You are on page 1of 25

The agreement made on Thursday between PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) and

United States mining company Freeport-McMoran Inc. (FCX) was largely welcomed by the
government, which claimed that the future of PT Freeport Indonesia (PTFI) was now clearer.

It added that the heads of agreement (HoA) signed by FCX and Inalum, which represents the
government, was binding and would assure stability for PTFI in terms of investments, tax
issues, royalties and operational transitions.

However, law and economics experts have accused the government of overselling the deal and
suggesting it would settle every issue relating to PTFI’s future operations in Papua.

University of Indonesia (UI) international law expert Hikmahanto Juwana pointed out that the
HoA contained errors from a legal perspective.

He emphasized that the deal was not a stock trading agreement, but merely an agreement in
principal and should be followed up with another contract.

“It must be thoroughly scrutinized because for lawyers, there is the adage ‘the devil is in the
details’,” Hikmahanto said.

He believes that a done deal should be in the form of a sales and purchase agreement.

In this case, the US$3.5 billion is payment to Anglo-Australian miner Rio Tinto for its 40
percent participating interest (PI), which would be converted into shares in PTFI, and $350
million to local miner PT Indocopper Investama, another local FCX subsidiary, which owns a
9.36 percent share in PTFI.

Only after the payment is made will Indonesia officially control 51 percent of PTFI’s shares
and become the majority owner of the company, which operates the world’s largest gold mine.

Both Rio Tinto and PTFI agreed with Hikmahanto, saying that Thursday’s agreement was
merely one step toward completing the deal — which still has the possibility to collapse.

Rio Tinto clearly stated in a press release distributed last week that the HoA was a non-binding
agreement, and the binding agreement was expected to be signed before the end of 2018.

“Given the number of terms that remain to be agreed, there is no certainty that a transaction will
be completed,” the press release reads.

During a press conference on Thursday, Finance Minister Sri Mulyani Indrawati and
State-Owned Enterprises Minister Rini Soemarno assured that the deal was a binding
agreement.

“Unfortunately, the impression that government officials gave regarding the deal was
overwhelming. It misled the people, who then posted messages [on social media] such as
‘Thank you, Pak Jokowi’ without fact checking [the deal],” said Drajad Wibowo, a senior
economist at the Institute for Development of Economics and Finance (Indef).

Drajad, a politician from the National Mandate Party (PAN), which is known to be critical of
the Jokowi administration, said the public should know that larger issues had yet to be finalized.
“I hoped the transaction will not overstretch Inalum’s finances, as the $3.85 billion deal is
equivalent to 61 percent of the firm’s assets,” he explained. “Not to mention that Freeport still
wants to control PTFI’s operations, even though Indonesia has become the majority owner.”

Hikmahanto added that the HoA was in violation of prevailing laws, because it gave Freeport
operational rights until 2041.

According to Law No. 4/2009 on mineral and coal mining, no further agreement can be made
when a contract of work (CoW), which Freeport technically still has, is due. Freeport’s CoW
will expire in 2021.

However, in February last year, the Energy and Mineral Resources Ministry issued a special
mining permit (IUPK) for Freeport, saying the company had agreed to change its CoW into to
an IUPK and agree to waive the benefit of a 50-year extension.

Freeport previously refused to comply, arguing that an IUPK was not a nail-down scheme
because the stipulations, including the taxation scheme, can change according to a change in
government regulation.

“The investment stability agreement also contradicts Article 1337 of the Civil Code, which
prohibits any deal that goes against a prevailing legislation,” Hikmahanto said.

Meanwhile, non-governmental organization Mining Advocacy Network (Jatam) has taken a


hard stance against the deal, believing that any agreement would have zero benefits for the
people of Papua.
http://www.thejakartapost.com/news/2018/07/16/government-oversells-pt-freeport-indonesia-
agreement.html

BANGKAPOS.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengumumkan


telah dilakukan Penandatanganan Pokok-Pokok Kesepakatan Divestasi Saham PT. Freeport
Indonesia antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) dan Freeport-McMoran Inc.
(FCX).
Hal ini disampaikannya pada Konferensi Pers bersama dengan Menteri Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti
Nurbaya Bakar dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di
Aula Mezzanine Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Kamis (12/07).
"Hari ini merupakan suatu langkah maju dan strategis di dalam rangka mewujudkan
kesepakatan antara pemerintah Republik Indonesia dengan PT Freeport Indonesia dan
Freeport McMoran," kata Menkeu dihadapan para awak media.
Konferensi Pers Bersama Penandatanganan Pokok-Pokok Kesepakatan Divestasi Saham PT.
Freeport Indonesia antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) dan Freeport-McMoran
Inc. di Aula Djuanda Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Kamis (12/07). (Kemenkeu
Foto/Agus_Biro KLI)
Industri Pertambangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), atau INALUM, Freeport
McMoran Inc. (FCX) dan Rio Tinto, telah melakukan penandatangan Pokok-Pokok
Perjanjian (Head of Agreement) terkait penjualan saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di
PT Freeport Indonesia (PTFI) ke INALUM. Kepemilikan INALUM di PTFI setelah
penjualan saham dan hak tersebut menjadi sebesar 51% dari semula 9,36%.
"Landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT
Freeport Indonesia akan berupa izin usaha pertambangan khusus operasi produksi atau IUPK
dan bukan dalam bentuk kontrak karya. Divestasi saham sebesar 51% untuk kepemilikan
Nasional Indonesia dan PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan
pemurnian atau smelter di dalam negeri," ungkap Menkeu ketika membacakan beberapa poin
kesepakatan yang telah dicapai.
Menkeu menjelaskan pokok-pokok perjanjian ini selaras dengan kesepakatan antara
Pemerintah Indonesia, Pemerintah Provinsi Papua, dan Pemerintah Kabupaten Mimika,
dimana pemerintah daerah akan mendapatkan saham dari kepemilikan saham PT Freeport
Indonesia.
"Untuk mendukung divestasi saham antara lain telah dilakukan penandatanganan perjanjian
dengan pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika yang terjadi pada
tanggal 12 Januari 2018 di mana pemerintah daerah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika
secara bersama-sama akan memiliki hak atas saham PT Freeport sebesar 10%," ujar Menkeu.
Lebih lanjut Menkeu menjelaskan, untuk mendukung peningkatan penerimaan negara sesuai
yang diamanatkan dalam Pasal 169 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan mineral dan batubara atau Undang-Undang Minerba telah memastikan
tersedianya regulasi bagi semua investor di dalam rangka memberikan stabilitas pembayaran
kewajiban penerimaan negara.
"Harapan pemerintah dengan pemberian stabilitas penerimaan negara di samping akan
meningkatkan penerimaan negara juga akan menjadi komitmen Pemerintah di dalam menjaga
iklim investasi yang pasti dan kondusif," pungkas Menkeu.
Berikut Pokok-pokok Perjanjian Divestasi Saham PT Freeport Indonesia

Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Fakta Tentang Divestasi Saham
Freeport Indonesia, Inilah Pokok-pokok Perjanjian yang
Disepakati, http://bangka.tribunnews.com/2018/07/16/fakta-tentang-divestasi-saham-freeport-
indonesia-inilah-pokok-pokok-perjanjian-yang-disepakati.

Editor: teddymalaka
Pokok-pokok perjanjian ini selaras dengan kesepakatan pada tanggal 12 Januari 2018 antara
Pemerintah Indonesia, Pemerintah Provinsi Papua, dan Pemerintah Kabupaten Mimika,
dimana pemerintah daerah akan mendapatkan saham sebesar 10% dari kepemilikan saham
PTFI.
Dalam perjanjian tersebut, INALUM akan mengeluarkan dana sebesar US$3,85 miliar untuk
membeli hak partisipasi Rio Tinto di PTFI dan 100% saham FCX di PT Indocopper
Investama, yang memiliki 9,36% saham di PTFI. Para pihak akan menyelesaikan perjanjian
jual beli ini sebelum akhir tahun 2018.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan “Pemerintah berkomitmen untuk menjaga iklim
investasi yang kondusif untuk memberikan kepastian kepada investor yang berinvestasi di
Indonesia.”
“Dengan ditandatanganinya Pokok-Pokok Perjanjian ini, kerjasama FCX
dan INALUM diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan nilai tambah industri ekstraktif
ke depan serta memberi nilai kemakmuran bagi masyarakat Indonesia.”
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan “BUMN memiliki
kepedulian, komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Papua. Sejalan dengan fungsi BUMN sebagai agen pembangunan, BUMN akan
menjadi ujung tombak proses hilirisasi industri pertambangan Indonesia guna memberi nilai
tambah maksimal bagi masyarakat, termasuk menjalankan usaha pertambangan secara
profesional dan bertanggungjawab berlandaskan prinsip good corporate governance.”
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan “Dengan
ditandatanganinya perjanjian ini maka keseluruhan kesepakatan dengan FCX yang meliputi
divestasi 51% saham, perubahan dari Kontrak Karya menjadi IUPK, telah dapat diselesaikan,
termasuk komitmen pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian. Oleh sebab itu PTFI
mendapatkan perpanjangan IUPK Operasi Produksi maksimal 2X10 tahun.”
“Kami harapkan nilai tambah komoditi tembaga dapat terus ditingkatkan melalui
pembangunan pabrik peleburan tembaga berkapasitas 2-2,6 juta ton per tahun dalam waktu 5
tahun.”
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menambahkan “Melalui penguasaan
saham mayoritas PTFI oleh INALUM, Pemerintah mengharapkan kualitas terhadap
pengelolaan lingkungan di area tambang PTFI terus ditingkatkan. Kami meyakini bahwa
PTFI sebagai salah satu pengelola tambang terbesar di dunia, akan mampu menjaga aspek
keberlanjutan dari lingkungan terdampak area tambang.”
Berdasarkan laporan keuangan 2017 yang telah diaudit, PTFI membukukan pendapatan
sebesar US$ 4,44 miliar, naik dari US$ 3,29 miliar di tahun 2016. Perusahaan juga
membukukan laba bersih sebesar US$ 1,28 miliar, naik dari US$ 579 juta. PTFI memiliki
cadangan terbukti (proven) dan cadangan terkira (probable) untuk tembaga sebesar 38,8
miliar pound, emas sebesar 33,9 juta toz (troy ounce) dan perak sebesar 153,1 juta toz.
Sementara itu pada tahun 2017 INALUM membukukan pendapatan sebesar US$ 3,5 miliar
dengan laba bersih konsolidasi mencapai US$ 508 juta. Holding Industri
Pertambangan INALUM juga tercatat memiliki sumber daya dan cadangan nikel sebesar 739
juta ton, bauksit 613 juta ton, timah 1,1 juta ton, batubara 11,5 miliar ton, mas 1,6 juta toz dan
Perak sebesar 16,2 juta toz.(ip/idr/rsa/www.kemenkeu.go.id)

Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Fakta Tentang Divestasi Saham
Freeport Indonesia, Inilah Pokok-pokok Perjanjian yang
Disepakati, http://bangka.tribunnews.com/2018/07/16/fakta-tentang-divestasi-saham-freeport-
indonesia-inilah-pokok-pokok-perjanjian-yang-disepakati?page=2.

Editor: teddymalaka
http://wow.tribunnews.com/2018/07/16/tanggapi-pernyataan-jokowi-soal-divestasi-saham-fre
eport-ferdinand-divestasi-bukan-jalan-terbaik?page=all

TRIBUNWOW.COM - Kadiv Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean


memberikan tanggapan soal pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal divestasi saham
PT Freeport 51 persen oleh pemerintah.
Seperti diberitakan Tribunnews, Presiden Jokowi menyatakan jika negoisasi pemerintah
untuk merebut 51 persen saham PT Freeport Indonesia melalui proses panjang dan patut
disyukuri.
"Alot sekali, kalau kemajuan alhamdulillah, patut kita syukuri, jangan malah sudah ada
kemajuan, jangan dibilang miring-miring," ujar Jokowi di Jakarta, Senin (16/7/2017).
Menurut Jokowi, proses penguasaan 51 persen saham Freeport oleh PT Inalum, saat ini baru
memasuki penandatanganan Head of Agreement (HoA) dan nantinya ditindaklanjuti ke tahap
berikutnya.
"Kesepakatan itu perlu saya sampaikan, ini proses panjang hampir 3,5 tahun sampai 4 tahun,
kita lakukan dan alot sekali, kalau sudah bisa masuk ke HoA, sebuah kemajuan yang amat
sangat," papar Jokowi.
"Jangan dipikir itu ketemu baru tanda tangan, ini proses panjang 3,5 tahun dengan Freeport,"
tambah Jokowi.
Terkait hal itu, Ferdinand Hutahaean menyampaikan tanggapannya melalui akun
Twitter, @LawanPoLitikJKW, yang ditulis pada Senin (16/7/2018).
Ferdinand menilai jika komentar publik terkait Freeport adalah hal yang wajar.
Menurutnya, komentar itu sebagai bentuk respon narasi propaganda opini yang dibentuk
penguasa dan pendukungnya.
Politisi Partai Demokrat itu mengatakan jika divestasi saham bukanlah jalan yang terbaik.
@LawanPoLitikJKW: Mengapa Bapak mesti geram?
Komentar publik itu muncul justru merespon narasi propaganda opini yang dibebtuk oleh
penguasa dan pendukungnya, bahwa seolah Freeport sdh bisa kita ambil.
Yg kedua, cr divestasi itu bkn jalan terbaik.
Masa hrs dipuji?
Seperti diketahui, langkah akhir divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PT FI) ke
pemerintah telah berhasil dilakukan pemerintah.
Hal tersebut ditandai dengan ditandatanganinya penandatanganan pokok-pokok perjanjian
atau head of agreement atas penjualan saham FCX di Indocooper dan hak partisipasi Rio
Tinto di PT FI ke Inalum selaku kepala holding BUMN tambang.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyebutkan nilai pembelian
saham Rio Tinto adalah sebesar 3,85 miliar dolar AS.
"Jadi kita mengambil alih saham. Inalum itu akan mengambil alih interest dari Rio Tinto dan
100 persen dari Indocopper yang ditambah milik negara jadi 51,38 persen. Nah total nilainya
3,85 miliar dolar AS," ungkap Rini.
Pembelian saham Rio Tinto ini karena Rio Tinto memiliki perjanjian usaha patungan untuk
mengerjakan proyek Grasberg dengan Freeport McMoran.
Lebih lanjut, Rini Soemarno pun menyebutkan tahap ini merupakan perjanjian yang mengikat
yang kemudian akan meneruskan langkah-langkah divestasi lainnya seperti membentuk
perusahaan gabungan atau join ventur, transaksi hingga penerbitan izin usaha pertambangan
khusus (IUPK).
"Perjanjian ini mengikat dong tapi jangan lupa IUPK yang akan dikeluarkan setelah divestasi
diselesaikan," ungkap Rini Soemarno. (TribunWow.com/Rekarinta Vintoko)

PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper &
Gold Inc.. PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap
bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran
tinggi Tembagapura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia. Freeport Indonesia
memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru
dunia.

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Awal mula PT Freeport Indonesia berdiri, sesungguhnya terdapat kisah perjalanan yang unik
untuk diketahui. Pada tahun 1904-1905 suatu lembaga swasta dari Belanda Koninklijke
Nederlandsche Aardrijkskundig Genootschap (KNAG) yakni Lembaga Geografi Kerajaan
Belanda, menyelenggarakan suatu ekspedisi ke Papua Barat Daya yang tujuan utamanya
adalah mengunjungi Pegunungan Salju yang konon kabarnya ada di Tanah Papua.
Catatan pertama tentang pegunungan salju ini adalah dari Kapten Johan Carstensz yang dalam
perjalanan dengan dua kapalnya Aernem dan Pera ke “selatan” pada tahun 1623 di perairan
sebelah selatan Tanah Papua, tiba-tiba jauh di - pedalaman melihat kilauan salju dan mencatat
di dalam buku hariannya pada tanggal 16 Februari 1623 tentang suatu pegungungan yang
“teramat tingginya” yang pada bagian-bagiannya tertutup oleh salju. –Catatan Carsztensz ini
menjadi cemoohan kawan-kawannya yang menganggap Carstensz hanya berkhayal.
Walaupun ekspedisi pertama KNAG tersebut tidak berhasil menemukan gunung es yang
disebut-sebut dalam catatan harian Kapten Carstensz, inilah cikal bakal perhatian besar
Belanda terhadap daerah Papua. Peta wilayah Papua pertama kali dibuat dari hasil ekspedisi
militer ke daerah ini pada tahun 1907 hingga 1915. Ekspedisi-ekspedisi militer ini kemudian
membangkitkan hasrat para ilmuwan sipil untuk mendaki dan mencapai pegunungan salju.
Beberapa ekspedisi Belanda yang terkenal dipimpin oleh Dr. HA.Lorentz dan Kapten A.
Franzen Henderschee. Semua dilakukan dengan sasaran untuk mencapai puncak Wilhelmina
(Puncak Sudirman sekarang) pada ketinggian 4,750 meter. Nama Lorentz belakangan
diabadikan untuk nama Taman Nasional Lorentz di wilayah suku Asmat di pantai selatan.
Pada pertengahan tahun 1930, dua pemuda Belanda Colijn dan Dozy, keduanya adalah
pegawai perusahaan minyak NNGPM yang merencanakan pelaksanaan cita-cita mereka untuk
mencapai puncak Cartensz. Petualangan mereka kemudian menjadi langkah pertama bagi
pembukaan pertambangan di Tanah Papua empat puluh tahun kemudian.
Pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau disebut gunung
bijih, lalu data mengenai batuan ini dibawa ke Belanda. Setelah sekian lama bertemulah
seorang Jan Van Gruisen – Managing Director perusahaan Oost Maatchappij, yang
mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengggara dengan kawan
lamanya Forbes Wilson, seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur
Company yang operasi utamanya ketika itu adalah menambang belerang di bawah dasar laut.
Kemudian Van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai ekspedisi ke gunung
bijih serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisisnya serta melakukan penilaian.
Pada awal periode pemerintahan Soeharto, pemerintah mengambil kebijakan untuk segera
melakukan berbagai langkah nyata demi meningkatkan pembanguan ekonomi. Namun
dengan kondisi ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan, pemerintah
segera mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang Modal Asing (UU
No. 1 Tahun 1967).
Pimpinan tertinggi Freeport pada masa itu yang bernama Langbourne Williams melihat
peluang untuk meneruskan proyek Ertsberg. Dia bertemu Julius Tahija yang pada zaman
Presiden Soekarno memimpin perusahaan Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan Jenderal
Ibnu Sutowo, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Perminyakan
Indonesia. Inti dalam pertemuan tersebut adalah permohonan agar Freeport dapat meneruskan
proyek Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan demi pertemuan yang panjang Freeport
mendapatkan izin dari pemerintah untuk meneruskan proyek tersebut pada tahun 1967. Itulah
Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut merupakan bahan promosi
yang dibawa Julius Tahija untuk memperkenalkan Indonesia ke luar negeri dan misi
pertamanya adalah mempromosikan Kebijakan Penanaman Modal Asing ke Australia.
Sebelum 1967 wilayah Timika adalah hutan belantara. Pada awal Freeport mulai beroperasi,
banyak penduduk yang pada awalnya berpencar-pencar mulai masuk ke wilayah sekitar
tambang Freeport sehingga pertumbuhan penduduk di Timika meningkat. Tahun 1970
pemerintah dan Freeport secara bersama-sama membangun rumah-rumah penduduk yang
layak di jalan Kamuki. Kemudian dibangun juga perumahan penduduk di sekitar selatan
Bandar Udara yang sekarang menjadi Kota Timika.
Pada tahun 1971 Freeport membangun Bandar Udara Timika dan pusat perbekalan, kemudian
juga membangun jalan-jalan utama sebagai akses ke tambang dan juga jalan-jalan di daerah
terpencil sebagai akses ke desa-desa Tahun 1972, Presiden Soeharto menamakan kota yang
dibangun secara bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama Tembagapura. Pada tahun 1973
Freeport menunjuk kepala perwakilannya untuk Indonesia sekaligus sebagai presiden direktur
pertama Freeport Indonesia. Adalah Ali Budiarjo, yang mempunyai latar belakang pernah
menjabat Sekretaris Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada tahun 1950-an,
suami dari Miriam Budiarjo yang juga berperan dalam beberapa perundingan kemerdekaan
Indonesia, sebagai sekretaris delegasi Perundingan Linggarjati dan anggota delegasi dalam
perjanjian Renville.
Sejarah kontrak karya[sunting | sunting sumber]

