You are on page 1of 14

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1. TUMOR OTAK
1.1 Definisi Tumor Otak
Tumor otak dapat berupa tumor jinak atau ganas, atau primer atau
metastase. Tumor otak primer yaitu tumor yang langsung berasal dari sel-sel di
otak. (Hill dkk, 2002)
Tumor otak atau glioma adalah sekelompok tumor yang timbul dalam
sistem saraf pusat dan dapat dijumpai beberapa derajat diferensiasi glia. (Liau,
2001). Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor
otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain, disebut tumor otak metastase.
(Huff, 2009).
Brain metastase mayoritas berasal dari kanker paru, payudara, dan
melanoma malignan. Sel parenkim metastase bermigrasi melalui lapisan sel
endotel dari kapiler otak. Blood-Brain Barrier (BBB) berperan ganda dalam
proses metastasis: ia dapat berperan sebagai pelindung sistem saraf pusat yang
kuat dari masuknya sel-sel kanker, namun ia juga dapat berperan aktif dalam
melindungi sel-sel metastase pada saat ekstravasasi dan proliferasi di otak.
Mekanisme interaksi antara sel-sel kanker dan sel-sel endotel serebral belum
diketahui secara pasti. (Wilhelm dkk, 2013)
Proses metastasis sangat kompleks, namun secara garis besar dibagi
atas dua tahap utama. Pertama, migrasi sel-sel tumor dari tumor primer ke
berbagai jaringan, dan kedua proses kolonisasi dari sel-sel tumor di lokasi
barunya. (Rahmathulla dkk, 2011)

1.2 Anatomi Fisiologi Otak

Gambar 1.1. Potongan otak secara sagital


(Sumber: Netter, F.H., 2011. Atlas of Human Anatomy. 5th ed. United States of
America: Saunders Elsevier, 105)
5
Menurut Hansen (2010), otak dan medula spinalis dikelilingi oleh tiga
lapisan jaringan ikat membranosa yang disebut meninges, yang meliputi:
1) Dura mater, yaitu lapisan terluar yang kaya akan serabut saraf sensoris.
Dura mater terutama disarafi oleh cabang-cabang sensoris meningeal dari
nervus trigeminus, nervus vagus, dan saraf-saraf servikal atas. Dura mater
juga membentuk lipatan atau lapisan jaringan ikat tebal yang memisahkan
berbagai regio otak seperti falks serebri, falks serebeli, tentorium serebeli,
dan diafragma sella.
2) Araknoid mater, yaitu lapisan di bawah dura mater yang avaskular. Ruang
di antara araknoid mater dan pia mater disebut spatium subarachnoideum
dan mengandung cairan serebrospinalis.
3) Pia mater, yaitu lapisan jaringan ikat yang langsung membungkus otak dan
medula spinalis. Araknoid mater dan pia mater tidak memiliki serabut saraf
sensoris.

Bagian yang paling menonjol dari otak manusia adalah hemisfer serebri.
Beberapa regio korteks serebri yang berhubungan dengan fungsi-fungsi spesifik
dibagi atas lobus-lobus. Lobus-lobus tersebut dan fungsinya masing-masing
antara lain:
1) Lobus frontal memengaruhi kontrol motorik, kemampuan berbicara
ekspresif, kepribadian, dan hawa nafsu
2) Lobus parietal memengaruhi input sensoris, representasi dan integrasi,
serta kemampuan berbicara reseptif
3) Lobus oksipital memengaruhi input dan pemrosesan penglihatan
4) Lobus temporal memengaruhi input pendengaran dan integrasi ingatan
5) Lobus insula memengaruhi emosi dan fungsi limbik
6) Lobus limbik memengaruhi emosi dan fungsi otonom (Hansen, 2010)

Komponen-komponen otak lainnya antara lain:


1) Talamus merupakan pusat relai di antara area kortikal dan subkortikal.
2) Serebelum mengkoordinasikan aktivitas motorik halus dan memproses
posisi otot.
3) Batang otak (otak tengah, pons, dan medula oblongata) menyampaikan
informasi sensoris dan motorik dari somatik dan otonom serta informasi
motorik dari pusat yang lebih tinggi ke target-target perifer (Hansen, 2010).

