You are on page 1of 13

PERJALANAN SEBUAH PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN BIOLOGI

BERBASIS HANDS-ON & MINDS-ON DALAM PENDIDIKAN SAINS

Oleh
Nuryani Y. Rustaman

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2008

1
JOURNEY OF AN INNOVATION HANDS-ON AND MINDS-ON
BASED LEARNING BIOLOGY IN SCIENCE EDUCATION

Nuryani Y. Rustaman,
Faculty of Mathematics and Science Education,
Indonesia University of Education

Abstract
Not every single experience can become meaningful unless it is internalized.
Personal experience since 1999 being involved in JICA IMSTEP-, Piloting, and
SISTTEM- activities up to July 2008 encouraged me to reflect all activities
personally, and together with colleagues and task teams in Biology Department, in
the Faculty, and in Indonesia University of Education and two other Universities
(UNY & UM). All those experiences have given foundation to build learning
community through continuous but gradual supervision, which suitable with the
reference of Vygotsky social constructivism by empowering the zone of proximal
development (ZPD), the knowledgeable others and scaffolding. Teachers and
students will try to develop their own talents/potency when they get opportunity.
Teachers’ half involvement during observation open lesson is due to their
ignorance to enhance quality improvement, rather than lack of self-confidence.
They did not know what to do. Small trigger through individual interview,
discussion among teachers during problem identification stage, and carried out
collaboration with others (teachers, supervisors and lecturers) actually could solve
the “unsolved problems”. Monitoring and evaluation activity is really needed to
assure the sustainable improvement. Learning community can be built among
teachers at piloting schools and at schools with lesson study, as well as among
lecturers in the faculty.

Key words: scaffolding, reflection, quality assurance, learning community,


scientific inquiry.

2
PERJALANAN SEBUAH PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN BIOLOGI
BERBASIS HANDS-ON & MINDS-ON DALAM PENDIDIKAN SAINS

Nuryani Y. Rustaman, FPMIPA UPI


Abstrak

Tidak semua pengalaman akan menjadi guru yang baik, apabila tidak dihayati dan
dimaknai. Pengalaman sejak tahun 1999 terlibat dalam kegiatan IMSTEP JICA,
Piloting, SISSTEM sampai dengan Juli 2008 ini mendorong penulis melakukan
refleksi terhadap seluruh kegiatan yang pernah dialami secara pribadi dan secara
bersama-sama dengan rekan-rekan lain, Jurusan, FPMIPA, UPI bersama UNY
dan UM. Semua itu meletakkan dasar terbentuknya masyarakat belajar melalui
pembinaan bertahap dan berkelanjutan, sehingga berlaku rujukan Konstruktivisme
Sosial menurut Vygotsky melalui Pemberdayaan Zone of Proximal Growth
(ZPD), the Knowledgable Others dan Scaffolding-nya. Guru-guru dan siswa-
siswa akan berupaya mengembangkan potensi dirinya apabila ada kesempatan.
Kekurang-seriusan guru yang tampak ketika observasi open lesson di kelas bukan
karena mereka tidak peduli dengan upaya peningkatan mutu, tetapi karena kurang
percaya diri apa yang dapat diperbuat untuk mengubahnya. Sedikit bantuan
melalui wawancara individu, diskusi dengan sesama guru saat mengidentifikasi
masalah dan berkolaborasi dengan guru-guru lain, fasilitator MGMP, dan nara
sumber ternyata dapat memecahkan masalah yang semula dianggap tidak
mungkin diatasi. Kegiatan Monitoring dan evaluasi sangat diperlukan untuk
menjamin mutu secara berkelanjutan. Masyarakat belajar bukan hanya terbentuk
di sekolah-sekolah tempat piloting dan Lesson Study, melainkan juga di kelompok
nara sumber di FPMIPA sendiri.

Kata-kata Kunci: pembimbingan bertahap (scaffolding), refleksi, penjaminan


mutu (quality assurance), masyarakat belajar (learning
community), kerja ilmiah.

