan stroke yang berulang. Saat ini ada 4 juta orang di
Amerika Serikat yang hidup dalam keterbatasan fisik akibat stroke, dan 15-30% di antaranya
menderita cacat menetap Centers for Disease Control and Prevention ( CFDCP, 2009).
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern saat ini. Di
Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke,
sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah
penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk
usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Stroke dapat
menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi pada usia di atas 40 tahun. Angka kejadian
stroke meningkat dengan bertambahnya usia, makin tinggi usia seseorang, makin tinggi
kemungkinan terkena serangan stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).
Secara ekonomi, insiden stroke berdampak buruk akibat kecacatan karena stroke akan
memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan kemampuan ekonomi
masyarakat dan bangsa (Yastroki, 2009).
Stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.
Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena Stroke, dari jumlah tersebut, sepertiganya
bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang
dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita
terus menerus di tempat tidur (HIMAPID FKM UNHAS,2007).
Stroke merupakan masalah kesehatan dan perlu mendapat perhatian khusus. Stroke
merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di hampir seluruh RS di Indonesia.
Angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke tahun, Setiap tahun 7 orang yang meninggal
di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke (DEPKES,2011).
Berdasarkan catatan rekam medis RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat, Khususnya Ruang
ICU pada bulan Januari – Maret 2015, pasien dengan masalah Stroke Haemoragik
berjumlah 6 orang dari 429 pasien (1,39%), selama tiga bulan terakhir ini.
Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke adalah faktor yang tidak
dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat
Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi (modifiable risk factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes,
obesitas, penggunaan oral kontrasepsi, alkohol, dislipidemia (PERDOSSI, 2007).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulis memperoleh pengalaman dan gambaran secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan Stroke Haemoragik.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Stroke Haemoragik.
b. Menentukan masalah keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
c. Merencanakan asuhan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik
e. Melakukan evaluasi keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
g. Mengidentifikasi faktor – faktor pendukung, penghambat, serta mencari solusi/ alternatif
pemecahan masalah.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan
pendekatan studi kasus dimana penulis mengelola satu kasus dengan menggunakan proses
keperawatan, dan menggunakan beberapa tehnik antara lain tehnik observasi yaitu metode
pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung dalam mencari data penunjang
masalah kesehatan klien. Wawancara yaitu tanya jawab langsung dengan klien dan keluarga
untuk mendapatkan data subyektif. Dokumentasi adalah mengumpul data dan catatan yang
berhubungan dengan kondisi klien. Pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi dalam memperoleh status kesehatan klien saat ini. Studi pustaka
digunakan untuk mempelajari buku – buku literatur yang berkaitan dengan kasus, untuk
memdapatkan konsep dasar sehingga penulis dapat membandingkan antara teori dan kasus.
D. Ruang Lingkup
Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis hanya membahas dan memfokuskan Asuhan
Keperawatan Pada Klien Tn. M Dengan Stroke Haemorogik Di Ruang ICU, RSPAD Gatot
E. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdapat lima BAB yaitu BAB I yang merupakan pendahuluan,
meliputi latar belakang, tinjauan penulis, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika
penulisan. BAB II tinjauan teori yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiogi,
penatalaksanaan medis, pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksananan keperawatan dan evaluasi keperawatan. BAB III tinjauan kasus
meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, BAB IV pembahasan yang meliputi
tentang perbandingan antara teori dan kasus, analisa faktor – faktor pendukung dan
penghambat serta alternative pemecahan masalah dalam memberikan asuhan kperawatan di
tiap tahapan di anataranya yaitu pengkajian keperawatan, diagnosa kperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan. BAB V penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Data obyektif:
a. Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku
(seperti: letargi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
b. Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman
tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )
c. Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
d. Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan
berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata komprehensif, global / kombinasi dari
keduanya.
e. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
f. Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
g. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
a. Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif:
b. Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
a. Perokok ( faktor resiko )
b. Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
c. Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
d. Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9. Keamanan
Data Obyektif:
a. Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b. Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan
terhadap bagian tubuh yang sakit
c. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
d. Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
e. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran
diri
10. Interaksi sosial
Data Obyektif:
a. Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
11. Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif :
a. Riwayat hipertensi keluarga, stroke
b. Penggunaan kontrasepsi oral
12. Pertimbangan rencana pulang
a. Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
b. Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri dan pekerjaan
rumah
a. Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi ekstrimitas yang sehat
b. Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang parese / plegi dalam toleransi
nyeri
c. Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau mangurangi bengkak
d. Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan kemampuan klien
e. Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti yang disarankan
f. Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi
1. Identitas Klien
Klien Bernama Tn. M, berumur 54 tahun, jenis kelamin laki - laki, status menikah, agama
Islam, suku Betawi. Pendidikan terakhir klien SMA, bahasa yang digunakan klien setiap hari
bahasa Indonesia. Pekerjaan TNI, Alamat Jln, Pulau Gadung Rt 001 / 007 Jakarta Timur.
