You are on page 1of 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Infeksi Menular Seksual


Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit Menular Seksual
(PMS) atau dalam bahasa Inggrisnya Sexually Transmitted Disease (STDs),
Sexually Transmitted Infection (STI) or Venereal Disease (VD). IMS atau
Seksually Transmitted Disease adalah suatu gangguan atau penyakit yang
ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan seksual.
AIDS tidak bisa diobati dengan antibiotik.Infeksi menular seksual dapat
disebabkan oleh bakteri, jamur, protozoa atau ektoparasit. Penularannya
terutama melalui hubungan seksual dan biasanya menyerang alat kelamin
(Hardjeno, 2003).
Faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi menular seksual
(IMS)yaitudari satu orang menderita penyakit menular seksual ke orang yang
lain melalui kontak seksual (Hardjeno, 2003). Menurut the Centers for Disease
Control (CDC) terdapat lebih dari 15 juta kasus penyakit menular seksual
dilaporkan pertahun, kelompok umur yangmemiliki risiko paling tinggi untuk
tertular penyakit menular seksual, 3 juta kasus baru tiap tahun adalah
gonorrhoeae.
Beberapa faktor yang sangat berhubungan dengan kejadian penyakit
menular seksual yaitu (Magnus, 2007):

1. Faktor Agent
Faktor agent yang menyebabkan terjadinya kejadian penyakit
menular seksual adalah kuman (bakteri, virus, penyakit dan lain- lain),
penyakit menular seksual yang ditularkan secara kontak seksual.
2. Faktor Host (Pejamu)
Faktor pejamu adalah manusia yang mempunyai kemungkinan
terpapar oleh agent. Faktor yang berkaitan dengan pejamu antara lain, umur
pertama kali berhubungan seks, jenis kelamin, status perkawinan, ras, tidak

5
6

menggunakan kondom ketika berhubungan seks beresiko, mempunyai


pasangan seks yang beresiko tinggi, mencari pengobatan sendiri.
Menurut R. Kwick dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa
perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati
dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku yang dapat mempengaruhi kejadian
servisitis gonore adalah perilaku penggunaan kondom.
Berganti-ganti pasangan seksual, tidak menggunakan kondom pada
saat berhubungan seksual, penggunaan kondom hanya sebagai pencegah
kehamilan bukan sebagai pencegah penularan penyakit gonore (Daili, 2009).
Berganti-ganti pasangan seksual merupakan perilaku yang sangat rentan
terhadap penularan PMS termasuk servisitis gonore karena tanpa disadari
pasangan seksual yang menderita gonore mampu menularkannya melalui
infeksi kuman Neisseria gonorrhoeae yang menempel pada lapisan epitel
vagina. Neisseria gonorrhoeae mempunyai pili beberapa protein permukaan
sehingga dapat melekat pada sel epitel kolumner dan menuju ruang
subepitelial, serta dengan adanya lipooligosakarida yang terdapat pada
gonokok akan menimbulkan invasi dan destruksi sel epitel mukosa secara
progresif juga pada lapisan sub mukosa disertai dengan respons dari lekosit
polimorfonuklear yang hebat. Peradangan dan destruksi sel epitel tersebut
menimbulkan duh tubuh mukopurulen (Widyastuti, 2000).
Pinem (2009), yang menyatakan bahwa perempuan mempunyai
peluang tiga kali lebih besar terinfeksi saat berhubungan seksual. Mukosa
vagina lebih mudah lecet saat melakukan hubungan seksual, melalui bagian
yang lecet ini kuman/bakteri menembus masuk. Jika pada saat berhungan
seksual menggunakan kondom, maka diharapkandapat mencegah penularan
terhadap gonore karena kuman Neisseria gonorrhoeae tidak dapat
menembus lapisan kondom sehingga tidak mampu menginfeksi lapisan
epitel vagina.
Hubungan seksual di bawah umur 20 tahun akan berdampak lebih
tinggi dibandingkan “ Kurun Reproduksi Sehat “ antara 20-30 tahun pada
kesehatan reproduksi perempuan karena sebelum usia tersebut
perkembangan sel-sel pada organ reproduksi perempuan belum
7

