You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

Pitiriasis versikolor (PV) atau lebih dikenal dengan panu adalah


infeksi jamur superfisial yang ditandai perubahan pigmen kulit akibat
kolonisasi stratum korneum oleh jamur lipofilik dimorfik dari flora
normal kulit, Malassezia furfur. Pityrosporum orbiculare dan
Pityrosporum ovale dapat menyebabkan penyakit jika bertransformasi
menjadi fase miselium sebagai Malassezia furfur. Dari semua jenis
Malassezia, hanya M. pachydermatis yang membutuhkan lingkungan
kaya lipid, seperti kulit manusia atau media kultur yang diperkaya lipid,
karena tidak mampu mensintesis asam lemak jenuh rantai menengah-
panjang. Malassezia menghasilkan berbagai senyawa yang mengganggu
melanisasi menyebabkan perubahan pigmentasi kulit.1

Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia (kosmopolit), terutama di


daerah tropis yang beriklim panas dan lembap, termasuk Indonesia.
Prevalensinya mencapai 50% di negara tropis. Penyakit ini menyerang
semua ras, angka kejadian pada laki-laki lebih banyak daripada
perempuan, dan mungkin terkait pekerjaan dan aktivitas yang lebih
tinggi.Pitiriasis versikolor lebih sering menginfeksi dewasa muda usia
15-24 tahun, saat aktivitas kelenjar lemak lebih tinggi.1

Lesi khas pitiriasis versikolor berupa makula, plak, atau papul


folikular dalam berbagai warna, hipopigmentasi, hiperpigmentasi, sampai
eritematosa, berskuama halus di atasnya, dikelilingi kulit normal.
Skuama sering sulit terlihat. Untuk membuktikan skuama yang tidak
tampak, dapat dilakukan peregangan atau penggoresan lesi dengan kuku
jari tangan sehingga skuama tampak lebih jelas, dikenal sebagai evoked
scale sign, finger nail sign, Besnier’s sign, scratch sign, coup d’ongle
sign atau stroke of the nail sign. Peregangan atau penggoresan lesi akan
meningkatkan kerapuhan stratum korneum kulit yang terinfeksi pitiriasis
versikolor, sehingga akan muncul tanda klinis yang berguna untuk

1
membantu menegakkan diagnosis, terutama jika pemeriksaan mikologis
tidak tersedia dan diagnosis klinis tidak pasti.1

Penyakit ini sangat menarik oleh karena keluhannya bergantung


pada tingkat ekonomi daripada kehidupan penderita. Bila penderita
adalah orang dengan golongan ekonomi lemah (misalnya: tukang becak,
pembanturumah tangga) penyakit ini tidak dihiraukan. Tetapi pada
penderita dengan ekonomi menengah keatas yang mengutamakan
penampilan maka penyakit ini adalah penyakit yang sangat bermasalah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pityriasis versikolor adalah penyakit infeksi pada superfisial kulit
dan berlangsung kronis yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur.
Penyakit ini biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, namun tampak
adanya bercak berskuama halus berwarna putih sampai coklat hitam pada
kulit yang terinfeksi. Prevalensi penyakit ini tinggi pada daerah tropis
yang bersuhu hangat dan lembab.2,3
Pityriasis versikolor yang disebabkan oleh Malasezia furfur Robin
(BAILLON 1889) adalah penyakit jamur superfisial yang kronik, biasanya
tidak memberikan keluhan subyektif, berupa bercak berskuama halus yang
berwarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadang-
kadang dapat menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, muka dan
kulit kepala yang berambut.5

2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Malasezia furfur. Malassezia
furfur (dahulu dikenal sebagai Pityrosporum orbiculare, Pityrosporum
ovale) merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit
dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu.
Sebagai organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak
(lipid) untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo. Secara in vitro, asam amino
asparagin menstimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam amino
lainnya, glisin, menginduksi (menyebabkan) pembentukan hifa. Pada dua
riset yang terpisah, tampak bahwa secara in vivo, kadar asam amino
meningkat pada kulit pasien yang tidak terkena panu. Jamur ini juga
ditemukan di kulit yang sehat, namun baru akan memberikan gejala bila
tumbuh berlebihan. Beberapa faktor dapat meningkatkan angka terjadinya
pityriasis versikolor, diantaranya adalah turunnya kekebalan tubuh, faktor
temperatur, kelembaban udara, hormonal dan keringat.4