Klien masuk ke IGD RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat, tanggal 11 April 2015, Pukul
09.30 WIB, Pada tanggal 12 April 2015, Pukul 19.00 WIB, klien pindah keruang ICU, No.
Register 40-38-30, dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik.
2. Resume
25
Tn. M, usia 54 tahun ke RSPAD Gatot Soebroto Jakarta tanggal 11 April 2015 pada pukul
09.30 WIB ke IGD, klien 2 hari sebelumnya demam, kemudian dibawa berobat dan dikatakan
infeksi saluran kemih ± 2 jam yang lalu klien tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa dibangunkan
pada saat tidur dalam kondisi ngorok, sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada
muntah, tidak ada kejang sebelumnya, klien dalam keadaan tidak sadar GCS 4 dengan nilai
E1, M2, V1. Kemudian klien pindah keruang ICU untuk mendapatkan perawatan intensive
dengan ventilator dengan mode SIM V, FI02 70 %, PEEP + 5, VI 478, RR 38 x/menit, TTV,
TD: 140/90 mmHg, heart rate 160 x/menit, S: 38,5°C, Sa02 100%, kondisi pupil keduanya
miosis, reflek cahaya +/- , ada akumulasi sankret dimulut dan diselang ET, tidak ada
terpasang mayo dan lidah tidak turun, terdapat retaksi otot intecosta, dengan RR 38 x/menit,
dan terdengar ronchi basah dan basal paru kanan, CRT < 3 detik di ICU klien mendapatkan
Brainact /12 jam, Aliminamin F /12 jam, Ranitidin /12 jam, dan infus RL 20 t/m, Pada
tanggal 12 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 13,8 gr/dl, Ht: 44%, Eritrosit: 5,04
juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit: 84 rb/mmk, Kreatinin 1,5 mg/dl, Albumin 3,6 mg/dl,
ureum: 15 mg/dl, natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6 mEq/L, klorida: 107 mEq/L, AGD: pH:
7,3, PCO2: 27,6, PO2: 236,9, HCO3: 16,3, saturasi O2: 100%. Hasil pemeriksaan EKG kesan
ada gambaran ST depresi inferior, hasil rongsen kesan Cor dan pulmo dalam batas normal,
tidak ada menunjukan infellrate.
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12 April 2015 pukul 14.30 WIB. klien 2 hari
sebelumnya demam, kemudian dibawa berobat dan dikatakan infeksi saluran kemih ± 2 jam
yang lalu klien tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa dibangunkan pada saat tidur dalam kondisi
ngorok, sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah, tidak ada kejang
sebelumnya, klien dalam keadaan tidak sadar GCS 4 dengan nilai E1, M2, V1. Upaya untuk
mengatasinya di bawa ke RSPAD Gatot Soebroto.
b. Riwayat Pemyakit Dahulu
Klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi ± 1 tahun
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita seperti klien
B. Pengkajian Primer
1. Airway
Pada jalan nafas terpasang ET, ada akumulasi senkret dimulut dan selang ET, lidah tidak
jatuh kedalam dan tidak terpasang OPA.
2. Breating
RR 38 x/menit, tidak terdapat napas coping hidung, terdapat retaksi otot paru kanan, dan
terdapat wheezing, terpasang ventilator dengan mode SIM V, FI02 70 %, PEEP + 5, VI 478,
RR 38 x/menit, suara dasar vesikuler.
3. Circulation
Td 140/90 mmHg, Map 112, Hr 124x/menit, Sa02 100%, capillang refill < 3 detik, kulit tidak
pucat, kunjung tipa tidak anemis.
4. Disability
Kesadaran : soporokoma, GCS : E1,M2,VET, reaksi pupil +/-, pupil miosis, dan besar pupil 2
mm.
5. Exposure
Tidak ada luka di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu 38,5 ⁰C
C. Pengkajian Skunder
1. Tanda - tanda vital
Tanggal 12 April 2015, TD 140/90 mmhg, Map 112, Hr 124, Sa02 100%, RR 38 x/menit, S
38,5 0C.