sempurna/belum matang alat reproduksinya. Mukosa vagina masih tipis


sehingga sangat mudah timbul iritasi/luka pada saat berhubungan seksual.
Iritasi/luka tersebut memudahkan masuknya kuman yang menyebabkan
terjadinya infeksi (Universitas Bakti Indonesia Banyuwangi, 2010).
Jazan (2003), melaporkan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian gonore adalah umur pertama kali berhubungan seksual.
Jika semakin dini usia seorang wanita berhubungan seksual , maka
frekuensinya juga semakin tinggi, semakin tinggi tingkat paparan terhadap
kuman Neisseria gonorrhoeae sehingga semakin rentan tertular servisitis
gonore. Pendapat yang sama juga dikemukan oleh Pinem (2009), bahwa
perempuan muda mempunyai mukosa vagina dan jaringan serviks yang
mudah terinfeksi.
Jazan (2003), melaporkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian gonorrhoeae adalah cara membasuh vagina. Semakin sering
seorang wanita membasuh vaginanya dengan cairan antiseptik dapat
mengganggu flora normal dan pH vagina mengakibatkan memudahkan
berkembangnya kuman Neisseria gonorrhoeae dan rentan terjadi servisitis
gonore. Gonorrhoeae juga dapat ditularkan melalui barang perantara yang
sudah dipakai oleh penderita, seperti misalnya : pakaian dalam, handuk,
termometer dan sebagainya ( Djuanda, 2007).
B. Bahaya Infeksi Menular Seksual
IMS menjadi pembicaraan yang begitu penting setelah muncul kasus
penyakit AIDS yang menelan banyak korban meninggal dunia, dan sampai
sekarang pengobatan yang paling manjur masih belum ditemukan. Angka
kesakitan IMS di Indonesia pada Tahun 2007 adalah sebanyak 11.141 kasus
kejadian IMS. Angka kesakitan ini mengalami peningkatan bila dibandingakan
dengan hasil survei pada Tahun 2008 yaitu sebanyak 16.110 kasus kejadian
IMS, sedangkan pada Tahun 2009 sebanyak 19.973 kasus Kejadian IMS di
Indonesia Apalagi komplikasi dari IMS (termasuk AIDS) bisa dibilang banyak
dan akibatnya pun cukup fatal (Depkes RI, 2006).
Bahaya IMS munurut WHO (2009), yaitu pada wanita dapat menyerang
saluran indung telur, indung telur, rahim, kandung kencing, leher rahim,dapat
8

menyebabkan kemandulan, dapat menyebabkan keguguran, dapat


menyebabkan kanker leher rahim, vagina, saluran kencing, anus. Kasus pada
pria dapat menyerang kandung kencing, vas deferens, prostat, penis,
epididymis, testicle, saluran kencing, kantung zakar, seminal vesicle, anus,
dapat merusak penglihatan, otak dan hati, menyebabkan kita rentan terhadap
HIV/AIDS, ada yang tidak bisa disembuhkan dan menyebabkan kematian.IMS
menyerang sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan menyerang
mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya.Penyakit
ini sudah ada sejak zaman Mesir, dimana sebagai ilustrasi, pada tahun 1974
telah ditemukan sebanyak 850.000 kasus PMS/ tahun, dan diantaranya terdapat
1255 kasus Sifilis/ tahun (WHO, 2009).
Beberapa IMS yang sering ditemukan di Indonesia antara lain adalah
(Daili et al., 2011) :
1. Disebabkan oleh Bakteri : Gonorrhoe, Sifilis, Urethritis, Vaginosis Bakterial
2. Disebabkan Virus : AIDS, Herpes Genitalis, Hepatitis B, Kondiloma
Akuminata
3. Disebabkan oleh Jamur : Kandidiasis Vagina.
Gonorrhoeae mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoe. Neisseria gonorrhoeae adalah diplococcus Gram negatif,
obligat patogen manusia yang biasanya berdiam dalam uretra, serviks, faring
atau saluran anus wanita. Infeksi terutama mengenai epitel kolumner atau
transisionel saluran kemih dan kelamin. Gonorrhoeae bersama IMS lain
memfasilitasi transmisi dari Human Immunodeficiency Virus (HIV). Gambaran
klinis pada wanita dapat asimptomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa
nyeri pada panggul bawah. Umumnya wanita datang berobat kalau sudah ada
komplikasi (Sparling, 2008).

