You are on page 1of 7

Perijinan pemafaatan ruang adalah salah satu bentuk pengendalian pemanfaatan

ruang yang bertujuan agar pemanfaatan ruang dapat berjalan sesuai dengan fungsi
ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang yang telah disepakati oleh
pemerintah dan masayarakat, yang merupakan kebijakan operasional pemanfaatan
ruang yang berkaitan dengan penetapan lokasi, kualitas ruang dan tata bangunan
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, hukum adat dan kebiasaan
yang berlaku, yang diselenggarakan oleh Bupati/Walikota di wilayah Kabupaten/Kota.
Perijinan pemanfaatan ruang terdiri dari atas 3 (tiga) jenis perijinan yang memiliki
hirarki struktur, sebagai berikut :
1. Perijinan peruntukan dan perolehan lahan berkaitan dengan penetapan lokasi
investasi dan perolehan tanah, dalam bentuk Ijin Lokasi (IL).
2. Perijinan pemanfaatan lahan berkaitan dengan rencana pengembangan
kualitas ruang dalam bentuk Persetujuan Site Plan (PSP).
3. Perijinan mendirikan bangunan berkaitan dengan pengembangan tata ruang
dan tata bangunan dalam bentuk Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
Menurut Undang-Undang Penataan Ruang, diatur pula mengenai perijinan
pemanfaatan ruang, seperti di bawah ini :
 Perijinan pemanfaatan ruang adalah salah satu bentuk pengendalian
pemanfaatan ruang dapat berlangsung sesuai fungsi ruang yang telah
ditetapkan dalam rencana tata ruang yang telah disepakati oleh rakyat (DPRD)
dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
 Perijinan pemanfaatan ruang adalah suatu bentuk kegiatan pengendalian
pemanfaatan ruang yang diselenggarakan oleh Bupati/Walikota di wilayah
Kabupaten/Kota, disamping kegiatan pengawasan dan penertiban.
 Perijinan pemanfaatan ruang adalah merupakan kebijaksanaan operasional
pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan penetapan lokasi, kualitas ruang
dan tata ruang sesuai dengan peraturan perundangan, hukum adat dan
kebiasaan yang berlaku.

1
Advice Planning Sebagai Pengendali Guna Lahan

Perkembangan kota yang sangat pesat sudah barang tentu akan membawa
konsekuensi pada peningkatan akan permintaan lahan untuk berbagai kegiatan usaha
maupun permukiman. Pengembangan permukiman umumnya menggunakan lahan
yang belum terbangun, baik berupa sawah, tegalan atau lahan kosong lainnya. Pada
kawasan lain, yaitu pada kawasan terbangun justru tampak gejala perkembangan
yang berbeda, terutama pada sekitar lokasi yang strategis terjadi perubahan guna
lahan secara besar-besaran dari kegiatan yang kurang produktif menjadi kegiatan
yang lebih produktif, yang tenti saja dengan segala akibat dan konsekuensinya.
Misalnya dari kawasan perumahan beruabah menjadi kawasan pertokoan, dari
pertokoan menjadi super blok (plasa, supermarket, departemen store, dan
sebagainya), bahkan peningkatan kegiatan ini lebih mengarah pada multifungsi
seperti bangunan plasa di pusat kota yang di dalamnya terdapat bermacam-macam
kegiatan, seperti perdagangan, rekreasi, hotel, perkantoran dan lain-lain.

Kegiatan semacam ini banyak dijumpai pada kota-kota besar di Indonesia, namun bila
kegiatan semacam ini dibiarkan begitu saja , maka penggunaan lahan dan
intensitasnya tentu akan sulit dikendalikan dan arah perkembangan kota menjadi tidak
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa
upaya pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah harus dikontrol dengan ketat dan
seksama, secara fleksibel dan adaftif terhadap kebutuhan perkembangan kota.
Beberapa kota di dunia menggunakan instrumen penataan ruang perkotaan yang
salah satunya melalui pengendalian penggunaan lahan seperti perencanaan, zoning
dan berbagai instrumen pengendali lainnya untuk mengantisipasi perkembangan
guna lahan yang semakin pesat akhir-akhir ini (Dunkerley, 1983: 32).
Instrumen pengendali guna lahan, pada masing-masing kota bermacam-macam
bentuk dan istilahnya, namun pada prinsipnya sama kegunaannya, yaitu sebagai
pedoman pemanfaatan ruang yang merupakan arahan dalam pengendalian ruang.
Pada kota lain ada yang menyebut fatwa rencana atau keterangan rencana kota atau
ijin penggunaan lahan.