Tanggal 13 April 2015, TD 145/97 mmhg, Map 113, Hr 130, Sa02 100%, RR 20 x/menit, S
38,2 0C.
Tanggal 14 April 2015, TD 88/81 mmhg, Map 63,3, Hr 97, Sa02 97%, RR 17 x/menit, S 40,7
0
C.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Bentuk Mesochepal, tidak ada luka dan jejas, rambut hitam, tidak ada oedem
2. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis, kedua pupil miosis,
reflek pupil +/-.
3. Telinga
Kedua telinga simetris, tidak ada jejas, bersih, dan tidak ada serumen
4. Hidung
Terpasang NGT warna keruh, tidak ada secret di hidung, tidak ada napas cuping hidung
5. Mulut
Bibir pucat dan kotor, terpasang ET
6. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, tidak terjadi kaku kuduk.
7. Thoraks
a. Jantung
Inspkesi : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, tidak ada bunyi jantung tambahan
b. Paru-paru
Inspkesi : Paru kanan dan kiri simetris, terdapat retraksi interkosta, tidak ada penggunaan otot bantu
napas, RR 38x/menit
Palpasi : Tidak dikaji
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, terdapat suara tambahan ronkhi basah di basal paru kanan
c. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising Usus 13x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Tidak terjadi distensi abdomen
d. Ekstremitas
Tidak ada jejas, tidak ada oedem, kekuatan otot 1/1 /1/1
e. Genitalia
Bentuk penis normal, skrotum bentuk dan ukuran normal, tidak ada jejas
E. Pola Eleminasi
1. Urin / Sift
a. Pada tanggal 12 April 2015 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada, ikontenensia
tidak ada, jumlah 200 cc
b. Pada tanggal 13 April 2015 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada, ikontenensia
tidak ada, jumlah 500 cc
c. Pada tanggal 14 April 2015 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada, ikontenensia
tidak ada, jumlah 100 cc
Pemeriksaan urin lab: tidak ada
2. Feses/shift
a. Pada tanggal 12 April 2015 frekuensi BAB 1 x/hari, warna kuning kecoklatan, konsistensi
lunak.
b. Pada tanggal 13 April 2015 frekuensi tidak ada, warna tidak ada, konsistensi tidak ada.
c. Pada tanggal 14 April 2015 frekuensi BAB 1 x/hari, warna kuning kecoklatan, konsistensi
lunak.
Pemeriksaan lab Feses : tidak ada
F. Tingkat Kesadaran
1. Gasgow Coma Scale
a. Pada tanggal 12 April 2015, E 1, M 2, V ET.
b. Pada tanggal 13 April 2015, E 1, M 1, V ET.
c. Pada tanggal 14 April 2015, E 1, M 1, V ET.
2. Status kesadaran
a. Pada tanggal 12 April 2015, kesadaran soporokoma.
b. Pada tanggal 13 April 2015, kesadaran soporokoma.
c. Pada tanggal 14 April 2015, kesadaran koma.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pada tanggal 12 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 13,8 gr/dl, Ht: 44%, Eritrosit:
5,04 juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit: 84 rb/mmk, Kreatinin 1,5 mg/dl, Albumin 3,6
mg/dl, ureum: 15 mg/dl, natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6 mEq/L, klorida: 107 mEq/L, AGD:
pH: 7,3, PCO2: 27,6, PO2: 236,9, HCO3: 16,3, saturasi O2: 100%.
Pada tanggal 13 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; AGD: pH: 7,32, PCO2: 27, PO2:
199,7, HCO3: 16,9, saturasi O2: 100%.
Pada tanggal 14 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 12,3 gr/dl, Ht: 38%, Eritrosit:
4,48 juta/ul, leukosit: 7,4 rb/mmk, trombosit: 90 rb/mmk, Kreatinin 1,4 mg/dl, Albumin 3,1
mg/dl, ureum: 17 mg/dl, natrium: 132 mEq/L, kalium: 3,4 mEq/L, klorida: 106 mEq/L, AGD:
pH: 7,33, PCO2: 30, PO2: 189,8, HCO3: 17,9, saturasi O2: 97%.
I. Penatalaksanaan
Pada tangal 12 April 2015 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu : Ceftriaxone 2 mg/24
jam, ranitidine 1 amp/12 jam, Nexium 40 mg/12 jam, Alinamin F 1 amp/12 jam, Brainact 1
amp/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, RL/ 24 jam 20 tpm, NaCl 0.9%/24 jam 20 tpm,
Asering/ 24 jam 20 tpm, Aminovel/24 jam 20 tpm, Methylprednison 40 mg/12 jam,
Nebulizer/8 jam.
