You are on page 1of 10

Nama : Friska Damayanti

NIM : 41116010065

Mata Kuliah : Manajemen Konstruksi

TUGAS MODUL 9

Buatlah makalah / ringkasan beserta studi kasus konsesi (pilih salah satu dari berbagai
macam konsesi) serta lampirkan sumber dan daftar pustaka.

 Pengertian Konsesi

Konsesi adalah pemberian hak, izin, atau tanah oleh pemerintah, perusahaan,
individu, atau entitas legal lain. Konsesi antara lain diterapkan pada pembukaan tambang dan
penebangan hutan. Model konsesi umum diterapkan pada kemitraan pemerintah
swasta (KPS) atau kontrak bagi hasil.

 Sejarah model kontrak konsesi

Model kontrak konsesi, awal perkembangannya adalah di Perancis. Meskipun istilah


KPS adalah baru, konsep penggunaan model swasta untuk menyediakan fasilitas-fasilitas
publik adalah sudah sangat lama. Pada abad ke-18 dan awal abad ke-19 grup-grup
perusahaan Inggris membentuk “tumpike trust” yang menjamin uang dari para investor
swasta untuk memperbaiki jalan-jalan, dan pinjaman tersebut dibayar kembali dari pungutan
uang (tolls). Di Perancis, konstruksi kanal dengan modal sektor swasta dimulai pada abad
ke-17. Model kontrak KPS in dikenal sebagai model kontrak konsesi, yaitu model “user
pays” dimana pihak sektor swasta penerima hak konsesi diizinkan untuk memungut biaya
jasa layanan umum publik untuk penggunaan fasilitas, sebagai contoh, pembayaran tol untuk
penggunaan jembatan, terowongan atau jalan. Tol digunakan untuk membayar kembali
sektor swasta dalam pembangunan dan pengoperasian fasilitas, yang biasanya dikembalikan
ke sektor publik pada akhir masa konsesi.
 Perbedaan Konsesi, Kontrak Karya, dan Perizinan Pertambangan.

Prof. R. Subekti, S.H. (1971) mengartikan konsesi sebagai suatu izin dari pemerintah
untuk membuka tanah dan menjalankan suatu usaha di atasnya, membuka jalan, menambang
dan seterusnya. Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar
pokok-pokok agraria, hak konsesi dapat dikonversi menjadi hak guna bangunan (HGB).

Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo (1981) mendefinisikan konsesi sebagai suatu penetapan
administrasi negara yang secara yuridis sangat kompleks karena merupakan seperangkat
dispensasi, izin, -lisensi disertai dengan pemberian wewenang pemerintah terbatas kepada
pemegang konsesi (konsesionaris).

Sistem konsesi ini lebih disukai oleh investor asing karena adanya sifat kepemilikan
hak pengusahaan dan pengelolaan bahan galian di dalamnya serta kecilnya ruang yang
diberikan kepada negara untuk mengontrol kegiatan mereka. Beberapa contoh negara
tambang yang menerapkan sistem konsesi ini dalam pengusahaan dan pengelolaan kekayaan
negara mereka, seperti Australia, Peru, Kanada, Brasil, Cile, Meksiko, Amerika Serikat, dan
Rusia.

Kontrak karya diartikan sebagai perjanjian antara pemerintah Republik Indonesia dan
perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dan nasional untuk pengusahaan mineral
dengan berpedoman kepada UU No. 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing serta UU
No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan.

Definisi lain kontrak karya dapat ditemukan dalam Kepmen No. 1614 Tahun 2004
tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Rangka Penanaman Modal Asing, Pasal 1 angka
1. Kontrak karya dinyatakan sebagai perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan perusahaan
berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha
pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radioaktif,
dan batubara. Berdasarkan definisi ini, subjek dalam kontrak karya adalah Pemerintah
Indonesia dan badan hukum Indonesia. Idealnya, badan hukum Indonesia mendapatkan
modal dari swasta asing hingga 95% dan bermitra dengan swasta dalam negeri dengan
setoran modal minimal 5% partisipasi.
Sedangkan mengenai definisi Perizinan, Prof. Bagir Manan melalui makalahnya
tentang ketentuan-ketentuan mengenai pengaturan penyelenggaraan hak kemerdekaan
berkumpul ditinjau dari perspektif UUD 1945, menjelaskan terminologi izin yang diartikan
sebagai “persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.”