C. Tinjauan Tentang Neisseria gonorrhoeae


Gonore adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh kuman Neisseria
gonorrhoeae (N. gonorrhoeae), suatu diplokokus gram negatif.Pada tahun
1879, N. gonorrhoeae ditemukan oleh Neisser dengan pulasan sediaan hapusan
dari eksudat uretra, vagina dan konjungtiva. Transmisi penyakit gonorrhoeae
9

terjadi melalui inokulasi langsung dari sekresi mukosa yang terinfeksi pada
satu tempat ke tempat lainnya melalui kontak genital-genital, genital-anorektal,
oro-genital, atau dari ibu yang terinfeksi ke bayinya pada proses persalinan
(Sparling, 2008).
Gonokokus adalah diplokokus gram negatif, tidak bergerak dan tidak
berspora. Bentuk dari gonokokus menyerupai biji kopi dengan lebar 0,8 p dan
panjang 1,6 p yang secara karakteristik tumbuh berpasangan dan bagian yang
berdekatan adalah datar (rata), (Sparling, 2008). Bakteri Neisseria gonorrhoeae
terletak intraseluler yang biasanya terdapat dalam leukosit polimorfonuklear.
Gonococcus bersifat anaerob obligat, tidak tahan lama diudara bebas, cepat
mati pada keadaan kering, tidak tahan zat desinfektan, hidup optimal pada suhu
25,5°C dan pH 7,4. Untuk pertumbuhan optimal diperlukan kadar CO2 2-10%
(Sparling , 2008).

Gambar 2.1 bakteri Neisseria gonorrhoeae


Penentuan tipe gonokokus secara morfologi didasarkan pada dua hal,
yang pertama berdasarkan bentuk koloni yang terjadi bila gonokokus dibiakkan
pada media agar jernih, dan yang kedua berdasarkan opasitas koloni.
Berdasarkan bentuk koloni gonokokus dibagi menjadi empat tipe. Koloni
berbentuk kecil, cembung dan berkilau terdiri dari dua tipe yaitu tipe 1 dan tipe
2, koloni ini memiliki pili (piliated) dan ditandai dengan P+. Sedangkan koloni
berbentuk besar dan datar juga dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe 3 dan tipe 4,
tidak memiliki pili (nonpiliated) dan ditandai dengan P-. Dalam penelitian in
vitro didapatkan koloni P+ bersifat virulen sedangkan koloni P- mengalami
penurunan kemampuan untuk menimbulkan infeksi. Beberapa koloni memiliki
10

kemampuan mengalami konversi dari P+ menjadi P- atau sebaliknya beberapa


koloni P- dapat mengalami konversi menjadi P+ (Daili et al., 2011).
Berdasarkan opasitasnya, koloni dibagi menjadi koloni yang opak (Op)
tampak lebih gelap dan bergranuler bila dibandingkan dengan koloni yang
transparan (Tr). Dasar biokimia perbedaan antara koloni Op dan Tr adalah
adanya variasi ekspresi famili protein membran luar yang disebut protein II (P
II), yang saat ini dikenal dengan istilah Opa. Koloni Op terdiri dari sel-sel yang
menunjukkan Opa sedangkan Tr mengandung sel-sel yang tidak mengandung
Opa (Daili et al., 2011)

D. Patogenitas Neisseria gonorrhoeae


Kemampuan N. gonorrhoeae untuk menginvansi host dan menentukan
patogenitasnya diperankan oleh beberapa protein antigenik yang terkandung
pada membran luar bakteri.
Patogenesis terjadinya infeksi oleh N. gonorrhoeae diawali dengan
perlekatan (adherence) bakteri pada sel-sel mukosa kolumnar atau kuboid, sel
epitel yang tidak mengalami kornifikasi melalui perantaraan pili dan Opa.
Selanjutnya terjadi interaksi antara bakteri dan neutrofil, dimana sebagian besar
bakteri (gonokokus tidak mengandung pili) akan mengalami fagositosis oleh
neutrofil sehingga berada di dalam sel (Neisseria intraseluler). Sedangkan
gonokokus yang mengandung pili mampu melekat lebih baik dan menghindar
dari fagositosis. Perlekatan pada neutrofil diperankan oleh protein Opa dan
porin bekerja menghambat maturasi fagosom dan fungsi neutrofil, menurunkan
ekspresi opsonin-dependent receptor CR3, serta mengubah myeloperoxiadase-
mediated oxidative killing(Hook dan Handsfield,2008)
Perlekatan bakteri secara selektif pada sel-sel yang mensekresikan
mukus tanpa silia akan mengalami invasi ke dalam sel, untuk mengadakan
multiplikasi dan pembelahan intraseluler. Saat berada di dalam sel epitel,
bakteri mampu bertahan dari antibodi, komplemen atau neutrofil.Invasi
diperankan oleh P1A, protein Opa, dan LOS pendek nonsialylated. Kerusakan
jaringan terjadi akibat enzim (fosfolipase, peptidase) yang dihasilkan oleh LOS
dan peptidoglikan (Sparling, 2008).
11