2
Efektivitas Advice Planning Sebagai Pengendali Guna Lahan
Rencana tata ruang disusun pada dasarnya dimaksudkan sebagai pedoman atau
arahan dalam pemanfaatan ruang, utamanya dalam penggunaan lahan, dimana
didalamnya selalu diikuti dengan rencana pengendalian dalam pemanfaatan
ruangnya. Perangkat pengendalian tersebut biasanya mencakup tentang tata cara
pemanfaatan ruang, ketentuan-ketentuan sangsi atas pelanggaran terhadap tata
ruang, juga mencakup tentang institusi-institusi yang kompeten terkait dengan
pemanfaatan ruang. Penerapan instrumen pengendali dalam pemanfaatan ruang,
tidak secara otomatis akan mampu menciptakan tata ruang sesuai dengan
perencanaan yang telah ditetapkan, akan tetapi justru banyak dipengaruhi oleh
kebijakan-kebijakan yang terkadang bertentangan dengan rencana tata ruang.
Kebijakan-kebijakan semacam ini seringkali dipengaruhi oleh kebijakan politik yang
sedang berlaku di masyarakat, meski tata ruang sendiri seharusnya justru bersifat
independent.

Beberapa ahli memberikan definisi efektivitas bermacam-macam, tetapi pada


dasarnya sama, tergantung pada konteks pemakaian kata efektivitas sendiri. Definisi
efektifitas pada dasarnya sama, yaitu seberapa jauh tujuan yang dapat dicapai
dengan menggunakan semaksimal mungkin semua alat-alat dan sumber yang
tersedia. Untuk mengevaluasi efektivitas, pendekatan yang paling mungkin adalah
dengan menggunakan pendekatan tujuan.

Dunn (1991: 272), mengatakan bahwa efektifitas merupakan suatu kriteria evaluasi
yang dapat diukur bilamana suatu kebijakan atau program dapat mencapai hasil (efek)
yang diinginkan dan dapat pula dikatakan bahwa efektifitas adalah suatu kriteria yang
merupakan suatu alternatif yang direkomendasikan jika prestasinya dinilai berhasil
atau memberi pengaruh yang diinginkan. Efektivitas adalah pengukuran tercapainya
sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi apabila proses dan
mekanisme seperti halnya Advice Planning dan implementasinya telah memenuhi
segala aspek dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, maka penataan ruang
akan terlaksana dengan baik, sehingga dapat dikatakan bahwa Advice Planning
adalah alat yang efektif dalam pengendalian guna lahan.

3
Dunn (2000: 429), sekali lagi mengatakan bahwa efektivitas (effectiveness) adalah
berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan,
atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Efektivitas, yang secara erat
berhubungan dengan rasional teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau
nilai moneternya.

Efektivitas adalah suatu pedoman yang dapat pula dilihat dari kemampuan
pemecahan masalah jika pedoman tersebut dilaksanakan (Chapin dan Kaiser, 1979:
485).
Menurut Zulkaidi (1991: 21), efektivitas dapat digunakan sebagai alat dalam
melakukan evaluasi. Dikatakan pula oleh Zulkaidi, bahwa efektivitas suatu tindakan
dapat dilihat dari 2 (dua) hal, yaitu :
a. Kemampuan Pemecahan Masalah
Efektivitas suatu tindakan dapat diukur dari kemampuannya dalam memecahkan
persoalan, dan hal ini dapat dilihat dari berbagai permasalahan yang dihadapi
sebelum dan sesudah tindakan tersebut dilaksanakan seberapa kemampuannya
dalam mengatasi persoalan tersebut.
b. Pencapaian Tujuan
Efektivitas suatu tindakan dapat diukur dari tercapainyan tujuan, dan hal ini dapat
dilihat dari hasil yang dicapai secara nyata.
Dunn (1991: 272) kriteria efektivitas kebijakan merupakan fungsi yang tidak
hanya ditentukan oleh implementasi tersebut secara efisien, tetapi ditentukan
pula oleh hasil dari efek yang disebabkan oleh ukuran-ukuran kebijakan yang
berbeda.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, kriteria efektivitas dalam
kaitannya dengan Advice Planning sebagai salah satu instrumen pengendali
guna lahan, dapat dilihat dari :
a. Pemecahan Masalah
Efektivitas Advice Planning tercapai apabila dalam pelaksanaan
menunjukkan suatu hasil yang berupa pemecahan persoalan pemanfaatan
ruang di perkotaan dalam hal ini adalah pengendalian guna lahan di
perkotaan.