 Prinsip Konsesi

Dalam konsesi, pemerintah memberikan tanggung jawab dan pengelolaan penuh


kepada kontraktor swasta untuk menyediakan pelayanan - pelayanan infrastruktur dalam
suatu area tertentu, termasuk dalam hal pengoperasian, perawatan, pengumpulan dan
manajemennya.

Kontraktor bertanggung jawab atas sebagian besar investasi untuk membangun,


meningkatkan kapasitas, atau memperluas jaringan, dimana kontraktor mendapatkan
pendanaan atas investasi yang dikeluarkan berasal tarif yang dibayar oleh konsumen.

Sedangkan peran pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan standar


performance dan menjamin kepada kontraktor.

Intinya, peran pemerintah telah bergeser dari yang dulunya penyedia pelayanan
menjadi pemberi aturan atas harga yang dikenakan dan jumlah harus disediakan.

Aset-aset infrastuktur yang tetap diperayacakan kepada kontraktor untuk waktu


kontrak, tertentu. Tetapi setelah biasanya 25 tahun. Lamanya tergantung pada lamanya
kontrak dan jumlah yang dibutuhkan oleh kontraktor swasta untuk menutup biaya yang telah
dikeluarkan.

Contoh Kerjasama Prinsip Konsesi

a. Pada Sektor Persampahan


Pemerintah memberikan suatu konsesi untuk membangun suatu tempat daur ulang
serta pengoperasiannya atau membangun suatu fasilitas yang dapat mengubah sampah
menjadi suatu energi.

b. Pada Sektor Air Bersih


Konsesi memiliki peran penuh dalam pelayanan air pada suatu area tertentu. Cara
konsesi telah banyak digunakan baik tingkat kota maupun tingkat nasional.
Studi Kasus Konsesi

Permasalahan kebakaran hutan yang melanda Indonesia tiap tahun selama dua dekade
terakhir tidak hanya menjadi sorotan dunia internasional, namun juga menjadi bencana yang
menyebabkan deforestasi dalam skala besar. Peristiwa kebakaran hutan yang terjadi pada
Maret 2014 di Provinsi Riau menjadi penyumbang titik api terbanyak, dengan empat
kabupaten yakni Bengkalis, Rokan Hilir, Pelalawan, dan Siak sebagai penyumbang 52% titik
api dari keseluruhan titik api di Indonesia. Peristiwa kebakaran tersebut tentu berdampak
hebat kepada warga setempat yang tinggal di sekitar lokasi konsesi hutan yang mayoritas
menjadi titik api. Seringkali dengan alasan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,
pemerintah Indonesia memberikan hak kelola kepada perusahaan-perusahaan besar swasta
melalui pemberian izin kelola puluhan tahun (berkisar antara 20-55 tahun), yang akhirnya
justru merusak hutan dan tidak mengindahkan hak warga desa. Namun demikian, selama ini
belum ada penelitian mengenai partisipasi publik dalam pengelolaan hutan dan proses
konsesi hutan di Indonesia, terutama terkait dengan persoalan gender.

Berangkat dari permasalahan tersebut, Women Research Institute (WRI) bersama


dengan World Resources Institute, serta sejumlah organisasi lokal melakukan sebuah
penelitian mengenai partisipasi warga dalam proses konsesi hutan serta kebijakan
pengelolaan hutan dengan kajian analisis gender. Tujuan dari program penelitian ini adalah
untuk memetakan bentuk dan peluang partisipasi publik dan perspektif gender dalam proses
pengelolaan hutan, terutama di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Aspek-aspek dalam tata
kelola hutan yang diteliti secara spesifik adalah bidang konsesi hutan, analisis mengenai
dampak lingkungan (AMDAL), rencana tata ruang, ketahanan pangan, dan penyelesaian
konflik.

