You are on page 1of 11

Tinjauan Pustaka

Sindrom Marfan dengan Lens Dislocation


Maria Lorensia
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510. Telephone: (021)5694-2051. Email: marialorensia31@gmail.com

Pendahuluan

Sindrom marfan adalah penyakit jaringan ikat yang terkait dengan genetik. Fungsi
utama jaringan ikat adalah untuk menahan tubuh bersama-sama dan menyediakan arahan
bagi pertumbuhan dan perkembangan. Pada seseorang dengan sindrom marfan, jaringan
ikatnya rusak dan tidak bertindak sebagaimana mestinya. Karena jaringan ikat ini ditemukan
diseluruh tubuh, maka dapat mempengaruhi banyak sistem tubuh dan bermanifestasi pada
banyak organ; seperti mata, jantung, kerangka, kulit, dan paru. 1

Sindrom marfan ditransmisikan secara dominan autosom dengan penetrans yang pada
dasarnya sempurna, tetapi ekspresi beragam. Rata-rata individu yang terkena harapan
hidupnya berkurang sepertiganya dan sekitar 85% pasien meninggal karena komplikasi
kardiovaskular. Insiden sindrom marfan telah diperkirakan setinggi 1 dalam 10.000 sampai
15.000 individu serta tanpa kecenderungan etnis atau ras. 1,2

Sindrom Marfan (SM)

1. Definisi

Sindrom Marfan (SM) adalah gangguan sistemik dari jaringan pengikat yang
disebabkan oleh mutasi gen FBN1 pada kromosom 15 yang mengatur pembentukan
protein fibrilin 1. Fibrilin ialah protein matriks ekstrasel yang membentuk komponen
utama dari mikrofibril matriks ekstrasel pada kedua jaringan pengikat elastik dan non
elastik. Fibrilin monomer ini menghubungkan kompleks ekstraseluler makroagregat dan
mikrofibil membentuk sebagian elastic fibril, lebih dari 1000 mutasi terdistribusi pada
seluruh urutan FBN1. Mikrofibril ditemukan diseluruh tubuh, mempunyai ukuran 10-14
nm, membentuk ikatan dengan tropoelastin berupa ikatan serat elastis. Individu dengan
SM mempunyai harapan hidup sampai usia 32 tahun dan tergantung pada beratnya

1
keadaan kardiovaskular. Dengan mengoptimalkan medikamentosa seperti penggunaan
beta bloker dan operasi yang selektif usia dapat mencapai 72 tahun meskipun pasien akan
memerlukan tim medis yang professional, termasuk rehabilitasi medik. 3

2. Insiden dan Epidemiologi

Insiden sindrom marfan sekitar 2-3 per 10.000 individu, meskipun angka tersebyt
tergantung dari skrining individu yang terkena dan dikenali secara genetic. Prevalensi dari
sindrom marfan antara 1 pada 5.000 – 10.000 bayi yang baru lahir dan dapat mengenai
semua jenis kelamin, baik laki-laku dan perempuan serta dapat terjadi di antara semua ras
dan kelompok etnis. Sekitar 75% pasien dengan sindrom klasik fenotipe Marfan memiliki
latar belakang keluarga menderita penyakit ini. Sisanya 25% memiliki mutasi de novo. 3,4

3. Etiologi dan Faktor Resiko


Pada banyak kasus sindrom marfan penyebab tidak diketahui. Namun
kebanyakan, sindrom marfan disebabkan oleh kerusakan (mutasi) pada gen yang
menentukan struktur fibrillin, protein yang merupakan bagian penting dari jaringan ikat.
Mutasi pada lokus FBN1 dari gen pada kromosom 15 fibrillin telah dikaitkan dengan
sindrom marfan dan lainnya entitas klinis yang berbeda dengan temuan serupa. 4