3
2.3 Faktor Predisposisi
Suhu yang tinggi, kulit berminyak, hiperhidrosis, faktor herediter,
pengobatan dengan glukokortikoid, dan defisiensi imun. Pemakaian
minyak seperti minyak kelapa merupakan predisposisi terjadinya Pityriasis
versikolor pada anak-anak.4
Faktor predisposisi lain adalah:1
1. Faktor endogen: malnutrisi, immunocompromised, penggunaan
kontrasepsi oral, hamil, luka bakar, terapi kortikosteroid,
adrenalektomi, Cushing syndrome.
2. Faktor eksogen: kelembapan udara, oklusi oleh pakaian, penggunaan
krim atau lotion, dan rawat inap.

2.4 Epidemiologi
Pityriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan
mempunyai kelembaban tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat
pada orang berkulit gelap, namun angka kejadian pityriasis versikolor
sama di semua ras. Beberapa penelitian mengemukakan angka kejadian
pada pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang. Di Amerika Serikat,
penyakit ini banyak ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar
sebasea (kelenjar minyak) lebih aktif bekerja. Angka kejadian sebelum
pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan.1,5

2.5 Manifestasi Klinis


Biasanya tidak ada keluhan (asimtomatis), tetapi dapat dijumpai
gatal pada keluhan pasien. Pasien yang menderita Pityriasis versikolor
biasanya mengeluhkan bercak pigmentasi dengan alasan kosmetik.
Predileksi pityriasis vesikolor yaitu pada tubuh bagian atas, lengan atas,
leher, abdomen, aksila, inguinal, paha, genitalia.Bentuk lesi tidak teratur,
berbatas tegas sampai difus dengan ukuran lesi dapat milier, lentikuler,
numuler sampai plakat. Ada dua bentuk yang sering dijumpai:4

4
1. Bentuk makuler: berupa bercak yang agak lebar, dengan squama halus
diatasnya, dan tepi tidak meninggi.
2. Bentuk papuler: seperti tetesan air, sering timbul disekitar rambut.

Gambar 1 Pityriasis versicolor menunjukkan lesi hiperpigmentasi dalam


lesi Kaukasia (kiri atas) dan hipopigmentasi dalam Aborijin Australia
(kanan atas dan bawah ).

2.6 Patogenesis
Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan
timbulnya pityriasis versicolor yaitu Pityrosporum orbiculare yang
berbentuk bulat atau Pityrosporum ovale yang berbentuk oval. Malassezia
furfur merupakan fase spora dan miselium. Malassezia berubah dari
bentuk blastospore ke bentuk mycelial. Hal ini dipengaruhi oleh faktor
predisposisi. Malassezia memiliki enzim oksidasi yang dapat merubah
asam lemak pada lipid yang terdapat pada permukaan kulit menjadi asam
dikarboksilat. Asam dikarboksilik ini menghambat tyrosinase pada
melanosit epidermis dan dapat mengakibatkan hipomelanosit. Tirosinase
adalah enzim yang memiliki peranan penting dalam pembentukan
melanin. Malassezia Furfur dapat menginfeksi pada individu yang sehat
sebagaimana ia dapat menginfeksi individu dengan immunocompromised,
misalnya pada pasien kanker atau AIDS.4
Malassezia furfur dapat dikultur dari kulit yang terinfeksi maupun
yang normal dan dianggap bagian dari flora normal, terutama di daerah