3
A. PENDAHULUAN
Pembelajaran berbasis hands-on & minds-on dalam pendidikan sains
sudah ditekankan sejak lama. Secara terencana di perguruan tinggi sendiri
melalui kerja-sama tiga mantan LPTK negeri (UPI, UNY, UM) yang tergabung
dalam IMSTEP JICA telah dimulai sejak 1999. Kegiatan awal tersebut dimulai
dengan survei di sekolah-sekolah (SD, SMP, SMA) dan kelas-kelas di LPTK,
pembenahan kurikulum dan silabus, penulisan common textbooks, penyiapan
teaching materials (local material and daily lifes) dan diteruskan dengan
kegiatan piloting ke sekolah-sekolah di tingkat pendidikan dasar (SMP) dan
pendidikan menengah (SMA). Kegiatan survei dilaksanakan untuk menjaring
kondisi awal bagaimana pembelajaran sains berlangsung di sekolah-sekolah.
Pembenahan kurikulum dan silabus dimaksudkan untuk memperbaiki
kondisi perencanaannya lebih tertata, dapat dimonitor dan terukur. Masa-masa
pembenahan diri tersebut tidak selalu nyaman, karena kegiatan perkuliahan dan
praktikum diobservasi dengan menggunakan lembar observasi sebagai instrumen
monitoring oleh taskteam tertentu. Masalah-masalah yang ditemukan di suatu
tempat dibahas dalam pertemuan periodik secara bergilir di tiga universitas
mantan LPTK. Masalah-masalah tersebut dipecahkan bersama oleh perwakilan
masing-masing taskteam tertentu. Semua itu dimonitor kemajuannya melalui
laporan secara periodik yang disampaikan secara lisan dan tertulis. Dari itu
diketahui kesiapan masing-masing universitas mantan LPTK.
Selanjutnya kegiatan piloting dilaksanakan berkolaborasi dengan sekolah-
sekolah tertentu yang tergabung dalam MGMP. Untuk Kegiatan piloting yang
dilaksanakan di sejumlah SMP dan SMA di lokasi yang direncanakan sebagai
daerah ujicoba atau impelementasi selama beberapa tahun (Suhara, Rustaman,
Hermawati, 2002). Sejumlah dosen universitas mantan LPTK mengunjungi
sekolah sekolah, dan sejumlah guru berbagi pengalaman dengan dosen-dosen
universitas sehingga terjalin kerjasama yang erat. Kegiatan piloting menjadi
fokus utama kegiatan IMSTEP tahun 2002-2005. Terdapat satu tim independen
selain kelompok-kelompok yang mempunyai tugas piloting tersebut (Eva

4
Taskforce Biology, 2005). Tim tersebut dikenal dengan tim monitoring dan
evaluasi atau lebih sering disebut sebagai “eva taskforce” (ETF).
Pada awalnya masing-masing pihak kurang menyadari peran tim masing-
masing. Tim piloting mengira mereka mendapat bantuan dalam hal implementasi
pembelajaran, sementara ETF justru tidak mau ikut mengintervensi pembelajaran
yang dilakukan oleh guru piloting. Sangat disayangkan ketika pihak tim piloting
ikut membantu membimbing siswa-siswa saat melakukan kegiatan per kelompok.
Setelah kedua pihak dipertemukan dan bertukar pikiran, barulah jelas bahwa tim
piloting maupun (apalagi) ETF tidak boleh melakukan intervensi selama
pembelajaran berlangsung, karena pengelolaan kelas menjadi terganggu. Hal-hal
yang kurang pas dan perlu diperbaiki dibahas pada saat kegiatan refleksi setelah
pembelajaran berakhir. Tim Piloting dapat bertanya atau bertukar pikiran dengan
ETF di luar kegiatan pembelajaran dan tidak bersama guru-guru, karena itu akan
mengurangi kemandirian guru dan kewibawaan tim piloting. Setelah ada
klarifikasi dan dialog, keadaannya menjadi jelas dan hubugan kedua tim menjadi
lebih harmonis dan terjadi scaffolding (pembimbingan bertahap). Eva taskforce
sebenarnya menjalankan fungsi sebagai satuan penjamin kualitas (quality
assurance) implementasi kegiatan piloting di sekolah-sekolah.
Selanjutnya seluruh anggota dalam sebuah universitas mantan LPTK
negeri juga dipantau kegiatannya oleh kesepakatan yang telah dirancang sejak
awal, selain ada kegiatan evaluasi program, yang dimulai dengan baseline survey,
midterm survey dan endline survey. Semuanya berlangsung tepat pada waktu yang
telah disepakati. Data yang diperoleh diolah secara statistik oleh suatu tim yang
diminta khusus untuk itu dan ditangani oleh konsultan JICA sebagai perpanjangan
tangan JICA pusat Bagaimana dengan lesson study?