Otak mengandung empat ventrikel, yaitu dua ventrikel lateral serta


ventrikel ketiga dan keempat yang terletak di sentral. Cairan serebrospinalis
dihasilkan oleh pleksus koroideus, beredar melalui ventrikel-ventrikel, dan
kemudian memasuki ruang subaraknoid melalui foramen Luschka atau foramen
Magendie di ventrikel keempat. Otak terutama diperdarahi oleh arteri vertebral
yang berasal dari arteri subklavia, naik melalui foramen transversum dari
vertebra C1-C6, dan memasuki foramen magnum tengkorak; dan arteri karotid
internal yang berasal dari arteri karotis komunis di leher, naik di leher, dan
memasuki kanalis karotis dan melintasi foramen laserum sehingga berakhir

6
sebagai arteri serebral anterior dan medial yang beranastomosis dengan sirkulus
Willisi (Hansen, 2010).

1.3 Klasifikasi Tumor Otak


Pembagian tumor otak menurut WHO berdasarkan klasifikasi
histogenetik:

Yang berikut merupakan ,klasifikasi tumor otak yang penting dari segi
klinis:

7
Menurut National Cancer Institute (2014), tumor otak juga dapat
dikelompokkan berdasarkan tingkat keganasannya. Tumor otak tidak
dikelompokkan berdasarkan staging TNM oleh karena ukuran tumor (T) kurang
relevan dibandingkan dengan histopatologi dan lokasi tumor, otak dan medula
spinalis tidak memiliki jaringan limfatik (N), dan tumor otak jarang bermetastasis
(M) dan pasien tumor otak kebanyakan tidak hidup cukup lama untuk mengalami
metastasis.

8
1.4 Etiologi dan Faktor Resiko Tumor Otak
Sebenarnya, penyebab tumor otak masih belum diketahui tetapi masih
ada faktor-faktor yang perlu ditinjau yaitu:
 Herediter
Sindrom herediter seperti von Recklinghausen’s Disease, tuberous sclerosis,
retinoblastoma, multiple endocrine neoplasma bisa meningkatkan resiko
tumor otak. Gen yang terlibat bisa dibahagikan pada dua kelas iaitu tumor –
suppressor genes dan oncogens. Selain itu, sindroma seperti Turcot dapat
menimbulkan kecenderungan genetik untuk glioma tetapi hanya 2%. ( Mehta,
2011)
 Radiasi
Radiasi jenis ionizing radiation bisa menyebabkan tumor otak jenis
neuroepithelial tumors, meningiomas dan nerve sheath tumors. Selain itu,
paparan therhadap sinar X juga dapat meningkatkan risiko tumor otak.(
Keating, 2001)
 Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti nitrosamides
dan nitrosoureas yang bisa menyebabkan tumor system saraf pusat (
Petrovich, et al., 2003., Mardjono, 2000)
 Virus
Infeksi virus juga dipercayai bisa menyebabkan tumor otak. Contohnya, virus
Epseien-barr. (Kauffman, 2007)
 Gaya Hidup
Penelitian telah menunjukkan bahwa makanan seperti makanan yang
diawetkan, daging asap atau acar tampaknya berkorelasi dengan
peningkatan risiko tumor otak. Di samping itu, risiko tumor otak menurun
ketika individu makan lebih banyak buah dan sayuran. (Stark-Vance, et al.,
2011
Menurut Cancer Research UK (2013), tumor otak tidak memiliki etiologi
yang pasti, namun melibatkan faktor-faktor risiko seperti:
 Umur
Umur memegang peran penting karena sebagian besar tumor otak terjadi
pada anak-anak dan orang dewasa tua meskipun setiap kelompok usia
memiliki peluang yang sama untuk mengidap tumor otak (American Society
of Clinical Oncology, 2013; Cancer Research UK, 2013).
 Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih mungkin menderita tumor otak
daripada perempuan, namun beberapa jenis tumor otak yang spesifik seperti
meningioma lebih umum terjadi pada perempuan (American Society of
Clinical Oncology, 2013).
 Industri dan pekerjaan
Zat-zat karsinogenik dan neurotoksik seperti pelarut organik, minyak
pelumas, akrilonitril, formaldehida, hidrokarbon aromatik polisiklik, dan fenol
dapat menginduksi tumor otak pada hewan coba. Pekerjaan-pekerjaan yang