5
tubuh manusia yang kaya dengan sebum. Hasil peningkatan kelembaban,
suhu dan ketegangan CO2 tampaknya menjadi faktor penting yang
berkontribusi terhadap infeksi. Malassezia furfur adalah dimorfik,
organisme lipofilik yang tumbuh secara in vitro hanya dengan tambahan
asam lemak C12-C14 seperti minyak zaitun dan lanolin. Dalam kondisi
yang tepat, ia berubah dari jamur saprofit menjadi bentuk miselium yang
didominasi parasit, yang menyebabkan penyakit klinis. Faktor predisposisi
transisi miselium termasuk, lingkungan yang lembab, hiperhidrosis,
kontrasepsi oral, penggunaan kortikosteroid sistemik, penyakit Cushing,
imunosupresi, serta keadaan malnutrisi.9
Organisme yang menginfeksi biasanya hadir di lapisan atas stratum
korneum, dan dengan penggunaan mikroskop elektron bisa dilihat bahawa
jamur ini menyerang tidak hanya antara tetapi dalam sel-sel berkeratin.
Jumlah korneosit jelas menunjukkan pergantian sel meningkat pada kulit
yang terinfeksi. Ada beberapa mekanisme yang dipostulasikan untuk
perubahan dalam pigmentasi, termasuk produksi asam dikarboksilat yang
dihasilkan oleh spesies Malassezia (asam azelaic misalnya) yang
menyebabkan penghambatan kompetitif tirosinase dan mungkin efek
sitotoksik langsung pada melanosit hiperaktif.9
Bercak hiperpigmentasi kulit terjadi karena peningkatan berlebihan
dalam ukuran melanosom dan perubahan dalam distribusi mereka di
epidermis, memberikan kawasan yang terkena warna kulit yang lebih
gelap dari normal. Lesi hipopigmentasi pula dapat diakibatkan dari
penghambatan enzim dopa-tyrosinase oleh fraksilipid, karena jamur
menghasilkan asam azelaic di lokasi cedera yang terinfeksi, yang
menghambat tirosinase, mengganggu melanogenesis.9
2.7 Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Penderita biasanya mengeluhkan tampak bercak putih pada
kulitnya. Keluhan gatal ringan muncul terutama saat berkeringat,
namun sebagian besar pasien asimptomatik.2

6
2. Pemeriksaan fisik
Lesi berupa makula hipopigmentasi atau berwarna-warni,
berskuama halus, berbentuk bulat atau tidak beraturan dengan batas
tegas atau tidak tegas. Skuama biasanya tipis seperti sisik dan
kadangkala hanya dapat tampak dengan menggores kulit (finger nail
sign). Predileksi di bagian atas dada, lengan, leher, perut, kaki, ketiak,
lipat paha, muka dan kepala. Penyakit ini terutama ditemukan pada
daerah yang tertutup pakaian dan bersifat lembab.2
3. Pemeriksaan KOH 20%
Pemeriksaan ini memperlihatkan kelompok sel ragi bulat
berdinding tebal dengan miselium kasar, sering terputus-putus
(pendek-pendek), yang akan lebih mudah dilihat dengan penambahan
zat warna tinta parker blue-black atau biru laktofenol. Gambaran ragi
dan miselium tersebut sering dilukiskan sebagai “meat ball and
spageti” .
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian
kulit yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas
alcohol 70%, lalu dikerok dengan skapel steril dan jatuhnya ditampung
dalam lempeng-lempeng steril. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa
langsung dengan KOH 20% yang di beri tinta parker biru hitam,
dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di
bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka akan
terlihat garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-
jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butir yang
bersambung seperti kalung. Pada ptyriasis versicolor hifa tampak
pendek-pendek, bercabang, terpotong-potong, lurus atau bengkok
dengan spora yang berkelompok.

7
Gambar 2.
Gambaran ragi dan miselium sering disebut “spaggeti and
meatball”
4. Pemeriksaan dengan sinar wood
Pemeriksaan dengan sinar wood, dapat memberikan perubahan warna
seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah
yang terkena infeksi akan memperlihatkan flouresensi warna kuning
keemasan sampai orange.