Partisipasi Publik dalam Pengelolaan Hutan

Letak geografis Kabupaten Siak yang strategis membuatnya memiliki sumber daya mineral
dan sumber daya lahan yang berkontribusi besar bagi pembangunan daerah, diantaranya
minyak dan gas bumi, serta lahan gambut yang potensial bagi perkebunan kelapa sawit.
Selain itu, kawasan hutan produksi di Kabupaten Siak masuk ke dalam pengelolaan Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Siak dan dimanfaatkan untuk kegiatan Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) seluas 495.000 hektar. Potensi yang dimiliki Kabupaten Siak
menjadi alasan banyaknya perusahaan yang tertarik untuk berinvestasi. Hingga saat ini,
perusahaan yang berinvestasi di Kabupaten Siak tercatat sebanyak 65 perusahaan yang
bergerak di bidang perkebunan dan pengolahan sawit, pabrik kertas, kayu lapis, perkebunan,
migas, dan manufaktur.

Desa Sungai Berbari dan Desa Dosan terletak di Kecamatan Pusako, Kabupaten Siak,
Provinsi Riau menunjukkan bahwa struktur pembagian kerja berdasarkan peran tradisional
gender di lokasi penelitian telah membuat banyak pihak tidak mengenali partisipasi
perempuan dalam pengelolaan hutan.

Partisipasi Publik dalam Proses Perencanaan Tata Ruang

Hukum di Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 mengatur bahwa
prosedur perencanaan tata ruang wajib melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan,
perumusan konsepsi, serta pembahasan rencana tata ruang oleh pemangku kepentingan.

Perwakilan masyarakat umumnya hanya diundang untuk mendengarkan apa yang sudah
menjadi keputusan pemerintah kabupaten dan perusahaan mengenai batas-batas lahan sesuai
izin yang sudah dimiliki perusahaan. Masyarakat sama sekali tidak dilibatkan dalam proses
musyawarah dalam penentuan batas-batas lahan tersebut. Padahal, pemerintah yang memiliki
kewenangan dalam pemberian izin konsesi hutan seringkali tidak melakukan pemeriksaan
situasi lapangan sebelumnya, dan hanya mendasari penetapan batas-batas lahan berdasarkan
peta yang sudah ketinggalan zaman dan tidak menggambarkan situasi riil lahan saat ini.

Terkait partisipasi perempuan, pada umumnya keterlibatan perempuan di forum-forum desa


di tataran publik cukup minim. Perempuan dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab
mengurus kegiatan domestik sehingga kegiatan di tingkat publik, seperti musyawarah proses
perencanaan tata ruang, dianggap bukan merupakan ranah mereka.

Sedangkan di Desa Dosan, masyarakat umumnya menganggap bahwa pembahasan mengenai


perencanaan tata ruang dalam pertemuan resmi bukan porsi yang harus dikerjakan oleh
perempuan. Kuatnya kepercayaan bahwa laki-laki adalah ujung tombak dari keluarga,
membuat perempuan sama sekali tidak dilibatkan dalam pertemuan desa yang membicarakan
batas-batas lahan. Budaya di Desa Dosan “peran bapak itu menjemput yang jauh,
mengangkat yang berat...” Sehingga, ketika ada upaya informal dari masyarakat untuk
menyelesaikan konflik mengenai tata ruang dalam bentuk negosiasi dengan pihak perusahaan
yang seringkali menyertakan aparat keamanan, warga desa yang perempuan pun tidak
dilibatkan karena dinilai tidak aman.