B. PEMBAHASAN
1. Program Lesson study
Lesson study (LS) dilaksanakan dalam beberapa putaran di kabupaten
tertentu oleh masing-masing universitas (UPI: Sumedang; UNY: Bantul; UM:
Pasuruan). Pemi-lihan lokasi dan pembagian zona (Sumedang: 8 zona) dan

5
sekolah yang ditunjuk sebagai sekolah sentra yang mewakili zona ditentukan
berdasarkan kesepakatan dengan dinas pendidikan di kabupaten terkait, sejak awal
kegiatan. Semuanya diran-cang begitu baik dan dipantau secara periodik dan
terprogram. Seperti pada kegiatan piloting, pada kegiatan lesson study (dalam
beberapa siklus) juga dilakukan berbagai survei untuk mendeteksi keadaan awal,
kemajuan selama berlangsung dan keadaan akhir kegiatan. Begitu juga dalam
rancangannya, melibatkan kepala sekolah dan guru-guru SMP (negeri dan swasta,
Madrasah Tsanawiyah), fasilitator MGMP, pengawas zona, nara sumber dari
perguruan tinggi, serta tim monitoring dan evaluasi (Tim Monev).
Hal-hal yang sudah menjadi milik dosen–dosen sebagai nara sumber
kegiatan LS digunakan sebagai bekal berkolaborasi dengan guru-guru dan
fasilitator MGMP. Sejumlah kepala sekolah yang terlibat dalam LS juga turut
ambil bagian dalam kegiatan observasi, sedangkan kepala sekolah SMP sentra
membuka dan memandu kegiatan refleksi saat diskusi pada akhir kegiatan open
lesson. Seorang pengawas dari setiap zona diharapkan berpartisipasi aktif dalam
seluruh rangkaian kegiatan LS. Sayangnya hal ini tampaknya kurang dipahami
sehingga tidak semua pengawas berpartisipasi penuh selama kegiatan.
Pada siklus ketiga dan keempat peran nara sumber berangsur-angsur
dikurangi digantikan oleh fasilitator MGMP, sedangkan peran tim monev untuk
mengevaluasi dan memantau implementasi berangsur-angsur akan digantikan oleh
pengawas. Sayangnya kebanyakan pengawas tidak berlatar belakang sains
(biologi) sehingga kurang percaya diri apabila sudah terkait dengan keterampilan
atau esensi belajar sains (biologi). Namun di Jepang hal ini tidak menjadi
masalah, karena mereka (supervisor) yang pernah memiliki pengalaman lama
sebagai guru. Mereka mengem-bangkan profesionalisme mereka justru melalui
kegiatan LS (Yoshida, 2006).
Selain Lesson study berbasis MGMP (LSMGMP), pada siklus ketiga dan
keempat, dilaksanakan juga Lesson study berbasis sekolah (LSBS). Dalam Lesson
study berbasis sekolah, beberapa mata pelajaran melaksanakan LS di satu sekolah,
bukan hanya matematika dan sains. Dipilih sebagai sentra LS berbasis sekolah
adalah SMPN Tomo. Di sekolah sentra inipun ada fasilitator berbagai mata