 1936 – Jacques Dozy menemukan cadangan ‘Ertsberg’.


 1960 – Ekspedisi Forbes Wilson untuk menemukan kembali ‘Ertsberg’.
 1967 – Kontrak Karya I (Freeport Indonesia Inc.) berlaku selama 30 tahun sejak
mulai beroperasi tahun 1973.
 1988 – Freeport menemukan cadangan Grasberg. Investasi yang besar dan risiko
tinggi, sehingga memerlukan jaminan investasi jangka panjang.
 1991 – Kontrak Karya II (PT Freeport Indonesia) berlaku 30 tahun dengan periode
produksi akan berakhir pada tahun 2021, serta kemungkinan perpanjangan 2x10 tahun
(sampai tahun 2041).
Luas wilayah[sunting | sunting sumber]

 Eksplorasi KK-A = 10.000 Ha


 Eksplorasi KK-B = 202.950 Ha
Total Wilayah = 212.950 Ha
Luas wilayah KK Blok B terakhir seluas 212.950 hektare tersebut hanya tinggal 7,8% dari
total luas wilayah eksplorasi pada tahun 1991.

 1991 = 2,6 juta Ha


 2012 = 212.950 Ha
Investasi[sunting | sunting sumber]

 8,6 miliar dengan perkiraan tambahan investasi sebesar USD 16-18 Miliar untuk
pengembangan bawah tanah ke depan.
 94% total investasi tambang tembaga di Indonesia
 30% total investasi di Papua
 5% total investasi di Indonesia
Penerimaan negara[sunting | sunting sumber]
PTFI telah membayar PPh Badan lebih tinggi dari tarif UU yang kini berlaku. Pembayaran ini
merupakan porsi terbesar dalam pembayaran ke penerimaan Negara. UU PPh Nasional 25%
sementara PPh Badan PTFI 35%. Sejak tahun 1999, PTFI secara sukarela telah melakukan
pembayaran royalti tambahan untuk tembaga, emas dan perak jika produksi melebih tingkat
tertentu yang disetujui.
Produksi[sunting | sunting sumber]
40% produk konsentrat PTFI dikirim ke PT Smelting Gresik PTFI membangun pabrik
peleburan tembaga (smelter) pertama di Indonesia, yaitu PT Smelting tahun 1998. Kami
memasarkan konsentrat dengan harga pasar berdasarkan kontrak jangka panjang dengan
sejumlah smelter internasional, dan akan tetap menghormati kontrak-kontrak tersebut.
Divestasi[sunting | sunting sumber]
PTFI mendukung penuh semangat nasional yang digagas dalam UU Minerba dan telah secara
konsisten menerapkannya. Saat ini 18,72% sebelum terdelusi dari 20%, saham PTFI dimiliki
oleh Pemerintah Indonesia dan PT Indocopper Investama masing-masing 9,36%. Berkaitan
dengan IPO, PTFI menyambut baik gagasan tersebut dan sedang melakukan pengkajian.

Pembangunan berkelanjutan[sunting | sunting sumber]


Semua pengertian tentang program pengembangan masyarakat PTFI harus didahului oleh
pengertian tentang sejarah Papua. Pertama kali PTFI beroperasi pada tahun 1967, masyarakat
Papua merupakan masyarakat pra-modern. Pada saat itu, masyarakat di sana memiliki tingkat
baca-tulis yang sangat rendah, rentan terhadap wabah penyakit seperti malaria, dan hidup
dalam kemiskinan. Lokasi yang terpencil dan medan yang sulit ditempuh membuat situasi
kurang kondusif.
Oleh karena itu, program pengembangan masyarakat PTFI difokuskan untuk membantu
masyarakat setempat untuk membangun program ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan
kemampuan baca-tulis, memberikan pelatihan-pelatihan kejuruan, dan mengadakan program
kesehatan yang memadai.
Investasi[sunting | sunting sumber]

 USD 110,9 juta investasi di program pembangunan berkelanjutan di Papua selama


2012.
 USD 68,14 juta program pengembangan sosial melalui dana operasional.
 USD 39,36 juta program pengembangan masyarakat melalui dana kemitraan.
Ditambah USD 600 juta investasi dalam bentuk infrastruktur sosial yang bermanfaat bagi
masyarakat lokal secara langsung (sekolah, rumah sakit, asrama siswa).
Kontribusi dan peranan PT Freeport Indonesia bagi negara :

 Menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 24.000 orang di Indonesia (karyawan


PTFI terdiri dari 69,75% karyawan nasional; 28,05% karyawan Papua, serta 2,2%
karyawan Asing).
 Menanam Investasi > USD 8,5 Miliar untuk membangun infrastruktur perusahaan
dan sosial di Papua, dengan rencana investasi-investasi yang signifikan pada masa datang.
 PTFI telah membeli > USD 11,26 Miliar barang dan jasa domestik sejak 1992.
 Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, PTFI telah memberikan kontribusi lebih
dari USD 37,46 Miliar dan dijadwalkan untuk berkontribusi lebih banyak lagi terhadap
pemerintah Indonesia hingga lebih dari USD 6,5 Miliar dalam waktu empat tahun
mendatang dalam bentuk pajak, dividen, dan pembayaran royalti.
 Keuntungan finansial langsung ke pemerintah Indonesia dalam kurun waktu empat
tahun terakhir adalah 59%, sisanya ke perusahaan induk (FCX) 41%. Hal ini melebihi
jumlah yang dibayarkan PTFI apabila beroperasi di negara-negara lain.
 Kajian LPEM-UI pada dampak multiplier effect dari operasi PTFI di Papua dan
Indonesia di 2011: 0,8% untuk PDB Indonesia, 45% untuk PDRB Provinsi Papua, dan
95% untuk PDRB Mimika.
 Membayar Pajak 1,7% dari anggaran nasional Indonesia.
 Membiayai >50% dari semua kontribusi program pengembangan masyarakat melalui
sektor tambang di Indonesia.
 Membentuk 0,8% dari semua pendapatan rumah tangga di Indonesia.
 Membentuk 44% dari pemasukan rumah tangga di provinsi Papua.
https://id.wikipedia.org/wiki/Freeport_Indonesia

Perundingan panjang atara pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia akhirnya


berujung pada kepastian tentang pelepasan saham kepada pemerintah Indonesia
sebesar 51% dan perpanjangan kontrak di Papua hingga tahun 2041.

"Kita sepakat perpanjangan pertama sepuluh tahun sampai 2031 dan kedua sampai 2041.
Akan dicantumkan secara detail kalau memenuhi persyaratan maka (perpanjangan) akan
disetujui," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.

Disebutkannya, Freeport juga setuju melepas sahamnya, atau melakukan divestasi, sebesar 51
persen kepada pemerintah Indonesia dan membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian
yang harus selesai Januari 2022 dan ada stabilitas penerimaan negara.