Partisipasi Publik dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Dasar hukum AMDAL yang sebetulnya merupakan prasyarat beroperasinya sebuah rencana
usaha atau kegiatan pengelolaan lingkungan hidup ternyata tidak diketahui oleh masyarakat
di kedua desa. Karena keputusan mengenai pemberian izin konsesi terhadap perusahaan
dilakukan tanpa perundingan dengan masyarakat terlebih dahulu. Oleh karena AMDAL
secara prosedural belum dijalankan di Desa Sungai Berbari dan Desa Dosan, dapat
disimpulkan bahwa belum ada partisipasi masyarakat baik laki-laki maupun perempuan
dalam hal proses AMDAL, baik secara formal maupun informal.

Partisipasi Publik dalam Resolusi Konflik

Terjadi kesenjangan antara kearifan lokal dan dokumen legal kepemilikan lahan. Berdasarkan
tradisi, lahan sudah ada di desa sejak dahulu dan dapat dikelola secara turun-temurun
berdasarkan kelompok kekerabatan atau keturunan keluarga. Untuk hak menggunakan lahan
tidak diperlukan bukti surat kepemilikan tanah. Sementara, perusahaan mendapatkan surat
izin dari pemerintah daerah, terlepas dari apakah perusahaan tersebut sudah melakukan
proses pengurusan sesuai dengan yang disyaratkan oleh undang-undang dan kebijakan.
Disinilah muasal sengketa terjadi yang kemudian apabila tidak diselesaikan akan mengalami
eskalasi dan memunculkan konflik.

Partisipasi Publik dalam Ketahanan Pangan

Hadirnya perusahaan-perusahaan di Desa Sungai Berbari dan Desa Dosan membatasi akses
masyarakat desa terhadap lahan perkebunannya, yang mengakibatkan mereka tidak mampu
mengolah lahan untuk menanam tumbuhan seperti palawaija dan jahe. Lebih lanjut lagi,
mereka ‘terpaksa’ menerima satu atau dua jenis bibit tanaman seperti sawit dan karet, yang
merupakan jenis tanaman jangka panjang. Masyarakat desa menyatakan bahwa peran
pemerintah sangat penting untuk membantu menyediakan bibit tumbuhan alternatif sebagai
solusi atas permasalahan tersebut. Di sisi lain, perwakilan Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Siak menyatakan bahwa pemerintah telah menyediakan bibit pohon berupa
tanaman hutan dan tanaman buah kepada warga. Namun masyarakat desa tidak tahu-menahu
mengenai program tersebut.

Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di kedua desa tersebut menunjukkan bahwa
perempuan sangat terlibat dalam kegiatan penyediaan pangan bagi keluarga. Data mengenai
Profil Akses dan Kontrol Warga Desa Dosan dan Sungai Berbari terhadap Sumber Daya
menunjukkan sebanyak 55% perempuan melakukan berbagai aktivitas dalam pengelolaan
produk hutan non-kayu seperti madu, jamur, obat-obatan dan buah-buahan. Secara umum,
masyarakat perempuan lebih banyak berpartisipasi dalam kerja reproduksi (domestik).
Namun, perempuan juga cukup aktif terlibat dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup,
sebagaimana terlihat dalam persentase kegiatan kerja produksi antara laki-laki (47%) dan
perempuan (44%).

Permasalahan terkait Pengelolaan Hutan

Terdapat tiga permasalahan utama yang diakibatkan oleh konsesi hutan dan perkebunan di
Kabupaten Siak:

• Infrastruktur
Di Desa Sungai Berbari yang terletak sekitar satu jam dari Kota Siak, kondisi
infrastrukturnya, terutama kondisi jalan, rusak parah dan berdebu karena dilewati banyak
kendaraan berat milik perusahaan-perusahaan yang beroperasi di desa tersebut. Perusahaan
umumnya mengingkari komitmen untuk menyiram jalanan utama yang dilalui oleh truk-truk
pengangkut milik perusahaan sebanyak dua kali sehari. Akibatnya, polusi debu yang timbul
akibat keringnya tanah dan sumber air di desa tersebut, berdampak pada kesehatan dan
menimbulkan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada masyarakat terutama pada anak-
anak.

