You are on page 1of 24

PAPER EVOLUSI: BUKTI-BUKTI EVOLUSI

DOSEN PENGAMPU: WINDA D KARTIKA, S.Si., M.Si

SUSBIYANTO, S.Pd., M.Pd

KELOMPOK 4

T. FRISCHA M.S RRA1C412022

ANDRIA FRIZCA RRA1C412041

CINDY RIZKY AMALIA RRA1C412032

RAWI ENIYA WATI RRA1C411030

ERIN PRIMADANI RRA1C411020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

MARET 2015
I. PENDAHULUAN

Teori evolusi merupakan salah satu teori yang masih hangat

dipertentangkan hingga saat ini. Banyak teori yang telah dikemukakan para ahli,

tetapi belum ada satu pun teori yang dapat menjawab semua fakta dan fenomena

tentang sejarah perkembangan makhluk hidup. Meskipun berada dalam 1 spesies,

tidak ada satu individu pun di muka bumi ini yang sama persis dengan individu

lain. Hal ini disebabkan karena adanya variasi. Variasi individu dalam suatu

populasi umumnya terjadi pada seluruh organisme yang bereproduksi secara

seksual. Adanya variasi memberikan keuntungan makhluk hidup untuk dapat

bertahan hidup.

Evolusi dapat dilihat dari dua segi yaitu sebagai proses historis dan cara

bagaimana proses itu terjadi. Sebagai proses historis evolusi itu telah dipastikan

secara menyeluruh dan lengkap sebagaimana yang telah dipastikan oleh ilmu

tentang suatu kenyataan mengenai masa lalu yang tidak dapat disaksikan oleh

mata. Hal ini berarti bahwa evolusi itu ada dan merupakan suatu kenyataan yang

telah terjadi.

Evolusi biologi meninggalkan tanda-tanda yang dapat diamati, yang

merupakan bukti pengaruhnya pada kehidupan di masa lalu dan sekarang. Darwin

membuktikan kebenaran evolusi sebagian besar dengan bukti-bukti dari

penyebaran geografis spesies dan dari bukti fosil. Selain itu, terdapat pula bukti

evolusi lain berupa kesamaan embriologi, kesamaan morfologi, domestikasi,

variasi organisme, rudimentasi, radiasi adaptif dan homologi.

Makhluk hidup di dunia ini mungkinkah sudah seperti ini atau bahkan

makhluk hidup yang sekarang merupakan perubahan dari jenis-jenis yang


terdahulu. Didalam makalah ini akan memberikan penjelasan tentang bukti-bukti

evolusi yang dijelaskan, dan yang mendasari penulisan ini adalah keingintahuan

kita, apa-apa sajakah bukti-bukti yang memperkuat pendapat adanya evolusi,

sehingga pendapat tersebut dapat menjadi sebuah fakta dan diakui.


II. PEMBAHASAN

A. KESAMAAN EMBRIOLOGI

Organisme yang memiliki hubungan kekerabatan yang dekat akan mengalami

tahapan yang sama dalam perkembangan embrionya. Berupa tahapan perkembangan

yang memperlihatkan keseragaman yang mencolok semenjak masa pembelahan,

morfogenesis maupun tahap diferensiasi awal. Keseragaman pada tahapan ini

diperkirakan sebagai bagian dari penjelasan tentang mekanisme evolusi yang

menunjukkan kesamaan moyang.

Sebagai contoh, semua embrio vertebrata akan mengalami suatu tahapan di

mana mereka memiliki kantong insang pada bagian tenggorokannya. Memang pada

tahap perkembangan ini, persamaan pada ikan, katak, ular, burung, manusia dan

semua vertebrata lain jauh lebih terlihat daripada perbedaannya. Sementara

perkembangan itu berlangsung, berbagai vertebrata menjadi semakin bervariasi dan

akhirna akan memiliki ciri khas pada kelasnya. Perkembangan embrio berbagai jenis

hewan vertebrata menunjukkan adanya hubungan kekerabatan antara satu dengan

lainnya. Tahapan perkembangannya berawal dari sebuah zigot kemudian mengalami

perkembangan menjadi embrio melalui tahapan-tahapan, yaitu: morula, blastula, dan

grastula.