Dalam jumpa pers bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan CEO Freeport McMoran
Richard Adkerson, Jonan menambahkan bahwa raksasa pertambangan tembaga dan mineral
dunia itu sepakat untuk untuk menjaga besaran penerimaan negara yang lebih besar untuk
Indonesia. Oleh karena itu, Freeport Indonesia harus mengubah statusnya dari Kontrak Karya
(KK) menjadi Izin IUPK.
"Ini kesepakatan antara Freeport dmengatakan, hasil dari negosiasi ini sesuai dengan instruksi
Presiden Joko Widodo untuk menekankan kepentingan nasional, kepentingan rakyat Papua
dan kedaulatan negara, namun tetap menjaga iklim investasi di Indonesia," ujar Jonan.

"Dengan persyaratan ini berdasar UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba perpanjangan
operasi bisa diperpanjang 2 kali sepuluh tahun sampai 2041."

Jonan menerangkan kedua pihak akan menuntaskan detail-detail kesepakatan dalam minggu
ini, termasuk soal skema divestasi dan formula penerimaan negara yang musti dibayar oleh
perusahaan tambang itu.

Dalam jumpa pers yang brlangsung di Kementrian ESDM itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani
mengakui bahwa negosiasi tidak mudah lantaran kedua pihak memiliki posisi berbeda.
Indonesia juga harus memastikan investasi yang akan perusahaan tersebut lakukan dalam
tambang bawah tanahnya.

Namun, ia mengatakan ada tiga posisi Indonesia yang sudah tidak bisa dinegosiasikan. Yakni
divestasi 51%, pembangunan smelter dalam jangka waktu yang ditetapkan harus
direalisasikan dan jaminan penerimaan negara dari operasi Freeport Indonesia di Indonesia
harus lebih besar dari yang ditetapkan jika dalam status KK.

"Royalti akan tinggi, PPH (pajak penghasilan perusahaan) akan turun PPN (Pajak
pertambangan nilai) akan kita ubah komposisinya. Dari sisi total sales dan income Freeport
Indonesia, prosentase yang dibayar akan lebih tinggi," ujar Sri Mulyani.

Sementara itu Richard Adkerson menegaskan kesepakatan ini sebagai kepastian yang
diberikan pemerintah Indonesia dalam kelangsungan operasi tambang Freeport.

"Saat ini adalah waktu yang sangat penting bagi Freeport, sejak beroperasi pada akhir 1960an,
saat ini kami mengalami penurunan kinerja di tambang terbuka. Untuk mengeksplorasi
tambang bawah tanah, kami memerlukan investasi sebesar US$20 miliar" ujarnya.

Negosiasi dengan Freeport Indonesia dimulai pada awal tahun, seiring diterbitkannya
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksana Kegiatan Tambang
Mineral dan Batubara pada Januari 2017. Aturan baru itu mengusik perusahaan tambang
tembaga dan emas raksasa yang beroperasi di Papua sejak akhir 1960an.

Regulasi ini mengatur perusahaan tambang mineral yang ingin melakukan ekspor harus
memenuhi beberapa persyaratan. Diantaranya, mengubah status kontrak karya (KK) menjadi
Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), membangun smelter dan divestasi 51 persen.

Sementara, Freeport belum memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut. Akhirnya, sejak 10


Februari 2017, Freeport menghentikan kegiatan produksinya yang berimbas kepada pekerja
tambangnya di Mimika, Papua. Puluhan ribu pekerja pun dirumahkan.

Di sisi lain, sengketa Freeport dengan sebagian buruhnya di Mimika, yang ditandai dengan
pemogokan beberapa waktu lalu, berakhir ricuh, dan berujung pada pemecatan sejumlah besar
buruh.

Ketua DPRD Mimikia, Emiminus Mom, menyebut 'bola' kini berada di para mantan
karyawan Freeport. Menurutnya, bekerja di kontraktor merupakan satu-satunya jalan untuk
tetap bekerja di tambang emas Freeport.
"Kalau mau masuk kerja, harus dari kontraktor. Kalau tidak mau, apa boleh buat, tinggal di
rumah sajalah," ujarnya melalui sambungan telepon.

Eliminus berkata, Freeport memberitahunya perihal pekerjaan di kontraktor itu, Senin pagi
tadi, dalam forum audiensi. Ia berkata, Freeport menjamin setidaknya sekitar 3000 pegawai
yang terkena PHK dapat terserap seluruh kontraktor.

"Orang-orang Papua ini harus kembali bekerja," ujarnya. Sebagian korban PHK Freeport, kata
Eliminus, merupakan warga asli Papua yang berasal dari kawasan pantai seperti Biak,
Jayapura, Sorong, dan Serui.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41079090

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pendanaan akuisisi PT Freeport Indonesia oleh PT


Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) kini menjadi isu. Ada kekhawatiran, lantaran akuisisi
Freeport butuh dana besar, hal ini bisa mempengaruhi pendanaan emiten tambang BUMN.

Maklum, Inalum butuh dana akuisisi US$ 3,85 miliar. Freeport juga minimal butuh investasi
sekitar US$ 20 miliar untuk investasi selama periode 2021-2041.

Head of Corporate Communication Inalum Rendi A Witular tak menampik hal tersebut. "Tapi,
kami tidak akan mengganggu tiga entitas lainnya dalam holdingpertambangan," tegas dia
kepada KONTAN, Senin (16/7).

Biaya investasi Freeport bakal mengandalkan kemampuan Freeport sendiri, dengan


mempertimbangkan Freeport yang memiliki EBITDA di atas US$ 4 miliar. "Artinya, Freeport
bisa self financing," tegas Rendi.

Inalum juga tak akan mengintervensi bisnis Freeport agar cash flow tak terganggu. Sebab,
kelancaran cash flow dibutuhkan untuk menjamin kelancaran pelunasan utang ke sejumlah
kreditur.

Arie Prabowo Ariotedjo, Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), mengaku,
hingga saat ini belum ada instruksi khusus dari Inalum terkait pendanaan. Namun, ANTM
turut memiliki andil untuk mempermudah Inalum mencari pendanaan.

Akuisisi sepenuhnya dilakukan oleh Inalum. Kalau pun ada kontribusi dari ANTM, sifatnya
sebatas pada neraca keuangan ANTM yang digunakan di level Inalum. "Jadi, bukan ANTM
yang mencari," ujar Arie.

Catatan saja, kondisi keuangan ANTM masih normal. Mengutip RTI, debt to equity
ratio (DER) ANTM sebesar 0,6 kali, dengan rasio likuiditas sebesar 1,7 kali.

Balik modal

Sebagai perbandingan, PT Timah Tbk (TINS) memiliki DER dan current ratiomasing-masing
0,87 kali dan 2,19 kali. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) memiliki DER dan current
ratio masing-masing 0,56 kali dan 2,64 kali.

Tingginya nilai akuisisi Freeport juga menimbulkan pertanyaan soal tingkat balik modal
dengan pendanaan mandiri? Rendi menyebut, laba bersih Freeport diprediksi mencapai
US$ 2,2 miliar mulai 2020. "Bisa dihitung kira-kira berapa lama balik modal," imbuh dia.
Sesuai dengan porsi kepemilikan, maka Inalum berhak atas laba bersih Freeport US$ 1,1
miliar. Dengan asumsi perolehan laba tidak berubah dan semua hak laba bersih digunakan
untuk mencicil utang, Inalum bakal balik modal setidaknya tiga hingga empat tahun.

Beban Inalum bisa kian ringan jika labanya meningkat. Sebaliknya, beban kian berat jika
ternyata laba bersih Freeport melorot.

Kepala Riset BNI Sekuritas Norico Gaman mengatakan, harga komoditas logam ke depannya
masih cenderung menguat. Hal ini tentu mempengaruhi kinerja keuangan Freeport. "Nilai
valuasi Freeport relatif murah dibanding potensi pendapatannya," terang Norico.
https://investasi.kontan.co.id/news/akuisisi-freeport-jadi-tanggungan-inalum

T Indonesia Asahan Aluminium atau lebih dikenal sebagai Inalum merupakan BUMN
pertama dan terbesar Indonesia yang bergerak dibidang peleburan Aluminium. Besarnya
potensi kelistrikan yang dihasilkan dari aliran Sungai Asahan membuat Pemerintah Indonesia
mengundang perusahaan konsultan pembangunan asal Jepang, Nippon Koei untuk melakukan
studi kelayakan pembangunan PLTA di Sungai Asahan. Studi kelayakan tersebut
menyarankan agar produksi kelistrikan diserap oleh industri peleburan aluminium. Maka
dengan itu, Pemerintah menindaklanjuti studi kelayakan tersebut bersama pihak Jepang untuk
secara bersama mendirikan perusahaan untuk mengelola proyek Asahan dengan perusahaan
yang bernama Indonesia Asahan Aluminium dengan ditandatanganinya kerjasama untuk
pengelolaan bersama kawasan Sungai Asahan pada tanggal 7 Juli 1975.
Perusahaan yang didirikan pada tanggal 6 Januari 1976 dengan status Penanam Modal Asing
dibentuk oleh 12 perusahaan Kimia dan Metal dari Jepang. Keberadaan Inalum sebagai
industri peleburan aluminium telah meletakkan dasar fondasi yang kuat untuk
mengembangkan industri hilir peleburan bahan tambang yang berpengaruh, bernilai tambah
dan berdaya saing. Pada tanggal 9 Desember 2013, status Inalum sebagai PMA dicabut sesuai
dengan kesepakatan yang di tandatangani di Tokyo pada tanggal 7 Juli 1975. Sejak diakuisisi
oleh Pemerintah, Inalum kini tengah mengembangkan produksi hilir aluminium dengan
mendorong diversifikasi produk dari aluminium ingot ke aluminium alloy, billet dan wire rod,
serta menggarap pabrik peleburan baru yang terintegrasi di Kawasan Industri dan Pelabuhan
Internasional Tanah Kuning, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara dan mempersiapkan diri
untuk menjadi induk holding bumn bidang pertambangan yang direncanakan mengakuisisi
Freeport Indonesia.[3]

