You are on page 1of 3

ANALISIS ANTIBIOTIKA

MAKROLIDA

A. Pendahuluan
Antibiotik makrolida yang umum digunakan adalah yang yang terdiri atas
cincin lakton 14,15 atau 16 atom yang dihubungkan dengan gula, melalui ikatan
glikosidik. Antibiotik makrolida yang digunakan secara klinis dikelompokan menjadi
3 group berdasarkan pada jumlah cincin dalam inti lakton, yakni makroida bercincin
14,15, dan 16.
Eritromisin A,B,C,D,E, dan F, oleandamisin , roksitromisin, dan
flurittromisin adalah kelompok makrolida bercincin 14, sementara itu azitromisin
merupakan kelompok makrolida bercincin 15. Makrolida bercincin 16 meliputi :
josamisin,rosaramisin, rokitamisin, kitasamisin, mirosamisin, spiramisin, dan tilosin.
Pembahasan metode analisis pada bab ini akan dimulai dari makrolida bercincin 14,
yakni eritromisin, roksitromisin, dan azitromisin.
B. Analisis eritromisin
Eritromisin merupakan campuran antibiotika makrolida yang dihasilkan oleh streptomyces
erythreus selama fermentasi. Dalam proses ini, beberapa senyawa terkait juga terbentuk
sebagaimana dinyatakan dalam beberapa farmakope, yakni eritromisin b (EB), eritromisin c
(EC), eritromisin F (EF), eritromisin E (EE), N-demetileritromisin A (NdMeEA),
anhidroeritromisin A (AEA), eritromisin A N-oksida (EANO), pseudoeritromisin A enol eter
(PsEAEN), dan eritromisin A enol eter (EAEN). Beberapa pengotor juga muncul sebagai
produk degadrasi. Dalam medium asam, terbentuk EAEN dan AEA, sementara PsEAEN
terbentuk dalam medium alkali. Struktur kimia eritromisin dan struktur terkait diberikan
oleh gambar 6.1
(GAMBAR 6.1)
Metode analisis yang digunakan untuk analisis eritromisin (tunggal atau tercampur
dengan antibiotika lain) baik dalam senyawa ruah, sediaan farmasetik atau dalam cairan
tubuh diuraikan dibawah ini.
1. Spektrofotometri
Metode spektrofotometri untuk determinasi eritromisin serta ester-ester stearat
dan suksinatnyadalam bentuk murni atau dalam bentuk sediaan farmasetik telah
dijelaskan oleh Amin dan Issa (1996).
Prosedur ini berdasarkan pada pembentukan kompleks eritromisin dan gentian violet
dalam medium alkali menghasilkan produk berwarna biru yang mempunyai panjang
gelombang maksimal di 633 nm. Metode ini digunakan untuk determinasi eritromisin
dengan kisaran 2,5-25 µg/mL dalam larutan akhir.
Larutan induk eritromisin 0,001 M disiapkan dalam metanol-air (40:60 v/v). Larutan
ini stabil selama 1 bulan jika disimpan dalam pendingin. Larutan baku kerja dengan
kosentrasi yang lebih rendah disiapkan dengan melakukan pengenceran yang sesuai.
Larutan induk gentian violet 0,002 M disiapkan dlam metanol.
Prosedur umum : pipet sebanyak 2,5 mL gentian violet 0,002 M ke dalam labu takar
25 mL, tambahkan 12,5 mL larutan buffer borat pH 8,5 dan 7,5 mL metanol (larutan
mengandung 625 µg ) dan dibuat sampai batas tanda dengan air. Biarkan campuran
reaksi sampai suhu kamar (24±20C) selama 5 menit. Ukur absorbansi larutan pada
panjang gelombang 633 nm terhadap blanko yang disiapkan dengan cara yang sama.
Derivat eritromisin harus dihidrolisis untuk menghasilkan eritromisin basa bebas
sebelum dilakukan pengujian. Untuk tujuan ini, sejumlah sampel yang mencukupi (yang
mengandung 62,5 mg basa bebas) diletakan dalam labu takar 100 mL, dilarutkan ke
dalam 40 mL metanol dan diencerkan sampai kurang lebih 90 mL dengan buffer fosfat
pH 8. Setelah dilakukan inkubasi pada suhu 600C selama 3 jam, larutan diencerkan
sampai 100 mL dengan akuabides dan dianalisis dengan prosedur untuk analisis
eritromisin basa, sebagaimana dalam prosedur umum diatas.
Metode spektroskopi secara langsung dan dengan pengukuran derivatif (turunan)
pertama, masing-masing pada panjang gelombang 285 nm dan dikombinasikan dengan
setandar adisi merupakan metode yang menjanjikan untuk analisis eritromisin dalam
sediaan farmasi. Dalam kedua teknik ini, metanol digunakan sebagai pelarut dan kalium
dihidrogen fosfat ( pH 8) digunakan untuk menghidrolisis eritromisin stearat menjadi
eritromisin basa.baik spektrofotometri langsung maupun spektrofotometri turunan
pertama menggunakan metode standar adisi menunjukan linieritas yang baik pada
kisaran 3-15 mg/ mL.batas deteksi dengan spektoskopi langsung dan turunan pertama
masing-masing sebesar 0,08 dan 1,37 mg/mL ( rattanapoltaveechai dkk.,2007 ).
Spektrofotometri juga digunakan untuk analisis eritromisin yang tercampur dengan
trimetoprim ( hassib dkk.,2011 ).sejumlah alikuot larutan baku induk yang masing-
masing mengandung 0,15-0,90 mg ( eritromisin ) Dan 0,072-0,360 mg ( trimetoprim )
dimasukan dalam dua labu takar 10 mL yang terpisah, diikuti dengan penambahan 3mL
asam perklorat 12 M. Reaksi dibiarkan terjadi selama 10 menit dan selanjutnya labu
dibuat sampai volume 10 mL dengan metano. Untuk eritromisin, apbsorbansi dibaca
pada panjang gelombang 482 nm terhadap blanko reagen. Nilai absorbansi ini
selanjutnya digunakan untuk membuat plot kurva kalibrasi. Untuk trimetoprim,
spektrum trimetoprim yang tersimpan dibagi dengan spektrum produk berwarna
eritromisin ( 60 µg/mL ) untuk memperoleh rasios spektra, dan selanjudnya spektra rasio
turunan pertama ( DR1 ) diperoleh dengan menggunakan parameter [∆𝜆— Ž = 5 nm,
faktor skala = 1, dan kisaran panjang gelombang 200-600 nm ). Pengukuran amplitudo
melalui panjang gelombang 240 nm diplotkan terhadap konsentrasi.
2. Spektrofoluorometri