Pada ikan, misalnya, kantung insang berkembang menjadi insang; pada

vertebrata darat, struktur embrio tersebut akan dimodifikasi untuk fungsi-fungsi lain,

seperti saluran Eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan tenggorokan

pada manusia.

Perbandingan embriologi seringkali membentuk homologi pada beberapa

struktur, seperti kantong insang, ang menjadi sedemikian berubah pada perkembangan
selanjutnya sehingga asal mulanya yang sama tidak lagi terlihat dengan jelas saat

membandingkan bentuknya yang telah berkembang secara lengkap.

Diilhami oleh prinsip Darwinnian mengenai pewarisan yang dimodifikasi,

banyak ahli embriologi pada akhir abad ke-19 mengemukakan pandangan yang

ekstrim, yaitu “ontogeni memberikan ikhtisar filogeni.” Pendapat ini menganggap

bahwa perkembangan organisme individu, atau ontogeni merupakan pengulangan

sejarah evolusioner spesies, atau filogeni. Teori rekapitulasi ini adalah suatu

pernyataan yang berlebihan. Meskipun semua vertebrata memiliki banyak ciri

perkembangan embrio yang sama, tidak benar bahwa mamalia pada awalnya

mengalami tahapan perkembangan ikan, kemudian tahapan amfibia dan seterusnya.

Ontogeni dapat memberikan petunjuk untuk filogeni, tetapi penting untuk diingat

bahwa semua tahapan perkembangan itu bisa berubah sepanjang rentetan proses

evolusi yang panjang.

Perbandingan embriologi membantu para ahli Biologi untuk mengidentifikasi

homologi struktur anatomi yang kurang jelas terlihat pada hewan dewasa karena

struktur tersebut telah dimodifikasi secara meluasi dalam berbagai cara yang berbeda

selama perkembangan organisme itu selanjutnya.

Gambar: kesamaan embriologi pada tahap perkembangan awal.


B. KESAMAAN MORFOLOGI

Perbandingan morfologi yang berbeda adalah disebabkan karena organ

tersebut telah teradaptasi oleh peran dan fungsi organ masing-masing dalam

kehidupannya. Kajian tentang struktur dan erkembangan organ homolog

menunjukkan bahwa organ tersebut berkembang dari asal atau moyang yang sama,

hubungan yang sama dengan tubuhnya dan menunjukkan adanya kesamaan berupa

tulang dan otot meskipun fungsi organ-organ tersebut berbeda-beda.

Perbandingan morfologi merupakan perbandingan bentuk dan struktur tubuh

dari garis keturunan utama makhluk hidup, yang akan menghasilkan bukti-buki yang

kuat terhadap evolusi. Perbandingan morfologi bisa kita pelajari dari proses

divergensi morfologi dan konvergensi morfologi.

Divergensi morfologi adalah perubahan dari bentuk dan struktur tubuh nenek

moyang menjadi bentuk struktur tubuh spesies berbeda-beda. Konvergensi morfologi

adalah perubahan bentuk dan sruktur tubuh yang berbeda pada spesies yang

hubungannya evolusi jauh menjadi bentuk dan struktur yang sama.

Gambar: perbandingan morfologi tungkai depan pada beberapa mamalia. (sumber:

Georgia Southwestern State University).


C. DOMESTIKASI

Darwin mengajukan penelitiannya tentang domestikasi yang memberikan gambaran

terjadinya evolusi melalui pembudidayaan yang banyak dilakukan secara sengaja oleh

manusia terhadap hewan. Hal tesebut menimbulkan spesies, hingga menyebabkan

sulitnya untuk membedakan antara varietas dan spesies itu sendiri, baik pada budidaya

hewan maupun tumbuhan.

Pembudidayaan serta pengembangan varietas tumbuhan dan hewan bukan berarti

untuk menciptakan spesies baru, meskipun dalam proses ini sering diperlakukan berbeda

dengan moyangnya. Apabila hasil domestikasi berupa variabilitas spesies dapat

menguntungkan manusia, berarti telah terjadi perubahan evolusi yang menuntungkan,

misalnya adanya penemuan varietas baru bagi kemajuan budidaya ternak.