J. Data Fokus
Data Subjektif : -
Data Objektif :
Kesadaran umum soporokoma, terdapat secret di ET dan mulut, RR 38x/menit, terdengar
bunyi ronkhi basah di basal paru kanan, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, napas
cepat dan dangkal, terpasang ventilator dengan mode P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5
dan SaO2 100%, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, napas cepat dan dangkal, Hasil
BGA : PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3 16,3; BE -10,2 dengan interprestasi Asidosis
Metabolik terkompensasi sebagian, Kesadaran soporokoma, GCS E1M2VET, pupil miosis
(2mm), reaksi pupil +/-, Keadaan umum soporokoma, panas dengan suhu 38,5⁰C, terpasang
ET dan infus line, bedrest total, reflek motorik -/-.
K. Analisa Data
NO TGL/JAM DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI
L. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi secret di jalan
napas, dapat ditandai dengan :
a. Adanya sekret di ET dan mulut
b. Terdengar bunyi ronkhi basah di basal paru kanan
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada
batang otak etcause intracerebral haemoragie), dapat ditandai dengan :
a. Frekuensi napas tinggi RR 38x/menit
b. Terdapat retraksi intercosta
c. Napas cepat dan dangkal
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli, dapat
ditandai dengan :
a. Napas cepat dan dangkal, RR 38x/menit
b. Hasil BGA : Asidosis Metabolik terkompensasi sebagian
4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral,
dapat ditandai dengan :
a. Penurunan kesadaran : Soporocoma
b. GCS : E1, M2, VET
c. Pupil miosis
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total.
M. Perencanaan, Pelaksanan dan Evaluasi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi secret di jalan
napas ditandai dengan :
Data Subjektif : -
Data Objektif :
KU soporokoma, terdapat secret di ET dan mulut, RR 38x/menit, terdengar bunyi senkret
ujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan jalan napas klien dapat
efektif adekuat.
Kriteria hasil : Sekret di ET dan mulut berkurang atau tidak ada, RR dalam batas normal (16-24x/menit),
Suara ronkhi berkurang atau hilang.
Rencana Tindakan :
a. Monitor adanya akumulasi secret dan warnanya di jalan napas (ET dan mulut)
b. Auskultasi suara napas klien
c. Monitor status pernapasan klien
d. Monitor adanya suara gargling
e. Lakukan positioning miring kanan dan kiri
f. Pertahankan posisi head of bed (30-45⁰)
g. Lakukan suction sesuai indikasi
Kolaborasi :
a. Berikan nebulizer tiap 8 jam dengan perbandingan berotec : Atroven : NaCl yaitu 18 tetes :
16 tetes : 1 cc
Pelaksanaan :
Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan vital sign : TD 140/88, HR 112x/menit,
SaO2 100%, dan Suhu 38.2 ⁰C, GCS : E1M2VET, pupil miosis 2mm, reflek pupil terhadap
cahaya +/-, masih terpasang ventilator P SIMV, VT 465, RR 34, 70%, PEEP + 5, Sekret di
mulut dan ET berkurang, Masih terdapat retraksi otot intercosta, RR 34x/menit, Hasil BGA :
PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3 16,3; BE -10,2 dengan, interprestasi asidosis
metabolik terkompensasi sebagian, masih ada suara senkret, dan idak terjadi tanda-tanda
peningkatan TIK
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada
batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola napas klien dapat
efektif.
Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil, Retraksi otot intercosta
berkurang, dan Weaning off ventilator
Rencana Tindakan
a. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
b. Pantau status pernapasan klien
c. Pantau adanya retraksi otot intercosta
d. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
e. Monitor saturasi oksigen klien
Kolaborasi : Pertahankan penggunaan ventilator dan observasi setting ventilator dengan status pernapasan
klien.
Pelaksanaan :
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pertukaran gas klien
dapat adekuat
Kriteria hasil :
a. KU dan VS stabil
b. Napas adekuat spontan (16-24x/menit)
c. BGA dalam batas normal
Rencana Tindakan
a. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
b. Observasi status pernapasan klien
c. Pantau adanya tanda-tanda hipoksia
d. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
Kolaborasi : Pantau hasil BGA sesuai indikasi, Pertahankan penggunaan ventilator dengan oksigenasi
yang adekuat.
