You are on page 1of 14

A.

PENGERTIAN KORUPSI

Definisi korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency
International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai
negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya
mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang
dipercayakan kepada mereka.

UU NO.31/1999 jo UU No.20/2001 menyebutkan bahwa pengertian korupsi


mencakup perbuatan:

 Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan


keuangan /perekonomian negara (pasal 2).
 Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan dan kedudukan yang dapat
merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 3)
 Kelompok delik penyuapan (pasal 5,6, dan 11)
 Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (pasal 8, 9, dan 10)
 Delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12)
 Delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal 7)
 Delik gratifikasi (pasal 12B dan 12C)

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.Semua bentuk pemerintah|pemerintahan
rentan korupsi dalam prakteknya.Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling
ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan
menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan
sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada
sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau
berat, terorganisasi atau tidak.Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal
seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak
terbatas dalam hal-hal ini saja.Untuk mempelajari masalah ini dan membuat
solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan
kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang
dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang
legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

B. PENYEBAB TERJADINYA KORUPSI

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi yang saat ini sering
terjadi, yaitu:
Faktor penyebab korupsi yang paling signifikan di daerah adalah faktor politik
dan kekuasaan, dalam arti bahwa korupsi di daerah paling banyak dilakukan oleh
para pemegang kekuasaan (eksekutif maupun legislatif) yang menyalahgunakan
kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya untuk mendapatkan keuntungan
pribadi maupun untuk kepentingan kelompok dan golongannya.
Faktor yang kedua adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi ini tidak terlalu
signifikan jika dibandingkan dengan faktor politik dan kekuasaan. Alasannya pun
cenderung masih konvensional, yaitu tidak seimbangnya penghasilan dengan
kebutuhan hidup yang harus dipenuhi.
Faktor yang ketiga adalah nepotisme. Masih kentalnya semangat nepotisme,
baik di sektor publik maupun swasta, di daerah-daerah terutama dalam penempatan
posisi yang strategis tidak jarang kemudian menimbulkan penyalahgunaan
kewenangan, terutama yang bersangkut paut dengan keuangan
negara.
Faktor yang terakhir adalah faktor pengawasan. Lemahnya fungsi pengawasan
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga, seperti BPKP maupun Bawasda terhadap
penggunaan keuangan negara oleh pejabat-pejabat publik (eksekutif maupun
legislatif) merupakan salah satu faktor penting yang turut menumbuh-suburkan
budaya korupsi di daerah-daereah. Fungsi kontrol yang semestinya dijalankan oleh
lembaga legislatif pun pada kenyataannya seringkali tidak efektif, yang disebabkan
karena lembaga legislatif itu sendiri pun seringkali terlibat dalam penyimpangan
dan penyalahgunaan keuangan negara yang dilakukan oleh eksekutif.
Dan menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga belas indikasi yang menyebabkan
meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu :

1. Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi.


2. Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri.
3. Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.
4. Dalam buku Sosiologi Korupsi oleh Syed Hussein Alatas, disebutkan ciri-
ciri korupsi antara lain sebagai berikut :
5. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
6. Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
7. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungann timbale balik.
8. Berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik
perlindungan hukum.
9. Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-
keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi
keputusan-keputusan itu.
10. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik
atau masyarakat umum.
11. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
12. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif.
13. Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban
dalam masyarakat.