Menurut Effendi (2004), domestikasi spesies adalah menjadikan spesies liar (wild

species) menjadi spesies budidaya. Terdapat tiga tahapan domestikasi spesies liar, yaitu:

Mempertahankan agar tetap bisa bertahan hidup (survive) dalam lingkungan akuakultur

(wadah terbatas, lingkungan artificial, dan terkontrol)menjaga agar tetap bisa tumbuh,

dan mengupayakan agar bisa berkembangbiak dalam lingkungan terkontrol.

Gambar: Domestikasi Anjing. (sumber: http://lib.znate.ru/docs/index-27507.html)


D. VARIASI ORGANISME

Makhluk hidup di dunia beraneka ragam, dua makhluk hidup yang berkerabat

dekat mempunyai banyak persamaan. Demikian sebaliknya, kekerabatan dua makhluk

hidup jauh jika persamaannya sedikit. Hubungan kekerabatan tersebut dinyatakan

dengan hubungan filogenetis. Filogenetis adalah sejarah asal-usul suatu spesies atau

kelompok organisme yang berkerabat.

Sampai saat ini ada dua pendekatan untuk merekonstruksi hubungan evolusi

dari sebuah kelompok organisme biologi, yaitu fenetik dan kladistik. Kalau

pendekatan pertama menaksir hubungan evolusi berdasarkan kepemilikan karakter

atau ciri yang sama (overall similarity) dari anggota-anggota suatu kelompok, maka

pendekatan kedua mendasari sebuah hubungan pada perjalanan evolusi karakter atau

ciri dari setiap anggota suatu kelompok yang sedang dipelajari. Kladistik sering

disebut atau ditulis di dalam literature ilmiah sebagai filogenetika dan merupakan

pendekatan yang umum digunakan di dalam banyak penelitian sistematika.

Di dalam pendekatan filogenetika, sebuah kelompok organisme dimana

anggota anggotanya memiliki banyak kesamaan karakter atau ciri dianggap memiliki

hubungan yang sangat dekat dan diperkirakan diturunkan dari satu nenek moyang.

Nenek moyang dan semua turunannya akan membentuk sebuah kelompok

monofiletik. Karakter apomorfik adalah karakter yang berubah dan diturunkan dan

terdapat pada ingroup, sedangkan karakter plesiomorfik merupakan karakter primitive

yang terdapat pada outgroup. Karakter sinapomorfik adalah karakter yang diturunkan

dan terdapat pada kelompok monofiletik. Lebih lanjut, pohon filogenetika yang

dihasilkan dapat diterjemahkan ke dalam sebuah sistem klasifikasi (sering disebut

klasifikasi filogenetika).
Variasi pada organisme merupakan variasi karakteristik yang muncul dalam

penampakan fenotip organisme. Terjadi seleksi alam dalam kehidupan organisme.

Individu yang mempunyai variasi yang sesuai dengan lingkungan dapat tetap bertahan

hidup dan berkembang biak. Namun, individu yang mempunyai variasi yang tidak

sesuai dengan lingkungan akan tersingkir.

Gambar: pohon filogenetika dari Filidae.


Gambar: hubungan filogenetik antara tumbuhan hijau.

E. RUDIMENTASI

Beberapa struktur homolog yang paling menarik adalah organ vestigial yang

merupakan organ sisa yang tidak berguna lagi, hal ini dapat juga disebut dengan

rudimentasi. Rudimentasi organ merupakan petunjuk adanya evolusi. Organ vestigial

merupakan sisa-sisa historis dari struktur yang memiliki fungsi penting pada

leluhurnya. Sebagai contoh, paus sekarang ridak memiliki tungkai belakang teapi

memiliki sisa-sisa tulang pelvis dan kaki leluhur daratnya yang berkaki empat.
Rudimentasi mendukung konsep “menggunakan dan tidak menggunakan”

yang dikemukakan oleh Lamarck, tetapi rudimentasi merupakan bukti evolusi melalui

seleksi alam. Contoh tulang ekor pada manusia kurang berfungsi sehingga

mengalami rudimenter.