Pelaksanaan :
Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporokoma dengan vital sign : TD 140/90, HR 160x/menit,
SaO2 97%, dan RR 38 x/menit, Suhu 38.5 ⁰C.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi
pada klien.
Kriteria hasil :
a. KU dan VS stabil
b. Suhu normal (36.5-37.5)
c. Leukosit normal
d. Monitor KU dan VS termasuk suhu klien/jam
Rencana Tindakan
a. Pertahankan teknik aseptic setiap tindakan
b. Pantau adanya tanda-tanda infeksi
c. Lakukan personal dan oral care setiap hari
d. Lakukan early mobilization
e. Lakukan penilaian CPIS setelah 48 jam perawatan
Kaloborasi : Berikan antibiotic sesuai indikasi dan pantau hasil foto thorak
Pelaksanaan :
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB ini penulis akan membahas mengenai permasalahan atau kesenjangan yang terjadi
selama melakukan asuhan keperawatan langsung terhadap Tn. M dengan kasus Stroke
Haemoragik di Ruang ICU RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat. Dalam bab ini penulis
membandingkan antara teori yang ada pada literature dengan kasus yang ditemukan pada
klien. Selain itu penulis juga membahas mengenai faktor pendukung dan faktor penghambat,
yang penulis temukan pada saat melakukan asuhan keperawatan pada Tn. M, serta alternatif
pemecahan masalah yang penulis berikan selama melakukan asuhan keperawatan pada tiap
tahap keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
44
Stroke hemoragik merupakan defisit neurologi yang mempunyai sifat mendadak dan
berlangsung dalam 24 jam sebagai akibat dari pecahnya pembuluh darah di otak yang di
akibatkan oleh aneurisma atau malformasi arteriovenosa yang dapat menimbulkan iskemia
atau infark pada jaringan fungsional otak (Purnawan Junadi, 1982). Klien datang dari IGD
dengan diagnosa stroke haemoragik. Hal ini sesuai dengan teori bahwa stroke Haemoragik
terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak. Dari hasil ST-Scan klien didapatkan bahwa
klien terjadi perdarahan intraserebral. Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya stroke
yaitu hipertensi dan penggunaan obat-obat antikoagulan. Klien sudah menderita hipertensi
kurang lebih sejak satu tahun yang lalu. Hipertensi yang kronis dapat mengakibatkan
perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Hal tersebut menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume
perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Sehingga
aliran oksigen ke otak tidak adekuat mengakibatkan penurunan kesadaran. Hal ini terjadi
pada klien, klien ketika masuk dengan kesadaran soporocoma dengan GCS E1M2VET.
Soporocoma yaitu mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitive.
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien yaitu antara lain :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di jalan napas.
Diagnosa tersebut dijadikan masalah utama karena berdasarkan primary assesment dan
terdapat tanda adanya sekret di ET dan mulut, selain itu terdengar bunyi ronkhi di basal paru
kanan. Kepatenan jalan napas harus menjadi prioritas karena jika ada sumbatan berupa sekret
ataupun benda yang lain akan menyebabkan oksigen tidak dapat masuk ke tubuh dan jaringan
akan kekurangan oksigen. Klien dalam kondisi tidak sadar yaitu soporocoma sehingga tidak
mempunyai reflek batuk untuk mengeluarkan sekret yang ada di jalan napas. Sehingga
tindakan yang dilakukan antara lain tetap memantau adanya akumulasi sekret di ET dan
mulut, kemudian lakukan suction sesuai kebutuhan. Suction perlu dilakukan untuk
mengurangi sekret atau menghisap sekret supaya jalan napas dapat paten dan oksigen bisa
sepenuhnya masuk dalam tubuh dan dapat dipakai oleh jaringan. Selain itu positioning klien
miring kanan dan kiri selain untuk mencegah dekubitus, hal ini juga untuk memudahkan
keluarnya sekret. Hal ini juga dibantu dengan kolaborasi pemberian nebulizer dengan
kombinasi obat Berotec : Atroven : NaCl yaitu 18 tetes : 16 tetes : 1 cc. Kombinasi obat
tersebut selain sebagai bronchodilator juga sebagai mukolitik sehingga secret yang masih
tertempel dalam dinding paru dapat hancur dan keluar sehingga jalan napas dapat paten dan
bersih.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada
batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Diagnosa ini diambil berdasarkan data bahwa klien napasnya cepat dan dangkal, RR
38x/menit, terdapat retraksi intercosta, dan menggunakan ventilator dengan mode P SIMV
dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2 100%. Mode P SIMV digunakan karena klien masih
mempunyai usaha napas sehingga ventilator di setting dengan sinkronize antara napas klien
dengan ventilator. Klien dengan stroke haemoragik akan terjadi ruptur atau pecahnya
pembuluh darah di otak sehingga aliran darah yang mengangkut oksigen ke otak juga
terganggu. Hal ini lama-lama akan menimbulkan infark serebri dan dapat mengenai berbagai
bagian di otak termasuk salah satunya medula oblongata. Medula oblongata merupakan pusat
pernapasan, sehingga jika terjadi infark di daerah tersebut maka akan terjadi pula depresi
pusat pernapasan yang dapat mempengaruhi kemampuan ventilasi paru. Karena
ketidakadekuatan ventilasi paru klien, maka klien terpasang ventilator. Tindakan yang bisa
dilakukan antara lain posisikan klien elevasi head of bed 30-45⁰C. Hal ini untuk lebih
mengoptimalkan ekspansi paru klien. Selain itu observasi status pernapasan juga penting
karena hal ini mempengaruhi setting ventilator dengan mode yang disesuaikan usaha napas
klien. Monitor usaha napas klien tetap harus dilakukan, karena jika klien terlihat hiperpnue
dengan nampak retraksi intercosta menunjukkan klien sesak napas sehingga perlu dinaikkan
setting ventilator misalnya FiO2 dinaikkan dari semula.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli
Diagnosa ini diambil karena ditemukan data pada klien bahwa setelah dilakukan BGA
ternyata hasilnya asidosis metabolik terkompensasi sebagian. Selain itu klien juga
menunjukkan peningkatan frekuensi napas yaitu RR 38 x/menit. Hal ini menunjukkan bahwa
di alveoli klien terjadi gangguan pertukaran gas karena ketidakadekuatan ventilasi klien
sehingga mempengaruhi proses difusi O2 dan CO2. Tindakan yang dilakukan hampir sama
dengan diagnosa yang kedua karena pada prinsipnya saling mempengaruhi. Observasi status
pernapasan tetap harus dilakukan karena untuk menentukan keefektifan penggunaan
ventilator. Hasil BGA juga perlu dipantau juga untuk mengetahui keefektifan pemakaian
ventilator dan terapi yang diberikan, jika hasil BGA normal, PH, PaO2, PCO2, dan BE dalam
batas normal maka bisa menjadi pertimbangan untuk proses penyapihan dari ventilator. Jika
BGA tidak normal maka akan dilakukan koreksi. Hasil BGA klien pada tanggal 21 juni 2010
menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi sebagian sehingga memerlukan koreksi
bicnat untuk mengatasi hal tersebut. Bicnat tujuannya untuk menetralkan kadar asam dalam
darah karena bicnat mengandung basa.
4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral
Klien menderita Stroke Haemoragik dengan berdasarkan hasil ST-Scan menunjukkan adanya
perdarahan intraserebral sehingga mempengaruhi proses perfusi jaringan ke serebral. Oksigen
yang dibawa ke otak menjadi berkurang, sehingga akan terjadi hipoksia dan hal ini
menyebabkan klien terjadi penurunan kesadaran dan penurunan fungsi tubuh yang dipersarafi
oleh otak. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain adalah menaikkan posisi kepala klien 30-
45⁰ dengan tujuan mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dari kepala
dan memperbaiki sirkulasi serebral.Status neurologis klien juga perlu dimonitor setiap jam
untuk mengetahui kemajuan terapi dan keadekuatan oksigenasi jaringan serebral. Sehingga
oksigenasi tetap harus dipertahankan supaya kebutuhan oksigenasi serebral tercukupi.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total Adanya
prosedur invasif dapat memungkinkan terjadinya infeksi karena merupakan port de entri
mikroorganisme sehingga dalam melakukan perawatan perlu memperhatikan teknik steril dan
aseptik untuk mencegah mikroorganisme patogen dapat masuk ke tubuh melalui prosedur
invasif tersebut seperti infus, ET, kateter dan NGT. Selain itu oral care, early
mobilization dan head of bed juga berguna untuk mencegah infeksi. Jika infeksi berlanjut
akan bisa menimbulkan sepsis yang sangat berbahaya bagi klien yang bisa menimbulkan