6
pelajaran, nara sumber berbagai mata pelajaran, pengawas dan tim monev khusus.
Lesson study berbasis sekolah ini memungkinkan kepala sekolah melaksanakan
seluruh kurikulum tingkat satuan pendidikan secara lengkap dan sesuai dengan
kesanggupan sekolah terkait dengan sarana prasarana dan sumber daya manusia,
serta kondisi finansial dan latar belakang orangtua siswa.

b. Hasil Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Lesson Study berbasis MGMP


Sebagian besar guru senang melakukan persiapan dan ujicoba bersama
sesama guru sains (biologi), tetapi masih takut atau malu-malu untuk menjadi
guru model tampil di depan kelas, apalagi tampil dalam open lesson. Guru-guru
yang melakukan persiapan dan uji coba bersama guru lain untuk tampil, pada saat
sebelum tampil tetap melakukan persiapan menurut versinya, yang menurut guru
model tersebut menyebabkan dia lebih percaya diri (Manabu, 2004). Kadang-
kadang guru tersebut merasa bersalah karena sudah mengubah persiapan hasil
kesepakatan bersama. Perhatikan cuplikan hasil wawancara di bawah ini.
• Saya sudah mencoba bersama rekan-rekan guru guru sebelumnya, tetapi
ketika saya bersiap-siap akan tampil, terpikir oleh saya akan lebih baik kalau
siswa melakukannya tanpa diberi penjelasan terlebih dahulu supaya mereka
mencoba-coba sendiri dulu. Hanya saja rekan-rekan mengingatkan saya
mengapa saya melakukannya berbeda daripada persiapan sebelumnya.

• Kami sudah mendatangkan ahli membuat donat dan kami juga sudah
berlatih membuatnya. Ternyata yang perlu diperhatikan itu adalah cara
menguleni yang benar, tetapi siswa seenaknya mengaduk-ngaduk sehingga
bahannya tidak tercampur merata. Jadi supaya lebih fokus bagaimana siswa
dapat melaku-kannya dengan benar saya sudah berpikir keras cara paling
singkat untuk menguleni dengan benar. Sayangnya siswa sering semaunya
terutama yang menggunakan kentang rebus, sehingga adonannya lengket
terus, tidak kalis”.

Guru-guru model yang diajak wawancara setelah tampil perlu diyakinkan


bahwa apa yang dikerjakannya sudah betul, karena walaupun disiapkan bersama,
tetap yang paling mengetahui adalah guru yang akan tampil. Oleh karena itu lebih
jauh diyakinkan bahwa melakukan persiapan sangatlah perlu (Rustaman, 2006).
Bahkan dikemukakan juga bahwa setelah tampil di kelas tertentu pun, apabila

7
dirasakan perlu ada peru-bahan lagi berdasarkan pengalaman terdahulu, sangatlah
dimungkinkan. Kita dapat melakukan penelitian tindakan kelas, ujar penulis.
Guru-guru yang terpilih untuk diwawancara biasanya yang menunjukkan
serius melakukan observasi atau justru seperti yang ogah-ogahan melakukan
penga-matan atau justru mengobrol dengan sesama guru. Guru-guru tersebut
terbuka ketika diajak wawancara pribadi dan mengemukakan pendapatnya,
misalnya:
• “Bahwa belajar biologi siswanya harus aktif kami tahu, tetapi bagaimana
siswa dapat aktif tanpa kegiatan praktikum atau metode eksperimen?”

• “Praktikum dan eksperimen memang disukai siswa, tetapi diperlukan


persiapan dan waktunya lebih banyak. Kendala lain kami tidak memiliki
cukup alat untuk melakukan kegiatan, bagaimana kami dapat mengatasi hal
semacam itu?”