Antibiotika makrolida ( eritromisin, ester eritromisin, azitromisin dihidrat,


klaritromisin dan roksitromisin ) dapat dianalisis dengan spektrofluorometri
sederhana berdasarkan pada oksidasi antibiotika dengan serium (VI) dengan adanya
asam sulfat, dan memantau fluoresensi serium (III) yang terbentuk pada panjang
gelombang eksitasi 255 nm dan panjang gelombang emisis 348 nm
(Khashaba,2002).Asam sulfat 0,25 M disiapkan dengan mencampur 13,6 mL asam
sulfat pekat dalam 1000 mL akuades. Seri ammonium sulfat 0,002 M dan 0,003
Mdisiapkan dengan melarutkan 1,27 g (0,002 M dan 0,003 Mdisiapkan dengan
melarutkan 1,27 g (0,002 M) dan 1,9 g (0,003 M) dalam 1000 mL asam sulfat 0,25 M.
Untuk mencegah terbentuknya Ce(III) menjadi sejumlah tertentu Ce (IV),larutan
bismutat ditambahkan dan kelbihan natrium bismutat dihilangkan dengan filtrasi.

Penyiapan larutan standar : sejumlah tertentu antibiotika makrolida yang akan


dianalisis dipindahkan ke labu takar 10 mL,dilarutkan dalam 5 mL etanol
absolut,disonikasi 3-5 menit, dan selanjutnya diencerkan sampai volume dengan
pelarut yang sama. Dari larutan ini, serangkaian pengenceran disiapkan dalam
akuabides untuk memperoleh larutan-larutan standar dalam kisaran 426-4257,477-
4770,500-12.000 ng/mL untuk eritromisin,azitromisin,klaritromisin dan
roksitromisin.

Analisis tablet: sepuluh tablet ditimbang dan digerus halus. sejumlah serbuk yang
setara dengan berat satu tablet dipindahkan ke labu takar 250 mL, disonikasi selama
5 menit, ditambah dengan etanol absolut. Campuran dicampur dan bahan-bahan
yang tidak terlarut disaring. Sejumlah volume filtrat diambil untuk menghasilkan
kosentrasi eritromisin sekitar 350 ng/mL. Filtrat selanjutnya ditambah dengan 1 mL
seri amonium sulfat (0,002 M untuk azitromisin dihidrat dan 0,003 M

You might also like