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Kegagalan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda untuk memanfaatkan derasnya debit air
dari Danau Toba melalui Sungai Asahan, mendorong Pemerintah untuk
membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air. Pada tahun 1972, rencana pembangunan PLTA
menguat setelah pemerintah menerima laporan dari Nippon Koei, sebuah perusahaan
konsultan Jepang menyatakan bahwa studi kelayakan pembangunan PLTA memungkinkan
dibangun sekaligus dengan sebuah peleburan aluminium sebagai pemakai utama
dari listrik yang dihasilkannya. Menindaklanjuti studi kelayakan tersebut, pada tanggal 7
Juli 1975 di Tokyo, setelah melalui perundingan-perundingan yang panjang dan dengan
bantuan ekonomi dari pemerintah jepang untuk proyek ini, pemerintah Republik Indonesia
dan 12 Perusahaan Penanam Modal Jepang menandatangani Perjanjian Induk untuk PLTA
dan Pabrik Peleburan Aluminium Asahan yang kemudian dikenal dengan sebutan Proyek
Asahan. Kedua belas Perusahaan Penanam Modal Jepang tersebut adalah Sumitomo
Chemical, Sumitomo Corporation, Nippon Light Metal Company, Itochu, Nissho Iwai,
Nichimen, Showa Denko K.K., Marubeni, Mitsubishi Chemical Industries, Mitsubishi Corp,
Mitsui Aluminium, Mitsui & Co. Selanjutnya, untuk penyertaan modal pada perusahaan yang
akan didirikan di Jakarta kedua belas Perusahaan Penanam Modal Tersebut bersama
Pemerintah Jepang membentuk sebuah nama Nippon Asahan aluminium Co, Ltd (NAA) yang
berkedudukan di Tokyo pada tanggal 25 November 1975.
Pada tanggal 6 Januari 1976, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), sebuah perusahaan
patungan antara pemerintah Indonesia dan Jepang didirikan di Jakarta. Inalum adalah
perusahaan yang membangun dan mengoperasikan Proyek Asahan, sesuai dengan perjanjian
induk. Perbandingan saham antara pemerintah Indonesia dengan Nippon Asahan Aluminium
Co., Ltd, pada saat perusahaan didirikan adalah 10% dengan 90%. Pada bulan Oktober 1978
perbandingan tersebut menjadi 25% dengan 75% dan sejak Juni 1987 menjadi 41,13% dengan
58,87%. Dan sejak 10 Februari 1998 menjadi 41,12% dengan 58,88%. Untuk melaksanakan
ketentuan dalam perjanjian induk, Pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan SK
Presiden No.5/1976 yang melandasi terbentuknya Otorita Pengembangan Proyek Asahan
sebagai wakil Pemerintahan yang bertanggung jawab atas lancarnya pembangunan dan
pengembangan Proyek Asahan. Inalum dapat dicatat sebagai pelopor dan perusahaan pertama
di Indonesia yang bergerak dalam bidang Industri peleburan aluminium dengan investasi
sebesar 411 milyar Yen. Secara de facto, perubahan status Inalum dari PMA menjadi BUMN
terjadi pada 1 November 2013 sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian
Induk. Pemutusan kontrak antara Pemerintah Indonesia dengan Konsorsium Perusahaan asal
Jepang berlangsung pada 9 Desember 2013, dan secara de jure Inalum resmi menjadi BUMN
pada 19 Desember 2013 setelah Pemerintah Indonesia mengambil alih saham yang dimiliki
pihak konsorsium. PT INALUM (Persero) resmi menjadi BUMN ke-141 pada tanggal 21
April 2014 sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2014.[4]

Infrastruktur Utama dan Penunjang[sunting | sunting sumber]


PLTA[sunting | sunting sumber]
Inalum membangun dan mengoperasikan PLTA yang terdiri dari stasiun pembangkit listrik
Siguragura dan Tangga yang terkenal dengan nama Asahan 2 yang terletak di Paritohan,
Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Stasiun pembangkit ini dioperasikan
dengan memanfaatkan air Sungai Asahan yang mengalirkan air danau Toba ke Selat Malaka.
Produksi listrik dari kedua PLTA sangat bergantung pada jumlah permukaan air danau Toba.
Pembangunan PLTA dimulai pada tanggal 9 Juni 1978. Pembangunan stasiun pembangkit
listrik bawah tanah Siguragura dimulai pada tanggal 7 April 1980 dan diresmikan oleh
Presiden RI, Soeharto dalam acara Peletakan Batu Pertama yang diselenggarakan dengan tata
cara adat Jepang dan tradisi lokal. Pembangunan seluruh PLTA memakan waktu 5 tahun dan
diresmikan oleh Wakil Presiden Umar Wirahadikusuma pada tangagl 7 Juni 1983. Total
kapasitas produksi tetap mencapai 426 MW dan output puncak 513 MW. Listrik yang
dihasilkan digunakan untuk pabrik peleburan di Kuala Tanjung.[5]
PLTA Tangga[sunting | sunting sumber]
Bendungan Penadah Air Tangga (Tangga Intake Dam) yang terletak di Tangga dan berfungsi
untuk membendung air yang telah dipakai PLTA Siguragura untuk dimanfaatkan kembali
pada PLTA Tangga. Bendungan ini merupakan bendungan busur pertama di Indonesia.
Stasiun Pembangkit Tangga memiliki 4 unit Generator. Total kapasitas tetap dari keempat
generator tersebut adalah 223 MW. Tipe bendungan ini adalah beton massa berbentuk busur
dengan ketinggian 82 meter. [6]
PLTA Siguragura[sunting | sunting sumber]
Bendungan Penadah Air Siguragura (Siguragura Intake Dam) terletak di Simorea dan
berfungsi sebagai sumber air yang stabil untuk stasiun pembangkit listrik Siguragura. Air
yang ditampung di bendungan ini dimanfaatkan Stasiun pembangkit listrik Siguragura
(Siguragura Power Station) yang berada 200 m di dalam perut bumi dengan 4 unit generator
dan total kapasitas tetap dari keempat generator tersebut adalah 203 MW dan merupakan
PLTA bawah tanah pertama di Indonesia. Tipe bendungan ini adalah beton massa dengan
ketinggian 47 meter.[7]
Peleburan Aluminium[sunting | sunting sumber]
Inalum memulai pembangunan pabrik peleburan aluminium dan fasilitas pendukungnya di
atas area 200 ha di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, kira-kira 110
km dari kota Medan, Ibukota Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 6 Juli 1979 dan tahap I
operasi dimulai pada tanggal 20 Januari 1982. Pembangunan ini diresmikan oleh Presiden RI,
Soeharto yang didampingi oleh 12 Menteri Kabinet Pembangunan II. Operasi pot pertama
dilakukan pada tanggal 15 Februari 1982 dan Maret 1982, aluminium ingot pertama berhasil
dicetak. Pabrik peleburan dengan kapasitas produksi sebesar 225.000 ton aluminium per
tahun ini dibangun menghadap Selat Malaka. Pada tanggal 14 Oktober1982, Inalum memulai
pengiriman aluminium ingot menuju Jepang dengan kapal Ocean Prima yang memuat 4.800
ton meninggalkan Kuala Tanjung dan Inalum menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara
pengekspor aluminium di dunia. Produksi satu juta ton berhasil dicapai pada tanggal 8
Februari 1988, kedua juta ton pada 2 Juni 1993, ketiga juta ton pada 12 Desember 1997, ke
empat juta ton pada 16 Desember 2003 dan ke lima juta ton pada 11 Januari 2008. Produk
Inalum diserap industri menjadi komoditi bahan baku industri hilir seperti ekstrusi, kabel dan
lembaran aluminium. Kualitas produk Inalum adalah 99.70% dan 99.90%. Pabrik peleburan
aluminium di Kuala Tanjung bergerak dalam bidang mereduksi alumina menjadi aluminium
dengan menggunakan alumina, karbon, dan listrik sebagai material utama. Pabrik ini
memiliki 3 pabrik utama, pabrik Karbon, pabrik Reduksi, dan pabrik Penuangan serta fasilitas
pendukung lainnya.[8]

Perkembangan Usaha[sunting | sunting sumber]


