You are on page 1of 11

ISOLASI JENIS-JENIS BAKTERI PADA TERASI UDANG REBON (Mysis

relicta) DI KECAMATAN JEROWARU KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Affan Gaffar1, Lutvia Krismayanti2, Dadan Supardan3


123Jurusan Pendidikan IPA Biologi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Mataram
Jl. Gadjah Mada No.100, Jempong, Mataram
e-mail: affangaffar19@gmail.com

ABSTRAK
Terasi merupakan bahan penyedap makanan yang berbentuk pasta, berasal dari hasil
fermentasi udang, ikan atau campuran keduanya dengan garam. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jenis-jenis bakteri yang terdapat pada terasi udang rebon. Dalam proses
pengolahan terasi, ditemukan beberapa jenis bakteri yang berperan didalamnya. Salah satu
cara untuk mengetahui jenis-jenis bakteri tersebut, maka perlu dilakukan identifikasi bakteri
melalui tahapan isolasi dan karakterisasi. Dalam penelitian ini digunakan terasi rebon yang
berasal dari Kecamatan Jorowaru Kabupaten Lombok Timur. Penelitian ini terdiri dari tiga
tahapan yaitu pengambilan sampel, isolasi bakteri dan karakterisasi bakteri. Isolasi bakteri
menggunakan medium NA (Nutrient Agar). Karakterisasi bakteri dilakukan melalui uji
makroskopik dengan mengamati koloni (warna, bentuk, tepian, dan elevasi), uji mikroskopik
dilakukan dengan mengamati (bentuk sel, pewarnaan Gram, dan spora), uji fisiologis meliputi
uji TSIA, SC, urea, motility, glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa, manitol, indol, metyle red,
voges proskeur, hidrolisi pati, katalase dan uji tumbuh pada medium 65%NaCl. Hasil dari
penelitian ini yaitu terdapat enam isolat bakteri yang bersifat gram positif, 5 berbentuk batang
dan 1 berbentuk bulat. Berdasarkan hasil karakterisasi dengan berpedoman pada buku
Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, disimpulkan bahwa isolat yang didapatkan
termasuk dalam spesies bakteri Bacillus brevis, Bacillus Polymyxa, Bacillus megaterium, dan
Staphylococcus aureus.
Kata Kunci: Terasi, Isolasi, Jenis-jenis bakteri
ABSTRACT
Terasi is a food seasoning in the form of pasta, derived from fermented shrimp, fish or a mixture
of both with salt. This study aims to determine the types of bacteria contained in shrimp paste
rebon. In the process of processing shrimp paste, found several types of bacteria that play a
role in it. One way to know the types of bacteria, it is necessary to identify bacteria through
isolation and characterization steps. In this research used rebon terasi derived from District
Jorowaru East Lombok regency. This study consists of three stages of sampling, bacterial
isolation and bacterial characterization. Bacterial isolation using NA medium (Nutrient Agar).
Characterization of bacteria is done by macroscopic test by observing colony (color, shape,
edge, and elevation), microscopic test is done by observing (cell shape, Gram stain, and
spore), physiological test include TSIA, SC, urea, motility, glucose, sucrose, lactose, maltose,
mannitol, indole, metyle red, proskeur voges, starch hydrolysis, catalase and growth test on
medium 65% NaCl. The result of this research are six bacteria isolate gram positive, 5 rod and
1 round shape. Based on characterization results based on Bergey's Manual of Determinative
Bacteriology, it was concluded that the isolates obtained were included in the species of
Bacillus brevis, Bacillus Polymyxa, Bacillus megaterium, and Staphylococcus aureus.
Keywords: Terasi, Isolation, Types of bacteria

PENDAHULUAN

Terasi merupakan produk tradisional yang digunakan sebagai penyedap makanan


berbentuk pasta, berbau khas hasil fermentasi udang, ikan, atau campuran keduanya dengan
garam atau bahan tambahan lain.1 Menurut Ma’ruf, terasi merupakan produk awetan ikan-ikan
kecil atau rebon yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, penggilingan
atau penumbukan, dan penjemuran yang berlangsung selama ± 20 hari. 2 Christanti
menjelaskan bahwa fermentasi merupakan penguraian senyawa kompleks terutama protein
menjadi senyawa yang lebih sederhana (asam amino) dalam keadaan terkontrol melalui
proses penguraian secara biologis atau semi biologis. 3 Manfaat fermentasi meliputi
peningkatan sifat sensorik dan nilai gizi makanan, penurunan faktor racun dan anti-nutrisi, dan
peningkatan umur simpan dari makanan.4