Gambar 3
Pemeriksaan dengan wood Lamp

8
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis Banding meliputi ruam-ruam putih pada kulit seperti
vitiligo dan pitiriasis alba.
1. Vitiligo
Vitiligo adalah suatu hipomelanosis yang didapat bersifat progresif,
seringkali familial ditandai dengan makula hipopigmentasi pada kulit,
berbatas tegas dan asimtomatis.
Makula hipomelanosis pada vitiligo yang khas berupa bercak putih
seprti kapur, bergaris tengah beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter, berbentuk bulat atau lonjong dengan tepi berbatas tegas
dan kulit pada tempat tersebut normal dan tidak mempunyai skuama.
Vitiligo mempunyai distribusi yang khas. Lesi terutama terdapat pada
daerah terpajan (muka, dada bagian atas, dorsum manus), daerah
intertriginosa (aksila, lipat paha), daerah orifisium (mulut, hidung,
mata, rektum), pada bagian ekstensor permukanaa tulang yang
menonjol (jari-jari, lutut, siku). Pada pemeriksaan histopatologi tidak
ditemukan sel melanosit dan reaksi dopa untuk melanosit negatif.

Gambar 4
Tempat predileksi dari vitiligo
Pada pemeriksaan dengan lampu Wood makula amelanotik pada
vitiligo tampak putih berkilau, hal ini membedakan lesi vitiligo dengan
makula hipomelanotik pada kelainan hipopigmentasi lainnya.
Penatalaksanaan vitiligo dapat diberikan:8
a. Tabir surya untuk melindungi kulit yang terlihat agar tidak
mengalami reaksi terbakar surya dan tidak terjadi tanning pada

9
kulit yang normal. Yang dianjurkan adalah tabir surya dengan
SPF lebih dari 30.
b. Kosmetik penutup untuk menyembunyikan lesi vitiligo
sehingga tidak tampak. Merek yang tersedia misalnya
Covermark (Lydia O’Leary), Dermablend, Vitadye dan Dy-o-
Derm. Biasanya warna disesuaikan dengan warna kulit dan
tidak mudah hilang.
c. Kortikosteroid topikal pemakaian kortikosteroid
berlandaskan pada teori autoimun. Jika tidak ada respon selam
2 bulan maka terapi dianggap tidak akan berhasil. Evaluasi
perlu dilakukan setiap bulan untuk mencegah timbulnya atropi
kulit dan telangiektasia
d. Pemakaian psoralen denga UVA Psoralen secara topikal
ataupun sistemik yang diikuti oleh pajanan terhadap sinar UVA
(PUVA) menyebabkan proliferasi sel-sel pigmen di dalam
umbi rambut dan perpindahan sel-sel pigmen tersebut kedaerah
kulit yang putih (hipopigmentasi)
e. Minigrafting dapat digunakan pada vitiligo segmental yang
stabil dan tidak dapat diobati dengan teknik yang lain.
f. Bleaching terapi ini digunakan untuk vitiligo yang luas,
gagal dengan terapi PUVA, atau menolak PUVA. Yang
digunakan adalah Monobenzylether of hydroquinon 20%
cream, dioleskan 2 kali sehari. Biasanya dibutuhkan waktu 9-
12 bulan agar terjadi depigmentasi.8

A B
Gambar 5
Vitiligo pada regio fasial (A) dan regio ekstremitas inferior (B)

10
2. Pitiriasis Alba
Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun (30-
40%). Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat oval. Pada
mulanya lesi berwarna merah muda atau sesuai warna kulit dengan
skuama halus diatasnya. Setelah eritema menghilang lesi yang
dijumpai hanya hipopigmentasi dengan skuama halus. Pada stadium ini
penderita datang berobat terutama pda orang dengan kulit berwarna.
Bercak biasanya multiple 4 sampai 20. Pada anak-anak lokasi kelainan
pada muka (50-60%), paling sering disekitar mulut, dagu, pipi serta
dahi. Lesi daat dijumpai pada ekstremitas dan badan. Lesi umumnya
asimtomatik tetapi dapat juga terasa gatal dan panas.8
Pada pemeroksaan histopatologi tidak ditemukan melanin di stratum
basal dan terdapat hiperkeratosis dan parakeratosis. Kelaianan ini dapat
dibedakan dari vitiligo dengan adanya batas yang tidak tegas dan lesi
yang tidak amelanotik serta pemeriksaan menggunakan lampu wood.
Kelainan hipopigmentasi ini dapat terjadi akibat perubahan-perubahan
pasca inflamasi dan efek penghambatan sinar ultra violet oleh
epidermis yang mengalami hipereratosis dan parakeratosis.
Terapi pitiriasis alba kadang tidak memuaskan namun penyakit ini
dapat menyembuh sendiri seiring dengan meningkatnya usia, namun
pernah dilaporkan lesi yang menetap hingga dewasa. Terap yang dapat
digunakakn berupa kortikosteroid topikal. Untuk lesi pititriasis alba
yang luas dapat digunakan PUVA.8