Selama infeksi Lipopolisakarida (LOS) dan peptidoglikan bakteri


dilepaskan melalui autolisis sel. Lipooligosakarida akan memicu produksi
Tumor Necrosis Factor (TNF) yang menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan
sel mukosa yang progresif dan invasi submukosa akan disertai dengan respon
leukositik polimorfonuklear yang banyak, pembentukan mikro abses, dan
eksudasi material purulen ke dalam lumen organ yang terinfeksi. Pada keadaan
infeksi yang tidak terobati, leukosit polimorfonuklear secara gradual akan
digantikan oleh sel mononuclear (Daili et al., 2011).
Selain kerusakan jaringan secara lokal, dapat terjadi diseminasi
(bakterimia dengan atau tanpa disertai artritis septik). Diseminasi terjadi akibat
kemampuan bakteri bertahan dari antibodi dan komplemen pada serum
manusia (resistensi serum). Bakteri yang resisten terhadap serum manusia
merupakan bakteri dengan LOS panjang. Resistensi serum terjadi pula akibat
blokade akses antibodi pada LOS yang diperankan oleh Rmp dan Por (C4bp
dan faktor H yang berikatan pada loops dari Por) yang menghambat deposit
dan aktivasi komplemen (Hook dan Handsfield, 2008).

Gambar 2.2 Patogenesis gonore tanpa komplikasi


12

E. Gejala Klinis Infeksi Menular Seksual


Terkadang infeksi menular seksual tidak memberikan gejala, baik pria
maupun wanita. Beberapa infeksi menular seksual baru menunjukkan
gejalanya berminggu-minggu, berbulan-bulan, maupun bertahun-tahun setelah
terinfeksi. Mayoritas infeksi menular seksual tidak memberikan gejala
(asimtomatik) pada perempuan (60-70% dari infeksi gonore dan klamidia)
(Daili et al., 2011).
Pada perempuan, konsekuensi infeksi menular seksual sangat serius dan
kadang-kadangbersifat fatal (misalnya kanker serviks, kehamilan ektopik, dan
sepsis). Konsekuensi juga terjadi pada bayi yang dikandungnya, jika
perempuan tersebut terinfeksi pada saat hamil (bayi lahir mati, kebutaan)
(Anderoto, 2015).
Gejala infeksi menular seksual bisa berupa gatal dan adanya sekret di
sekitar alat kelamin, benjolan atau lecet disekitar alat kelamin, bengkak
disekitar alat kelamin, buang air kecil yang lebih sering dari biasanya, demam,
lemah, kulit menguning dan rasa nyeri disekujur tubuh, kehilangan berat
badan, diare, keringat malam, pada wanita bisa keluar darah diluar masa
menstruasi, rasa panas seperti terbakar atau sakit saat buang air kecil,
kemerahan disekitar alat kelamin, rasa sakit pada perut bagian bawah pada
wanita diluar masa menstruasi, dan adanya bercak darah setelah berhubungan
seksual (Daili et al., 2001).

F. Manifestasi klinis Gonorrhoeae


Manifestasi klinis gonorrhoeae merupakan suatu spektrum yang
meliputi infeksi asimptomatis, infeksi simptomatis lokal, infeksi komplikata
lokal, dan diseminasi sistemik. Pria yang terinfeksi gonokokal dapat
mengalami infeksi asimptomatis sebesar 10%, sedangkan pada wanita yang
terinfeksi gonokokal, 50% adalah asimptomatis (Hook, 2008).
Uretritis asimptomatis pada pria merupakan reservoir transmisi
gonokokal yang terpenting. Manifestasi klinis gonokokal pada pria yang
tersering adalah uretritis anterior akut. Infeksi urogenital pada wanita yang
13