Berdasarkan bahan baku yang digunakan, terasi dapat dibagi menjadi empat kelas,
yaitu terasi kelas I terbuat dari udang rebon, kelas II terbuat dari rebon laut, kelas III terbuat
dari campuran udang rebon dan ikan laut, dan kelas IV terbuat dari kepala udang dan ikan.
Ada dua macam terasi yang diperdagangkan di pasar, yaitu terasi udang dan terasi ikan. Jenis
terasi udang umumnya mempunyai warna cokelat kemerahan pada produk yang dihasilkan,
sedangkan pada terasi ikan hasilnya berwarna kehitaman. 5

Produk terasi banyak disukai masyarakat karena memiliki aroma dan cita rasa produk
yang khas serta memiliki daya awet yang tinggi. Terasi memiliki bau khas yang tajam dan
biasanya digunakan untuk membuat sambal terasi atau yang ditemukan dalam berbagai resep
tradisional Indonesia.6 Produk terasi banyak ditemukan di negara-negara Asia Tenggara
(Thailand, Malaysia, Burma, Kamboja, Philipina, Myanmar,dan Vietnam) dengan nama yang
berbeda-beda disetiap negaranya seperti kapi, mam, belachan, terasi, dan lain-lain.7 Terasi
disetiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan rasa dan aroma yang
berbeda-beda pula. Indonesia sendiri memiliki sentra produksi terasi yang berada di berbagai
provinsi seperti Lampung (Lampung Timur), Kepulauan Bangka Belitung (Bangka Selatan),

1
Apri Dwi Anggo,dkk., “Mutu Organoleptik dan Kimiawi Terasi Udang Rebon dengan Kadar Garam Berbeda
dan Lama Fermentasi”, Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 2014, 17(1): 54
2
Mohamad Ma’ruf, dkk., “Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Pengolahan Terasi Skala Rumah
Tangga di Dusun Selangan Laut Pesisir Bontang”, Jurnal Ilmu Perikanan Tropis, 2013, 18(2): 87
3
Indra Aristyan, dkk., “Pengaruh Perbedaan Kadar Garam Terhadap Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis
Terasi Rebon(Acetes sp.)”, Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 2014, 3(2): 60
4
Jane Misihairabgwi & Ahmad Cheikhyoussef, “Traditional fermented foods and beverages of Namibia”,
Journal of Ethnic Foods, 2017, 4(3): 145
5
Suwandi, dkk., “Uji Komposisi Bahan Baku Terasi dengan Menggunakan Alat Pencetak Terasi“, Jurnal
Rekayasa Pangan dan Pertanian, 2017, 5(1): 196-197
6
Mohamad Ma’ruf, dkk., “Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Pengolahan Terasi Skala Rumah
Tangga di Dusun Selangan Laut Pesisir Bontang”, Jurnal Ilmu Perikanan Tropis, 2013, 18(2): 87
7
R. Muwarni, et.al., “Isolation and identification of termophilic and mesophylic proteolytic bacteria from
shrimp paste “terasi”, International Conference of Chemical and Material Engineering (ICCME), 2015, 1699(1): 1
Jawa timur (Jember dan madura) dan Jawa Barat (Cirebon). 8 Selain itu, Provinsi Nusa
Tenggara Barat juga dikenal sebagai salah satu provinsi penghasil terasi di Indonesia.

Salah satu kabupaten penghasil terasi di Nusa Tenggara Barat adalah Lombok Timur
(Lotim). Sentra produksi terasi yang terkenal di Lotim adalah terasi Jerowaru tepatnya di Dusun
Jor. Hampir setiap rumah di Dusun Jor Jerowaru memiliki usaha pembuatan terasi udang.
Produksi dilakukan warga di rumah mereka mulai dari penyeleksian udang, penggilingan,
hingga pembuatan pasta dan proses pengeringan. Selain di Jerowaru, produksi terasi juga
berada di Dasan Lekong dan Selong.