9
berhubungan dengan operasi mesin kendaraan bermotor, pengolahan karet,
dan penggunaan pestisida berkaitan dengan insidensi tumor otak (El-Zein,
2013).
 Radiasi ionisasi
Radiasi ionisasi dosis tinggi diketahui dapat meningkatkan risiko meningioma,
glioma, dan nerve sheath tumor (Deangelis dan Rosenfeld, 2009; El-Zein,
2013).
 Makanan dan diet
Konsumsi senyawa N-nitrosourea diduga berperan sebagai neurokarsinogen
dengan mekanisme-mekanisme yang melibatkan kerusakan pada DNA
(deoxyribonucleic acid) (El-Zein, 2013).
 Pemakaian telepon selular
Telepon selular memiliki sebuah transmiter kecil yang memancarkan radiasi
frekuensi radio berenergi rendah tepat di samping kepala sehingga
memunculkan kekhawatiran bahwa individu yang terpapar radiasi memiliki
risiko untuk mengidap tumor otak. Namun, penelitian-penelitian yang sudah
ada belum menunjukkan adanya hubungan antara pemakaian telepon
dengan tumor otak atau tumor lainnya (El-Zein, 2013).
 Supresi imun
Supresi sistem imun yang didapat seperti pada infeksi HIV (human
immunodeficiency virus) atau terapi imunosupresif kronis setelah
transplantasi organ meningkatkan risiko limfoma SSP primer. Risiko glioma
juga meningkat pada individu yang terinfeksi HIV (Deangelis dan Rosenfeld,
2009).
 Obat-obatan dan bahan kimia lainnya
Beberapa penelitian telah menemukan adanya hubungan antara tumor otak
pada anak-anak dengan paparan prenatal terhadap obat fertilitas,
kontrasepsi oral, obat tidur, obat antinyeri, antihistamin, dan diuretik. Pada
orang dewasa, obat sakit kepala, antinyeri, dan obat tidur memiliki efek
protektif yang tidak signifikan terhadap tumor otak (El-Zein, 2013).
 Sindrom genetik
Menurut Deangelis dan Rosenfeld (2009), sejumlah sindrom herediter
berhubungan dengan peningkatan risiko tumor otak. Misalnya,
neurofibromatosis tipe 1 meningkatkan risiko glioma, neurofibromatosis tipe 2
meningkatkan risiko schwannoma vestibular dan meningioma, dan sindrom
Li-Fraumeni yang berkaitan dengan mutasi pada gen supresor tumor p53
menyebabkan glioma dan meduloblastoma.

10
Gambar 1. Skema Proses Metastasis. (a) Pembentukan sel tumor metastasi
pada asal tumor primer (b) Sel tumor metastase lepas dari tumor
primer kemudian masuk ke pembuluh darah.
Dikutip dari : Rahmathulla, G., Toms, S.A., Weil, R.J. 2011. The Molecular
Biology of Brain Metastasis. Journal of Oncology; 1-13

1.5 Epidemiologi Tumor Otak


Berdasarkan data-data dari Central Brain Tumor Registry of the United
State (CBTRUS) dari tahun 2004-2005 dijumpai 23.62 per 100,000 orang- tahun
( umur 20+). Kadar mortilitas di Amerika Utara, Western Europe dan Australia
dijumpai 4-7 per 100,000 orang per tahun pada pria dan 3-5 per 100,000 orang
per tahun pada wanita. Selain itu telah dilaporkan bahawa meningioma
merupakan jenis tumor yang paling sering dijumpai yaitu 33.4% diikuti dengan
glioblastoma yaitu 17.6% ( Quan, 2010).
Tumor otak dapat mengenai setiap jenis usia, namun insidens nya
meningkat sesuai dengan usia. Tumor pada susunan saraf pusat didapatkan
sekitar 6% dari seluruh neoplasma pada individu usia 15-29 tahun, dengan laki-
laki memiliki insidens lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. (Hill dkk 2002).
Insidens rata-rata tumor otak sekitar 2.6 juta pertahun pada usia 15-29
tahun. Tingkat insidens tumor otak tertinggi didapatkan pada usia 35 - >39 tahun.
Diikuti usia 20-24 tahun dan kemudian usia 15-29 tahun. (Bendel dkk, 2006).
Brain metastase merupakan salah satu jenis tumor intrakranial yang
sering dijumpai. Di Amerika Serikat, dijumpai sekitar 170.000 kasus per tahun
dimana tumor otak primer dijumpai sekitar 17.000 kasus baru/tahun. Mayoritas
brain metastase berasal dari kanker paru (40% 50%), kanker payudara (15%-
25%) dan melanoma malignan (5%-20%). (Wilhelm dkk, 2013).

