Professional Documents
Culture Documents
Seorang Anak usia 5 tahun dengan Dengue Hemorrhagic Fever Grade III
Disusun Oleh:
Alnia Rindang Khoirunisya
30101306863
Pembimbing:
dr. Ariawan Setiadi, Sp. A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing,
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. LA
b. Umur : 5 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Demak
e. Tanggal / Jam Masuk : 03 Mei 2018 / 13.12 WIB
f. Ruang : Dahlia
g. No. RM : KLJG012xxxxxxxx
h. No. Reg : RG00xxxxxx
i. Status Pasien : BPJS PBI
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 03 Mei 2018 pukul 13.10 WIB di ruangan
Dahlia No. 24 dengan ibu pasien dan didukung dengan catatan medis.
1. Keluhan Utama : Demam
2
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
- Pasien datang dengan keluhan demam tinggi mendadak ± 2 minggu SMRS.
Demam dirasakan terus menerus, dan tidak menggigil. Pasien sudah
diperiksakan di bidan terdekat dan diberi obat turun panas, setelah minum
obat turun panas, panas bisa turun namun beberapa jam kemudian naik lagi.
Keluhan disertai dengan nyeri pada ulu hati, nyeri kepala, mual tetapi tidak
bisa dimuntahkan.
- 4 hari SMRS panas tetap tinggi. Panas dirasakan terus menerus sepanjang
hari. Anak masih mau minum tetapi nafsu makannya menurun. BAK dan
BAB lancar seperti biasa.
- 1 hari SMRS pasien tampak lemas dan demam tinggi. Karena keluhan
tersebut, ibu pasien akhirnya memutuskan untuk membawa pasien ke IGD
RSUD Sunan Kalijaga Demak.
- Pasien juga mengeluhkan batuk sejak ± 4 hari SMRS, riak tidak bisa keluar.
Batuk disertai dengan keluhan sesak nafas. Sudah diberi obat batuk, tetapi
keluhan tidak membaik.
- Nyeri otot (-), Perdarahan (-), Ruam (-), Kejang (-), Muntah (-), mimisan (-),
BAB darah (-), muntah darah (-), bercak kulit kemerahan (-), mencret (-),
konstipasi (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pernah sakit seperti ini sebelumnya
- Ada Riwayat DBD sebelumnya pada bulan Maret 2016
- Riwayat alergi (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak terdapat riwayat penyakit keluarga yang berhubungan
dengan penyakit sekarang.
- Ayah merupakan seorang perokok.
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah bekerja sebagai pedagang, pendidikan terakhir SMP, merupakan
pasien BPJS. Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga, pendidikan terakhir ibu
rumah tangga, merupakan pasien BPJS PBI. Pasien tinggal bersama dengan kedua
3
orang tuanya. Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien
merupakan pasien BPJS PBI.
Kesan sosial : baik.
Kesan ekonomi : menengah ke bawah.
6. Riwayat Pemeliharaan Prenatal
Saat hamil, ibu pasien memeriksakan kehamilannya ke bidan 4x. Nafsu
makan ibu cukup baik, makan dengan nasi, lauk pauk cukup. Lemes (-) dan pucat
(-). Riwayat anemia saat kehamilan disangkal, riwayat preeklamsia dan eklamsia
disangkal.
Kehamilan ibu pergerakan janin aktif, plasenta, jumlah dan keadaan
ketuban tidak disebutkan. Riwayat perdarahan jalan lahir dan trauma saat hamil
disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep dokter ataupun minum jamu
disangkal.
Kesan: riwayat pemeliharaan prenatal baik.
7. Riwayat Persalinan
Pasien merupakan anak perempuan yang lahir dari ibu G2P1A0, hamil 9
bulan, lahir spontan di bidan, langsung menangis, berat badan lahir 2800 gram,
panjang badan 45 cm, lingkar kepala dan lingkar dada lupa, tidak ada kelainan
bawaan.