Pada dasarnya proses pengolahan terasi di setiap daerah adalah sama, yang
membedakan yaitu perlakuan-perlakuan dan kadar bahan yang digunakan dari setiap tahapan
pengolahan. misalnya: perbedaan konsentrasi penambahan garam. Begitu juga dengan
kondisi geografis dari suatu daerah juga tidak sama. Kondisi geografis ini sangat berkaitan
dengan suhu dan kelembaban yang berpengaruh terhadap lamanya pengeringan dan proses
fermentasi.9

Faktor-faktor lain yang membedakan mutu terasi dari suatu daerah adalah tingkat
inovasi masyarakat. Menurut Sudaryanto, tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan
pengolah berkorelasi positif dengan mutu produk yang dihasilkan. Selain itu, menurut
Mangkuprawira, sumberdaya manusia dalam pengelolaan mutu sangatlah penting dan
strategis. Mutu atau kualitas terasi yang rendah dapat disebabkan karena perlakuan, teknologi,
sarana dan prasarana yang kurang memadai,10 sehingga akan berdampak pada keamanan
pangan bagi konsumen.

Salah satu masalah utama keamanan pangan yang sering dijumpai di sekitar kita adalah
pangan yang tercemar oleh mikroba. Contohnya bahan tambahan pangan seperti terasi.
Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dari tahun 2001-2009
menunjukkan bahwa rata-rata persentase penyebab keracunan pangan adalah akibat
cemaran mikroba sebesar 23,41 % dan jenis pangan penyebab keracunan terbanyak adalah
masakan rumah tangga dengan rata-rata persentase sebesar 38,69%. Data tersebut
mengindikasikan bahwa praktek higiene dan sanitasi oleh konsumen masih memprihatinkan. 11
Gejala keracunan bergantung pada tipe pencemar dan jumlah yang tertelan. Gejala tersebut
tercemar oleh bakteri patogen biasanya dimulai 2-6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
tercemar. Namun, waktunya bisa lebih panjang (setelah beberapa hari) atau lebih pendek,
tergantung pada cemaran pada pangan. Gejala yang mungkin timbul antara lain mual, muntah,
kram perut, diare (dapat disertai darah), demam dan menggigil, rasa lemah dan lelah, serta
sakit kepala.12

Mikroba yang dapat tumbuh pada terasi bermacam-macam, baik bakteri gram positif
atau gram negatif. Bakteri tersebut dapat tumbuh akibat penanganan yang kurang baik dan

8
Andi Muhammad Ismail & Dhanang Eka Putra, “Analisis Pengaruh Citra Merek, Persepsi Terhadap Kualitas
dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Terasi Puger (Studi Kasus Konsumen Terasi Puger di Pasar Tanjung,
Pasar Kepatihan dan Pasar Gebang Kabupaten Jember)”, Jurnal Ilmiah INOVASI, 2016, 1(2): 143
9
Arie Sudaryanto,” Perlindungan Hak Indikasi Geographis: Terasi “Belacan” Kabupaten Belitung,” Seminar
Nasional & Workshop: Peningkatan Inovasi Dalam Menanggulangi Kemiskinan-LIPI, 2013: 271
10
Junianto, “ Studi Karakterisasi Pengolahan Terasi Cirebon Dalam Upaya Mendapatkan Perlindungan
Indikasi Geografis”, Jurnal Akuatika, 2011, 2(1): 5
11
Badan POM, “Peran Serta Konsumen dalam Menjaga Keamanan Pangan”, Info POM, 2010, 11(3): 1
12
Badan POM, “Pengujian Mikrobiologi Pangan”, InfoPOM, 2008, 9(2): 1
tidak higienis. Hasil penelitian Yamani, didapatkan bahwa dari 15 sampel terasi tanpa kemasan
dipasar Karang Menjangan Surabaya menunjukkan 12 sampel (80%) terasi mengandung
indeks MPN coliform melebihi batas maksimum cemaran mikroba dalam makanan. Junianto,
juga menambahkan, terasi yang baik dan aman yaitu terasi yang tidak terdapat cemaran
bakteri patogen. Menurut Desrosier, penggunaan garam pada pembuatan terasi sangat
berperan penting karena selain berfungsi sebagai fermentor, garam juga berperan sebagai
penyeleksi organisme yang diperlukan tumbuh. 13

Keberadaan mikroba pada terasi bisa berefek positif dan negatif. Hal ini disebabkan
karena ditemukannya bakteri patogen dan non patogen dalam terasi. Menurut Rahayu, et al.
(1992), Jenis mikroba yang dapat tumbuh pada terasi anatara lain Rhizopus sp., Penicellium
sp., Micrococcus sp., Aerococcus sp., dan Neisseria sp.14 Sehingga berdasarkan latar
belakang yang diuraikan, penting dilaksanakan penelitian dengan tujuan mengisolasi dan
mengidentifikasi jenis-jenis bakteri pada terasi udang rebon (Mysis relicta) di Kecamatan
Jerowaru Kabupaten Lombok timur.