Guru-guru tersebut biasanya menjadi termootivasi untuk mencoba menjadi


guru model, karena merasakan hal itu masalah yang perlu diatasi bersama guru-
guru lainnya. Pengalaman selama menjadi pengamat sebagai anggota tim monev
di sebuah zona menunjukkan bahwa guru-guru yang sudah pernah diwawancara
pada umumnya secara bergiliran tampil sebagai guru model.
Siswa-siswa di sekolah yang melakukan open lesson (tidak selalu di
sekolah sentra, tampaknya hanya mengalami “demam panggung” sesaat, setelah
lewat 10 menit mereka sudah terbiasa dengan kehadiran banyak observer.
Beberapa siswa yang diwawancara menyatakan sama sekali tidak terganggu,
bahkan. sangat menikmati belajar sains dengan kegiatan yang diobesrvasi guru-
guru luar asal tidak mengganggu. Mereka merasa seperti kalau bertanding itu ada
pendukungnya. (supporters). Mereka juga menyatakan bahwa kalau diamati oleh
banyak guru, biasanya suasana belajarnya lain, para siswa senang belajar aktif
ber”eksperimen”. Dengan demikian kita dapat mendidik siswa belajar melalui
IPA (Rustaman & Rustaman, 2007).
Siswa-siswa apabila diberi kesempatan akan lebih dapat mengembangkan
potensi dirinya, tidak dikungkung oleh kekurangberdayaan guru. Sebagai
contohnya pembelajaran sains (biologi) yang menggunakan mikroskop baru kali
kedua berlatih menggunakan mikroskop, tetapi ternyata mereka dapat

8
melakukannya dengan cukup baik. Beberapa diantaranya sudah sangat baik:
tangan kanan mengatur pencahayaan atau mengatur letak object glass, sementara
tangan kirinya memutar pengatur halus untuk menemukan fokus dengan kedua
mata terbuka (Rustaman & Rustaman, 2008). Guru-guru juga mau berlatih
bersama menggunakan mikrokskop dengan antusias. Keterbatasan alat mikroskop
dapat ditangani dengan sharing fasilties. Kekurang pengalaman menggunakan
mikroskop juga dapat diatasi dengan saling membelajarkan. Terbentuk
masyarakat belajar sebagaimana yang diharapkan dicapai melalui lesson study.
Yang merasa kurang mau bertanya kepada yang sudah lebih tahu, bukan yang
lebih tahu mengejek yang kurang mampu. Dengan demikian terjadilah proses
belajar yang sesungguhnya (Manabu & Yuji, 2004; Kumano, 2004).

c. Hal-Hal yang Dapat Dikembangkan


Guru perlu diajak mengembangkan tema-tema penelitian (research
themes) untuk dikembangkan bersama para siswanya (Yoshida, 2006; Yusak,
2006). Sebagai contoh guru-guru dapat merencanakan bersama fasilitator MGMP
melibatkan para siswanya cara kerja ilmiah secara bertahap. Umpamanya
melakukan pengamatan (observasi) dan berkomunikasi ilmiah (lisan dan tertulis)
dengan benar. Selanjutnya secara bertahap merencanakan penyelidikan dengan
memilih dan menentukan sendiri tujuan, alat/bahan, prosedur, serta
mengidentifikasi variabel (perlakuan/bebas, terikat, kontrol). Pada kesempatan
lain siswa diajak mengembangkan kemampuan merumuskan dan menguji
hipotesis. Berdasarkan hasil pemantauan selama melakukan penyelidikan untuk
materi bioteknologi sederhana terdeteksi bahwa keterampilan kerja ilmiah guru-
guru masih terbatas, bahkan untuk guru-guru berlatar belakang sains sekalipun,
terutama dalam mengendalikan variabel, dan mengidentifikasi atau mendeteksi
variabel-variabel penelitian (variabel perlakukan, variabel terikat, variabel kontrol
dan seterusnya (Rustaman, & Agustina, 2008). Tidak ada kata terlambat untuk
belajar, karena belajar berlangsung sepanjang hayat (lifelong learning).
Observers perlu mengembangkan kemampuan melakukan pengamatan
untuk meningkatkan profesionalismenya, termasuk kemampuan mengumpulkan