11
Gambar 6
Pitiriasis alba pada regio fasial tampak batas yang kurang jelas

2.9 Pengobatan
Pengobatan ini harus dilakukan secara holistik, tekun, serta konsisten. Obat-
obatan yang dapat dipakai yaitu :
1. Topikal: ditujukan untuk lesi yang minimal. Sedian obat topical antara lain
solision, sampo, paint atau cat, cream dan ointment.6
 Suspensi selenium sulfide (selsun yellow) yang dapat dipakai sebagai
shampoo 2 – 3 kali seminggu selama 2 – 4 minggu. Obat ini digosokkan
pada lesi dan didiamkan 15 – 30 menit sebelum mandi. Obat ini memiliki
kekurangan yaitu bau yang kurang sedap dan kadang bersifat iritatif dan
mengakibatkan kulit menjadi kering sehingga menyababkan pasien kurang
taat melakukan pengobatan2,3.
 Salisil spiritus 10%.
 Derivat-derivatazol, misalnya Mikonazol 2%, Klotrimazol 1%, Isokonazol
1%, dan Ekonazol 1%.Dioleskan 1 – 2 kali sehari selama 2 – 3 minggu.
Mikonasol memilliki struktur yang sama dengan econazole, obat ini
melakukan penetrasi sampai ke stratum korneum dan bertahan selama 4
hari setelah pemakaian. Kurang 1% diserap masuk kedalam darah. Efek
samping dari pengguanaan obat ini adalah rasa terbakar dan muncul rekasi
alergi. Obat ini termasuk aman untuk pasien hamil. Klotrimazol diserap

12
kurang dari 0.5% oleh kulit yang intak. Berefek fungisidal 3 hari setelah
pemakaian dan sebagian kecil dimetabolisme di hati dan keluar melalui
empedu. Pada penggunaan secara topikal akan menimbulkan rasa tersengat,
eritema, gatal, deskuamasi dan urtikaria. Ekonazol merupakan derifat dari
mikonazol berkerja menembuh stratum korneum bahkan sampai ke lapisan
dermis kulit. Kurang dari 1% diserap oleh darah. Efek samping yang sering
muncul adalah lokal eritema, rasa tersengat, rasa terbakar, dan gatal9,28.29
 Sulfur prespitatum dalam bedak kocok 4 – 20%. Sulfur terbukti baik untuk
pengobatan pitiriasis versikolor,
 Tolsiklat, Tolnaftat,. Tolnaftat sangat efektif untuk pitiriasis versikolor
yang disebabkan oleh M. furfur, hampir tidak ada laporan mengenai rekasi
alergi dari obat tersebut. Tersedia dalam bentuk krim 1%, gel, bedak dan
solution. Obat ini digunakan selama 7 sampai 21 hari.
 Haloprogrin.
 Larutan Tiosulfasnatrikus 25%. Larutan ini dioleskan 2 kali sehari sehabis
mandi. Obat ini digunakan selama 2 minggu3.