Kesan : neonatus aterm, lahir spontan pervaginam
8. Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan postnatal dilakukan di bidan dan anak dalam keadaan sehat.
Kesan : riwayat pemeliharaan postnatal baik
9. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar sulit dinilai berdasarkan informasi dari ibu pasien tanpa disertai
bukti KMS. Ibu pasien mengaku anak diimunisasi sesuai anjuran bidan.
Kesan: Riwayat Imunisasi sulit dinilai.
4
Motorik Halus :
Menggambar, mewarnai
Bahasa :
berbicara lancar dengan orang lain
Motorik Kasar :
Suka bersepeda, berlari, bermain petak umpet
5
- Mulai usia 1 tahun, anak diberi makanan padat seperti makanan
keluarga 3 x sehari. Seperti Sayuran, tempe, tahu, ayam, dll.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan baik
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 03 Mei 2018 pukul 13.20 WIB di ruangan Dahlia.
Status Present
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 5 Tahun
Berat Badan : 13,2 kg
Tinggi Badan : 96 cm
Lingkar Kepala : 49 cm
1. Keadaan Umum : Komposmentis, tampak lemah
2. Tanda vital
Nadi : 122 x/menit, isi dan tegangan cukup.
Suhu : 36,8ºC (aksilla)
Pernapasan : 32 x/menit, napas cepat, regular
3. Status Gizi
6
= 13,2/0,962
= 14,3 kg/m2
7
Lingkar Kepala : 49 cm, usia 5 tahun
Kesan mesocephal
4. Status Internus
- Kesan Umum
Composmentis, lemah
- Kepala
Mesocephale, rambut hitam
- Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), isokor (± 3 mm),
mata cowong (-/-)
- Telinga
Normotia, discharge (-/-)
- Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-)
- Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), pernapasan mulut (-)
- Leher
Pembesaran KGB (-), trakea terdorong (-)
- Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk normal, hemithorax dextra dan sinistra simetris,
retraksi interkosta (-)
Palpasi : Strem fremitus kanan = Strem fremitus kiri
Perkusi : Sonor di lapang paru kiri, dan redup di bagian paru kanan
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+ kanan melemah, ronkhi (-/-),
wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V, tidak kuat angkat
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, suara tambahan (-)
- Abdomen
8
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), supel, Hepar & Lien tidak teraba
- Genital
Tidak dilakukan
- Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin +/+ (minimal) +/+ (minimal)
Akral sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary refill < 3 detik/< 3detik < 3 detik/< 3detik
D. DIAGNOSIS BANDING
Demam, DD:
- DSS
- DHF
- Syok Hipovolemik
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan darah rutin tanggal 03 Mei 2018 (10.03 WIB)
Parameter Hasil Nilai normal
Hb 15,6 g/dl (H) 11 g/dl
Ht 44,4 % (H) 34-40%
Leukosit 6000/μL 6-17,5/ μL
Trombosit 57.000/ μL (L) 150.000-450.000/ μL
Kesan : Hemokonsentrasi, Trombositopeni
Parameter Hasil Nilai normal
S Typhi O Negatif Negatif
S Typhi H 1/100 Negatif
Kesan : dalam batas normal
- Pemeriksaan darah rutin tanggal 03 Mei 2018 (16.58 WIB)
Parameter Hasil Nilai normal
Hb 15,0 g/dl (H) 11 g/dl
9
Ht 42,5 % (H) 33-42%
Leukosit 6000/μL 6-17,5/ μL
Trombosit 62.000/ μL (L) 150.000-450.000/ μL