METODE

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Autoklaf, inkubator, kompor, sentrifuge,
erlenmeyer, shaker, cawan petri, pemanas bunsen, hot plate, pipet tetes, kapas, aluminium
foil, gelas ukur, gelas preparat, jarum ose, kaca pengaduk, tabung reaksi, rak tabung reaksi,
timbangan digital, tutup sumbat, dan mikroskop.15

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah terasi udang rebon (Mysis relicta)
yang diambil di kecamatan Jerowaru. Bahan yang digunakan terdiri dari NaCl, kristal violet,
lugol, alkohol 95%, safranin, minyak imersi, medium Nutrient Agar (NA), pepton 1%, pepton
glukosa phosphate, simons citrate, BTB (Brom Tymol Blue), media SIM (Sulfida Indol Motility),
Indikator phenol red, dan akuades.

Prosedur Penelitian

Isolasi bakteri dari terasi

Sampel yang masih dalam bentuk bongkahan selanjutnya dihaluskan dengan


menggunakan mortal dan pastel di laboratorium secara aseptis. Sampel yang telah halus
dimasukkan ke dalam tabung reaksi steril sebanyak 1 gram dan diencerkan dengan larutan
NaCl fisiologis steril dengan pengenceran 10-1 sampai 10-5. Tujuan dilakukan pengenceran
bertingkat yaitu memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan.
Selanjutnya dilakukan pengujian lebih lanjut dengan mengisolasi bakteri terasi udang. 16

Tahap isolasi bakteri pada terasi ini digunakan media isolasi yang nonselektif yaitu
Nutrien agar (NA). Media nonselektif ini digunakan untuk menumbuhkan dan memelihara

13
Indra Aristyan, dkk., “Pengaruh Perbedaan Kadar Garam Terhadap Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis
Terasi Rebon(Acetes sp.)”Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi dan Hasil Perikanan, 2014, 3(2), Hlm. 61
14
Winiarti P. Rahayu, 1992. “Bahan Pengajaran Teknologi Fermentasi Produk Perikanan”, Bogor: Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor
15
Lenni Fitri & Yekki Yasmin, “Isolasi dan Pengamatan Morfologi Koloni Bakteri Kitinolitik”, Jurnal Ilmiah
Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi, 2011, 3(2): 20-25
16
Waluyo, L., “Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi”, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang
Press, 2008): 366
bakteri. Media NA steril dalam erlenmeyer steril dituangkan ke dalam cawan petri steril. Isolasi
bakteri terasi udang dilakukan di dalam 3 cawan petri. Hal ini dikarenakan terasi yang
digunakan sebanyak 3 sampel yang diambil dari tempat produksi yang berbeda. Sampel dalam
tabung reaksi pada pengenceran 10-1 hingga pengenceran 10-5 diambil sebanyak 1 ml dengan
menggunakan pipet volume 1 ml steril, kemudian dituangkan ke dalam masing-masing cawan
petri yang telah dituangkan media Nutrien Agar steril. Selanjutnya masing-masing cawan petri
dibungkus dan dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 24-72 jam17. Seleksi
awal dilakukan dengan memilih bakteri yang memiliki kenampakan koloni, bentuk, ukuran, dan
warna yang berbeda. Bakteri yang memiliki karakter berbeda selanjutnya dimurnikan kembali
di media yang sama.

Pemurnian bakteri

Pada tahap pemurnian dimulai dengan memilih koloni-koloni yang berbeda sehingga
didapatkan koloni tunggal (isolat murni). Mensterilkan jarum ose bulat, lalu disentuhkan pada
permukaan koloni bakteri kemudian diinokulasikan pada permukaan medium NA dengan
metode gores untuk mendapatkan koloni yang terpisah, ini dilakukan beberapa kali sehingga
didapatkan koloni yang benar-benar murni. Diinkubasikan pada suhu 37°C selama 48 jam.
Tahap pemurnian dapat dilakukan 2-3 kali, untuk lebih menyakinkan bahwa koloni yang
terbentuk benar-benar murni atau tidak.18

Pengamatan morfologi koloni dan sel bakteri

Dari koloni yang diperoleh kemudian diamati sifat-sifat morfologinya yaitu meliputi
bentuk tepian, elevasi, dan warna. Sedangkan pada pengamatan morfologi sel bakteri meliputi
bentuk sel, pewarnaan gram, dan pengamatan spora.