4. Patofisiologi
Produksi fibrilin 1 yang abnormal akibat dari hasil mutasi gen (mutasi FBN1 pada
kromosom 15) akan memecah multimerisasi fibrilin 1 dan menghambat pembentukan
mikrofibril. Mikrofibril adalah komponen struktural dari ligament suspensorium lensa,
dan juga berperan sebagai substrat elastin aorta dan jaringan ikat lainnya. Defisiensi
fibrilin menyebabkan lemahnya integritas struktur dinding aorta atau organ lain menurun.
Dilatesi aorta yang progresif menyebabkan terjadinya impuls dari ejeksi ventrikel kiri dan
berlanjut terjadinya robekan aorta. Demikian juga defisiensi fibrilin akan menurunkan
integritas dari struktur lensa, jaringan ikat, jaringan paru dan duramater spinal. 5
Selain itu, mikrofibril juga menyimpan TGF-ß (Transforming Growth Factor
Beta), yaitu suatu protein yang memiliki pengaruh terhadap proses seluler, termasuk
dalam proses pertumbuhan, diferensiasi, dan proliferasi sel. Dengan demikian, mikrofibril
menentukan ketersediaan TGF-ß. TGF-ß menjadi tidak aktif bila disimpan dalam
mikrofibril dan akan diaktifkan secara perlahan. Pada sindrom marfan, abnormalitasi dari
FBN1 menyebabkan mikrofibril menjadi tidak beratur bentuknya sehingga tidak dapat
2
mengikat TGF-ß. Hal ini menyebabkan kadar TGF-ß meningkat, akibatnya jaringan ikat
tumbuh tidak terkontrol tapi pertumbuhannya tidak elastis. 5

5. Diagnosis
 Working Diagnosis
Working diagnosis pada skenario 2 ini adalah Sindrom Marfan dengan lens
dislocation. Untuk membantu menegakkan diagnosis, kita dapat melakukan
anamnesis yang disertai pemeriksaan fisik untuk mencari tanda-tanda kelainan, serta
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Dalam anamnesis kita bisa
menanyakan keluhan-keluhan pasien dan kita dapat lihat apakah sesuai dengan gejala
klinis dari marfan sindrom. Selain itu, kita juga bisa menanyakan riwayat keluarga
pasien apakah ada yang riwayat penyakit marfan sindrom atau dengan keluhan serupa.
Kita juga dapat menanyakan riwayat medis dari pasien atau gejala-gejala yang
mungkin mengindikasi ke arah sindrom marfan. 1,6
 Pemeriksaan Fisik
Pertama-tama, kita dapat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital yang
terdiri dari pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi, laju pernapasan, dan suhu
tubuh. Selain itu, kita juga dapat melakukan pengukuran antropometri, evaluasi
oftamlmologi, serta ekokardiografik untuk evaluasi jantung. 1,6
Evaluasi oftalmologi dapat dilakukan dengan pemeriksaan oftalmoskopi.
Lensa dapat mengalami dislokasi jika ligamentum penggantungnya robek atau
tidak kompeten. Jika dislokasinya parsial, tepi kurvilinear lensa dapat dilihat
menyilang pupil. Pasien yang menderita penyakit jaringan ikat herediter, seperti
sindrom marfan cendrung mangalami dislokasi lensa. 1,6
Kemudian kita dapat melakukan inspeksi dari muka, thoraks, dan juga
ekstremitas. Pada inspeksi muka kita dapat memperhatikan gerakan mata
abnormal, gerakan bola mata, penambahan panjang sumbu bola mata karena
myopia yang berat,dll. Pada inspeksi thoraks kita dapat memperhatikan bentuk
thoraks, biasanya pada penderita marfan sindrom seringkali dada cekung ke dalam
atau pectus eksavatum, serta pectus karinatum atau dada burung. 1,6
Selanjutnya dapat dilakukan inspeksi menyeluruh dan termasuk inspeksi
ekstremitas sangat penting. Pada kelainan sindrom marfan pada pemeriksaan
ekstremitas akan didapatkan adanya jari tangan yang panjang dan kurus oleh