disebabkan oleh infeksi Neisseria gonorrhoeae paling sering terjadi pada


endoserviks, yang merupakan infeksi primer.Infeksi gonokokal pada vagina
jarangterjadi pada wanita masa reproduksi, karena terjadinya penebalan epitel
kolumnar pada vagina dan oleh karena kuatnya pertahanan
biologiknya.Sedangkan pada infeksi gonore pada anak-anak, wanita hamil dan
pada wanita sesudah menopause mudah untuk terkena infeksi gonokokal pada
vagina.Kolonisasi uretra terdapat pada 70-90% wanita yang terinfeksi, dan
jarang terjadi bila tidak terdapat infeksi endoserviks. Tetapi, setelah
histerektomi, tempat infeksi umumnya terdapat pada uretra. Infeksi pada
kelenjar periuretra (skene) atau duktus kelenjar Bartholin juga sering terjadi,
tetapi kejadiannya jarang bila tidak terdapat infeksi endoserviks atau uretra.
Pada wanita yang mengalami servisitis gonokokal juga dapat terjadi infeksi
pada mukosa rektum, dengan angka kejadian sebesar 35-50% (Komisi
Nasional Perlindungan Anak, 2011).
Masa inkubasi pada pria bervariasi antara 1-14 hari atau lebih panjang,
tetapi mayoritas gejala pada pria muncul dalam waktu 2-5 hari. Gejala
predominan adalah duh tubuh uretra yang awalnya dapat bersifat mukoid atau
mukopurulen, kemudian dalam 24 jam setelah onset akan menjadi purulen dan
profus. Disuria umumnya muncul setelah tampak adanya duh tubuh. Masa
inkubasi gonorrhoeae pada wanita lebih bervariasi dibandingkan pada laki-
laki. Gejala lokal umumnya muncul 10 hari setelah infeksi, dengan gejala
utama meliputi peningkatan eksudat dari vagina yang berasal dari endoserviks
yang bersifat purulen, tipis dan agak berbau. Beberapa pasien dengan servisitis
gonore kadang mempunyai gejala yang minimal. Gejala lainnya dapat berupa
disuria yaitu keluar sedikit duh tubuh dari uretra yang mungkin disebabkan
oleh uretritis yang menyertai servisitis. Dapat juga terjadi nyeri perut bagian
bawah atau dispareunia, nyeri ini dapat diakibatkan dari menjalarnya infeksi ke
endometrium, tuba falopi, ovarium dan peritoneum.Nyeri bisa terjadi bilateral,
unilateral, dan tepat pada garis tengah.Dapat disertai panas badan, mual dan
muntah. Nyeri pada perut bagian kanan atas dari perihepatitis (Fitz-Hugh-
Curtis syndrome) dapat terjadi melalui penyebaran bakteri ke atas melalui
peritoneum (Hook dan Handsfield, 2008).
14

Gejala lainnya dapat berupa perdarahan uterus diantara masa menstruasi


dan menorrhagia. Masing-masing gejala tersebut dapat terjadi sendiri atau
kombinasi dengan derajat minimal sampai berat. Komplikasi lokal pada wanita
dapat berupa penyakit radang panggul (PRP) akut yang terdiri dari salfingitis
dan kadang- kadang dapat terjadi endometritis, abses tubo-ovarium, atau
peritonitis pelvis, komplikasi ini terjadi pada 10-20% pasien wanita dengan
infeksi gonokokus akut. (Daili et al., 2011).

G. Diagnosis Laboratorium Infeksi Gonorrhoe


Bahan pemeriksaan dapat berasal dari secret uretra, konjungtiva atau
serviks.
1. Sediaan Langsung (Pewarnaan Methylene Blue)
Pewarnaan Gram tidak diperlukan jika hanya menghendaki adanya
jasad renik atau bakteri saja. Dalam hal itu, pewarnaan yang cepat dan cepat
adalah memakai larutan Methylene Blue.PewarnaanMethylene Blue
digunakan untuk mengetahui penyebab servictis atau urectristic dengan
mendeteksi kuman Diplokokus Intraseluler (Idrus, 2017).
2. Kultur
Kultur spesifik hapusan dari tempat infeksi merupakan kriteria
standar diagnosis dan juga dapat digunakan sebagai pedoman pengobatan
dengan memperoleh informasi mengenai kerentanan antibiotika terhadap
organisme tersebut. Kultur sangat berguna pada saat diagnostik tidak jelas
atau ketika terjadi kegagalan pengobatan. Neisseria gonorrhoeae adalah
organisme yang memerlukan kelembaban,CO2yang tinggi, dan tumbuh pada
media yang diperkaya agar coklat yang berisi darah (Hook, 2008). Kultur
endoserviks dengan menggunakan media selektif mempunyai sensitivitas
sebesar 80-90%. Media selektif untuk N. gonorrhoeae adalah media Thayer
Martin yang memiliki sensitivitas 80-95% (Davey Patric, 2005). Kultur
Thayer Martin mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan
kuman gram positif, kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri gram
negatif, nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur, trimetroprim untuk
menekan pertumbuhan kuman Proteus spp. Pada kultur akan tampak koloni
15

berwarna putih keabuan, mengkilat dan cembung. Media lain adalah agar
coklat Mcleod, tetapi media ini dapat ditumbuhi oleh kuman lain selain
gonococcus (Davey Patric, 2005).

