You are on page 1of 6

Tes Alergi pada Kulit

Macam tes kulit untuk mendiagnosis alergi :

- Puncture, prick dan scratch test biasa dilakukan untuk menentukan alergi oleh
karena alergen inhalan, makanan atau bisa serangga.
- Tes intradermal biasa dilakukan pada alergi obat dan alergi bisa serangga
- Patch test (epicutaneus test) biasanya untuk melakukan tes pada dermatitis kontak
Skin Prick Test adalah salah satu jenis tes kulit sebagai alat diagnosis yang
banyak digunakan oleh para klinisi untuk membuktikan adanya IgE spesifik yang
terikat pada sel mastosit kulit. Terikatnya IgE pada mastosit ini menyebabkan keluarnya
histamin dan mediator lainnya yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah akibatnya timbul flare/kemerahan dan wheal/bentol
pada kulit tersebut.(6)
Kelebihan Skin Prick Test dibanding Test Kulit yang lain :
a. karena zat pembawanya adalah gliserin maka lebih stabil jika dibandingkan
dengan zat pembawa berupa air.
b. Mudah dialaksanakan dan bisa diulang bila perlu.
c. Tidak terlalu sakit dibandingkan suntik intra dermal
d. Resiko terjadinya alergi sistemik sangat kecil, karena volume yang masuk ke kulit
sangat kecil.
e. Pada pasien yang memiliki alergi terhadap banyak alergen, tes ini mampu
dilaksanakan kurang dari 1 jam.
Tujuan Tes Kulit pada alergi:
Tes kulit pada alergi ini untuk menentukan macam alergen sehingga di
kemudian hari bisa dihindari dan juga untuk menentukan dasar pemberian imunoterapi.
Indikasi Tes Cukit ( Skin Prick Test ) :
o Rinitis alergi : Apabila gejala tidak dapat dikontrol dengan medikamentosa sehingga
diperlukan kepastian untuk mengetahui jenis alergen maka di kemudian hari alergen
tsb bisa dihindari.
o Asthma : Asthma yang persisten pada penderita yang terpapar alergen (perenial).
o Kecurigaan alergi terhadap makanan. Dapat diketahui makanan yang menimbulkan
reaksi alergi sehingga bisa dihindari.
o Kecurigaan reaksi alergi terhadap sengatan serangga.
Persiapan Tes Cukit ( Skin Prick Test)
Sebagai dokter pemeriksa kita perlu menanyakan riwayat perjalanan penyakit pasien,
gejala dan tanda yang ada yang membuat pemeriksa bisa memperkirakan jenis alergen,
apakah alergi ini terkait secara genetik dan bisa membedakan apakah justru merupakan
penyakit non alergi, misalnya infeksi atau kelainan anatomis atau penyakit lain yang
gambarannya menyerupai alergi. (6)
Persiapan Tes Cukit :
1. Persiapan bahan/material ekstrak alergen.
o gunakan material yang belum kedaluwarsa
o gunakan ekstrak alergen yang terstandarisasi
2. Pesiapan Penderita :
o Menghentikan pengobatan antihistamin 5-7 hari sebelum tes.
o Menghentikan pengobatan jenis antihistamin generasi baru paling tidak 2-6
minggu sebelum tes.
o Usia : pada bayi dan usia lanjut tes kulit kurang memberikan reaksi.
o Jangan melakukan tes cukit pada penderita dengan penyakit kulit misalnya
urtikaria, SLE dan adanya lesi yang luas pada kulit.
o Pada penderita dengan keganasan,limfoma, sarkoidosis, diabetes neuropati juga
terjadi penurunan terhadap reaktivitas terhadap tes kulit ini.
3. Persiapan pemeriksa :
o Teknik dan ketrampilan pemeriksa perlu dipersiapan agar tidak terjadi
interpretasi yang salah akibat teknik dan pengertian yang kurang difahami oleh
pemeriksa.
o Ketrampilan teknik melakukan cukit
o Teknik menempatkan lokasi cukitan karena ada tempat2 yang reaktifitasnya
tinggi dan ada yang rendah. Berurutan dari lokasi yang reaktifitasnya tinggi
sampai rendah : bagian bawah punggung > lengan atas > siku > lengan bawah
sisi ulnar > sisi radial > pergelangan tangan.
Prosedur Tes Cukit :
Tes Cukit ( Skin Prick Test ) seringkali dilakukan pada bagian volar lengan
bawah. Pertama-tama dilakuakn desinfeksi dengan alkohol pada area volar, dan tandai
area yang akan kita tetesi dengan ekstrak alergen. Ekstrak alergen diteteskan satu tetes
larutan alergen ( Histamin/ Kontrol positif ) dan larutan kontrol ( Buffer/ Kontrol
negatif)menggunakan jarum ukuran 26 ½ G atau 27 G atau blood lancet.
0
Kemudian dicukitkan dengan sudut kemiringan 45 menembus lapisan
epidermis dengan ujung jarum menghadap ke atas tanpa menimbulkan perdarahan.
Tindakan ini mengakibatkan sejumlah alergen memasuki kulit. Tes dibaca setelah 15-20
menit dengan menilai bentol yang timbul.
Mekanisme Reaksi pada Skin Test
Dibawah permukaan kulit terdapat sel mast, pada sel mast didapatkan granula-
granula yang berisi histamin. Sel mast ini juga memiliki reseptor yang berikatan dengan
IgE. Ketika lengan IgE ini mengenali alergen (misalnya house dust mite) maka sel mast
terpicu untuk melepaskan granul-granulnya ke jaringan setempat, maka timbulah reaksi
alergi karena histamin berupa bentol (wheal) dan kemerahan (flare).