9
data selama pembelajaran dan menuliskan hasilnya. Dengan melakukan
pengamatan kepada sejumlah siswa pada sejumlah kelompok, para pengamat
dapat meningkatkan academic learning, seperti apakah siswa beralih dari hanya
hands-on menjadi minds-on? Kapan hal itu terjadi? Bukti apa yang mendukung
hal itu? Atau memperoleh gambaran peningkatan motivasi siswa (jumlah siswa
yang tunjuk tangan merespons atau bertanya, bahasa tubuh (body
language), ”aha” erlibness, mata yang berbinar). Atau mendeteksi perilaku
sosial seperti interaksi di dalam kelompok, interaksi antar kelompok, seberapa
sering siswa terlibat dalam diskusi kelas, apakah sesama teman saling respek, dan
seterusnya.
Penggunaan papan tulis tampaknya juga belum menjadi perhatian para
guru, fasilitator MGMP, dan pihak lain selama LS. Sebagaimana kita ketahui
papan tulis efektif merekam pelajaran, membantu siswa mengingat apa yang perlu
dikerjakan atau dipikirkan; membantu siswa mengetahui hubungan antar berbagai
bagian pelajaran dan kemajuan pelajaran; mengkontraskan dan mendiskusikan
gagasan yang dikemukakan siswa; membantu siswa mengorganisasi pemikirannya
dan menemukan gagasan baru; serta mengembangkan kecakapan siswa dalam
membuat catatan yang baik dengan adanya model pengorganisasian catatan yang
logis. Berikut diungkapkan apa kata praktisi LS tentang penggunaan papan
tulis: ”Anda tidak seharusnya menghapus apa yang Anda tuliskan di papan tulis.
Dan Anda juga tidak seharusnya menuliskan di papan tulis jika kemudian Anda
akan menghapusnya lagi”. Lebih jauh: ” Saya berusaha mengatur papan tulis
sedemikian rupa sehingga siswa saya dan saya sendiri dapat melihat bagaimana
pelajaran berlangsung, apa yang dibahas selama pelajaran dan di akhir pelajaran”.
Aspek penilaian (evaluasi, asesmen) khususnya asesmen formatif masih
kurang diberdayakan. Guru-guru terbatas membuat soal-soal esai atau penilaian
aspek pengetahuan dan kognitif tingkat rendah. Masih banyak yang perlu
dikembangkan dan dilatihkan berkenaan dengan asesmen terutama asesmen
kinerja (performance assessment). Memang disadari semuanya memerlukan
waktu dan harus dilakukan secara bertahap, sebagaimana dikemukakan pada awal
tulisan. Yang penting sekarang adalah bagaimana kita mengembangkan yang

10
sudah kita miliki dan mendokumentasikan dan mempublikasikannya sehingga
pengalaman bermakna kita menjadi rujukan orang lain yang memerlukannya.
Bagaimana pihak lain tahu bahwa Indonesia sudah mengembangkan Lesson Study
ala Indonesia dan kita membangunnya tidak dalam waktu hanya beberapa bulan
tetapi selama bertahaun-tahun dengan meletakkan dasarnay terlebih dahulu di
Universitas mantan LPTK, berangsur-angsur ke sekolah, dan berkolaborasi
dengan pihak lain dalam rangka diseminasi program yang pernah dilaksanakan
dan terus dikembangkan.