11
1.6 Manifestasi Klinis Tumor Otak
Secara umum pasien tumor otak bisa memiliki gejala seperti perubahan
perilaku contohnya, pasien mungkin mudah lelah atau kurang konsentrasi. Selain
itu, gejala hipertensi intracranial seperti sakit kepala, mual, vertigo. Serangan
epilepsi juga sering dijumpai pada pasien tumor otak. (Rohkamm, 2004)
1) Lobus frontal
 Menimbulkan gejala perubahan kepribadian seperti depresi.
 Menimbulkan masalah psychiatric.
 Bila jaras motorik ditekan oleh tumor hemiparese kontra lateral, kejang
fokal dapat timbul. Gejala kejang biasanya ditemukan pada stadium lanjut
 Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia.
 Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia.
2) Lobus temporal
 Dapat menimbulkan gejala hemianopsia.
 Gejala neuropsychiatric seperti amnesia, hypergraphia dan Déjà vu juga
dapat timbul.
 Lesi pada lopus yang dominan bisa menyebabkan aphasia.
3) Lobus parietalis
 Akan menimbulkan gangguan sensori dan motor yang kontralateral.
 Gejala homonymous hemianopia juga bisa timbul.
 Bila ada lesi pada lobus yang dominant gejala disfasia.
 Lesi yang tidak dominan bisa menimbulkan geographic agnosia dan
dressing apraxia.
4) Lobus oksipital
 Menimbulkan homonymous hemianopia yang kontralateral
 Gangguan penglihatan yang berkembang menjadi object agnosia.
5) Tumor di cerebello pontin angle
 Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma.
 Dapat dibedakan karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi
pendengaran.
6) Glioma batang otak
 Biasanya menimbulkan neuropati cranial dengan gejala-gejala seperti
diplopia, facial weakness dan dysarthria.
7) Tumor di cerebelum
 Didapati gangguan berjalan dan gejala tekanan intrakranial yang tinggi
seperti mual, muntah dan nyeri kepala. Hal ini juga disebabkan oleh
odem yang terbentuk.
 Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar ke leher dan spasme
dari otot-otot servikal (Schiff, 2008., Youmans,1990).

1.7 Pemeriksaan Diagnostik Tumor Otak


Pemeriksaan neuroradiologis yang dilakukan bertujuan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya kelainan intra kranial, adalah dengan:

12
1) Rontgen foto (X-ray) kepala; lebih banyak sebagai screening test, jika ada
tanda-tanda peninggian tekanan intra kranial, akan memperkuat indikasi
perlunya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
2) Angiografi; suatu pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras ke
dalam pembuluh darah leher agar dapat melihat gambaran peredaran darah
(vaskularisasi) otak
3) Computerized Tomography (CT-Scan kepala) dapat memberikan informasi
tentang lokasi tumor tetapi MRI telah menjadi pilihan untuk kebanyakan
karena gambaran jaringan lunak yang lebih jelas (Schober, 2010)
4) Magnetic Resonance Imaging (MRI), bisa membuat diagosa yang lebih dini
dan akurat serta lebih defititif. Gambar otak tersebut dihasilkan ketika medan
magnet berinteraksi dengan jaringan pasien itu ( Satyanegara, 2010.,
Freedman, 2009).

1.8 Komplikasi Tumor Otak


1) Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi
sehingga menambah efek masa yang mendesak (space-occupying). Edema
Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).
2) Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam
rongga cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi
pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.
3) Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
4) Epilepsi
5) Metastase ketempat lain

1.9 Penatalaksanaan Tumor Otak


Menurut National Cancer Institute (2014), penatalaksanaan tumor otak
bervariasi menurut histopatologi dan lokasi anatomis. Bahkan untuk tumor-tumor
seperti meningioma low-grade yang asimtomatis, observasi saja sudah cukup
dan terapi dilakukan apabila telah terdeteksi pertumbuhan tumor atau munculnya
gejala. Adapun pilihan penatalaksanaan tumor otak secara umum mencakup:

1) Pembedahan
Untuk sebagian besar tumor otak, usaha pembedahan komplit atau hampir
komplit umumnya direkomendasikan, apabila mungkin, dengan
pemeliharaan fungsi neurologis dan kesehatan pasien. Tujuan pembedahan
adalah untuk menegakkan diagnosis histopatologi dan mengurangi TIK
(National Cancer Institute, 2014).
2) Terapi radiasi
Pasien yang menjalani terapi radiasi pascaoperasi baik tumor low-grade
maupun high-grade dinilai dapat bertahan hidup lebih lama dibandingkan
dengan yang tidak menjalani terapi radiasi. Terapi radiasi yang berulang