Kesan: Hemokonsentrasi, Trombositopeni
- Pemeriksaan darah rutin tanggal 04 Mei 2018 (18.49 WIB)
Parameter Hasil Nilai normal
Hb 12,7 g/dl (H) 11 g/dl
Ht 36,4 % 33-42%
Leukosit 6000/μL 6-17,5/ μL
Trombosit 38.000/ μL (L) 150.000-450.000/ μL
Kesan: Trombositopeni
- Pemeriksaan darah rutin tanggal 05 Mei 2018 (09.31 WIB)
Parameter Hasil Nilai normal
Hb 10,2 g/dl (L) 11 g/dl
Ht 29,8 % (L) 33-42%
Leukosit 11.700/μL 6-17,5/ μL
Trombosit 22.000/ μL (L) 150.000-450.000/ μL
Kesan: Anemia, Hemodilusi, Trombositopeni
- Pemeriksaan darah rutin tanggal 06 Mei 2018 (08.12 WIB)
Parameter Hasil Nilai normal
Hb 10,6 g/dl (L) 11 g/dl
Ht 31,6 % (L) 33-42%
Leukosit 8000/μL 6-17,5/ μL
Trombosit 35.000/ μL (L) 150.000-450.000/ μL
Kesan: Anemia, Hemodilusi, Trombositopeni
- Pemeriksaan darah rutin tanggal 07 Mei 2018 (09.03 WIB)
Parameter Hasil Nilai normal
Hb 9,6 g/dl (L) 11 g/dl
Ht 29,5 % (L) 33-42%
Leukosit 7100/μL 6-17,5/ μL
Trombosit 97.000/ μL (L) 150.000-450.000/ μL
Kesan: Anemia, Hemodilusi, Trombositopeni
- Pemeriksaan darah rutin tanggal 08 Mei 2018 (08.46 WIB)
Parameter Hasil Nilai normal
Hb 9,8 g/dl (L) 11 g/dl
Ht 29,7 % (L) 33-42%
Leukosit 8500/μL 6-17,5/ μL
Trombosit 156.000/ μL 150.000-450.000/ μL
Kesan: Anemia, Hemodilusi
10
- Pemeriksaan Widal tanggal 23 Maret 2018 (02.22 WIB)
Parameter Hasil Nilai normal
S typhi O Negatif Negatif
S typhi H Negatif Negatif
Kesan : dalam batas normal
Trakhea di tengah
COR : Ukuran, bentuk, dan letak normal
PULMO : - Corakan vaskuler meningkat
- Tampak bercak pada perihiler kanan kiri pericardial kanan
Diafragma kanan kiri normal
Sinus kostofrenikus kanan suram kiri tajam
Pada proyeksi LLD tampak perselubungan homogen pada lateral hemithoraks kanan
dengan PEI ± 25
Kesan :
Cor tidak membesar, bentuk dan letak normal
Gambaran bronkhopneumonia
Efusi pleura kanan dengan PEI ± 25
11
F. DAFTAR MASALAH
1. Problem aktif
a) Demam ±2 minggu
b) Batuk
c) SDV +/+ (kanan melemah)
d) Anemia
e) Hemokonsentrasi
f) Trombositopeni
g) Efusi Pleura kanan
2. Problem Pasif
a) Kualitas makan menurun
G. DIAGNOSIS KERJA
- Diagnosis Utama : DHF Grade 3
- Diagnosis Komorbid :-
- Diagnosis Komplikasi :-
- Diagnosis Gizi : Gizi Baik
- Diagnosis Sosial Ekonomi : Cukup
- Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
- Diagnosis Pertumbuhan : Pertumbuhan baik
- Diagnosis Perkembangan : Sesuai usia
H. INITIAL PLAN
- Initial Terapi
• O2 2 lpm
• Syr. Pump RL 5 cc/KgBB/jam (Inf. RL guyur 200cc)
• Inj. Ranitidin 2x10 mg
• Inj. Paracetamol 3x150 mg (jika demam lebih dari 38oC)
• Inj. Ondan 1/3 amp
• Inj. Dobutamin 5/kgBB/jam
• Nebulizer 3x1 (Ventolin 1 resp + Pulmicort 1 resp + NaCl 0,9 % 2cc) (KP)
12
- Initial Monitoring
• Awasi keadaan umum, tanda vital
• Awasi tanda perdarahan spontan (mimisan, gusi berdarah, muntah darah,
BAB hitam)
• Awasi tanda syok (akral dingin, nadi lemah)
• Awasi tanda kelebihan cairan (sesak nafas)
- Initial Edukasi
Menjelaskan bahwa anak menderita DBD
Menjelaskan rencana dan tujuan pemeriksaan darah rutin serial yang bertujuan
untuk menentukan terapi cairan yang akan diberikan pada pasien, serta
pengobatan yang akan dilakukan
Penjelasan tentang tanda-tanda syok dan perdarahan spontan