Gambar: tulang ekor pada manusia. (sumber: Ralph E. Taggart)

Gambar: perbandingan tulang ekor gorilla dan manusia. (sumber: Project Gutenberg)

Organ yang mengalami rudimenter akan membuang waktu saja untuk terus-

menerus menyediakan darah, zat makanan, dan ruangan bagi organ yang tidak lagi
memiliki fungsi penting. Seleksi alam cenderung menguntungkan individu yang

memiliki organ dalam bentuk tereduksi, dan dengan demikian cenderung akan

menghilangkan struktur yang tidak berfungsi lagi. Namun pada kelompok mamalia

lain, ekor sangat berkembang dan berfungsi sebagai ekor, begitu juga pada kelompok

Vertebrata lainnya.

Adapun organ-organ sisa antara lain: apendiks, selaput mata sebelah dalam,

otot-otot penggerak telinga, tulang ekor, gigi taring yang runcing, geraham ketiga,

rambut didada, mammae pada laki-laki, musculus piramidalis dan masih banyak

lagi.Sisa-sisa organ tubuh pada hewan yang masih ditemukan antara lain sisa kaki

belakang pada ular piton yang mirip benjolan kuku, dan sisa bangunan sayap pada

burung kiwi.

Pada akhirnya perubahan struktur seperti adaptasi ekor sebagai suatu struktur

pendorong utama dan reduksi tungkai belakang pada paus melibatkan perubahan pada

pola ekspresi gen selama perkembangan embrio. Karena berbagai proses yang terjadi

saat perkembangan embrio mempengaruhi fungsi organisme dewasa, maka organisme

itu sendiri merupakan pokok dari proses seleksi alam. Dengan demikian, organ

vestigial mewakili perubahan dalam perkembangan embrio organisme yang ditempa

atau dibentuk oleh seleksi alam.

F. BIOGEOGRAFI

Menurut Shekelle dan Leksono (2004) Biogeografi adalah ilmu yang

mempelajari tentang distribusi flora dan fauna secara menyeluruh karena flora dan

fauna dapat tersebar secara tidak acak, namun hanya dijumpai pada daerah-daerah

tertentu. Oleh sebab itu data sebaran biogeografi spesies tertentu dapat dimanfaatkan

untuk mengidentifikasi daerah endemisitas suatu fauna atau flora di suatu wilayah.
Bidang biogeografi merupakan bidang ilmu penyebaran geografis spesies yang

merupakan hal pertama yang memberikan ide tentang adanya evolusi kepada Darwin.

Pulau-pulau memiliki banyak spesies tumbuhan dan hewan yang bersifat indigenous

(asli, tidak ditemukan di tempat lain) namun sangat erat hubungan kekerabatanna

dengan spesies di daratan utama terdekat atau pulau-pulau sekitarnya. Beberapa

pertanyaan muncul, mengapa didua pulau dengan lingkungan yang sangat mirip di

tempat berbeda di Bumi ini dihuni bukan oleh spesies yang memiliki hubungan

kekerabatan yang sangat erat, tetapi oleh spesies yang secara taksonomi terkait

dengan tumbuhan dan hewan pada daratan yang terdekat, dimana lingkungannya

sering kali sangat berbeda? Mengapa hewan tropis Amerika Selatan lebih dekat

hubungannya dengan spesies gurun Amerika Selatan dibandingkan dengan spesies

daerah tropis Afrika? Mengapa Australia merupakan tempat tinggal bagi begitu

banyak mamalia berkantung (marsupial) tetapi relatif sedikit hewan berplasenta

(eutheria), binantang yang perkembangan embrionya diselesaikan dalam uterus?

Sebenarnya, bukan karena Australia tidak ramah terhadap mamalia berplasenta, pada

tahun-tahun terakhir ini, manusia telah memasukkan kelinci ke Australia, dan

populasi kelinci meledak. Hipotesis yang berlaku adalah bahwa fauna Australia yang

unik itu berkembang di benua Australia dalam keadaan terisolasi dari tempat-tempat

di mana nenek moyang mamalia berplasenta hidup.