2. Sistemik: digunakan pada kondisi tertentu misalnya jika adanya resistensi


pada obat topikal, lesi yang luas, dan sering terjadinya kekambuhan.6,7
 Ketokonazol dengan dosis 1 x 200 mg selama 10 hari atau 400 mg dosis
tunggal. Ketokonazol tersedia dalam bentuk tablet 200 mg, merupakan
turunan imidazol dengan struktur mirip mikonazol dan klotrimazole. Obat
ini bersifat lipofiliki dan larut dalam air dalam kondisi asam. Penyerapan
obat berfariasi secara individu, menghasilkan kadar plasma yang cukup
untuk menekan berbagai macam jamur. Penyerapan akan menurun pd pH
lambung yang tinggi, pada pemberian antagonis H2 atau bersama dengan
antasida dan penggunaan bersama dengan antikolinerjik akan menurunkan
absorbs dan bioavibilitas obat tersebut. Dalam waktu 2 jam 90-99% obat
tersebut sudah berikatan dengan albumin. Ketokonazol dimetabolisme di
hepar dan 90% diekskresi melalui empedu dan saluran cerna dalam bentuk
tidak aktif. Pada pasien yang mengalami gangguan ginjal, tidak
berpengaruh terhadap obat tersebut. Obat tersebut berisifat hepatotoksic

13
sehingga diperlukan pemeriksaan fungsi hepar saat memulai, selama dan
setelah pengobatan. Ketokonazol menurunkan jumlah testoteron dalam
serum, namun akan kembali normal saat obat tersebut dihentikan. Obat
tersebut meningkatkan efek dari obat antikoagulan dan kortikosteroid.
 Itrakonazol dengan dosis 200 mg per hari secara oral selama 5 – 7 hari atau
100mg/hari selama 15 hari sampai 1 bulan atau 400mg dosis tunggal. Obat
ini bersifat keratinofilik dan lipofilik. Cara kerja dari obat ini adalah dengan
menghambat C-demethylation pada sintesis ergosterol yang sangat
berperan dalam pembentukan membrane jamur. Obat ini merupakan anti
jamur derivate Trazol dengan spectrum luas dan lebih kuat dari pada
Ketokonazol dan disarankan untuk kasus yang relaps atau tidak responsef
terhadap pengobatan lainnya. Obat tersebut juga tersedia dalam bentuk
injeksi intravena 10mg/ml sering digunakan pada kasus aspiergilosis
blastomicosis dan histoplasmosis. Pada penggunan secara oral penyerapan
akan lebih baik jika diberikan bersama dengan makanan. Efek terhadap
enzim hati lebih sedikit dibandingkan dengan ketokonazol. Pada pasien
dengan peningkatan enzim hepar akan meningkatkan jumlah itrakonazol
dalam plasma. pada sebuah penelitian menunjukkan penggunaan
itrakonazol 400mg dosis tunggal lebih baik dibandingkan dengan
penggunaan 200mg/hari atau 100mg/hari selama 1 bulan.
 Flukonazole 50mg/hari atau 150mg/minggu selama 1 bulan atau 400mg
dosis tunggal, pada anak-anak 3-6mg/kgBB/hari. Sedian obat tersebut yang
ada di Indonesia 150 mg dan 50 mg. Obat tersebut diserap sempurna
melalui saluran cerna tanpa dipengaruhi ada atau tidaknya makanan dalam
lambung atau tingkat keasaman lambung. Flukonazol tesebar rata keseluruh
cairan tubuh juga pada saliva dan sputum. Waktu paruh eliminasi obat ini
adalah 25jam dan di ekskresi melalui ginjal. Efek samping dari obat ini
adalah gangguan saluran cerna. Obat ini akan meningkatkan kadar plasma
fenitoin dan sulfunilurea dan menurunkan kadar plasma warfarin dan
siklosporin. Efek samping dari obat ini adalah mual dan muntah pada
penggunaan diatas 200mg. pasien yang mengkonsumsi diatas 800mg/hari
disarankan agar digunakan bersama dengan antiemetic.

14
Selain itu, pakaian, kain seprai, handuk harus dicuci dengan air panas.
Kebanyakan pengobatan akan menghilangkan infeksi aktif (skuama) dalam
waktu beberapa hari, tetapi untuk menjamin pengobatan yang tuntas,
pengobatan ketat ini harus diteruskan selama beberapa minggu. Daerah
hipopigmentasi belum akan tampak normal, namun lama-kelamaan akan
menjadi coklat kembali sesudah terkena sinar matahari.