kematian karena infeksi menyebar secara sistemik ke tubuh klien. Klien dengan bedrest total
akan mengalami penurunan produksi fibronectin di mulutnya sehingga mengalami penurunan
kemampuan mekanisme melawan kuman yang patogen sehingga perlu dibersihkan dengan
oral care yang menggunakan antiseptic. Selain itu dengan adanya head of bed juga akan
meminimalkan kontaminasi kuman patohen dengan mencegah terjadinya aspirasi isi
lambung. Sedangkan early mobilzation dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi pertahanan
tubuh. Klien yang diposisikan supine dan immobility akan menimbulkan fungsi normal paru
seperti reflek batuk, otot mucosilliary, dan drainage tidak dapat bekerja dengan baik sehingga
beresiko lebih tinggi terkena infeksi nosokomial pneumonia. Selain itu klien yang tidak
dilakukan early mobilization akan terjadi kelemahan otot termasuk otot pernapasan sehingga
proses weaning off of ventilation akan ditunda dan beresiko terjadi VAP.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari kondisi klien semakin menurun. Pada
hari ketiga klien juga mengalami hiperglikemia yaitu 482 mg/dl sehingga menyebabkan
darah menjadi sangat kental dan daya alirannya berkurang. Aliran darah yang lambat secara
otomatis akan menyebabkan suplai oksigen ke semua jaringan berkurang sehingga jaringan
akan melakukan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Asam laktat yang
berlebih dapat menjadi toksik pada jaringan tubuh sehingga akan memperparah kondisi klien.
Pada perawatan hari ke dua, tidak ada produksi urin klien. Hari kedua sudah diberikan extra
lasik 20 mg/jam syring pump jalan 0.5 cc/jam tapi tetap sedikit urin yang keluar. Hari ketiga
di cek darah menunjukkan ureumnya tinggi yaitu 319 dan kreatininnya 12.4 sehingga
dikatakan terjadi insufisiensi ginjal. Pada tanggal 14 April 2015 Jam 14.20 WIB, kondisi
klien drop, gambaran EKG arrest, HR turun terus, Saturasi turun drop dibawah normal,
dilakukan RJP selama 15 menit dengan SA 4 ampul, Adrenalin 3 ampul. RJP berhasil dengan
vital sign TD 117/63, HR 126, dan SaO2 100% via bagging. Setelah 20 menit kondisi klien
drop lagi dan klien dinyatakan meninggal pukul 14.55 WIB
C. Perencanaan Keperawatan
Dalam membuat perencanaan dilakukan langkah-langkah sesuai kondisi dan kebutuhan klien
sesuai dengan Asuhan Keperawatan sesuai dengan teori Stroke Hemoragik yaitu
memprioritaskan masalah yang muncul pada klien, kemudian langkah selanjutnya adalah
menetapkan waktu yang lebih spesifik untuk masing-masing diagnosa, menyesuaikan kondisi
yang mungkin bisa dicapai oleh klien dalam waktu yang lebih spesifik.
Pada tahap penetapan tujuan dari kriteria hasil terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.
Pada teori tidak dialokasikan waktu, sedangkan pada kasus ditetapkan waktu dan pencapaian
tujuan yaitu 3 x 24 jam yakni berfokus pada kebutuhan sesuai dengan kondisi klien,
kemampuan perawat serta kelengkapan alat-alat dan adanya kerjasama dengan klien,
keluarga dan perawat ruangan yang menjadi faktor pendukung.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan diagnosa dilakukan 3 x 24 jam untuk semua diagnosa. Dalam
melakukan tindakan penulis berfokus pada perencanaan yang dibuat sesuai kondisi dan
kebutuhan klien, karena ada kesenjangan antara teori dan kasus. Penulis bekerjasama dengan
perawat ruangan dalam melakukan Asuhan Keperawatan dan pendokumentasian semua
tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Untuk secara keseluruhan semua diagnosa sudah dilaksanaan sesuai perencanaan yang
dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien saat ini, karena keluarga dan perawat ruangan
sangat membantu penulis dalam melakukan proses keperawatan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai seluruh hasil implementasi yang telah dilaksanakan.
Pada diagnosa keperawatan pertama bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
adanya akumulasi secret di jalan napas. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam diharapkan jalan napas klien dapat efektif adekuat, Kriteria hasil : Sekret
di ET dan mulut berkurang atau tidak ada, RR dalam batas normal (16-24x/menit), Suara
ronkhi berkurang atau hilang.