H. Berisiko Terkena IMS


Setiap orang bisa tertular IMS.Orang yang paling berisiko terkena IMS
adalah orang yang suka berganti pasangan seksual dan orang yang walaupun
setia pada satu pasangan namun pasangan tersebut suka berganti-ganti
pasangan seksual (Anderato, 2015).
Kelompok risiko tinggi tergolong usia 20-34 tahun pada laki-laki, 16-24
tahun pada wanita, 20-24 tahun pada kedua jenis kelamin, Pekerja seksual
komersial atau wanita tuna susila, Pecandu narkotik dan Homoseksual.WPS
merupakan kelompok resiko tinggi terkena IMS dan berpengaruh penting
dalam persebaran IMS (Daili et al., 2011).
Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit
masyarakat yang harus diberhentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan
usaha pencegahan dan perbaikan.Pelacuran berasal dari bahasa Latin pro-
stituere atau pro-stauree, yang berarti membiarkan dalam berbuat zina,
melakukan persundalan, percabulan atau sundal. Dikenal pula dengan istilah
WTS atau tuna susila (Kartono, 2005).
Pekerja seks komersial adalah suatu pekerjaan dimana
seorangperempuan menggunakan atau mengeksploitasi tubuhnya untuk
mendapatkan uang. Saat ini tingkat kemoralan bangsa Indonesia semakin
terpuruk, hal ini terbukti dengan tingginya jumlah pekerja seks komersial.
Akibatnya semakin banyak ditemukan penyakit menular seksual. Profesi
sebagai pekerja seks komersial denganpenyakit menular seksual merupakan
satu lingkaran setan. Biasanya penyakit menular seksual ini sebagian besar
diidap oleh wanita pekerja seks, dimana dalam ’’menjajakan’’ dirinya terhadap
pasangan kencan berganti-ganti tanpa menggunakan pengaman seperti kondom
(Kartono, 2005).
Statistik menunjukkan, bahwa kurang lebih 75% dari jumlah pelacur
adalah wanita-wanita muda dibawah umur 30 tahun. Mereka itu umumnya
16

memasuki dunia pelacuran pada usia yang muda, yaitu 13-24 tahun dan yang
paling banyak adalah usia 17-21 tahun. Tindak-tindak immoril seksual terang-
terangan tanpamalu, sangat kasar, dan sangat provokatif dalam
coitus/bersenggama, dan dilakukan dengan banyak pria (promiskuitas) pada
umumnya dilakukan oleh anak-anak gadis remaja penganut seks bebas (Daili et
al., 2011).

I. Cara PenularanIMS
IMS dapat terjadi saat melakukan hubungan seksual tanpa memakai
kondom dengan seseorang yang mengidap IMS terutama seks anal dan seks
oral, yang dapat mengakibatkan luka. Kebanyakan IMS didapat dari hubungan
seks yang tidak aman.Yang dimaksud dengan seks yang tidak aman, adalah
melakukan hubungan seksual lewat vagina tanpa kondom (penis di dalam
vagina), melakukan hubungan seksual lewat anus tanpa kondom (penis di
dalam anus), dan hubugan seksual lewat oral atau karaoke (penis di dalam
mulut tanpa kondom atau mulut menyentuh alat kelamin wanita)(Abrori dan
Mahwar, 2017).
Penularan IMS juga dapat terjadi dengan cara lain, yaitu melalui
transfusi darah dengan darah yang sudah terinfeksi HIV, saling bertukar jarum
suntik pada pemakaian narkoba, tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara
sengaja/ tidak sengaja, menindik telinga atau tato dengan jarum yang tidak
steril, penggunaan alat pisau cukur secara bersama-sama (khususnya jika
terluka dan menyisakan darah pada alat), dari ibu kepada bayi misalnya saat
hamil, saat melahirkan, dan saat menyusui (Abrori dan Mahwar, 2017).

You might also like