Meskipun pola biogeografi seperti itu tidak sesuai jika seseorang

membayangkan bahwa spesies ditempatkan satu persatu dalam lingkungan yang

sesuai, namun pola tersebut masuk akal dalam konteks sejarah evolusi. Dalam

pandangan evolusi, kita menemukan spesies modern dimana mereka berada karena

mereka berkembang dari nenek moyang yang menempati daerah itu.


Indonesia mempunyai dua biogeografi utama: Oriental dan Australia, yang

diperkenalkan oleh A.R. Wallace, tokoh yang membuat garis pemisahan fauna. Garis

Wallacea, yang kemudian dimodifikasi oleh Huxley secara akurat itu, membagi

Indonesia menjadi dua paparan: Sunda, dan Sahul. Pulau-pulau pada Sunda Besar

seperti Jawa, Borneo dan Sumatera merupakan bagian dari Oriental.

Selama periode pleistosen, semua pulau-pulau dihubungkan oleh daratan

sampai Asia. Sedangkan, New Guinea dan Aru berhubungan dengan Australia. Hal ini

terlihat dari hewan liar di pulau-pulau Sunda yang berbeda dengan yang ada di Aru

dan New Guinea. Apalagi dengan yang ada di Australia, karena di samping Australia

merupakan daratan baru, iklimnya juga cukup berbeda dengan kebanyakan spesies di

daerah tropis.

Pulau-pulau di antara paparan Sunda dan Sahul, yakni Maluku, Sulawesi, dan

pulau-pulau lesser Sunda, tidak mempunyai hubungan daratan yang dengan benua

lainnya. Fauna dan flora mereka pun miskin spesies. Area ini merupakan perpaduan

antara famili Asia dan Australia, meskipun tidak ada garis lain yang mengikuti sisi

dua benua.

Keberadaan organisme kosmopolitan dan organisme endemik adalah sebagian

bukti melalui pola sebaran biogeografik. Sebagaimana organisme yang ada sekarang,

menurut AR. Wallace keberadaan organisme tersebut membuktikan adanya

kekerabatan antar kelompok organisme. Dalam penelitian yang dilakukannya, AR.

Wallace mengemukakan bahwa berdasarkan populasi hewan, benua di dunia terbagi

atas enam wilayah. Tingkat keanekaragaman makhluk hidup yang terbesar adalah

terdapat dalam dua wilayah tropis yaitu Ethiopia (Afrika Tropis) dan Oriental (Asia

Tropis dan pulau-pulau dekat lepas pantai). Hal tersebut juga ditunjukkan oleh bukti
Paleontologi yang menurutnya bahwa di wilayah ini sebagian besar jenis tumbuhan

dan hewan merupakan hasil dari evolusi jenis makhluk hidup sebelumnya.

Gambar: pembagian wilayah geografi penemuan fosil berdasarkan keberadaan

lempeng tektonik

G. FOSIL

Penemuan-penemuan fosil sebagai bukti paleontologi setidaknya telah

menjelaskan mata rantai kehidupan yang pernah ada di bumi. Dalam lapisan

segmentasi yang telah terbentuk jutaan tahun yang lalu tersimpan banyak kisah nyata

kehidupan yang telah punah maupun yang masih ada hingga sekarang. Terbukti dalam

struktur batuan sedimen sejak periode pre-kambium yang antara lain di dalamnya

ditemukan fosil mikroba sampai pada lapisan resen yang merupakan lapisan bumi

teratas sekarang ini menunjukkan tingkat keanekaragaman hayati yang ada dibumi.

Misalnya pernah ditemukannya fosil mammout di Siberia.