B
C

Gambar 1. A. Cara menandai ekstrak alergen yang diteteskan pada lengan


B. Sudut melakukan cukit pada kulit dengan lancet
C. Contoh reaksi hasil positif pada tes cukit
Kesalahan yang Sering terjadi pada Skin Prick Test
a. Tes dilakukan pada jarak yang sangat berdekatan ( < 2 cm )
b. terjadi perdarahan, yang memungkinkan terjadi false positive.
c. Teknik cukitan yang kurang benar sehingga penetrasi eksrak ke kulit kurang,
memungkinkan terjadinya false-negative.
d. Menguap dan memudarnya larutan alergen selama tes.
Faktor-faktor yang mempengaruhi skin test
1. Area tubuh tempat dilakukannya tes
2. Umur
3. Sex
4. Ras
5. Irama sirkardian
6. Musim
7. Penyakit yang diderita
8. Obat-obatan yang dikonsumsi
Interpretasi Tes Cukit ( Skin Prick Test ):
Untuk menilai ukuran bentol berdasarkan The Standardization Committee of
Northern (Scandinavian) Society of Allergology dengan membandingkan bentol yang
timbul akibat alergen dengan bentol positif histamin dan bentol negatif larutan kontrol.
Adapun penilaiannya sebagai berikut :
- Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)
- Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)
- Derajat bentol + (+1) dan ++(+2) digunakan bila bentol yang timbul besarnya antara
bentol histamin dan larutan kontrol.
-Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bento histamin dinilai
++++ (+4).
Di Amerika cara menilai ukuran bentol menurut Bousquet (2001) seperti dikutip
Rusmono sebagai berikut :
-0 : reaksi (-)
- 1+ : diameter bentol 1 mm > dari kontrol (-)
- 2+ : diameter bentol 1-3mm dari kontrol (-)
- 3+ : diameter bentol 3-5 mm > dari kontrol (-)
- 4+ : diameter bentol 5 mm > dari kontrol (-) disertai eritema.
Tes kulit dapat memberikan hasil positif palsu maupun negatif palsu karena
tehnik yang salah atau faktor material/bahan ekstrak alergennya yang kurang baik.(6)
Jika Histamin ( kontrol positif ) tidak menunjukkan gambaran wheal/ bentol atau
flare/hiperemis maka interpretasi harus dipertanyakan , Apakah karena sedang
mengkonsumsi obat-obat anti alergi berupa anti histamin atau steroid. Obat seperti
tricyclic antidepresan, phenothiazines adalah sejenis anti histamin juga. (6)
Hasil negatif palsu dapat disebabkan karena kualitas dan potensi alergen yang
buruk, pengaruh obat yang dapat mempengaruhi reaksi alergi, penyakit-penyakit
tertentu, penurunan reaktivitas kulit pada bayi dan orang tua, teknik cukitan yang salah
(tidak ada cukitan atau cukitan yang lemah ).1 Ritme harian juga mempengaruhi
reaktifitas tes kulit. Bentol terhadap histamin atau alergen mencapai puncak pada sore
hari dibandingkan pada pagi hari, tetapi perbedaan ini sangat minimal.(6)
Hasil positif palsu disebabkan karena dermografisme, reaksi iritan, reaksi
penyangatan (enhancement) non spesifik dari reaksi kuat alergen yang berdekatan, atau
perdarahan akibat cukitan yang terlalu dalam. (6)
Dermografisme terjadi pada seseorang yang apabila hanya dengan penekanan
saja bisa menimbulkan wheal/bentol dan flare/kemerahan. Dalam rangka mengetahui ada
tidaknya dermografisme ini maka kita menggunakan larutan garam sebagai kontrol
negatif. Jika Larutan garam memberikan reaksi positif maka dermografisme.(6)
Semakin besar bentol maka semakin besar sensitifitas terhadap alergen tersebut,
namun tidak selalu menggambarkan semakin beratnya gejala klinis yang ditimbulkan.
Pada reaksi positif biasanya rasa gatal masih berlanjut 30-60 menit setelah tes.(6)
Tes Cukit untuk alergen makanan kurang dapat diandalkan kesahihannya
dibandingkan alergen inhalan seperti debu rumah dan polen. Skin test untuk alergen
makanan seringkali negatif palsu.(6)
Untuk alergi makanan, uji kulit yang akhir-akhir ini banyak dilakukan adalah
Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test (IPDFT), namun sebagai baku emas
dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”). (5)

You might also like