Anak tetap diberi makan sesuai keinginan dan banyak minum
Menjelaskan penularan penyakit
Edukasi tentang 4 M plus dan pemberantasan sarang nyamuk di lingkungan
rumah dan semua usaha untuk menghindari gigitan nyamuk
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
13
J. PROGRESS NOTE
Diagnosis DHF Grade III DHF Grade III DHF Grade III
14
O2 nasal 2 lpm O2 nasal 2 lpm O2 nasal 2 lpm AFF
Inf. RL guyur 200 cc Inf. RL guyur 200 cc Inf. RL guyur 200 cc
RL 5 cc/kgBB/jam RL 5 cc/kgBB/jam RL 5 cc/kgBB/jam
Inj. Ondan 1/3 amp Inj. Ondan 1/3 amp Inj. Ondan 1/3 amp
Inj. Ranitidin 2x10 mg Inj. Ranitidin 2x10 mg Inj. Ranitidin 2x10 mg
Inj. PCT 3x150 mg Inj. PCT 3x150 mg Inj. PCT 3x150 mg
Kesan umum CM CM CM
Diagnosis DHF Grade III DHF Grade III DHF Grade III
Inf. RL guyur 200 cc
RL 5 cc/kgBB/jam Inf. RL 45 cc/jam
Inj. Ondan 1/3 amp Inf. Gelofusin
Inj. Ranitidin 2x10 mg Inj. Ondan 1/3 amp
Inf. RL 45 cc/jam
Inj. PCT 3x150 mg Inj. Ranitidin 2x10 mg
Inf. Gelofusin
Nebulizer 3x1 (Ventolin Inj. PCT 3x150 mg
Inj. Ondan 1/3 amp
Terapi 1/2 resp + Pulmicort 1 BLPL
Inj. Ranitidin 2x10 mg
resp + NaCl 0,9 % 2cc) PCT syr 3 x 1,5 cth
Inj. PCT 3x150 mg
(K/P) Apialis sy 1x 1 cth
Inf. Gelofusin Kontrol sabtu di poli
Bila TR naik ganti RL 45 tumbang
cc/jam
16
BAB II
PEMBAHASAN
Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria DBD disertai
dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah kelanjutan dari DBD dan
merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, yang dapat berakibat fatal.
ETIOLOGI
Penyebabnya adalah virus dengue (genus Flavivirus, famili flaviridae). Terdapat 4 serotipe
virus ini yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia
dimana DEN-3 adalah serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi terhadap serotipe tersebut, sedangkan antibodi terhadap serotipe lain sangat kurang
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya.
Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan Aedes
albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk Aedes dapat menerima virus dengue pada
saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus yang berada di
kelenjar liurnya tersebut akan berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation
period) sebelum akhirnya dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan
berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian
transmission). Sekali virus masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk
tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan
penyakit. Penularan dari manusia ke nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit
17
manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah
demam timbul.
EPIDEMIOLOGI
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan
angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar 24.000 jiwa.
Sampai akhir tahun 2005, DBD telah ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia dan 35
Kabupaten/Kota telah melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB). Incidence Rate
meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968, menjadi 43,42 per 100.000
penduduk pada akhir tahun 2005.
Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu
yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan dapat bertahan
hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama
di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di
Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus hingga
kasus terbanyak pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :
PATOGENESIS
Patogenesis DBD dan SSD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis
infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hipotesis immune enhancement.
Dalam waktu beberapa hari, terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan
titer tinggi antibodi IgG anti-dengue. Terbentuknya kompleks virus antigen-antibodi
mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang
ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia
hingga syok.
19
Gambar 3. Patogenesis terjadinya syok pada DBD
Hipotesis kedua yaitu antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma
kemudian terjadi hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura, asites).
Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan
replikasi, baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari
perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun
jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi
akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman hingga terjadi aktivasi sistem kinin lalu memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan
tubuh dan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus, sehingga infeksi dapat bersifat
asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas (undifferentiated fever), demam dengue
(DD), demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue (SSD).
Saat masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan merasa lemas.
21
Gambar 5. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue
Demam Dengue
Gejala klasiknya ialah demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle-back fever),
nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan
timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2
hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari
ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekie.
Pada keadaan wabah, telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan
seperti epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi.
Bentuk klasik ditandai dengan demam tinggi mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka
kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah
sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan di bawah
tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif,
kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena. Kebanyakan kasus, petekie
halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya
ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan,
perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar
dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam. Pada saat ini terjadi penurunan suhu
yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-
22
ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan, perubahan yang terjadi minimal dan
sementara, sedangkan pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.
Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari sakit
ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang
ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi <
20 mmHg, hipotensi, pengisian kapiler terlambat dan produksi urin yang berkurang.
Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Bila terlambat
diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai
penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, infeksi (pneumonia,
sepsis, flebitis), terlalu banyak cairan (overhidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak
lazim seperti ensefalopati dan gagal hati. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam
2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit.
Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru.
- Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8 akibat depresi sumsum
tulang.
- Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal. Sering ditemukan mulai hari ke-3.
23
- Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
- Imunoserologi
~ Pemeriksaan anti-dengue IgG, IgM
IgM IgG Interpretasi
+ - Infeksi primer
+ + Infeksi sekunder
IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
2. Pemeriksaan Radiologis
- Pemeriksaan foto roentgen dada, bisa didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan.
24
Pemeriksaan foto dada dilakukan atas indikasi dalam keadaan klinis ragu-ragu dan
pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan.
- USG: untuk mendeteksi adanya asites dan juga efusi pleura.
Demam Dengue
1. Probable
Demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
o Nyeri kepala.
o Nyeri retro-orbital.
o Mialgia / Atralgia.
o Ruam kulit.
o Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif).
o Leukopenia, dan pemeriksaan serologi dengue positif.
2. Confirmed
Kasus dengan konfirmasi laboratorium berupa deteksi antigen dengue, peningkatan titer
antibodi > 4 kali pada serum akut dan serum konvalesens, dan/atau isolasi virus.
Kriteria Klinis:
25
* Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada
tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila
ditemukan 10 atau lebih petekie per 2.5 cm2 (1 inci).
Kriteria Laboratorium:
- Hipotensi
- Kulit dingin-lembab
Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis perlu ditentukan
sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.
26
Gambar 6. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
Perbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam tabel berikut:
PENATALAKSANAAN
Demam Dengue
27
• Tirah baring, selama masih demam.
• Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, dll.
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Semua
pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu
turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan sulit membedakan antara DD dan DBD
pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi
penyembuhan, sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok).
Tidak ada terapi spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip utama adalah terapi suportif
yaitu pemeliharaan volume cairan sirkulasi akibat kebocoran plasma. Tersangka DBD di UGD
dilakukan pemeriksaaan darah lengkap, minimal Hb, Ht, leukosit dan trombosit. Bila hasil
trombosit normal atau turun sedikit (100.000 – 150.000) pasien dipulangkan, wajib kontrol 24
jam berikut atau bila memburuk segera harus kembali ke UGD. Bila hasil Hb dan Ht normal,
trombosit <100.000, pasien dirawat. Bila hasil Hb, Ht meningkat, trombosit normal atau turun,
pasien dirawat.