C. BENTUK DAN RUANG KORUPSI

Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 sebagai Pengganti Undang-Undang Nomor 3 tahun 1971, dikatakan
bahwa perbuatan korupsi mengandung lima unsur;

(1) Melawan hukum atau pertentangan dengan hukum


(2) Memperkaya dirisendiri atau orang lain atau korporasi
(3) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
(4) Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi
(5) Menyalahgunakan kewenagan, kesempatan, dan saranayang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan

Berdasarkan pemahaman pengertian korupsi diatas, maka dari kaca mata


akademis, Korupsi dalam kehidupan sehari-hariakan menampilkan tiga bentuk,
yaitu :

(1) korupsi epidemis, ruang lingkupnya berhubungan langsung dengan


berbagai kegiatan pemerintahan yang menyangkut kepentingan masyarakat.
Wujudnya dapat berupa jasa kesejahteraan masyarakat (pendidikan,
perumahan, pertanian, listrik, dan lain sebagainya, perangkat undang-
undang (perpajakan, pengendalian harga dan sebagainya), serta jasa (SIM,
KTP, Sertifikat Tanah,surat perizinan dan lain-lain).
(2) Korupsi terencana,ruanglingkupnya berhubungan dengan tujuan-tujuan
politis, bentuk ini sengaja direncanakan bagi keperluan operasional
pemerintahan yang memang tidak dibiayai oleh anggaran (akan nampak
apabila berhubungan dengan suatu pemilihan, isu money politik paling
utama terjadi.
(3) Korupsi pembangunan, ruang lingkupnya berhubungan dengan fungsi
pemerintah sebagai pengatur perekonomian yang memiliki peran penting
dalam pemerintah sebagai pengantur perekonomian yang memiliki peran
penting dalam berhubungan dengan para pengusaha, usahawan, importir-
eksportir, produsen, penyalur dan sebagainya.

Korupsi tidak saja melingkupi pejabat publik yang menyalahgunakan


kekuasaan, namun setiap orang yangmenyalahgunakan kedudukan atau
kemampuannya untuk memperoleh uang dengan cara haram. Jika semua
orangbertindak untuk bisa mempercepat proses dalam jalur administrasi dibirokrasi
dengan berbagai cara, tentu praktek suapmenyuap merupakan perbuatan yang
umum dilakukan. Nampaknya kita sudah akrab dengan komisi terutama para
petugaspenyelenggara pelayan publik atas jasa perepatan birokrasi yang telah
diberikan.

Indonesia telah memiliki perlengkapan dan strategi untuk memberantas


korupsi, yaitu berbagai undang-undang dan sebuah lembaga yang memiliki
kewenangan yang besar (seperti Komisi Pemberantas Korupsi), namun sepanjang
turut campurnya penyelenggara negara dalam mempengaruhi dan mengatur proses
jalannya peradilan ditambah lagi kekuatan politik yang ada di partai politik atau
kalangan politikus yang ada di DPR termasuk di DPRD dan lebih parah lagi kalau
pengaruh itu menggunakan uang dan datangnya dari lembaga tempat mencari
keadilan, maka yang timbul adalah budaya suap (termasuk kategori korupsi).

Dari pandangan di atas, mungkin tidak berlebihan kalau kita tidak semata-mata
menyalahkan perangkat hukum, danmencari penyebab lain yang paling dominan
mengapa korupsi sulit diberantas dengan melihat kepada penegak hukumnya
sendiri, dengan demikian usaha pemerintah dan masyarakat beralih pada fokus
untuk memperbaiki para penegak hukum.