Pada diagnosa keperawatan kedua, pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi
pusat pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie), Tujuan
:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pola napas klien dapat
efektif. Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil, Retraksi
otot intercosta berkurang, dan Weaning off ventilator.
Pada diagnosa keperawatan ketiga, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan
proses difusi pada alveoli Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan pertukaran gas klien dapat adekuat Kriteria hasil : KU dan VS stabil, Napas
adekuat spontan (16-24x/menit), dan BGA dalam batas normal.
Pada diagnosa keperawatan kelima ,resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya
prosedur invasif dan bedrest total Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x
24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi pada klien. Kriteria hasil, KU dan VS stabil, Suhu
normal (36.5-37.5), Leukosit normal, dan Monitor KU dan VS termasuk suhu klien/jam.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam kasus ini pengkajian meliputi keluhan utama klien, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu dan keluarga, pemeriksaan fisik head to toe dengan hasil dapat
diketahui klien mengalami penurunan kesadaran dengan diagnosa medis stroke hemoragik.
2. Hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien stroke ditemukan beberapa diagnosa.
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan akumulasi secret dijalan napas, Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause intracerebral
haemoragie), Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada
alveoli, Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan
intraserebral, Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest
total.
3.
51
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif dengan intervensi kaji
keadaan jalan nafas, evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada kedua paru,
lakukan suction. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa depresi pusat pernapasan dengan
intervensi napasnya cepat dan dangkal, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, Intervensi
yang dilakukan pada diagnosa gangguan pertukaran gas, dengan intervensi menunjukkan
peningkatan frekuensi napas yaitu RR 38 x/menit. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa,
gangguan perfusi jaringan serebral dengan intervensi adanya perdarahan intraserebral
sehingga mempengaruhi proses perfusi jaringan ke serebral. Intervensi yang dilakukan pada
diagnosa, resiko tinggi infeksi intervensi yang dilakukan prosedur invasif dapat
memungkinkan terjadinya infeksi karena merupakan port de entri mikroorganisme, di ET,
NGT dan Kateter.
B. Saran
1. Instansi Rumah Sakit
a. Pada ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya terdapat protab perawatan DC, dressing
infuse, perawatan NGT sesuai dengan waktu yang ditentukan.
b. Untuk perawat di ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya perawat yang benar-benar
terlatih dalam keperawatan kritis, sehingga lebih peka terhadap perawatan pasien di intensive
care unit (ICU).
2. Perawat
a. Pasien stroke dengan bedrest dimungkinkan terjadinya decubitus, sehingga perawat perlu
lebih memperhatikan pasien dengan tanda-tanda decubitus dan penatalaksanaan decubitus.
b. Perawat diharapkan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien serta
memakai alat pelindung diri untuk mencegah terjadinya resiko infeksi dan infeksi nosokomial
pada pasien di intensive care unit (ICU.
c. Perawat diharapkan melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab dan kesadaran
masing-masing yang bertujuan untuk kesembuhan dan keselamatan pasien. Keluarga Pada
keluarga sebaiknya senantiasa mendampingi dan memberikan support kepada pasien
meskipun dalam kondisi koma sekalipun.
3. Untuk diri sendiri
Diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dengan efektif dan efisien untuk
melakukan asuhan keperawatan. Mahasiswa / i juga diharapkan secara aktif untuk membaca
dan meningkatkan keterampilan serta menguasai kasus yang diambil untuk mendapatkan
hasil asuhan keperawatan yang komprehensif.
4. Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan bisa digunakan sebagai referensi yang menunjang pembelajaran dan
referensi untuk penulisan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
hAdib, Muhammad. 2009 Cara Mudah Memahami Dan Menghindari Hipertensi Jantung Dan
Stroke : Yogyakarta.
Artiani, Ria. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan,
Jakarta, EGC.
Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics. : Division for Heart
Disease and Stroke Prevention. Available from:
http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.htm di askses pada tangal 23 April 2015.
Gemari, 2008. Esensial Stroke. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Muttaqin,arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
Salemba Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Jakarta: PERDOSSI.
World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEP wise Approach to
Stroke Surveillance. World Health Organization.
Yayasan Stroke Indonesia. Tahun 2020, Penderita Stroke Meningkat 2 Kali. Jakarta: Yayasan
Stroke Indonesia. Available from: http://www.yastroki.or.id/berita.php?id=4 di askses pada
tangal 23 April 2015.
Yastroki, 2009. Yastroki Tangani Masalah Stroke di Indonesia. www.yastroki.or.id di askses pada
tangal 23 April 2015.