You are on page 1of 5

Name : Fauzan Muktasid

S.Reg.N : 20160111024001

Subject : Writing III ‘Folktale”

Due : April 11, 2018

The legend of Manarmakeri


Wospakrik clan version

Sudah menjadi sebuah tradisi turun-temurun bahwa masyarakat Papua memiliki begitu

banyak cerita rakyat dan legenda yang hidup bersama mereka. cerita tersebut dilestarikan

secara turun-temurun melalui para leluhur atau kepala suku kepada generasi berikutnya,

berbeda halnya dengan masyarakat Yunani kuno, yang mana mereka menulis kisah-kisah

mereka di atas kertas. Oleh karena itu, terdapat perbedaan antara cerita yang dimiliki suatu

daerah, dengan yang lainnya. Contohnya, certia Manarmakeri yang berasal dari daerah Biak

Numfor dengan yang berasal dari daerah Samber pantai di Biak. Penasaran?

Alkisah, di daerah Samber pantai, hiduplah seorang lelaki tua bernama Manarmakeri.

Lelaki tua itu menderita penyakit kulit disekujur tubuhnya. Penyakit tersebut membuat dirinya

dijauhi oleh para penduduk sekitar. Mereka menolak untuk tinggal satu kampung bersama

dengan Manarmakeri. Alhasil, Manarmakeri pun hidup terpisah dengan para penduduk yang
lainnya. Lalu ia pun memikirkan cara bagaimana agar ia dapat tetap bertahan hidup.

Manarmakeri kemudian membuat kebun yang bisa ia tanami sayur-sayuran dan bahan makanan

lainnya. Karena para penduduk menolak untuk hidup berdampingan dengan Manarmakeri, ia

pun hanya bisa menikmati hasil panennya sendiri. Ketika ia ingin bergaul bersama para

penduduk yang lain, mereka menolaknya, karena para penduduk merasa jijik dengan penyakit

kulit yang diderita Manarmakeri.

Namun, Manarmakeri tidak pernah berputus asa. Ia selalu mencoba bagaimanapun

caranya agar ia dapat bergaul dengan masyarakat. Pada suatu ketika, Manarmakeri berjalan-

jalan di tepi pantai samber, sembari menikmati indahnya pemandangan, ia pun tertidur lelap.

Ketika ia terbangun, sontak Manarmakeri pun terkejut melihat sekelompok wanita yang sangat

cantik sedang mandi di Kapasasi (gabungan antara air tawar yang keluar dari celah bebatuan

dengan air laut). Ketika mereka sedang asyik mandi di Kapasasi, Manarmakeri menjahili

mereka. Ia melempari mereka dengan buah tomi-tomi (buah yang berbentuk bulat yang biasa

tumbuh di tepi pantai Samber,Biak) dan akhirnya mengenai anggota tubuh salah seorang

wanita cantik yang sedang mandi tersebut. Ketika hari gelap, sekelompok wanita cantik

tersebut pulang.

Beberapa bulan kemudian, salah seorang wanita cantik yang terkena lemparan buah tomi-

tomi dari Manarmakeri, sontak merasa kaget mengetahui bahwa ternyata dirinya sedang hamil.

Seisi kampung pun menjadi heboh. Akhirnya, mereka memutuskan untuk membuat sayembara

guna mengetahui siapa sebenarnya bapak dari anak yang dikandung si wanita cantik itu. Semua
orang pun berlomba-lomba untuk membuktikan bahwa mereka adalah ayah dari anak yang

dikandung wanita tersebut, para panglima perang, orang kaya, mereka semua mencoba untuk

datang dan memenangkan sayembara. Dari mulai golongan tua, muda, bahkan anak-anak

sekalipun. Setelah itu, beberapa orang pun mulai maju ke hadapan wanita cantik itu, namun si

anak bayi yang berada di pangkuan wanita cantik itu tetap saja menangis, yang menandakan

bahwa orang-orang tersebut memanglah bukan ayah kandungnya. Akhirnya, tiba giliran

kontestan terakhir, si Manarmakeri. Pada saat ia maju ke depan untuk melihat anak bayi

tersebut, semua orang yang berada di tempat sayembara terkejut,karena bayi itu tersenyum dan

berhenti menangis dan memanggil “bapak,bapak.” Semua orang pun merasa heran, mengetahui

bahwa ternyata ayah dari anak yang dikandung si wanita cantik tersebut adalah Manarmakeri,

seorang yang buruk rupa, dengan penyakit kulit yang ia derita sejak lama.

Setelah mengetahui kenyataan bahwa Manarmakeri adalah seorang ayah dari wanita

cantik tersebut, para penduduk pun memutuskan agar mereka pergi meninggalkan desa.

Manarmakeri, sang istri, anak Manarmakeri, dan keluarga dari sang istri Manarmakeri pun

pergi meninggalkan desa.

Tahun demi tahun pun berlalu. Sang anak kini telah tumbuh menjadi seorang anak kecil

yang tampan. Suatu ketika, sang anak berkata kepada ibunya bahwa ia lapar. Lalu sang ibu

berkata “pergil dan makanlah kudis ayahmu!.” Kemudian sang anak pun pergi memghampiri

Manarmakeri yang saat itu sedang duduk di tepi pantai sembari berkata, “ayah, saya lapar dan

mama bilang saya disuruh makan kudisnya bapak.” Sontak Manarmakeri pun terkejut
mendengar ucapan anaknya. Ia hanya merenung sembari menggambar makanan di pasir pantai.

Namun, ketika Manarmakeri menghentakkan kakinya ke pasir pantai, tiba-tiba muncul

makanan yang ia gambar tadi. Lalu sang anak memakannya. Tak lama kemudian, sang istri

datang menghampiri merek berdua dan berkata “Kenapa bisa ada makanan? Padahal semua

bahan makanan kita telah habis.” Sang istri hanya berdiri mematung melihatnya.

Akhirnya, Manarmakeri menggambar sebuah perahu di pinggir pantai, ia pun

menghentakkan kakinya sekali lagi, seketika itu pula, muncul perahu dari dalam laut. Ketika

perahu tersebut, Manarmakeri berlari ke dalam hutan, menuju sebuah pohon besar dengan

lubang ditengahnya. Manarmakeri pun masuk ke dalam lubang itu. Namun, setelah ia keluar

dari lubang pohon tersebut, tubuhnya berubah menjadi bersih dan wajahnya pun menjadi sangat

tampan. Ia pun lalu kembali menemui sang anak dan istri. Mereka berdua terkagum, melihat

sosok Manarmakeri yang telah berubah menjadi sosok yang tampan, gagah, dan bersih.

Manarmakeri lalu naik ke atas perahu meninggalkan anak dan istrinya. Ia berkata “Suatu saat

nanti aku akan kembali dan mensejahterakan kehidupan masyarakat desa…”

THE END
About the story teller……

Name : Agustinus Clemens Wospakrik


Sex : Male
Place, Date of birth : Biak, 24th August 1998
Address : Bakum street No. 19, in front of Siloam church, Waena.
Hobbies : football, singing, and cooking

You might also like