D. AKIBAT TERJADINYA KORUPSI


Korupsi berakibat sangat berbahaya begi kehidupan manusia, baik aspek
kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi,dan individu. Bahaya korupsi bagi
kehidupan diibaratkan bahwa korupsi adalah seperti kanker dalam darah, sehingga
si empunya badan harus selalu melakukan “cuci darah” terus menerus jika ia
menginginkan dapat hidup terus.Secara aksiomatik, akibat korupsi dapat dijelaskan
seperti berikut:
a. Bahaya korupsi terhadap masyarakat dan individu.
Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi
makanan masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan
masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial
yang dapat berlaku dengan baik. Setiap individu dalam masyarakat hanya
akanmementingkan diri sendiri (self interest), bahkan selfishness.Tidak akan
ada kerjasama dan persaudaraan yang tulus.
Fakta empirik dari hasil penelitian di banyak Negaradan dukungan teoritik
oleh para saintis sosial menunjukkan bahwa korupsi berpengaruh negatif
terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial.Korupsi menyebabkan
perbedaan yang tajam di antara kelompok sosial dan individu baik dalam hal
pendapatan, prestis, kekuasaan dan lain-lain.
Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual
masyarakat.Ketika korupsi merajalela, maka tidak ada nilai utama atau
kemulyaan dalam masyarakat.Theobald menyatakan bahwa korupsi
menimbulkan iklim ketamakan, selfishness, dan sinisism.Chandra Muzaffar
menyatakan bahwa korupsi menyebabkan sikap individu menempatkan
kepentingan diri sendiri di atas segala sesuatu yang lain dan hanya akan
berfikir tentang dirinya sendiri semata-mata.Jika suasana iklim masyarakat
telah tercipta demikian itu, maka keinginan publik untuk berkorban demi
kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin
akan hilang.

b. Bahaya korupsi terhadap generasi muda.


Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka
panjang adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi
telah menjadi makanan sehari-harinya, anak tumbuh dengan pribadi
antisosial, selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi
sebagai hal biasa (atau bahkan budayanya), sehingga perkembangan
pribadinya menjadi terbiasa dengan sifat tidak jujur dan tidak
bertanggungjawab.Jika generasi muda suatu bangsa keadaannya seperti itu,
bisa dibayangkan betapa suramnya masa depan bangsa tersebut.
c. Bahaya korupsi terhadap politik.
Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan
pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik.
Jika demikian keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap
pemerintah dan pemimipin tersebut, akibatnya mereka tidak akan akan patuh
dan tunduk pada otoritas mereka.Praktik korupsi yang meluas dalam politik
seperti pemilu yang curang, kekerasan dalam pemilu, money politics dan
lain-lain juga dapat menyebabkan rusaknya demokrasi, karena untuk
mempertahankan kekuasaan, penguasa korup itu akan menggunakan
kekerasan (otoriter) atau menyebarkan korupsi lebih luas lagi di masyarakat.
Di samping itu, keadaan yang demikian itu akan memicu terjadinya
instabilitas sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadi pertentangan
antara penguasa dan rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini
menyebabkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat,
seperti yang terjadi di Indonesia.

d. Ekonomi
Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa.Jika suatu projek
ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi (penyuapan untuk
kelulusan projek, nepotisme dalam penunjukan pelaksana projek, penggelepan
dalam pelaksanaannya dan lain-lain bentuk korupsi dalam projek), maka
pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dari projek tersebut tidak akan
tercapai.
Penelitian empirik oleh Transparency International menunjukkan bahwa
korupsi juga mengakibatkan berkurangnya investasi dari modal dalam negeri
maupun luar negeri, karena para investor akan berfikir dua kali ganda untuk
membayar biaya yang lebih tinggi dari semestinya dalam berinvestasi (seperti
untuk penyuapan pejabat agar dapat izin, biaya keamanan kepada pihak
keamaanan agar investasinya aman dan lain-lain biaya yang tidak perlu). Sejak
tahun 1997, investor dari negara-negera maju (Amerika, Inggris dan lain-lain)
cenderung lebih suka menginvestasikan dananya dalam bentuk Foreign Direct
Investment (FDI) kepada negara yang tingkat korupsinya kecil.

e. Birokrasi
Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya
biaya administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dikungkungi oleh
korupsi dengan berbagai bentuknya, maka prinsip dasar birokrasi yang
rasional, efisien, dan kualifikasi akan tidak pernah terlaksana. Kualitas layanan
pasti sangat jelek dan mengecewakan publik. Hanya orang yang berpunya saja
yang akan dapat layanan baik karena mampu menyuap.Keadaan ini dapat
menyebabkan meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan
selanjutnya mungkin kemarahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para
birokrat.
Korupsi selalu membawa konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi
sistemik terhadap proses demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan
adalah:
1. Korupsi mendelegetimasi proses demokrasi dengan mengurangi
kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang.
2. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik,
membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law.
Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaaan dan pemilik
modal.
3. Korupsi meniadakan sistim promosi dan hukuman yang berdasarkan
kinerja karena hubungan patron-client dan nepotisme.
4. Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum
bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga
sangat mengganggu dalam penyelesaian proyek tersebut.
5. Korupsi mengakibatkan kolapsnya sistem ekonomi karena produk yang
tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.