Uji fisiologis

Dalam penelitian ini digunakan 16 uji fisiologi meliputi uji katalase, uji TSIA, uji simon
citrat, uji motility, uji fermentasi karbohidrat, uji indol, uji metyle red, uji voges proskeur, dan uji
hidrolisis pati.

Karakterisasi Bakteri

Tujuan dari tahap ini yaitu untuk mengetahui karakteristik bakteri hasil isolasi dari terasi
secara morfologi dan fisiologi. Uji morfologi meliputi pengamatan koloni (warna, bentuk, tepian,
dan elevasi), bentuk sel, pewarnaan Gram, dan pengamatan spora. Sedangkan uji fisiologi
meliputi Uji TSIA, Simon Citrat, urea, motility, glukosa, sukrosa, maltose, laktosa, mannitol,
indol, metyle red, voges proskeur, hidrolisis pati, katalase, dan uji tumbuh pada media 65%
NaCl. Dari hasil karakterisasi bakteri dilakukan pendugaan bakteri dengan berpedoman pada
buku Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology.

HASIL DAN PEMBAHASAN

17 Hardiningsih, dkk, “Isolasi dan Uji Resistensi Beberapa Isolat Lactobacillus pada pH Rendah.
Biodiversitas”, 2006, 7(1): 15-17.
18 Oxoid. 1982. “The Oxoid Manual of Culture Media, Ingredients and Other Laboratory Services. Fifth
Edition.” (England: Published by Oxoid Limited, Wade Road. Basingtoke. Hampshire, 1982): 371
Pengambilan sampel terasi dilakukan di tiga sentra produksi terasi yang berada di desa
Jerowaru Kabupaten Lombok Timur dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Mediumyang digunakan pada tahap isolasi yaitu medium NA sebagai sumber nutrisi bakteri.

Hasil isolasi dari tiga sampel terasi yang telah diinkubasi selama 24 jam terdapat
beberapa koloni yang tumbuh di medium NA. Koloni-koloni yang tumbuh dipilih berdasarkan
bentuk dan hasil pewarnaan gram, kemudian dilakukan proses pemurnian bakteri.

Terasi A Terasi B Terasi C

Gambar 1 Isolasi Bakteri dari Tiga Terasi Udang Rebon

Hasil pemurnian bakteri yang dilakukan selama 24 jam terdapat 6 isolat yang tumbuh.
Isolat yang didapat dari hasil isolasi sebagian besar berbentuk bulat, hanya 1 isolat yang
memiliki bentuk seperti amoeba atau tidak beraturan. Begitu juga dengan tepian koloni
sebagian besar rata, hanya 1 isolat yang memiliki bentuk tepian yang tidak rata, akan tetapi
elevasi atau bentuk permukaan koloni pada semua isolat berbentuk datar. Warna koloni yang
diperoleh dalam penelitian ini bebeda-beda yaitu sebagian besar berwarna putih krem susu,
sedangkan yang lainnya berwarna putih krem bening dan kuning emas. Kebanyakan bakteri
mempunyai warna yang keputih-putihan, kelabu, kekuning-kuningan atau hampir bening, akan
tetapi ada juga spesies yang memiliki warna yang lebih tegas. Adanya warna pada bakteri
dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor luar seperti temperatur, pH, dan oksigen bebas. 19
Menurut Hidayat (2006), bentuk koloni dari suatu bakteri dipengaruhi oleh umur dan syarat
pertumbuhan tertentu.20 Menurut Ilyas (2001), variasi bentuk bakteri yang terjadi juga
dipengaruhi oleh lingkungan (faktor biotik dan abiotik), faktor makanan (medium tumbuh) dan
suhu (minimum, optimum, dan maksimum).21

A B C

19
Dwidjoseputo, “Dasar-dasar Mikrobiologi”, (Jakarta: Djambatan, 2010): 34
20
Yuni Dewi Safrida, dkk., “Isolasi dan karakterisasi bakteri berpotensi probiotik pada ikan kembung
(Rastrelliger sp.)”, Depik, 1(3):201
21
Ibid
D E F
Gambar 2 Hasil Pemurnian Bakteri A. Terasi A1, B. Terasi A2, C. Terasi B1, D. Terasi B2,
E. Terasi C1, F. Terasi C2