4
b. Pencapaian Tujuan
Efektivitas pelaksanaan Advice Planning tidak hanya dapat dilihat dari
implementasi Advice Planning secara efisien, tetapi dapat dilihat juga dari
tercapainya tujuan dari rencana tata ruang kota melalui pengendalian
pemanfaatan ruang yang dalam hal ini penggunaan lahan, yaitu
tercapainya suatu keadaan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang
yang lebih baik di masa mendatang.

Pelaksanaan Advice Planning yang merupakan salah satu instrumen dalam


pengendalian guna lahan di perkotaan, seringkali mengalami kendala kegagalan. Hal
ini banyak dipengaruhi oleh oleh beberapa faktor, yang akan dicari dalam penelitian
ini. Agar kebijakan tersebut dapat berhasil, agar tujuan-tujuan pengendalian rencana
tata ruang kota dibuat lebih moderat, terkoordinasi dan sederhana (McAuslan, 1985:
77). Hal senada disampaikan pula oleh Dunkerley (1983:32 ), bahwa hukum
perencanaan dan instrumen hukum lainnya lebih mudah diubah di negara-negara
berkembang, mengingat keinginan politik dan kebijakan lainnya.

McAuslan (1985: 77), bahwa perencanaan kota dapat berjalan lebih efektif dalam
merespon kebutuhan daerah jika perencanaan tersebut lebih difokuskan pada
penyederhanaan masalah di daerah, dalam suatu kerangka kerja dari pemerintahan
dan pilihan politik yang terbuka. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kefektivan dari suatu kebijakan, antara lain :
1. Aturan struktur institusional sebagai suatu kerangak kerja untuk
mengimplementasikan kebijakan.
2. Program kebijakan yang diimplementasikan di tingkat nasional, regional dan
lokal.
3. Konflik antar penguasa, dimana partisipasi pemerintah di tingkat lokal pada
penyusunan rencana kota, tingkat regional maupun nasional dan kontrol yang
efisien terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah di tingkat lokal merupakan
faktor utama dalam menentukan kefektivan suatu kebijakan.
4. Adanya agen publik yang menentukan skema pembangunan yang berbeda-
beda.

5
Terealisasinya kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang kota dapat dikatakan
bahwa kebijakan tersebut efektif dalam implementasi, namun perlu dilihat faktor-faktor
yang dapat dijadikan sebagai faktor pembanding. Tabel berikut adalah rangkuman
faktor-faktor penentu terealisasinya kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang kota.