Tatalaksana kasus tersangka DBD tanpa perdarahan spontan masif dan tanpa syok, diberi
cairan infus kristaloid dengan rumus volume cairan yang diperlukan per hari:
28
1500 + (20 x (BB dalam kg – 20)
Monitor Hb, Ht, leukosit dan trombosit per 24 jam. Bila hasil Hb dan Ht meningkat >10-20%
dan trombosit turun <100.000 maka jumlah cairan tetap, lalu lanjutkan monitor per 12 jam.
Bila hasil Hb, Ht meningkat >20% dan nilai trombosit <100.000 lanjutkan pemberian cairan
sesuai protokol di bawah.
Peningkatan nilai Ht >20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Terapi
awal pemberian cairan yaitu infus kristaloid dengan dosis 6-7ml/kg/jam. Monitor dilakukan 3-
4 jam setelah pemberian cairan. Parameter nilai perbaikan adalah kadar Ht, frekuensi nadi,
tekanan darah dan produksi urin. Bila didapatkan tanda perbaikan maka dosis cairan dikurangi
menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila 2 jam kemudian keadaan tetap dan ada perbaikan, dosis dikurangi
menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila keadaan tetap membaik dalam 24-48 jam kemudian, pemberian
cairan infuse dapat dihentikan. Bila keadaan tidak membaik setelah terapi awal maka dosis
cairan infus naik menjadi 10ml/kgbb/jam. Bila 2 jam keadaan membaik, cairan dikurangi
menjadi 5 ml/kgbb jam. Bila memburuk, naik menjadi 15 ml/kgBB/jam. Bila tanda syok (+)
masuk ke protokol syok.
29
Gambar 9. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%
Sumber perdarahan masif dan spontan pada penderita DBD adalah epistaksis, perdarahan
saluran cerna (hematemesis, melena atau hematoskesia), saluran kencing (hematuria),
perdarahan otak, dan yang tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5
ml/kgBB/jam. Terapi cairan sama seperti kasus DBD tanpa syok. Pemeriksaan tanda vital, Hb,
Ht, trombosit dilakukan 4-6 jam disertai pemeriksaan trombosis dan hemostasis. Heparin diberi
bila tanda KID (+). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi, PRC diberi bila Hb
<10 g/dl. Trombosit hanya diberi pada pasien perdarahan spontan masif dengan kadar
trombosit <100.000 dengan atau tanpa tanda KID. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi
faktor pembekuan (PT dan aPTT memanjang).
30
Gambar 10. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa
Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting dalam menangani syok hipovolemia pada SSD.
Fase awal, guyur cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB, lalu evaluasi 15-30 menit kemudian. Bila
renjatan telah teratasi jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120
menit keadaan tetap stabil, pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60 – 120
menit kemudian tetap stabil, dosis menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila stabil selama 24-48 jam,
hentikan infus karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami extravasasi terjadi
(ditandai dengan Ht yg turun), bila cairan tetap diberi bisa terjadi hipervolemi, edema paru dan
gagal jantung.
Selain itu dapat diberikan oksigen 2-4 liter per menit, dengan pemeriksaan darah perifer
lengkap, hemostasis, AGD, elektrolit, ureum dan kreatinin. Harus dilakukan pengawasan dini
terhadap kemungkinan syok berulang dalam waktu 48 jam karena proses patogenesis penyakit
masih berlangsung dan cairan kristaloid hanya menetap 20% dalam pembuluh darah setelah 1
jam pemberian. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam.