Berdasarkan uji pewarnaan Gram, semua isolate bakteri memiliki karakter Gram positif
saat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000 kali. Menurut Hadioetomo (1993),
bakteri gram positif ditandai dengan warna ungu yang menunjukkan bahwa bakteri tersebut
mampu mengikat warna Kristal violet, sedangkan bakteri gram negatif ditandai dengan warna
merah muda yang menunjukkan bahwa bakteri tersebut tidak mampu mengikat warna kristal
violet dan hanya terwarnai oleh safranin.22 Menurut penelitian sebelumnya oleh Setiawan, dkk.
(2014), bakteri yang ditemukan pada terasi udang rebon yang berasal dari Bontang Kuala yaitu
11 bakteri gram positif dan 3 bakteri gram negatif. 23 Sedangkan menurut penelitian Khairina,
et.al. (2016), bakteri yang ditemukan pada Ronto (makanan yang sejenis dengan terasi) yaitu
bakteri gram positif saja.24

Tabel 1. Hasil Pengamatan Morfologi Sel Bakteri Pada Terasi


Koloni Bentuk Sel Warna Gram Spora
TA1 Batang Gram positif Ada
TA2 Batang Gram positif Ada
TB1 Batang Gram positif Ada
TB2 Batang Gram positif Ada
TC1 Batang Gram positif Ada
TC2 Bulat Gram positif Ada

Karakteristik fisiologis bakteri dilakukan menggunakan uji biokimia. Uji ini digunakan
untuk mengetahui sifat biokimia bakteri yang diisolasi dari tiga sampel terasi. Berdasarkan
hasil uji biokimia ditemukan beberapa jenis bakteri pada terasi yaitu bakteri Bacillus brevis,
Bacillus megaterium, Bacillus polymyxa, dan Staphylococcus aureus.

22
Yulvizar Cut, “Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik pada Rastrelliger sp.”, Jurnal Biospesies, 2013,
6(2): 3
23
Ari Teguh Adi Setiawan, “Isolasi dan Karakterisasi Terasi Bakteri Pada Terasi Udang Rebon (Mysis relicta)
dari Bontang Kuala, Bontang”, Jurnal Ilmu Perikanan Tropis, 2014, 20(2): 25
24
Rita Khairina, et.al., “Physical, Chemical, and Microbiological Properties of “Ronto” a Traditional
Fermented Shrimp from South Borneo, Indonesia”, Aquatic Procedia, 2016 , 7: 214 – 220
Tabel 2. Uji Biokimia Isolat Bakteri Terasi
Isolat
No Jenis Uji
TA1 TA2 TB1 TB2 TC1 TC2
1 TSI B/B A/B A/B A/B A/B A/B
Simon
2 - + - + + -
citrate
3 Urea +/- - - - - -/+
4 Motility + - + + + -
5 Glukosa + + + + - -
6 Sukrosa + + + + + -
7 Laktosa - - - - - -
8 Maltosa - - - + - -
9 Manitol + + + + + -
10 Indol - - - - - -
11 Metyile red - + + + + -
Voges
12 - - + - - -
Proskeur
13 Pati + + + + +
14 65% NaCl + + + + +
15 Katalase + + + + + +
Bacillus Bacillus Bacillus Bacillus Bacillus Stapylococcus
Jenis Bakteri
brevis megaterium Polymyxa megaterium megaterium aureus

Berdasarkan karaktristik morfologi dan fisiologi keenam isolat tersebut merupakan