E. MASALAH – MASALAH DALAM MEMBERANTAS KORUPSI

UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime—Kantor PBB Untuk


Masalah Obat-Obatan Terlarang dan Tindak Kejahatan) mengemukakan bahwa
setidak-tidaknya ada empat kendala atau “berita buruk” (bad news) bagi upaya
pemberantasan korupsi di dunia, termasuk di Indonesia dan daerah-daerah.
Berita buruk yang pertama adalah kurangnya dana yang diinvestasikan
pemerintah untuk program pemberantasan korupsi.
Berita buruk yang kedua adalah kurangnya bantuan yang diberikan oleh negara-
negara donor bagi program pemberantasan korupsi.
Berita buruk yang ketiga adalah kurangnya pengetahuan dan pengalaman aparat-
aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi.
Berita buruk yang keempat adalah rendahnya insentif dan gaji para pejabat
publik.Diluar masalah-masalah di atas, ada pula beberapa hal lain yang turut
menghambat upaya pemberantasan korupsi di daerah.

Diantara kelemahan-kelemahan tersebut adalah:

(i) tidak jelasnya pembagian kewenangan antara jaksa, polisi dan KPK
dan tidak adanya prinsip pembuktian terbalik dalam kasus korupsi.
(ii) lemahnya dan tidak jelasnya mekanisme perlindungan saksi,
sehingga seseorang yang dianggap mengetahui bahwa ada
penyelewengan di bidang keuangan tidak bersedia untuk dijadikan
saksi/memberikan kesaksian.Hambatan yang kedua berkaitan dengan
kurangnya transparansi lembaga eksekutif dan legislatif terhadap
berbagai penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara.

(iii) Mekanisme pemeriksaan terhadap pejabat–pejabat eksekutif dan


legislatif juga terkesan sangat birokratis, terutama apabila
menyangkut izin pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat yang
terindikasi korupsi. Hambatan yang ketiga berkaitan dengan integritas
moral aparat penegak hukum serta ketersediaan sarana dan prasarana
penunjang keberhasilan mereka dalam melakukan upaya
pemberantasan korupsi. Hambatan yang keempat berkaitan dengan
masalah kultur/budaya, dimana sebagian masyarakat telah
memandang korupsi sebagai sesuatu yang lazim dilakukan secara
turun-temurun, disamping masih kuatnya budaya enggan untuk
menerapkan budaya malu.

F. SOLUSI MENANGGULANGI KORUPSI

Petter Langseth mengungkapkan bahwa setidak-tidaknya ada empat strategi yang


dapat diterapkan untuk mengurangi intensitas korupsi di daerah, yaitu:

1. Memutus serta merampingkan (streamlining) jaringan proses birokrasi yang


bernuansa primordial di kalangan penentu kebijakan, baik itu yang berada di
lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif, sehingga tata kerja dan
penempatan pejabat pada jabatan atau posisi-posisi tertentu benar-benar dapat
dilaksanakan secara akuntabel dan profesional serta dilaksanakan dengan
pertimbangan profesionalisme dan integritas moral yang tinggi;
2. Menerapkan sanksi pidana yang maksimal secara tegas, adil dan konsekuen
tanpa ada diskriminasi bagi para pelaku korupsi, dalam arti bahwa prinsip-
prinsip negara hukum benar-benar harus diterapkan secara tegas dan
konsekuen, terutama prinsip equality before the law;
3. Para penentu kebijakan, baik di bidang pemerintahan maupun di bidang
penegakan hukum harus memiliki kesamaan visi, profesionalisme, komitmen,
tanggungjawab dan integritas moral yang tinggi dalam menyelesaikan kasus-
kasus korupsi; dan
4. Memperjelas serta memperkuat mekanisme perlindungan saksi.