2.10 Prognosis
Perjalanan penyakit berlangsung kronik, namun umumnya
memiliki prognosis baik. Lesi dapat meluas jika tidak diobati dengan
benar dan faktor predisposisi tidak dieliminasi. Masalah lain adalah
menetapnya hipopigmentasi, diperlukan waktu yang cukup lama untuk
repigmentasi kembali seperti kulit normal. Hal itu bukan kegagalan terapi,
sehingga penting untuk memberikan edukasi pada pasien bahwa bercak
putih tersebut akan menetap beberapa bulan setelah terapi dan akan
menghilang secara perlahan.1

15
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. X
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Alamat

Seorang pasien laki-laki usia 25 tahun, pada tanggal 20 September 2017


datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Achmad Muchtar Bukittinggi
dengan:

KELUHAN UTAMA
Bercak putih, sebagian merah kecoklatan di punggung dan bahu sejak 2 bulan
yang lalu

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


 Bercak putih, sebagian merah kecoklatan di punggung dan bahu sejak 2
bulan yang lalu
 Bercak putih awalnya sedikit, di punggung saja, sempat menyebar ke seluruh
punggung dan bahu. Bercak tidak gatal
 Pasien bekerja dari pukul 08.00 hingga pukul 17.00
 Pasien banyak berkeringat, berganti pakaian 1 kali sehari.
 Keluhan pasien belum pernah diobati

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya

16
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan sama seperti pasien

RIWAYAT ATOPI
 Pasien tidak ada riwayat bersin-bersin di pagi hari, bila terpapar debu, atau
terkena asap rokok
 Tidak ada riwayat sesak napas bila terpapar debu atau asap rokok
 Tidak ada riwayat alergi makanan atau obat

STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tidak tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis
Pemeriksaan Thorak : Diharapkan dalam batas normal
Pemeriksaan Abdomen : Diharapkan dalam batas normal

STATUS DERMATOLOGIS

Lokasi : Bahu dan punggung


Distribusi : Regional
Bentuk : Tidak khas

17
Susunan : Tidak khas
Batas : Tegas
Ukuran : Plakat
Efloresensi : Makula hipopigmentasi, makula hiperpigmentasi, dan
makula eritematosa, pada bahu dan punggung,
Status Venereologikus : Tidak diperiksa
Kelainan Selaput : Tidak terdapat kelainan
Kelainan Kuku : Tidak terdapat kelainan
Kelainan Rambut : Tidak terdapat kelainan
Kelainan Kelenjar Limfe : Tidak terdapat kelainan

PEMERIKSAAN ANJURAN
 Wood’s lamp
 Kerokan kulit pada bercak putih dengan KOH 20%

RESUME
 Bercak putih, sebagian merah kecoklatan di punggung dan bahu sejak 2 bulan
yang lalu
 Bercak putih awalnya sedikit, di punggung saja, sempat menyebar ke seluruh
punggung dan bahu. Bercak tidak gatal
 Pasien bekerja dari pukul 08.00 hingga pukul 17.00
 Pasien banyak berkeringat, berganti pakaian 1 kali sehari.
 Keluhan pasien belum pernah diobati
 Status dermatologis:
Lokasi : Bahu dan punggung
Distribusi : Regional
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Tidak khas
Batas : Tegas
Ukuran : Plakat
Efloresensi : makula hipopigmentasi, makula hiperpigmentasi,
dan makula eritematosa, pada bahu dan punggung,

18
Status Venereologikus : Tidak diperiksa
Kelainan Selaput : Tidak terdapat kelainan
Kelainan Kuku : Tidak terdapat kelainan
Kelainan Rambut : Tidak terdapat kelainan
Kelainan Kelenjar Limfe : Tidak terdapat kelainan

DIAGNOSIS KERJA
Pitiriasis versikolor

DIAGNOSA BANDING
Pitiariasis alba
Vitiligo

PENATALAKSANAAN
Terapi Umum
 Hindari suasana lembab dan keringat berlebihan, segera ganti pakaian jika
berkeringat
 Usahakan badan tetap kering
 Kenakan pakaian longgar dan menyerap keringat
 Pengobatan teratur