Meskipun kondisi infrastruktur dan pembangunan di Desa Dosan lebih baik dibandingkan
dengan Desa Sungai Berbari, namun masyarakat juga mengalami permasalahan serupa
dengan perusahaan, yang mengingkari janji untuk membangun sumur bor dan membuat jalan
alternatif ke Desa Dosan. Namun ketika masyarakat desa mendatangi perusahaan untuk
bernegosiasi, mereka tidak diacuhkan, dan justru dihadang oleh aparat keamanan serta anjing
penjaga milik perusahaan.

• Lingkungan Hidup
Kondisi lingkungan hidup di Desa Sungai Berbari dan Desa Dosan sangat buruk, tidak
tersedianya air bersih maupun kualitas dan suhu udara yang kotor. Air dari sumur bor di
rumah-rumah masyarakat sangat keruh, berwarna kuning kecoklatan dan berbau besi.
Sedangkan air sungai telah tercemari limbah pabrik kertas, yang mengakibatkan penurunan
drastis jumlah ikan yang biasanya dipancing atau dijaring oleh masyarakat. Di sisi lain, warga
terpaksa tetap mengonsumsi ikan yang telah tercemar oleh air limbah tersebut, sehingga
berpotensi menghadapi ancaman kesehatan.

Pembakaran lahan dan hutan juga masih menjadi permasalahan utama di Desa Sungai Berbari
dan Desa Dosan. Sejatinya pembakaran dilakukan oleh perusahaan maupun masyarakat
setempat sebagai cara yang mudah dan murah untuk membuka lahan perkebunan, namun
pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat setempat dalam skala kecil dan masih dapat
dikontrol. Sementara pembakaran lahan oleh perusahaan dalam skala yang sangat luas dan
tidak bisa atau sulit untuk dikontrol.

Banyaknya kebakaran hutan dan lahan menyebabkan suhu udara yang panas, kondisi debu
yang sangat parah, serta menurunnya kualitas kesehatan masyarakat akibat gangguan
kesehatan seperti sesak nafas, batuk, dan sebagainya. Budidaya kelapa sawit yang menjadi
sumber pemasukan utama mayoritas masyarakat di Desa Sungai Berbari juga menyebabkan
kondisi daerah menjadi sangat kering dan panas, serta tanah menjadi tercemar oleh pupuk
kelapa sawit sehingga tidak dapat ditanami tumbuhan lain

• Kesejahteraan Masyarakat
Permasalahan utama kesejahteraan masyarakat di kedua desa adalah kebun kelapa sawit
menjadi komoditas utama serta mata pencaharian mayoritas masyarakat. Sehingga,
penghasilan masyarakat dari hasil kelapa sawit juga tergantung dari harga jual kelapa sawit
dan komoditas lainnya pada saat itu. Penentuan harga sepenuhnya ditentukan oleh
Tauke (pemborong sawit) yang membeli hasil kelapa sawit dari kebun warga. Sementara itu,
warga tidak memiliki kekuasaan untuk melakukan negosiasi harga sehingga mereka terpaksa
mengikuti aturan harga jual tersebut.
Meskipun penghasilan masyarakat dari kebun sawit mereka terbilang cukup besar, namun
masyarakat mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari, misalnya untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar genset, membeli air bersih untuk
keperluan meminum dan memasak sehari-hari, serta memenuhi kebutuhan pokok yang
harganya terbilang cukup mahal.
Daftar Pustaka

https://resvani.com/apa-sih-perbedaan-konsesi-kontrak-karya-dan-perizinan-di-
pertambangan/

https://id.wikipedia.org/wiki/Konsesi

http://www.wri.or.id/172-current-project-id/perempuan-politik/partisipasi-perempuan/705-
gender-dan-konsesi-hutan-studi-kasus-desa-sungai-berbari-dan-desa-dosan-kabupaten-siak-
riau.html#.Ww2E0av4nIU

You might also like