Di Indonesia sendiri terdapat Badan penanggulangan korupsi yaitu KPK (Komisi


Pemberantasan Korupsi)
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam
melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari
pengaruh kekuasaan manapun. "Kekuasaan manapun" yang dimaksud di sini adalah
kekuatan yang dapat memengaruhi tugas dan wewenang KPK atau anggota Komisi
secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislatif, pihak-pihak lain yang
terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan dan situasi ataupun
dengan alasan apapun.
Tujuan didirikannya KPK adalahKomisi Pemberantasan Korupsi dibentuk
dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi.
KPK mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
Sesuai UU No. 30 Tahun 2002, KPK mempunyai tugas;

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan


tindak pidana korupsi;
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi;
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi;
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang :


1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak
pidana korupsi;
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi;
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
kepada instansi yang terkait;
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; danMeminta
laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Dalam upaya memberantas korupsi mempunyai KPK mempunyai ketua untuk


memimpin dan mengatur strategi memberantas korupsi berikut daftar yang pernah
menjadi ketua KPK. Setelah sempat tertunda-tunda akhirnya Komisi III DPR
berhasil memilih pimpinan baru sebagai pendekar baru yang akan membabad parak
oruptor yang ada di negeriini,sehingga Indonesia kedepan relatif lebihbersihdari
berbagai skanda-skandal yang telah meracuni perkembangan karakteristik bangsa
Indonesia.
Rakyat Indonesia mendambakan semua janji itu dapat direalisasikan dengan
tuntas terutama skandal Bank Century, WismaAtlet, Hambalang, dan skandal
korupsi di Freeport, kasus Lapindo Brantas, mafia hukum, mafiakasus dan mafia
sosial lainnya yang selama ini memang sangat subur hidupnya dijajaran birokrasi
Indonesia.
Oleh karenanya rakyat Indonesia akan selalu memantaunya berbagai kinerja
jajaran KPK yang baru ini, dan akan mendukungnya selama kinerjanya sesuai jalur
supremasi hukum yang sering disebut sebagai “Hukum sebagai panglima”.Bagi
bangsa Indonesia sekarang tidak ada alternatif lain kecuali mendukung KPK yang
merupakan pendekar dalam memberantas korupsi yang masih dipercaya oleh
bangsa Indonesia.

G. CONTOH KASUS

Begitu banyak kasus penyalah gunaan jabatan serta kasus pencucian uang,
yang secara umum disebut dengan korupsi terjadi di Indonesia. Korupsi tidak
mengenal jabatan, baik karyawan biasa hingga pejabat tinggi negara bisa saja
melakukan tindak kejahatan korupsi, korupsi juga tidak mengenal instansi, korupsi
dapat terjadi di instansi manapun baik instansi negeri atau pemerintah maupun
swasta.
Untuk memenuhi tugas Aspek Hukum dalam Ekonomi, saya akan membahas
mengenai pelanggaran hukum dalam bidang ekonomi yaitu kasus korupsi yang
diketahui dilakukan oleh Pegawai Golongan III-A Kementrian Keuangan
Direktorat Jenderal Pajak Gayus Tambunan.
a. Dugaan yang dituduhkan kepada Gayus
1) Mengenai perbuatan mengurangi keberatan pajak PT. Surya Alam
Tunggal dengan total Rp 570.952.000 ,-
2) Gayus terbukti menerima suap sebesar Rp 925.000.000 ,- dari Roberto
Santonius, konsultan pajak terkait dengan kepengurusan gugatan
keberatan pajak PT. Metropolitan Retailmart.
3) Pencucian uang terkait dengan penyimpanan uang yang disimpan di
safe deposit box Bank Mandiri cabang Kelapa Gading serta beberapa
rekening lainnya.
4) Gayus menyuap sejumlah petugas Rumah Tahanan Brimob Kelapa
Dua, Depok, serta kepala Rutan Iwan Susanto yang jumlahnya sebesar
Rp 1.500.000 ,- hingga Rp 4.000.000 ,-.
5) Gayus memberikan keterangan palsu kepada Penyidik perihal uang
sebesar Rp 24.600.000.000 didalam rekening tabungannya.
b. Potensi kerugian yang ditanggung oleh Negara