Sejak diambil alih kepemilikannya dari konsorsium investor Jepang pada tanggal 9 Desember
2013, Indonesia Asahan Aluminium terus mengembangkan usahanya dibidang peleburan
aluminium dengan mewujudkan beberapa rencana strategis baru seperti:
Pembangunan Indonesia Kayan Aluminium[sunting | sunting sumber]
Padatnya aktivitas peleburan dan produksi aluminium di Sumatera Utara, mendorong Inalum
untuk berekspansi dengan mengisi Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Tanah
Kuning, Kabupaten Bulungan di Kalimantan Utara dengan membangun kawasan pabrik
pemurnian, peleburan dan produksi berbahan baku alumina di dengan didirikannya pabrik
Aluminium Alloy berkapasitas 300.000 Ton pertahun, Billet berkapasitas 100.000 Ton, Wire
Rod berkapasitas 100.000 Ton dan Smelter Grade Alumina berkapasitas 1.000.000 Ton yang
didukung dengan adanya PLTA Sungai Kayan yang berkapasitas 500 MW. Pembangunan
akan mengintegrasikan pengembangan dan pengelolaan infrastruktur utama dan penunjang
dari instalasi pembangkit, transmisi kelistrikan hingga pabrik pemurnian, peleburan dan
produksi aluminium. Ekspansi diambil setelah perusahaan menemukan potensi besar terkait
hasil penambangan bauksit yang signifikan untuk diolah oleh Inalum, sebagai langkah
perusahaan peleburan aluminium terbesar di Indonesia tersebut untuk menjadi perusahaan
yang bertaraf global dan kompetitif di pasar Internasional, sekaligus sebagai langkah menuju
target produksi 1.000.000 Ton Aluminium pada tahun 2025.[9]
Pembangunan PLTU Kuala Tanjung[sunting | sunting sumber]
Rampungnya studi kelayakan pembangunan PLTU Kuala Tanjung 2x350 MW di Kuala
Tanjung menjadi kesempatan besar bagi Inalum untuk menunjang kegiatan produksi yang
terus ditingkatkan dari 250.000 Ton Aluminium hingga 500.000 Ton pada tahun 2021. Inalum
juga menyampaikan bahwa Inalum akan membuka tender bagi pihak-pihak yang tertarik
untuk mengadakan kerjasama dalam pembangunan PLTU tersebut dengan menggunaka
skema Built-Own-Operate-Transfer atau dengan skema terdekat lainnya. Secara teknis,
Inalum menyampaikan bahwa harga kesesuaian yang diinginkan berada disekitar 4 sen Dolar
AS/KWH sesuai kalkulasi produksi listrik PLTA.[10]
Induk Holding BUMN Bidang Pertambangan[sunting | sunting sumber]
Inalum sebagai BUMN yang bergerak yang dibidang pertambangan diperkirakan akan
menjadi induk holding BUMN pertambangan. Hal ini dilakukan agar BUMN pertambangan
memiliki integrasi operasi yang lebih besar dengan produksi tambang yang beragam sekaligus
mendukung industrialisasi hilir tambang.[11] Selain itu, Holding yang beranggotakan BUMN
pertambang seperti Aneka Tambang, Bukit Asam dan Timah akan memulai rencana strategis
untuk mengintegrasikan kegiatan produksi tambang dan peleburan hasil tambang, termasuk
merencanakan akusisisi Tambang Grasberg milik Freeport-McMorran Indonesia.[12]
https://id.wikipedia.org/wiki/Inalum

Jakarta – (2/7)– Holding Industri Pertambangan INALUM, Freeport McMoRan Inc. (FCX)
dan Rio Tinto, melakukan penandatangan Pokok-Pokok Perjanjian (Head of Agreement)
terkait penjualan saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PT Freeport Indonesia (PTFI)
ke INALUM. Kepemilikan INALUM di PTFI setelah penjualan saham dan hak tersebut
nantinya menjadi sebesar 51,23% dari 9,36%.
Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Utama INALUM Budi G. Sadikin dan CEO FCX
Richard Adkerson, disaksikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Rini
Sumarno, Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti
Nurbaya, di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat.
Dalam perjanjian tersebut, Inalum mengeluarkan dana sebesar US$3.85 miliar untuk membeli
saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PTFI. Para pihak akan menyelesaikan perjanjian
jual beli ini sebelum akhir tahun 2018.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan “Pemerintah berkomitmen untuk menjaga iklim
investasi yang memberikan kepastian kepada investor yang berinvestasi di Indonesia sesuai
dengan izin yang diberikan oleh Pemerintah dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus
(IUPK).”
“Dengan ditandatanganinya Pokok-Pokok Perjanjian ini, kerjasama FCX dan INALUM
diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan nilai tambah industri ekstraktif ke depan serta
memberi nilai kemakmuran bagi masyarakat Indonesia.”
Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan “BUMN memiliki kepedulian, komitmen dan
dedikasi yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Sejalan dengan
fungsi BUMN sebagai agen pembangunan. BUMN akan menjadi ujung tombak untuk
mendorong proses hilirisasi industri pertambangan Indonesia.”
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan “Dengan
ditandatanganinya perjanjian ini, kami akan memberikan kesempatan kepada PTFI untuk
perpanjangan operasi melalui pemberian izin IUPK PTFI maksimal 2 x 10 tahun sampai
dengan tahun 2041.”
“Kami harapkan nilai tambah komoditi tembaga dapat terus ditingkatkan melalui
pembangunan pabrik peleburan tembagaberkapasitas 2-2.6 juta ton per tahun dalam waktu
kurang dari 5 tahun.”
Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menambahkan
“Melalui penguasaan saham mayoritas PTFI oleh INALUM, Pemerintah mengharapkan
kualitas terhadap pengelolaan lingkungan di area tambang PTFI terus ditingkatkan. Kami
meyakini bahwa PTFI sebagai salah satu pengelola tambang terbesar didunia, akan mampu
menjaga aspek keberlanjutan dari lingkungan terdampak area tambang.”
http://www.inalum.id/article/kesepakatan-pokok-divestasi-freeport-51-ditandatangani.html

Ini Tahapan Pemerintah Rebut 51% Saham Freeport Indonesia


Hendra Kusuma - detikFinance

Jakarta - Pemerintah telah menyelesaikan tahap demi tahap proses negosiasi


pengambilalihan 51% saham PT Freeport Indonesia, setelah sepakat memberikan 10%
saham untuk Pemerintah Daerah Papua.

Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, porsi 10% saham
untuk pemerintah daerah Papua juga menjadi tahapan penting untuk lanjut ke tahap
selanjutnya.

Terlaksananya pemberian 10% saham kepada Papua menjadi tanda bahwa Inalum segera
membentuk perusahaan konsorsium bersama BUMD yang dibentuk oleh Pemrov Papua
dan Pemkab Mimika.

Baca juga: Divestasi 51% Saham Freeport Rampung Juni 2018

"Ini salah satu tahapan penting, di mana isu mengenai kepemilikan daerah dan nasional
bisa di-solved," kata Budi di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (12/1/2018).

Tahapan selanjutnya, kata Budi yaitu mengenai struktur transaksi, juga sudah diselesaikan
negosiasinya oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Kementerian
ESDM.

"Tahapan struktur transaksi yang alhamdulillah juga sudah bisa diselesaikan oleh bapak
dan ibu menteri," ungkapnya.

Dengan segenap tahapan yang sudah diselesaikan, maka babak baru yang diperjuangkan
mengenai hak dan tanggung jawab (right and responsibility). Di mana pada tahap ini
biasanya menentukan siapa yang bakal menjabat sebagai apa.

Setelah itu, baru masuk pada tahapan perhitungan valuasi divestasi saham Freeport
Indonesia.

Baca juga: Sah! Pemerintah Beri 10% Saham Freeport ke Pemda Papua

"Jadi, tahapan pertama ini major milestone, sudah berhasil, mohon doa teman-teman agar
bisa masuk ke tahapan berikutnya," papar dia.

Diketahui, pemerintah menargetkan pengambilalihan saham PT Freeport Indonesia (PTFI)


sebesar 51% rampung pada Juni 2018. Saat ini, kepemilikan saham Indonesia di
perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) baru sebesar 9,36%.

Proses pengambilalihan 51% saham Freeport Indonesia dilakukan pemerintah dengan


mengakuisisi hak participating interest (PI) Rio Tinto yang sebesar 40% dalam pengolahan
tambang Grasberg. Proses negosiasi dilakukan pemerintah dengan perusahaan tambang
multinasional asal Asutralia.

Pengambilalihan 51% saham Freeport ini juga dilakukan dengan mekanisme korporasi
tanpa secuil pun membebani APBN dan APBD. Koprorasi yang dimaksud adalah Holding
BUMN Pertambangan yang dipimpin Inalum dan bekerjasama dengan BUMD bentukan
Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika yakni PT Papua Divestasi
Mandiri.

Baca juga: Pemda Papua Dapat 10% Saham Freeport Gratis

(eds/eds)
https://finance.detik.com/energi/d-3812540/ini-tahapan-pemerintah-rebut-51-saham-freeport-i
ndonesia

Catatan' untuk pembelian saham Freeport oleh pemerintah Indonesia



13 Juli 2018

Dengan pembelian saham PT Freeport Indonesia lewat PT Inalum -sebuah


perusahaan di bawah Kementerian BUMN- senilai US$3,85 miliar atau sekitar
Rp55,3 triliun, maka pemerintah Indonesia merupakan pemegang saham
mayoritas perusahaan tambang emas dan tembaga yang beroperasi di Papua
itu.

Penandatanganan nota pendahuluan antara Inalum dan Freeport McMoran


berlangsung di Jakarta pada Kamis (12/07).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kepemilikan saham didapat
dari pembelian 'konversi Rio Tinto participating interest menjadi saham' serta
pembelian 100% saham Indocopper Investama, anak usaha Freeport-McMoRan.