3
karen tidak adanya lemak subkutan. Selain itu, pada penderita sindrom marfan
memiliki tubuh yang berperawakan tinggi dan kurus. Dikulit pasien sindrom
marfan juga sering ditemui stretch marks. 1,6
Selain inspeksi, dapat juga dilakukan palpasi, perkusi dan auskultasi.
Palpasi dan perkusi dapat dilakukan di sendi-sendi, biasanya penderita marfan
sindrom akan mengalami nyeri sendi. Auskultasi dapat dilakukan untuk
mendengar bunyi jantung, biasanya pada penderita marfan sindrom disertai
dengan gangguan katub jatung sehingga seringkali bunyi jantung menjadi tidak
normal. 1,6
Kriteria diagnosis sindrom marfan yang disepakati secara internasional
adalah menggunakan Ghent’s criteria, yaitu 2 kriteria mayor + 1 kriteria minor.
Diagnosa ini berdasarkan riwayat keluarga (kriteria mayor jika ada riwayat
keluarga yang terkena marfan sindrom dan minor jika tidak ada) dan kombinasi
dari kriteria klinik mayor dan minor pada setiap sistem organ yang mungkin
terkena. 3 Lihat tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sidrom Marfan. 3

4
 Pemeriksaan Penunjang
Dalam kebanyakan kasus, sindrom marfan diagnosis berdasarkan
pemeriksaan fisik dan kriteria Ghent. Namun, mungkin perlu bagi pasien untuk
menjalani tes lebih lanjut untuk memastikan diagnosis dan membedakan kasus
sindrom marfan dengan sindrom lainnya, seperti sindrom Ehlers-Danlos dan
sindrom Beals. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu: 1,7
 Pemeriksaan optik oleh dokter mata untuk mengkonfirmasi dislokasi lensa.
 Echocardiogram untuk memeastikan kelainan pada katub jantung
 Radiologi untuk melihat kelainan tulang, terutama tulang belakang yang
dicurigai mengalami scolisosis. Dapat juga radiologi pada tulang-tulang di
ekstremitas atau untuk menghitung indeks metacarpal.
 Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk memeriksa aorta dan untuk
mengevaluasi tulang belakang untuk dural ektasia.
 Tes genetik/analisa kromosom untuk menganalisis seluruh kromosom atau
panjang panjang DNA untuk melihat apakah ada perubahan genetik yang
besar, meskipun sulit karena gen yang diidentifikasi dapat bermutasi dalam
berbagai cara. Saat ini, pengujian yang tersedia mampu mendeteksi kelainan
genetik di 97% dari pasien dengan penyakit. Namun, itu adalah tes mahal yang
membutuhkan waktu beberapa bulan untuk memberikan hasil yang akurat.
Pada seseorang yang menderita sindrom marfan akan mengalami mutasi
kromosom 15 pada lengan p.
 Tes laboratorium rutin

 Differential Diagnosis
Differensial diagnosis atau yang lebih dikenal dengan diagnosis banding
adalah penentuan salah satu dari dua atau lebih penyakit atau kondisi yang diderita
pasien dengan membandingkan dan mengontraskan secara sistematis hasil–hasil
tindakan diagnostik. Diagnosis banding pada kasus skenario 2 ini adalah sindrom
enlers-danlos dan homosistinuria.
Sindrom Ehlers-Danlos (SED) adalah suatu kelainan gen tunggal yang
mengenai struktur protein pada serat kolagen dan bermanifestasi sebagai
hipermobilitas sendi, hiperekstensibilitas kulit, dan kerapuhan jaringan. Gen-gen yang
berpengaruh terhadapa produksi kolagen adalah gen ADAMTS2, gen COL1A1,