Korupsi yang dilakukan oleh Gayus Tambunan mengakibatkan negara harus


menanggung kerugian sebesar Rp 645,99 Milyar dan US $ 21,1 juta dan dua
wajib pahak yang terkait dengan sunset policy dengan potensi kerugian sebesar
Rp 339 Milyar.

c. Pasal serta jeratan hukum yang menjerat kasus Gayus Tambunan


1) Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi (TIPIKOR), dimana Gayus Tambunan diduga memperkaya diri
sendiri dan merugikan keuangan negara sebesar RP 570.952.000 ,-,
terkait penanganan keberatan pajak PT. Surya Alam Tunggal Sidoarjo.
2) Pasal 5 ayat 1a No.31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi,
dimana Gayus Tambunan dituding melakukan penyuapan sebesar $
760.000 terhadap penyidik Mabes Polri M Arafat Enanie, Sri Sumartini,
dan Mardiyani.
3) Pasal 6 ayat 1a No.31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi karena
Gayus diketahui memberikan uang sebesar US $ 40.000 kepada Hakim
Muhtadi Asnus, Ketua Majelis Hakim yang menangani perkara Gayus
di Pengadilan Negeri Tangerang.
4) Pasal 22 No.31 Tahun 1999 mengenai Undang – undang tidak pidana
korupsi, dimana gayus didakwa telah dengan sengaja memberi
keterangan yang tidak benar untuk kepentingan penyidikan.
d. Kronologi kasus gayus

Pada tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskim Mabes Polri


menetapkan Gayus sebagai tersangka dengan mengirimkan Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SDPD). Dalam surat tersebut
tersangka Gayus diduga melakukan tindak pidana korupsi, pencucian uang
dan penggelapan dengan diketahuinya rekening sejumlah Rp 25 Milyar pada
Bank Panin cabang Jakarta milik Andi Kosasih pengusaha asal Batam yang
menggunakan jasa pihak kedua untuk melakukan penggandaan tanah, yang
setelah ditelusuri ternyata berkas tersebut belum lengkap.

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tangerang pada tanggal 12 Maret, Gayus


hanya dituntut satu tahun percobaan dan divonis bebas. Pada tanggal 24 Maret
2010, Gayus bersama 10 rekannya meninggalkan Indonesia menuju
Singapura. Tanggal 30 Maret 2010, polisi berhasil mengetahui keberadaan
Gayus di Singapura.

Pada tanggal 31 Maret 2010, tim penyedik memeriksa tiga orang lainnya
selain Gayus Tambunan termasuk Bridgen Edmond Ilyas. Pada tanggal 7
April 2010, anggota III DPR mengetahui keterlibatan seorang Jenderal
Bintang Tiga yang ikut terlibat dalam kasus penggelapan pajak dengan aliran
dana sebesar Rp 24 Milyar.

e. Keputusan sidang akhir kasus Gayus Tambunan


Keputusan sidang akhir terdakwa kasus penggelapan pajak Gayus
Tambunan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta adalah hukuman sebesar 8
tahun penjara dan denda sebesar Rp 300.000.000 ,- dengan ketentuan apabila
denda tidak dapat dibayarkan maka akan ada penggantian berupa pidana
kurungan selama 3 bulan.

You might also like