Raksasa pertambangan Rio Tinto memiliki perjanjian dengan Freeport untuk ikut
berinvestasi dalam pengelolaan Tambang Grasberg di Papua dengan hak partisipasi
sebesar 40%.

Di luar divestasi saham 51%, disetujui juga perpanjangan operasi dua kali sepuluh
tahun hingga 2041, pembangunan smelter, dan apa yang disebut sebagai stabilitas
finansial.

Sebelumnya, kepemilikan saham Indonesia di Freeport sekitar 9,36%, namun


dengan kesepakatan ini pemerintah Indonesia melalui Inalum akan menguasai 51%
saham tambang Grasberg, Papua, tambang tembaga terbesar kedua di dunia.

Freeport diperkirakan akan tetap beroperasi di Grasberg dan menjadi pemilik saham
yang tersisa.

Penandatanganan nota pendahuluan ini menurut ekonom energi Universitas Gadjah


Mada Yogyakarta, Fahmi Radhi, adalah 'kesepekatan bersejarah' dan menunjukkan,
apa yang menurutnya sebagai kedaulatan Indonesia.

"Setelah 50 tahun lebih Freeport dikuasai oleh Freeport McMoran, baru kali ini
dapat memperoleh 51% setelah perjalanan panjang, saya kira ini good deal," kata
Fahmi.

Selain itu, angka yang ditetapkan di US$3,85 miliar menurut Fahmi juga masih
masuk dalam appraisal (penilaian) pihak ketiga, yaitu antara US$3 miliar hingga
US$5 miliar.

Penandatanganan kesepakatan dilakukan setelah dilakukan perundingan selama lebih


dari satu tahun.

Presiden Joko Widodo menyambut baik kesepakatan ini, yang ia katakan antara lain
akan menambah penerimaan pajak dan royalti bagi pemerintah.

Perhitungan yang juga ditegaskan oleh CEO Freeport-McMoran Richard Adkerson,


"Bahwa dengan menyediakan kepastian investasi, kami mengestimasi bahwa
manfaat langsung kepada pemerintah pusat dan daerah dan dividen ke Inalum akan
berkisar berdasarkan harga tembaga ke depan, antara US$60-90 miliar dollar."

Meski begitu, ada satu catatan penting yang tidak bisa dihiraukan oleh pemerintah
ketika memfinalkan kesepakatan ini, seperti diutarakan peneliti INDEF (Institute for
Development of Economics and Finance) Abra Talattov.

"Jadi Freeport ini pernah diaudit oleh BPK, ada persoalan isu lingkungan pada 2003
bahkan sudah disampaikan oleh Menko Ekonomi ketika itu Rizal Ramli bahwa
Freeport berkewajiban membayar kerugian lingkungan sebesar US$5 miliar. Dan ini
belum dilakukan sampai sekarang," papar Abra.

"Sebenarnya dengan adanya divestasi yang akan dibayar pemerintah sebelum


Freeport membayar denda lingkungan ini, itu negara akan dirugikan. Dan jangan
sampai ketika nanti divestasi terjadi, mayoritas saham di pemerintah, pemerintah
yang harus membayar denda lingkungan itu," katanya.

Tambang di Papua menjadi salah satu pemicu gerakan separatisme, selain sejak lama
menjadi sumber perdebatan secara nasional tentang manfaat yang diperoleh rakyat
dari usaha tambang ini.

Perusahaan asing diminta untuk memenuhi sejumlah peraturan baru yang


dikeluarkan pemerintah Presiden Joko Widodo.

Jokowi yang sudah berniat untuk mencalonkan kembali sebagai presiden dalam
pilpres tahun depan ingin meningkatkan kontrol atas sumber daya alam Indonesia.

Dalam pembelian saham PT Freeport Indonesia ini sebesar US$3,85 miliar itu
-US$3,5 miliar untuk Rio Tinto dan sisanya US$350 juta untuk Freeport McMoran-
PT Inalum akan melakukan pinjaman bank.

"Masih kita diskusikan dengan bank, tapi Inalum sendiri kan punya posisi cash-nya
mendekati US$1,5 miliar," ungkap Dirut Inalum Budi Gunadi Sadikin.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44806612
Ini penjelasan kenapa RI harus bayar Rp 55,37 T beli saham Freeport

Minggu, 15 Juli 2018 13:33Reporter : Merdeka

Merdeka.com - PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) dan McMoran Inc telah


meneken pokok-pokok kesepakatan divestasi atau Head of Agreement (HoA) saham PT
Freeport Indonesia (PTFI). Dalam kesepakatan ini Inalum akan menguasai 41,64 persen PT
Freeport Indonesia.

Nantinya, Inalum akan mengeluarkan dana sebesar USD 3,85 miliar atau Rp 55,37 triliun
untuk membeli hak partisipasi Rio Tinto di PTFI dan 100 persen saham FCX di PT
Indocopper Investama, yang memiliki 9,36 persen saham di PTF. Para pihak akan
menyelesaikan perjanjian jual beli ini sebelum akhir tahun 2018.

Ada banyak isu dan komentar menyusul penandatanganan HoA tersebut. Salah satu isu yang
paling banyak dipertanyakan publik yaitu mengenai pertanyaan mengapa pemerintah tidak
menunggu kontrak Freeport habis 2021 sehingga untuk menguasai tambang Grasberg di
Mimika, Papua, Inalum tidak perlu merogoh kocek atau gratis.

Head of Corporate Communication and Goverment Relation Inalum Rendy Witoelar angkat
bicara untuk menjawab pertanyaan publik tersebut. Menurut dia, Freeport Indonesia
mempunyai interpretasi KK yang berbeda dengan pemerintah. PTFI mengakui kalau KK akan
berakhir pada 2021, namun mereka beranggapan berhak mengajukan perpanjangan dua kali
10 tahun dan pemerintah tidak akan menahan atau menunda persetujuan tersebut secara tidak
wajar.

Pasal 31 ayat 2 KK: Sesuai dengan ketentuan-ketentuan yg tercantum, persetujuan ini akan
mempunyai jangka waktu 30 tahun sejak tanggal penandatanganan persetujuan ini dengan
ketentuan bahwa perusahaan akan diberi hak untuk memohon dua kali perpanjangan
masing-masing 10 tahun atas jangka waktu tersebut secara berturut- turut, dengan syarat
disetujui pemerintah. Pemerintan tidak akan menahan atau menunda persetujuan tersebut
secara tidak wajar.

Permohonan tersebut dari perusahaan dapat diajukan setiap saat selama jangka waktu
persetujuan ini, termasuk setiap perpanjangan sebelumnya.

Rendy menjelaskan, berakhir atau tidaknya pada 2011 akan tetap menjadi perdebatan karena
FCX menafsirkan harus adanya perpanjangan KK hingga 2041. Perdebatan ini akan
berpotensi berakhir di arbitrase dan tidak ada jaminan 100 persen Indonesia akan menang.

"Jika pun FCX legowo hengkang setelah 2021, kita tidak akan mendapatkan Grasberg secara
gratis," tegas dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Minggu (15/7).

Jadi mau diambilalih sekarang atau menunggu kontrak habis, pemerintah tetap harus
membayar ke Freeport jika ingin menguasai tambang emas terbesar di dunia tersebut.

Hal ini berdasarkan KK Pasal 22 ayat 1: Sesudah pengakhiran persetujuan berdasarkan pasal
22 ini atau pengakhiran persetujuan ini karena alasan berakhirnya jangka waktu persetujuan
ini, semua kekayaan kontrak karya milik perusahaan yang bergerak atau tidak bergerak, yang
terdapat di wilayah-wilayah proyek dan pertambangan harus ditawarkan untuk dijual kepada
pemerintah dengan harga atau nilai pasar, yang mana yang lebih rendah, tetapi tidak lebih
rendah dari nilai buku.

"Jadi pemerintah harus membeli seluruh kekayaan Freeport Indonesia yang bergerak maupun
dengan nilai tidak lebih rendah dari book value. Nilai buku PTFI berdasarkan laporan
keuangan audited mereka ada di sekitar USD 6 miliar. Pemerintah pun wajib membeli
pembangkit listrik yang di area tersebut senilai lebih dari Rp 2 triliun," jelasnya.
Rendy menuturkan langkah itu tidak diambil karena tidak ada jaminan 100 persen bahwa kita
akan menang karena nuansa kalimat "menahan atau menunda persetujuan tersebut secara
tidak wajar" dalam bahasa Inggris "unreasonably withheld" mempunyai penegasan tidak
boleh menahan untuk tidak memperpanjang KK.

Tak hanya itu, jika Indonesia tidak memperpanjang operasi PTFI, dikhawatirkan PTFI akan
berhenti melakukan penambangan block caving yang dapat mengakibatkan longsor atau
penutupan lorong-lorong tambang secara permanen.

Jika ini terjadi pemerintah harus mengeluarkan biaya mahal untuk pemulihan operasional
tambang. Metode block caving yang sedang dioperasikan saat ini di Grasberg adalah yang
terumit dan tersulit di dunia.