5
COL1A2, COL3A1, COL5A1, COL6A2, PLOD1, TNXB. Manifestasi klinis SED
sering berkaitan dengan masalah pada sendi dan kulit. Pada sendi dapat ditemukan
hipermobilitas sendi, sendi yang tidak stabil dan cenderung mengalami dislokasi atau
subluksasi, nyeri sendi, serta onset dini dari osteoarthritis. Masalah kulit dapat berupa
hiperekstensibilitas, kulit seperti beludru, kulit rapuh yang mudah mengalami memar,
serta penyembuhan luka yang buruk. Manifestasi lain yang lebih jarang ditemukan
antara lain kerapuhan atau ruptur pembuluh darah arteri, skoliosis saat lahir, tonus
otot yang buruk, serta gangguan katup mitral. Diagnosis SED ditegakkan berdasarkan
penemuan klinis pasien dan riwayat keluarga yang mengalami SED. Selain itu dapat
pula dilakukan pemeriksaan lainnya seperti tes DNA dan pengukuran rasio
pyridinium cross-links. Penanganan SED terdiri dari medikasi, operasi, dan
rehabilitasi. Medikasi yang diberikan ditujukan untuk mengatasi masalah yang terjadi,
seperti analgesik untuk nyeri, relaksan otot untuk spasme miofasial, serta
desmopressin dan vitamin C untuk meningkatkan sintesis kolagen serta penyembuhan
luka. 1,8
Homosisteinuria adalah gangguan metabolisme pada metionin, yang
mengakibatkan akumulasi abnormal homosistein dan metabolitnya (Homosistein,
kompleks homosistein-sistein, dan lain-lain) dalam darah dan urin. Homosisteinuria
adalah kelainan gen tunggal autosomal resesif dengan dua jalur pewarisan, yaitu jalur
transsulfuration untuk Homosisteinuria I dan jalur metilasi pada Homosisteinuria II
dan III. Normalnya, kadar homositein dalan darah dan urin relatif sangat sedikit. Bila
produksi homositein intrasel melebihi kapasitas metabolisme maka homosistein akan
dilepas ekstrasel, sebaliknya bila produksi berkurang maka pengelepasan dari sel akan
berkurang. Namun, mutasi pada gen CBS, MTHFR, MTR, MTRR, dan MMADHC
menyebabkan akumulasi homosistein beserta metabolit lainnya ada di dalam tubuh.
Mutasi pada gen CBS merupakan penyebab paling umum dari homosisteinuria. Gen
CBS mengkode produksi enzim yang disebut cystathionine beta-synthase. Enzim ini
bertindak dalam jalur kimia dan bertanggung jawab untuk mengubah asam amino
homosisteine ke molekul yang disebut cystathionine. Sebagai hasilnya, asam amino
lainnya, termasuk metionin, diproduksi. Mutasi pada gen CBS mengganggu fungsi
cystathionine beta-synthase, sehinga homosistein tidak dapat berfungsi dengan baik.
Akibatnya, asam amino tersebut dan produk sampingan zat beracun lainnya terbentuk
dalam darah. Kelebihan homosistein dalam darah akan diekskresikan dalam urin.
Gejala homosisteinura adalah retardasi mental, miopia atau dislokasi lensa (ectopia

6
lentis), skeletal abnormal (pectus ekskavatum, pectus carinatum, dan genu valgum),
dan penyakit vascular dini. Dari penelitian, 50% penderita homosistinuria yang tidak
mendapat pengobatan akan mengalami tromboemboli sebelum usia 30 tahun dengan
angka kematian sekitar 20%. 9,10

6. Manifestasi Klinis
Sindrom Marfan (SM) adalah gangguan sistemik dari jaringan pengikat yang
disebabkan oleh mutasi gen FBN1. Karena jaringan ikat ini ditemukan diseluruh tubuh,
maka dapat mempengaruhi banyak sistem tubuh dan bermanifestasi pada banyak organ;
seperti pada skeletal, mata, jantung, kulit, dan paru. 1,5
 Sistem Skeletal
Karakteristik yang umum pasien marfan sindrom adalah perawakan tinggi
sesuai latar belakang genetik, dengan abnormalitas sendi dan ekstrimitas, dimana
pasien biasanya memiliki tangan, kaki, lengan dan kaki yang panjang
(arachnodactyly). Manifestasi skeletal lainnya yaitu deformitas dari sternum seperti
pectus carinatum atau pectus excavatum deformasi dari tulang belakang seperti
skoliosis, flat feet, dan palatum letak tinggi dengan susunan gigi crowding. 1,5
 Kulit
Pada kulit sering ditemukan stretct mark meskipun pasien tidak mengalami
kehamilan atau peningkatan berat badan. Selain itu, pasien juga sering mengalami
hernia berulang atau hernia insisional. Stretch mark ini akan memudar dan berubah
warna menjadi keperakan seiring waktu. 1,5
 Mata
Lens dislocation (ectopia lentis) pada satu atau kedua mata dapat terjadi pada
lebih dari 50% dari penderita marfan sindrom. Hal ini terjadi karena abnormalitas dari
jaringan ikat yang seharusnya menahan lensa pada posisinya. Komplikasi yang dapat
terjadi adalah ablasi retina, katarak dini, glaukoma, dan miopia ekstrim. 1,5
 Jantung
Efek yang paling serius terjadi ketika jaringan ikat di pembuluh darah menjadi
lemah dan renggang, akibatnya dapat bermanifestasi menjadi dilatasi progresif aorta
yang dapat menyebabkan aorta diseksi yang fatal, rupture aorta, dan/atau regurgitasi
aorta. Dilatasi annulus aorta juga dapat terjadi, yang mengakibatkan inkompetensi
katup aorta progresif dengan regurgitas dan gagal jantung. 1,5