bakteri Bacillus brevis, Bacillus macquariensis, Bacillus polymyxa, dan Staphylococcus
aureus. Bacillus brevis merupakan bakteri basil Gram positif, aerob, dan berspora. Bacillus
brevis umum ditemukan di tanah, udara, air, dan bahan yang membusuk. Bakteri ini jarang
dikaitkan dengan penyakit menular. 25 Bacillus brevis merupakan salah satu bakteri yang
mampu menghasilkan antiobitik gramicidin.26 Adanya antibiotik tersebut Bacillus brevis mampu
menghambat transkripsi selama pertumbuhan bakteri gram negatif.27 Selain itu bakteri Bacillus
brevis juga menghasilkan Perak Nanopartikel (AgNPs) yang digunakan sebagai agen
antimikroba atau yang berpotensial melawan bakteri pathogen seperti Salmonella typhi dan
Staphylococcus aureus.28
Hasil uji morfologi dan uji biokimia pada isolat TA2, TB2, TC1 diduga bakteri yang
tumbuh pada sampel tersebut sama yaitu bakteri Bacillus megaterium. Bakteri ini berukuran
sangat besar dan bersifat Gram-positif. Bakteri ini termasuk bakteri aerobik pembentuk spora
yang ditemukan di habitat yang sangat beragam dari tanah, air laut, sedimen, sawah, madu,
ikan, dan makanan kering. Bacillus megaterium sering digunakan dalam Laboratorium sebagai
organisme industri yang mampu meghasilkan berbagai protein dan sumber bioremediasi.
Protein yang dihasilkan oleh bakteri ini misalnya, banyak penicillins sintetis yang diturunkan
menjadi penicillin amidase dalam bakteri; glukosa dehidrogenase yang dipanen digunakan
dalam tes darah glukosa; ß-Amilase yang sering digunakan dalam industri roti dan berbagai

25
Pearce, Paul. "Laboratory Evaluation of Endoscope Water Bottles." Jurnal EndoNurse. 2005: 5
26
Marina Berditsch, et al., “The Ability of Aneurinibacillus Migulans (Bacillus brevis) to Produce the Antibiotic
Gramicidin S. is Correlated with Phenotype Variation” Jurnal Applied and Enviromental Microbiology, 2007, 73(20):
6620
27
Maria Frangou Lazaridis & Barrie Seddon, “Effect of Gramicidin S on the Transcription System of the
Producer Bacillus brevis Nagano”, Journal of General Microbiology, 1985, 131: 437-449
28
Muthupandian Saravanan, et.al., “Synthesis of silver nanoparticles from Bacillus brevis (NCIM 2533) and
their antibacterial activity against pathogenic bacteria,” Microbial Pathogenesis, 2018, 116: 221
makanan; dan protease netral yang digunakan oleh industri kulit.29 Adanya beberapa protein
yang di hasilkan oleh bakteri Bacillus megaterium dapat bermanfaat terhadap kualitas terasi.
Sedangkan hasil uji morfologi dan uji biokimia pada isolat TB1 diduga bakteri tersebut
merupakan bakteri Bacillus polymyxa. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif, tidak bersifat
pathogen. Bacillus polymyxa mampu meproduksi antiobitik berupa zat polimiksin sehingga
bakteri ini dikatakan berpotensi untuk mencegah bakteri gram negatif.30 Adanya zat polimiksin
yang dihasilkan oleh bakteri tersebut dapat menghambat petumbuhan bakteri gram negatif
dalam terasi. Selain itu B. polymyxa dapat digunakan sebagai kultur starter dalam
menghambat akumulasi histamin selama proses fermentasi produk terasi. 31
Hasil uji morfologi dan uji biokimia pada isolat TC2, diduga bakteri yang tumbuh yaitu
kelompok bakteri Staphylococci yang terdiri dari Staphylococcus, Micrococcus, dan
Aerococcus. Sifat-sifat antara Staphylococcus sp. dan Micrococcus sp. hampir serupa, tetapi
berdasarkan uji MSA bakteri tersebut merupakan bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri ini
merupakan flora normal yang terdapat pada bagian anggota tubuh manusia seperti tangan,
hidung, mulut, dan kulit. Adanya Staphylococcus aureus pada terasi diduga karena adanya
kontaminasi selama proses pengolahan, sehingga akan menimbulkan resiko keracunan
makanan secara terus menerus.32 Bakteri Staphylococcus aureus masih mungkin tumbuh
pada beberapa produk dengan kadar garam agak tinggi yaitu 7-10% dan dapat dihambat
pertumbuhannya pada konsetrasi garam 15-20% dan pH di bawah 4,5-5,0.33
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa diduga jenis-jenis bakteri
yang ditemukan pada terasi udang rebon (Mysis relicta) yang berasal dari Kecamatan
Jerowaru yaitu Bacillus brevis, Bacillus polymyxa, Bacillus megaterium, dan Staphylococcus
aureus.
DAFTAR PUSTAKA
Anggo, A.D., Fronthea S., Widodo F.M., Laras R. Mutu Organoleptik dan Kimiawi Terasi Udang
Rebon dengan Kadar Garam Berbeda dan Lama Fermentasi. Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia. 2014. 17(1): 54