Terapi Khusus
 Sistemik : Ketokonazol tablet 1 x 200 mg selama 10 hari
 Lokal : Mikonazol krim 2% dioleskan 1-2 kali sehari selama 2-3 minggu

19
Praktek Umum
SIP : 07/23/44/2010
Setiap hari Senin - Jumat
Pukul 16.00 - 19.00
Jl. Dr. Hamka no 121 Bukitting telp (0752) 70897

Bukittinggi, 20 September 2017

R/ Ketokonazol tab 200 mg No X


S 1 dd tab 1 &
R/ Mikonazol Cream 2% No I
Sue (2 kali sehari pada lesi) &

Pro : Tn. X
Umur : 25 tahun

PROGNOSIS
Quo Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Kostemikum : Bonam
Quo Ad Functionam : Bonam

20
BAB III
KESIMPULAN

Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan oleh
Malasezia furfur dan pityrosporum orbiculare. Penyakit jamur kulit ini adalah
penyakit kronis yang ditandai oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik,
makula dikulit, skuama halus disertai rasa gatal. Faktor predisposisi penyakit ini
adalah suhu yang tinggi, kulit berminyak, hiperhidrosis, faktor herediter,
pengobatan dengan glukokortikoid, defisiensi imun, pengangkatan glandula
adrenal, penyakit Cushing, kehamilan, malnutrisi, luka bakar, terapi steroid, dan
penggunaan kontrasepsi oral.
Angka kejadian pada pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang. Penyakit
ini banyak ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea (kelenjar
minyak) lebih aktif bekerja. Predileksi pityriasis vesikolor yaitu pada tubuh
bagian atas, lengan atas, leher, abdomen, aksila, inguinal, paha, genitalia. Pada
anamnesis dikeluhkan gatal ringan, adanya bercak/macula berwarna putih
(hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal yang akan
muncul saat berkeringat.Pada pemeriksaan fisik ditemukan bercak-bercak
berwarna-warni, bentuk tidak teratur -teratur, batas jelas-difus. Sering didapatkan
lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk nummular yang meluas
membentuk plakat. Kadang-kadang dijumpai bentuk campuran (folikular dengan
nummular, folikular dengan plakat ataupun folikular atau nummular dengan
plakat).Periksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit ini adalah
pemeriksaan dengan KOH 10% dan lampu wood. Pengobatan pada penyakit ini
menggunakan pengobatan topikal, sistemik dan terapi hipopigmentasi. Prognosis
baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Tan Sukmawati, Reginata G. 2015. Uji Provokasi Skuama pada Pitiriasis


Versikolor. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas
Kedokteran Universitas Tarumanagara. CDK-229/ vol. 42 no. 6. Jakarta,
Indonesia
2. Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, 5thEd. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
3. James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrew’s Diseases of the
Skin: Clinical Dermatology. 10thEd. Saunders Elsevier. Canada. 2000.
4. Johnson. R.A, Suurmond. D . 2007.Color Atlas And Synopsis of Clinical
Dermatology. Dalam: Fitzpatrick TB, Wolff K, Johnson RA, Suurmond
D, penyunting. Dermatology in general medicine. Edisi ke-5. New
York: McGraw-Hill. h. 729
5. Budimulja, Unandar. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
6. Gupta Aditya K, Folley Kelly A. 2015. Antifungal Treatment for Pityriasis
Versicolor. Journal of Fungi. Canada. Received: 24 December 2014 /
Accepted: 4 March 2015 / Published: 12 March 2015
7. Murtiastutik D, Ervianti E. 2009. Atlas Penyakit Kulit & Kelamin.
Dep/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo
Surabaya. Ed, 2. h.80-81
8. Ortonne JP, Bahadoran P. 2003. /hypomelanosis and Hypermelanosis.
Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolf K,. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Sixth Edition. Mc Graw-Hill. New York 836-862.
9. Kundu, R.V. and A. Garg. 2012.Yeast Infections: Candidiasis, Tinea
(Pityriasis) Versicolor, and Malassezia (Pityrosporum) Folliculitis, in
Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine, M. Lowell A. Goldsmith,
MPH, et al., Editors. McGraw-Hill. p. 3280-3285.

22

You might also like