7
 Paru
Penurunan elastisitas dari alveoli di paru-paru dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya kolaps paru. 1,5

7. Komplikasi
Komplikasi yang mengenai aorta merupakan penyabab kematian utama. Diseksi
aorta dapat menyebabkan perdarahan letal, akut insufisiensi katup aorta, insufisiensi
mitral, tamponade pericardium, atau iskemik viseral. Prolaps katup mitral dapat
menyebabkan mitral regurgitasi yang merupakan penyebab kematian pada anak dengan
sindrom marfan. Endokarditis bakterial biasanya terjadi setelah pembedahan. Pektus
ekskavatum yg berat dapat menurunkan fungsi jantung dan paru-paru. 1,5

8. Tatalaksana
Sindrom Marfan merupakan kondisi yang tidak bisa diobati. Langkah pengobatan
hanya ditujukan untuk mencegah komplikasi penyakit dan antisipasi terhadap kebutuhan
intervensi bedah defintif. Penatalaksanaan sindrom marfan bersifat paliatif dan preventif.
Bagian yang penting dalam pengobatan sindrom Marfan adalah sistem skeletal (tulang
dan sendi), sistem okular, sistem kardiovaskular, paru-paru, dan aktivitas fisik atau
latihan. 1,3,11
 Medika Mentosa
- Pemberian β-blocker harus dipertimbangkan pada usia berapapun jika aorta
berdilatasi, tetapi terapi profilaksis mungkin lebih efektif pada pasien dengan
diameter aorta kurang dari 4 cm. Selain untuk memperlambat dilatasi aorta, β-
blocker juga membantu memperlambat denyut jantung dan menurun kekuatan
denyut jantung. 1,3,11
- ACE inhibitor (ACEI) mengurangi tekanan arteri sentral. 1,3,11
- Antibiotik IV dapat juga digunakan untuk mencegah endokarditis bakterial. 1,3,11
- Terapi estrogen dan progesteron dapat diberikan untuk induksi pubertas lebih dini
untuk mengurangi pertumbuhan. 1,3,11
- Parasetamol dan non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID) untuk mengurangi
nyeri sendi. 1,3,11

8
 Non Medika Mentosa
- Composite valve graft, pembedahan pada bagian dari aorta dan katup aorta. Aorta
dan katup aorta diangkat, kemudian aorta diganti dengan cangkokan (graft). 1,3,9
- Aortic valve-sparing surgery. Ini dilakukan jika katup aorta pasien bekerja dengan
baik. Dilakukan penggantian bagian yang membesar dari aorta dengan cangkokan
(graft). 1,3,11
- Bracing (peralatan ortopedik yang digunakan untuk menyokong atau
mempertahankan bagian-bagian tubuh pada posisi yang tepat) efektif untuk
menstabilkan tulang belakang dan untuk menghindari pembedahan. 1,3,11
- Kacamata atau lensa kontak: bisa digunakan untuk mengoreksi miopi. 1,3,11
- Pembedahan untuk mengangkat lensa yang mengalami subluksasi. 1,3,11
- Chest tube, terapi inisial untuk pneumotoraks. 1,3,11
- Bleb resection atau pleurodesis dilakukan jika terjadi pneumotoraks berulang. 1,3,11
- Aktivitas fisik/gaya hidup, secara umum disampaikan agar pasien membatasi
kegiatan fisik. Pasien disarankan disarankan menghindari aktivitas atau kegiatan
fisik yang melelahkan. 1,3,11
- Konseling genetik, dilakukan karena individu yang terkena akan menurunkan
kondisinya ke 50% keturunannya. Resiko berulang 50% jika salah satu orang tua
terkena. Konseling genetik diperlukan untuk memberi pemahaman kepada pasien
tentang pola-pola pewarisan sifat atau penyakit yang akan memberi pengetahuan
kepada pasien tentang kemungkinan resiko penyakit bagi dirinya dan keluarganya.
1,3,11