Pergantian atau suksesi bentuk fosil sesuai dengan apa yang diketahui dari

jenis bukti lain mengenai cabang utama keturuan dalam pohon kehidupan. Sebagai

contoh, bukti dari bidang biokia, biologi molekuler, dan biologi sel menempatkan
prokariota sebagai nenek moyang semua kehidupan dan memperkirakan bahwa

bakteri mendahului semua kehidupan eukariota dalam catatan fosil. Memang, fosil

tertua yang diketahui adalah prokariota. Contoh lain adalah penampakan kronologis

dari kelas-kelas hewan vertebrata yang berbeda-beda dalam catatan fosil. Fosil ikan

adalah yang paling tua dari semua vertebrata lain, disusul kemudian oleh amfibia,

diikuti oleh reptilia, kemudian mamalia dan burung. Urutan ini sesuai dengan sejarah

keturunan vertebrata sebagaimana diungkapkan oleh banyak jenis bukti yang lain.

Sebaliknya, ide bahwa semua spesies diciptakan satu demi satu pada waktu yang

hampir sama memperkirakan bahwa semua kelas vertebrata akan muncul pertama kali

pada catatan fosil dalam bebatuan dengan umur yang sama, yang ternyata berlawanan

dengan apa yang sesungguhnya diamati oleh para ahli paleontologi.

gambar: Fosil yang diduga sebagai burung penyerbuk tertua. (sumber: National

Geographic Indonesia).
Gambar: Fosil ikan Phareodus encaustus yang ditemukan di Green River, Colorado.

(sumber: http://geology.com/articles/green-river-fossils/fish-fossils.shtml)

Gambar: Fosil pateon pedestris, seekor amfibi dengan panjang larva 7 cm. (sumber:

Natural History Museum)


Gambar: Fosil Pachypleurosaurus edwardsi yang ditemukan di Switzerland dengan

panjang 23 cm. (sumber: National Geographic)

Gambar: Fosil Mammoth. (sumber: American Museum of Natural History)

Pandangan Darwinian mengenai kehidupan juga memperkirakan bahwa

transisi evolusioner harus meninggalkan tanda-tanda dalam catatan fosil. Para ahli

paleontologi telah menemukan banyak bentuk transisi yang menghubungkan fosil

yang lebih tua dengan spesies modern. Sebagai contoh, serangkaian fosil
mendokumenasikan perubahan bentuk dan ukuran tengkorak yang terjadi ketika

mamalia berevolusi dari reptilia. Setiap tahun, ahli paleontologi menemukan kaitan

atau hubungan penting lainnya antara bentuk modern dengan nenek moyangnya. Pada

beberapa tahun ini, misalnya, para peneliti telah menemukan paus yang telah menjadi

fosil, yang menghubungkan mamalia air ini dengan leluhurnya yang hidup di daratan.

Para peneliti menemukan bahwa paus berkembang dari nenek moyang yang

hidup di darat, suatu transisi evolusioner yang meninggalkan banyak tanda, termasuk

bukti-bukti fosil. Para ahli paleontologi yang melakukan penggalian di negara Mesir

dan Pakistan berhasil mengidentifikasi paus yang sudah punah yang memiliki tungkai

belakang. Ditunjukkan bahwa adanya tulang kaki Basilosaurus yang sudah menjadi

fosil, salah satu dari paus kuno itu. Paus tersebut sudah menjadi hewan air yang tidak

lagi menggunakan kakinya untuk menyokong badannya dan untuk berjalan. Tulang

kaki paus fosil yang lebih tua yang bernama Ambulucetus lebih kuat dan kokoh.

Ambulocetus mungkin merupakan hewan amfibia, yang hidup di darat dan di air.

Penemuan fosil-fosil organisme yang terawetkan dalam batuan sedimen,

mengarahkan kepada penunjukkan adanya organisme primitif masa lampau yang

mengalami perkembangan menuju kompleksitas yang lebih besar, terbukti dengan

diversitas atau keanekaragaman makhluk hidup yang ada sekarang ini. Fosil dapat

digunakan untuk menjelaskan adanya evolusi makhluk hidup saat ini memiliki

moyang yang sama. Secara tidak langsung hal ini menyatakan bahwa pada masa

lampau terdapat lebih sedikit jenis makhluk hidup dan bersifat lebih sederhana.
Gambar: Bentuk tengkorak manusia dari manusia purba sampai manusia modern.