13
harus diberikan dengan hati-hati karena adanya risiko defisit neurokognitif
dan nekrosis yang timbul akibat radiasi (National Cancer Institute, 2014).
3) Kemoterapi
Selama beberapa tahun, kemoterapi sistemik yang digunakan adalah
nitrosourea carmustine (BCNU) yang merupakan kemoterapi standar
sekaligus dengan pembedahan dan radiasi untuk glioma maligna. Namun
saat ini, temozolomide sudah menggantikan carmustine sebagai kemoterapi
standar. Kemoterapi bukan terapi utama bagi kebanyakan pasien, namun
dapat bermanfaat bagi pasien dengan metastasis tumor yang kemosensitif
(National Cancer Institute, 2014).
4) Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat meredakan gejala tumor otak dengan cepat dengan
cara mengurangi edema di sekitar tumor dan mengurangi TIK. Obat standar
yang digunakan adalah deksametason. Deksametason dapat memperbaiki
sawar darah otak yang terganggu pada tumor otak yang ganas.
Kortikosteroid diindikasikan pada seluruh pasien tumor otak yang
simtomatis, khususnya pasien dengan edema peritumoral yang terlihat pada
pencitraan, kecuali pada pasien dengan limfoma SSP primer di mana
kortikosteroid dapat meregresi tumor sehingga menyulitkan penegakan
diagnosis apabila diberikan sebelum tumor dibiopsi. Meskipun bermanfaat,
pemberian kortikosteroid jangka panjang dapat mengakibatkan toksisitas
klinis, sehingga apabila gejala yang dialami pasien sudah terkontrol dan
terapi yang spesifik untuk tumor telah dilakukan, dosis kortikosteroid harus
dikurangi (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).
5) Antikonvulsan
Antikonvulsan diberikan pada seluruh pasien tumor otak yang mengalami
kejang. Namun, kebanyakan pasien tumor otak tidak mengalami kejang
sebagai gejala awal. Pemberian antikonvulsan profilaksis tidak dianjurkan
bagi pasien tumor otak yang belum mengalami kejang karena diteliti tidak
bermanfaat. Yang lebih penting, banyak antikonvulsan berinteraksi dengan
obat-obatan yang lain, misalnya dapat meningkatkan metabolisme agen
kemoterapi sehingga kadarnya menurun ke level subterapetik (Deangelis
dan Rosenfeld, 2009).

2. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


2.1 Pengkajian
2.1.1 Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
2.1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan
 Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala
 Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat
kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan double,
14
ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya
ketajaman atau diplopia.
 Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala
 Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin
ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat
keluarga dengan tumor kepala.
 Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental,
kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan
hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya
perubahan peran.
2.1.3 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan
fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan
tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5
(Bowel), dan B6 (Bone).

1) Pernafasan B1 (breath)
2) Bentuk dada : normal
3) Pola napas : tidak teratur
4) Suara napas : normal
5) Sesak napas : ya
6) Batuk : tidak
7) Retraksi otot bantu napas ; ya
8) Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)
9) Kardiovaskular B2 (blood)
10) Irama jantung : irregular
11) Nyeri dada : tidak
12) Bunyi jantung ; normal
13) Akral : hangat
14) Nadi : Bradikardi
15) Tekanana darah Meningkat
16) Persyarafan B3 (brain)
17) Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman
atau diplopia.
18) Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
19) Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus
frontal
20) Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau
anasthesia)

 Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan


ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata
komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.

15
 Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak
seimbang, berkurangnya reflex tendon.
 GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan
menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang
angka 1– 6 tergantung responnya yaitu :
Eye (respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku
jari)
(1) : Tidak ada respon
Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak
dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
Motor (respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus
saat diberi rangsang nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon

1. Perkemihan B4 (bladder)
1. Kebersihan : bersih
2. Bentuk alat kelamin : normal
3. Uretra : normal
4. Produksi urin: normal
5. Pencernaan B5 (bowel)
1. Nafsu makan : menurun
2. Porsi makan : setengah
3. Mulut : bersih
4. Mukosa : lembap
5. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
1. Kemampuan pergerakan sendi : bebas
2. Kondisi tubuh: kelelahan
16
2.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.


2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula
oblongata.
3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
4. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi
ortostatik.
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada
ekspresi atau interpretasi.
6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan efek kemoterapi dan radioterapi.
7. Gangguan persepsi sensori visual berhubungan dengan aneurisma.
8. Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan aneurisma.
9. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu
menggerakan leher
.

17
5

You might also like