- Konseling psikologi, psikologi untuk mengatasi masalah penyangkalan, depresi


dari kondisi yang dialami. 1,3,11

9. Prognosis
Karena variabilitas klinis, prognosis sukar dibuat dan tidak tepat. Sindrom marfan
adalah penyakit seumur hidup. Prognosis pasien dengan sindrom Marfan terutama
bergantung pada keparahan komplikasi kardiovaskular dan hal ini ditentukan terutama
oleh progresifitas dilatasi aorta, yang berpotensi menimbulkan diseksi aorta dan kematian
pada usia muda. Kelangsungan hidup dapat diperpanjang dengan deteksi yang lebih baik,
teknik pembedahan dan waktu pembedahan yang lebih baik, dan penggunaan β-bloker
sebagai profilaksis. 1

9
Kesimpulan

Sindrom marfan (SM) adalah gangguan autosomal dominan dari jaringan ikat yang
terjadi karena mutasi dari mutasi gen FBN1 pada kromosom 15 yang mengatur pembentukan
protein fibrilin. Sindrom marfan mempengaruhi berbagai sistem organ, antara lain sistem
kardiovaskular, muskuloskeletal, kulit, okuler, dan paru. Diagnosis sindrom marfan
ditegakkan dengan Ghent’s criteria melalui penilaian secara menyeluruh berdasarkan
kombinasi dari manifestasi klinik mayor dan minor pada sistem organ dan riwayat pasien.
Sindrom marfan merupakan kondisi yang tidak bisa diobati. Pengobatan sindrom marfan
bersifat hanya bersifat paliatif dan preventif dimana langkah pengobatan hanya ditujukan
untuk mencegah komplikasi penyakit.

Daftar Pustaka

1. Rudolf AM, Hoffman JIE, Rudolf CD. Buku ajar pediatrik Rudolf. Volume 1. Ed ke-20.
Jakarta: ECG; 2006.h.442-8.
2. Kumar V. Buku ajar patologi Robbins. Ed ke-7. Jakarta: EGC; 2007.h.245.
3. Kusmarwaty D, Mogi TI. Rehabilitasi medik pada sindrom marfan. Jurnal Biomedik
(JBM) 2014; 6(3):165-71.
4. The Doctor Indonesia. Sindrom Marfan sebuah gangguan pertumbuhan. Edisi: 14 April
2012. Diupload dari: https://dokterindonesiaonline.com, 23 September 2016.
5. Khetrapal A. What is marfan syndrome. Edition: February 4th 2016. Upload from:
http://www.news-medical.net, September 24th 2016.
6. NHS choices. Marfan syndrome-diagnosis. Edition: March 3rd 2016. Upload from:
http://www.nhs.uk, September 25th 2016.
7. Smith Y. Marfan syndrome diagnosis. Edition: November 2nd 2015. Upload from:
http://www.news-medical.net, September 24th 2016.
8. Chandra IA, Angliadi E. Rehabilitasi medik pada sindrom ehlers-danlos. Jurnal Biomedik
(JBM) 2014; 6(2):91-7.
9. Mandava P, Kent TA. Talavera F, Kirshner HS, ed. Homocystinuria/homocysteinemia.
Edition: May 10th 2016. Upload from: http://emedicine.medscape.com, September 26th
2016.

10
10. Rismawati Y. Homosistein sebagai faktor resiko penyakit jantung koroner. Majalah
Kedokteran Andalas 2001; 25(1):3-6.
11. NHS choices. Marfan syndrome-treatment. Edition: March 10rd 2016. Upload from:
http://www.nhs.uk, September 25th 2016.

11

You might also like