C. KESIMPULAN
Sebagaimana kata pepatah tidak ada pekerjaan yang sia-sia apabila
dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh keiklasan, begitu juga yang terjadi
di FPMIPA tiga universitas, khususnya di UPI. Pembenahan diri yang berupa
pembenahan kurikulum, silabus, buku teks, petunjuk praktikum, media
pembelajaran dan evaluasinya di Jurusan-jurusan pendidikan di FPMIPA UPI dan
dua universitas negeri lainnya (UNY, UM), serta kegiatan piloting agar terasa
dampaknya pada perbaikan mutu pendidikan Matematika dan Sains (IPA) di
sekolah-sekolah, merintis pembentukan masyarakat belajar di kalangan dosen
FPMIPA sendiri. Dorongan menulis (Minute discussion, penulisan buku teks),
pembiasaan refleksi pada saat kegiatan piloting di sekolah-sekolah. Pengerahan
Eva Taskforce dan adanya Tim Monitoring dan Evaluasi juga menunjukkan
rintisan quality assurace (internal dan external) di dalam pembelajaran
matematika dan Sains khususnya dan pendidikan Matematika dan IPA pada
umumnya.
Apabila kegiatan yakademik dan sosialisasi yang begini baiknya terhenti
sampai disini, bukan hanya proyek SISSTEM dan IMSTEP yang merugi,
melainkan Pendidikan MIPA di Indonesia dan Pihak Pendidik MIPA khususnya.
Pembentukan masyarakat yang dilakukan secara bertahap, dengan ”setengah
dipaksa”, karena ingin tampak keberlanjutannya, akan tidak ada dampaknya
apabila kita berhenti sampai disini. Bahwa kita belum mencapai yang yang dicita-
citakan, yakni kualitas pendi-dikan MIPA yang baik dan unggul, hendaknya tetap

11
menjadi impian kita bersama dan kita harus terus berusaha untuk mencapainya.
Tulisan-tulisan para aktivis dan praktisi Lesson Study sangatlah ditunggu, supaya
kita memiliki sejumlah learning resources yang dikembangkan berkolaborasi
bersama guru-guru MIPA di sekolah yang semula berkecil hati kita dapat
mencapainya. Hendaknya janganlah kita cepat merasa puas sudah mencapai apa
yang sekarang miliki.

DAFTAR PUSTAKA

Eva Taskforce Biology (Rustaman, N.Y., Widodo, A., Anggraeni, S. &


Juwanengsih, N. (2005). Report on Evaluation of the Biology Piloting
Project 2004/2005 Conducted by the epartment of Biology Education.
Bandung: Faculty of Mathematics and Science Education, Indonesia
University of Education.

Kumano, .... (2004). Portfolio Assessment. Handout pada Presentasi Seminar


Internasional di Bandung.

Manabu, S. & Yuji, S. (2004). Three Necessary Conditions for Good Science
Lesson in Japan: A Case Study on Secondary Science Lesson in Physics.
Paper presented in “Seminar on Best Practices and Innovations in the
Teaching and Learning of Science and Mathematics at the Secendary
School Level”, APEC Seminar held in Penang. July 2004.

Rustaman, N.Y. (2006). Makna Dibalik Belajar melalui Lesson Study.


Bandung: FPMIPA UPI.

Rustaman, N.Y. & Agustina, T.W. (2008). Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa
SMP Negeri Tanjungsari dalam Pembelajaran Bioteknologi. Laporan
Penelitian bagian dari Laporan Penelitian Hibah Pasca tahun 2007.

Rustaman, A., & Rustaman, N.Y. (2008). Profil Kemampuan Menggunakan


Mikroskop Siswa SMPN Situraja melalui Pembelajaran Organisasi
Kehidupan. Laporan Penelitian dalam rangka Kegiatan Lesson Study.

Rustaman, A. & Rustaman, N.Y. (2007). Belajar melalui IPA dengan Alat
Peraga Praktek Sederhana. Laporan penelitian dalam rangka Kegiatan
Lesson Study.

12
Suhara, Rustaman, N.Y. & Hermawati, T. (2002). Implementation of Biology
Piloting at SMUN 9 in Bandung. Bandung: Indonesia University of
Education.

Yoshida, M. (2006). Sekilas Tentang Pelaksanaan Lesson Study di Jepang.


Handout dialihbahasakan oleh Yusak, M. (2006) pada presentasi
Widyaiswara LPMP Jateng.

Yusak, M. (2006). Strategi Indentifikasi Research Theme Lesson Study.


Handout Presentasi Widyaiswara LPMP Jateng.

13

You might also like