H. RADIASI ADAPTASIF

Kenyataan yang menunjukkan bahwa dijumpai aneka ragam spesies dewasa

ini, sedang fosil yang terekam menunjukkan bahwa jumlah spesies yang ada dahulu

tidak sebanyak itu, membawa orang pada kesimpulan bahwa terjadi proses

“pembelahan” evolutif spesies. Terjadi radiasi evolusioner, yang juga dapat disebut

sebagai evolusi divergen. Proses evolusi yang terjadi sangat erat hubungannya dengan

kemampuan teradaptasi suatu spesies di lingkungan yang baru, di samping tidak

dimungkinkannya persilangan antara spesies pendatang dengan spesies yang sudah

ada, atau antara sesama spesies pendatang yang berlainan spesies.

Contoh nyata dari radiasi adaptif ini adalah burung Finch di Galaspagos.

Orang berteori bahwa burung Finch yang terdapat di kepulauan Galaspagos berasal

dari Amerika Selatan yang berjarak ± 900 km, yang secara kebetulan terbuncang

angin. Keadaan yang gersang dan terpencil menyebabkan bahwa antara peghuni

kepulauan tersebut terjadi suatu kompetisi. Spesialisai dalam menggunakan bahan


makanadalah suatu cara yang “terhormat” dalam menghindarkan diri dari kekalahan

berkompetisi. Dari sinilah kemudian “lahir” bermacam-macam burung Finch, di

antaranya yang hidup di tanah dari biji-bijian yang berbeda; ini dapat terlihat dari

bentuk paruh yang berbeda, berparuh pendek sebanyak 3 spesies, dan yang berparuh

panjang 1 spesies, sebagai pemakan biji kaktus. Enam spesies dikenal sebagai burung

yang hidup di pohon, sebagai pemakan biji, buah, serangga, di samping hidup dari

madu.

Gambar: variasi bentuk paruh burung Flinch di kepulauan Galaspagos. (sumber:

Avibus Historiaes)

I. HOMOLOGI

Kemiripan dalam ciri khusus yang dihasilkan dari nenek moang yang sama

disebut homologi, dan tanda-tanda evolusi seperti itu disebut dengan struktur

homolog (homologous structure). Organ homolog adalah organ yang memiliki

struktur dasar yang sama pula dengan organ lainnya, serta mempunyai tipe

perkembangan embrionik yang sama. Struktur homolog organ makhluk hidup adalah

struktur organ yang secara filogenetis sama, namun fungsinya dapat berlainan.
Pewarisan dengan modifikasi sangat jelas terlihat pada kemiripan anatomi

antar spesies yang dikelompokkan ke dalam kategori taksonomi yang sama. Sebagai

contoh, banyak elemen kerangka yang sama menyusun tungkai depan manusia,

kucing, paus, kelelawar dan semua mamalia lain, meskipun tungkai tersebut memiliki

fungsi yang berbeda.

Gambar: struktur homolog: tanda-tanda anatomis proses evolusi.

Tungkai depan semua mamalia dibangun dari unsur kerangka yang sama, dan

terlihat adanya hubungan arsitektur seperti yang kita harapkan jika tungkai depan

nenek moyang atau leluhur yang sama dimodifikasi menjadi beberapa stuktur untuk

mengemban berbagai fungsi yang berbeda (sumber: Champbell, 2003)

Anatomi perbandingan konsisten dengan semua bukti-bukti lain dalam

memberikan bukti bahwa evolusi adalah suatu proses pemodelan ulang di mana

struktur nenek moyang yang berfungsi dalam satu kapasistas dimodifikasi ketika

mereka mengemban fungsi baru.


III. KESIMPULAN

Bukti Evolusi dapat dilihat dari kesamaan embriologi, kesamaan morfologi,

domestikasi, variasi organisme, rudimentasi, biogeografi, fosil, radiasi adaptif dan

homologi.
IV. DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A. Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchell. 2003. Biologi Jilid 2.

Jakarta: Erlangga

Darwin, Charles. 2003. The Origin of Species – Asal Usul Spesies.

Diterjemahkan oleh Tim UNAS. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Fried, George H., George J. Hamemenos. 2006. Schaum’s Outline Biologi

Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga

Supriatna, Jana. 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia

Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.

You might also like