Bila setelah fase awal, renjatan belum teratasi, cairan ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB
evaluasi dalam 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatikan nilai Ht. Bila ht
meningkat, perembesan plasma masih berlangsung, maka pilihan cairan koloid. Bila Ht
menurun, kemungkinan perdarahan dalam (internal bleeding) maka dapat diberikan transfusi
darah segar 10 cc/kgBB (dpt diulang sesuai kebutuhan). Tanda hemodinamik masih belum
31
stabil dengan nilai Ht lebih dari 30°C dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan
koloid dengan perbandingan 4:1 atau 3:1.
Koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB, evaluasi setelah 10- 30
menit, dapat ditambah hingga jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Pilihan sebaiknya yang tidak
menggangu mekanisme pembekuan darah. Gangguan mekanisme pembekuan darah ini dapat
disebabkan terutama karena pemberian dalam jumlah besar, selain itu karena jenis koloid itu
sendiri. Oleh sebab itu koloid dibatasi maksimal sebanyak 1000-1500 ml dalam 24 jam. Pada
kasus SSD apabila setelah pemberian cairan koloid syok dapat diatasi, maka penatalaksanaan
selanjutnya dapat diberikan ringer laktat dengan kecepatan sekitar 4-6 jam setiap 500 cc.
Pasang kateter vena sentral untuk pantau kecukupan cairan. Sasaran tekanan vena sentral 15-
18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatian dan koreksi ganggguan asam basa,
elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID dan infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral sudah
sesuai dengan target namun renjatan belum teratasi, maka dapat diberikan obat
inotropik/vasopresor (dopamin, dobutamin, atau epinephrine).
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien SSD, dan apabila asidosis tidak
dikoreksi, akan memacu terjadinya KID sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks.
Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan
koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID tidak akan
tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.
32
Gambar 11. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa
33
34
Gambar 12. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa
Kristaloid
- Larutan ringer laktat (RL), larutan ringer asetat (RA), larutan garam faali (GF)
- Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), dekstrosa 5% dalam larutan ringer
asetat (D5/RA), dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
Catatan: Untuk resusitasi syok digunakan larutan RL atau RA, tidak boleh larutan yang
mengandung dekstran
Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai keunggulan dan
kekurangan masing-masing, yaitu golongan Dekstran, Gelatin, Hydroxy ethyl starch (HES).
Golongan Dekstran mempunyai sifat isotonik dan hiperonkotik, maka pemberian dengan
larutan tersebut akan menambah volume intravaskular oleh karena akan menarik cairan
ekstravaskular. Efek volume Dekstran 70 6% dipertahankan selama 6-8 jam, sedangkan efek
volume Dekstran 40 10% dipertahankan selama 3-5 jam. Kedua larutan tersebut dapat
menggangu mekanisme pembekuan darah dengan cara menggangu fungsi trombosit dan
menurunkan jumlah fibrinogen serta faktor VIII, terutama bila diberikan lebih dari 1000 ml/24
jam. Pemberian dekstran tidak boleh diberikan pada pasien dengan KID.
Golongan Gelatin (hemacell dan gelafundin) merupakan larutan gelatin yang mempunyai sifat
isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap sekitar 2-3 jam dan tidak
mengganggu mekanism pembekuan darah.
Hydroxy ethyl starch (HES): 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES 450/0,7 adalah
larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah larutan isotonik dan
hiponkotik. Efek volume 6%/10% HES 200/0,5 menetap dalam 4-8 jam, sedangkan larutan 6%
HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 8-12 jam. Gangguan mekanisme
pembekuan tidak akan terjadi bila diberikan kurang dari 1500 cc/24 jam, dan efek ini terjadi
karena pengenceran dengan penurunan hitung trombosit sementara, perpanjangan waktu
protrombin dan waktu tromboplastin parsial, serta penurunan kekuatan bekuan.
35
Kriteria Memulangkan Pasien
3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
Komplikasi.
o Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok ataupun tanpa syok.
o Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.
o Edema paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan.
Langkah Promotif / Preventif.
36
DAFTAR PUSTAKA
37