Faktor-Faktor Penentu Efektivitas Produk Pengendalian


Tata Ruang
Elemen-Elemen dari
Faktor Penentu Penjelasan
Faktor
Kebijakan : Jenis-jenis produk pengendalian tata ruang seharusnya dapat
mengintegrasikan tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Faktor ini lebih ditekankan
Motivasi produk Kegagalan implementasi produk pengendalian tata ruang yang ada pada
pada kemampuan, kualitas,
pengendalian tata ruang umunya disebabkan karena produk tersebut terlalu berorientasi pada
materi, sifat maupun
tujuan ideal jangka panjang atau terlalu menekankan pada pemecahan
motivasi/orientasi produk
masalah tata ruang yang berjangka pendek, kurang berwawasan luas.
pengendalian tata ruang.
Faktor ini memegang peranan Orientasi produk pengendalian tata ruang tidak hanya dititk beratkan
Orientasi produk
dalam menentukan pada aspek fisik (physical oriented), sehingga aspek sosial budaya,
pengendalian tata ruang
keberhasilan implementasi ekonomi, sumber daya dan lain-lain menjadi terabaikan.
produk yang berkualitas, Kualitas produk pengendalian tata ruang sangat menentukan berhasil
terpadu dan memiliki motivasi tidaknya implementasi. Kualitas produk tersebut terutama ditentukan oleh
serta orientasi sebagai salah Kualitas produk dua faktor, yakni kualitas rencana kota, ketersediaan dan keakuratan
satu instrumen pengendalian pengendalian tata ruang data yang dibutuhkan. Semakin baik suatu produk pengendalian tata
tata ruang. ruang yangt merinci elemen-elemen rencana, semakin mudah produk
tersebut diimplementasikan
Produk pengendalian tata ruang merupakan proses yang dinamis yang
terus-menerus dan berkesinambungan, bukan merupakan produk akhir
Kelenturan kebijakan
yang stagnan. Agar produk pengendalian tata ruang dapat
produk pengendalian tata
mengakomodasikan perubahan serta perkembangan kota yang semakin
ruang
pesat, maka diperlukan suatu produk pengendalian tata ruang yang
bersifat luwes, akomodatif, adaptif serta inovatif.
Kegagalan implementasi produk pengendalian tata ruang terjadi karena
adanya tumpang tindih, oleh karena itu perlu adanya keterpaduan
dengan rencana tata ruang, baik dalam skala vertikal, horisontal maupun
Keterpaduan produk
skala diagonal. Vertikal sesuai dengan hirarki rencana mulai dari skala
pengendalian tata ruang
nasional, regional sampai skala lokal. Horisontal antar instansi/sektor
yang berbeda. Sedang diagonal adalah rencana sektoral antar rencana
daerah.
Politis Penentuan fungsi ruang menyangkut kebutuhan dan kepentingan
manusia sesuai dengan karakteristik lapisan sosial dalam masyarakat,
Produk pengendalian tata
oleh karena itu masyarakat sendiri (melalui para wakilnya) tidak hanya
ruang yang baik sangat Partisipasi aktif masyarakat
harus ikut membahas rencana tersebut tetapi juga harus memegang
memerlukan partisipasi politik dalam pengendalian tata
kata putus. Masyarakat harus ikut serta menyampaikan aspirasinya mulai
dari banyak pihak sehingga ruang
dari penentuan tujuan dan sasaran pembangunan yang dijadikan titik
banyak alternatif yang
tolak rencana sampai dengan pengawasan dan pengendalian
mungkin dapat
pembangunan.
dipertimbangkan
Keterpaduan visi dan misi Aktor pembangunan harus memiliki persepsi yang sama dalam mencapai
pembangunan antar sektor tujuan rencana, bukan hanya mengutamakan kepentingannya sendiri-
pembangunan sendiri.
Legal Kontrol Lemahnya kekuatan hukum yang mendukung penataan ruang dan
pengelolaan wilayah sangat mempengaruhi dalam implementasi produk
Faktor ini meliputi keabsahan
pengendalian tata ruang, karena ada tekanan dari penguasa atau pejabat
suatu produk pengendalian Kekuatan hukum produk
kalangan atas. Di Indonesia, legalisasi suatu produk pengendalian tata
tata ruang secara hukum dan pengendalian tata ruang
ruang kota dinilai agak lamban, hal ini menunjukkan bahwa produk
bentuk mekanisme kontrol
pengendalian tata ruang belum memiliki kedudukan yang berarti dalam
produk tersebut.
proses pembangunan
Lemahnya mekanisme pengendalian pembangunan merupakan salah
satu kendala dalam implementasi rencana kota yang perlu dicermati.
Suatu produk rencana tata ruang kota yang baik tidak selalu
Mekanisme pengawasan
menghasilkan penataan ruang yang baik pula, tanpa didukung
dan pengendalian tata
mekanisme pengawasan dan pengendalian pembangunan (development
ruang
control) yang jelas. Selain itu perlu pula didukung adanya sangsi yang
tegas terhadap pelanggaran (disinsentif) dan bonus (insentif) bagi
mereka yang taat peraturan.

6
Elemen-Elemen dari
Faktor Penentu Penjelasan
Faktor
Prinsip pendekatan sosiokultural ini sangat besar peranannya dalam
Sosiokultural Pendekatan sosial budaya
menetukan keberhasilan implementasi pengendalian tata ruang kota.
Faktor ini meliputi aspek Kegagalan yang terjadi seringkali disebabkan oleh tidakadanya kajian
dalam pengendalian tata
sosial dan budaya masyarakat sosiokultural yang intens pada penyusunan produk pengendalian tata
ruang
yang banyak berpengaruh ruang kota, sehingga menimbulkan benih-benih keresahan khususnya
terhadap penataan ruang bagi pihak yang terkena atau menjadi sasaran pembangunan
kota, melalui peran Pemahaman masyarakat Pemahaman masyarakat terhadap produk-produk pengendalian tata
masyarakat dalam dalam pengendalian tata ruang kota merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
pengendalian tata ruang ruang pencapaian keberhasilan implementasi produk tersebut.
Produk pengendalian tata ruang kota yang telah mendapat legalisasi,
Sosialisasi produk maupun produk perubahan/revisi yang sudah tidak akomodatif lagi, perlu
pengendalian tata ruang disosialisasikan secara transparan agar diketahui oleh masyarakat
secara luas.

You might also like