"Dampak sosio-ekonomi akibat dari berhentinya operasi PTFI akan sangat besar terhadap
Papua di mana 45 persen GDP provinsi dan 90 persen GDP Kabupaten Mimika bersumber
dari operasional PTFI," terang dia.

Reporter: Nurseffi Dwi Wahyuni

Sumber: Liputan6.com [azz]

https://www.merdeka.com/uang/ini-penjelasan-kenapa-ri-harus-bayar-rp-5537-t-beli-saham-fr
eeport.html
Setelah upaya memanfaatkan potensi sungai Asahan yang mengalir dari Danau Toba di
Provinsi Sumatera Utara untuk menghasilkan tenaga listrik mengalami kegagalan pada masa
pemerintahan Hindia Belanda, pemerintah Republik Indonesia bertekad mewujudkan
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di sungai tersebut.
Tekad ini semakin kuat ketika tahun 1972 pemerintah menerima laporan dari Nippon Koei,
sebuah perusahaan konsultan Jepang tentang studi kelaikan Proyek PLTA dan Aluminium
Asahan. Laporan tersebut menyatakan bahwa PLTA layak untuk dibangun dengan sebuah
peleburan aluminium sebagai pemakai utama dari listrik yang dihasilkannya.
Pada tanggal 7 Juli 1975 di Tokyo, setelah melalui perundingan-perundingan yang panjang
dan dengan bantuan ekonomi dari pemerintah jepang untuk proyek ini, pemerintah Republik
Indonesia dan 12 Perusahaan Penanam Modal Jepang menandatangani Perjanjian Induk untuk
PLTA dan Pabrik Peleburan Aluminium Asahan yang kemudian dikenal dengan sebutan
Proyek Asahan. Kedua belas Perusahaan Penanam Modal Jepang tersebut adalah Sumitomo
Chemical Company Ltd., Sumitomo Shoji Kaisha Ltd., Nippon Light Metal Company Ltd., C
Itoh & Co., Ltd., Nissho Iwai Co., Ltd., Nichimen Co., Ltd., Showa Denko K.K., Marubeni
Corporation, Mitsubishi Chemical Industries Ltd., Mitsubishi Corporation, Mitsui Aluminium
Co., Ltd., Mitsui & Co., Ltd.
Selanjutnya, untuk penyertaan modal pada perusahaan yang akan didirikan di Jakarta kedua
belas Perusahaan Penanam Modal Tersebut bersama Pemerintah Jepang membentuk sebuah
nama Nippon Asahan aluminium Co, Ltd (NAA) yang berkedudukan di Tokyo pada tanggal
25 Nopember 1975.
Pada tanggal 6 Januari 1976, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), sebuah perusahaan
patungan antara pemerintah Indonesia dan didirikan di Jakarta. Inalum adalah perusahaan
yang membangun dan mengoperasikan Proyek Asahan, sesuai dengan perjanjian induk.
Perbandingan saham antara pemerintah Indonesia dengan Nippon Asahan Aluminium Co.,
Ltd, pada saat perusahaan didirikan adalah 10% dengan 90%. Pada bulan Oktober 1978
perbandingan tersebut menjadi 25% dengan 75% dan sejak Juni 1987 menjadi 41,13% dengan
58,87%. Dan sejak 10 Februari 1998 menjadi 41,12% dengan 58,88%.
Untuk melaksanakan ketentuan dalam perjanjian induk, Pemerintah Indonesia kemudian
mengeluarkan SK Presiden No.5/1976 yang melandasi terbentuknya Otorita Pengembangan
Proyek Asahan sebagai wakil Pemerintahan yang bertanggung jawab atas lancarnya
pembangunan dan pengembangan Proyek Asahan. Inalum dapat dicatat sebagai pelopor dan
perusahaan pertama di Indonesia yang bergerak dalam bidang Industri peleburan aluminium
dengan investasi sebesar 411 milyar Yen.
Secara de facto, perubahan status Inalum dari PMA menjadi BUMN terjadi pada 1 November
2013 sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Induk. Pemutusan kontrak
antara Pemerintah Indonesia dengan Konsorsium Perusahaan asal Jepang berlangsung pada 9
Desember 2013, dan secara de jure Inalum resmi menjadi BUMN pada 19 Desember 2013
setelah Pemerintah Indonesia mengambil alih saham yang dimiliki pihak konsorsium. PT
INALUM (Persero) resmi menjadi BUMN ke-141 pada tanggal 21 April 2014 sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2014.
VISI INALUM-2025
聽 Menjadi Perusahaan Global Terkemuka Berbasis Aluminium Terpadu Ramah Lingkungan

MISI
1. Menjalankan Operasi Peleburan Aluminium terpadu yang menguntungkan, aman dan
ramah lingkungan untuk meningkatkan nilai bagi pemangku kepentingan.
2. Memberikan sumbangsih kepada pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional melalui
kegiatan operasional dan pengembangan usaha berkesinambungan.
3. Berpartisipasi dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar melalui program
CSR dan PKBL yang tepat sasaran.
4. Meningkatkan kompetensi SDM secara terencana dan berkesinambungan untuk kelancaran
operasional dan pengembangan industri aluminium.

NILAI "PROSPEKTIF"
1. Profesional : Kami bekerja secara professional dengan menerapkan praktek bisnis terbaik.
2. Pengembangan : Kami tumbuh menjadi besar melalui pengembangan berkesinambungan.
3. Kerjasama : Kami tangguh melampaui harapan melalui kerjasama yang sinergi
4. Tanggungjawab : Kami bertanggungjawab untuk memberikan kontribusi terbaik
5. Integritas : Kami menjalankan bisnis dengan integritas
6. Faedah : Kami berusaha menjalankan bisnis yang menguntungkan untuk kesejahteraan
Sekilas Tentang Kami

PT Freeport Indonesia

Merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan. PTFI menambang, memproses dan


melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi
di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Kami memasarkan
konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.

Kompleks tambang milik kami di Grasberg merupakan salah satu penghasil tunggal tembaga
dan emas terbesar di dunia, dan mengandung cadangan tembaga yang dapat diambil yang
terbesar di dunia, selain cadangan tunggal emas terbesar di dunia. Grasberg berada di jantung
suatu wilayah mineral yang sangat melimpah, di mana kegiatan eksplorasi yang berlanjut
membuka peluang untuk terus menambah cadangan kami yang berusia panjang.

Tentang Freeport-McMoRan
Freeport-McMoRan (FCX) merupakan perusahaan tambang internasional utama dengan
kantor pusat di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat. FCX mengelola beragam aset besar
berusia panjang yang tersebar secara geografis di atas empat benua, dengan cadangan
signifikan terbukti dan terkira dari tembaga, emas dan molybdenum. Mulai dari pegunungan
khatulistiwa di Papua, Indonesia, hingga gurun-gurun di Barat Daya Amerika Serikat, gunung
api megah di Peru, daerah tradisional penghasil tembaga di Chile dan peluang baru
menggairahkan di Republik Demokrasi Kongo, kami berada di garis depan pemasokan logam
yang sangat dibutuhkan di dunia.

Freeport-McMoRan merupakan perusahaan publik di bidang tembaga yang terbesar di dunia,


penghasil utama di dunia dari molybdenum – logam yang digunakan pada campuran logam
baja berkekuatan tinggi, produk kimia, dan produksi pelumas – serta produsen besar emas.
Selaku pemimpin industri, FCX telah menunjukkan keahlian terbukti untuk teknologi maupun
metode produksi menghasilkan tembaga, emas dan molybdenum. FCX menyelenggarakan
kegiatan melalui beberapa anak perusahaan utama; PTFI, Freeport-McMoRan Corporation
dan Atlantic Copper.

Visi Dan Misi

Visi
Menjadi perusahaan tambang kelas dunia yang menciptakan nilai-nilai unggul dan menjadi
kebanggaan bagi seluruh pemangku kepentingan termasuk karyawan, masyarakat, dan
bangsa.

Misi
Berkomitmen untuk secara kreatif mentransformasikan sumber daya alam menjadi
kesejahteraan dan pembangunan yang berkelanjutan melalui praktek-praktek pertambangan
terbaik dengan memprioritaskan kesejahteraan dan ketentraman karyawan dan masyarakat,
pengembangan SDM, tanggung jawab sosial dan lingkungan hidup, serta keselamatan dan
kesehatan kerja.

reeport berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 miliar dolar AS.
Menurut Freeport, keberadaannya memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada
Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun 1992–2004. Angka ini hampir sama dengan 2
persen PDB Indonesia. Dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir,
yaitu 540 dolar per ons, Freeport diperkirakan akan mengisi kas pemerintah sebesar 1 miliar
dolar.
Mining International, sebuah majalah perdagangan, menyebut tambang emas Freeport
sebagai yang terbesar di dunia.
Freeport Indonesia sering dikabarkan telah melakukan penganiayaan terhadap para penduduk
setempat. Selain itu, pada tahun 2003 Freeport Indonesia mengaku bahwa mereka telah
membayar TNI untuk mengusir para penduduk setempat dari wilayah mereka. Menurut
laporan New York Times pada Desember 2005, jumlah yang telah dibayarkan antara tahun
1998 dan 2004 mencapai hampir 20 juta dolar AS.
I. Pemegang saham
* Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (AS) – 81,28%
* Pemerintah Indonesia – 9,36%
* PT. Indocopper Investama – 9,36%

You might also like