Aristyan, I., Ratna I., Laras R. Pengaruh Perbedaan Kadar Garam Terhadap Mutu
Organoleptik dan Mikrobiologis Terasi Rebon (Acetes sp.). Jurnal Pengolahan dan
Bioteknologi Hasil Perikanan. 2014. 3(2): 60-61

Berditsch, M., Afonin S., Ulrich A.S. The Ability of Aneurinibacillus Migulans (Bacillus brevis)
to Produce the Antibiotic Gramicidin S. is Correlated with Phenotype Variation” Jurnal
Applied and Enviromental Microbiology. 2007. 73(20): 6620

29
Patricia S. Vary, et.al., “Bacillus megaterium from simple soil bacterium to industrial protein production
host,” Appl Microbiol Biotechnol, 2007, 76: 957-967
30
Mohamed Shaheen,et al., “Paenibacillus polymyxa PKB1 Produces Variants of Polymyxin B-Type
Antibiotik”, Chemistry & Biologi Article, 2011, 18(12): 1640-1648
31
Yi-Chen Lee, et.al., “Degradation of histamine by Bacillus polymyxa isolated from salted fish products”,
Journal of Food and Drug Analysis, 2015, 23(4): 836
32
Birgit Strommenger, et.al., “Staphylococcus aureus and methicillin-resistant Staphylococcus aureus in
Workers in the food industry”, (Academic Press in an imprint of Elsevier, 2018): 163
33
Fardiaz S, Jenie BSL, “Mikrobiologi Pangan I”, (Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta IPB,
1987)
Badan POM. Peran Serta Konsumen dalam Menjaga Keamanan Pangan. Info POM, 2010.
11(3): 1

Badan POM. Pengujian Mikrobiologi Pangan. Info POM. 2008. 9(2): 1

Dewi, Y.S. Cut Yulvizar, Cut Nanda D., dkk. Isolasi dan karakterisasi bakteri berpotensi
probiotik pada ikan kembung (Rastrelliger sp.). Depik. 1(3): 201

Dwidjoseputro. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan. 2010: 22-34

Fitri, L. & Yekki, Y. Isolasi dan Pengamatan Morfologi Koloni Bakteri Kitinolitik. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi. 2011. 3(2): 20-25

Hardiningsih R., Rostiati N.R. N., Titin Y. Isolasi dan Uji Resistensi Beberapa Isolat
Lactobacillus pada pH Rendah. Biodiversitas. 2006. 7(1): 15-17

Ismail, A.M., & Dhanang, E.P. Analisis Pengaruh Citra Merek, Persepsi Terhadap Kualitas dan
Harga Terhadap Keputusan Pembelian Terasi Puger (Studi Kasus Konsumen Terasi
Puger di Pasar Tanjung, Pasar Kepatihan dan Pasar Gebang Kabupaten Jember).
Jurnal Ilmiah Inovasi. 2016. 1(2): 143

Junianto. Studi Karakterisasi Pengolahan Terasi Cirebon Dalam Upaya Mendapatkan


Perlindungan Indikasi Geografis. Jurnal Akuatika. 2011. 2(1): 5

Khairina, R., Yuspihana F., Hasrul S., Nazarni R. Physical, Chemical, and Microbiological
Properties of “Ronto” a Traditional Fermented Shrimp from South Borneo, Indonesia.
Aquatic Procedia, 2016 , 7: 214 – 220

Lazaridis, M.F., & Seddon, B. Effect of Gramicidn S on the Transcription System of the
Producer Bacillus brevis Nagano. Journal of General Microbiology. 1985. 131: 437-449

Ma’ruf, M., Komasanah S., Elly P., Erwan S. Penerapan Produksi Bersih Pada Industri
Pengolahan Terasi Skala Rumah Tangga di Dusun Selangan Laut Pesisir Bontang.
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 2013. 18(2): 87

Misihairabgwi, J. & Ahmad C. “Traditional fermented foods and beverages of Namibia”. Journal
of Ethnic Foods. 2017. 4(3): 145

Muwarni, R., Supriyadi., Subagio., Trianto A., Ambariyanto. “Isolation and identification of
termophilic and mesophylic proteolytic bacteria from shrimp paste “terasi”. International
Conference of Chemical and Material Engineering (ICCME). 2015. 1699(1): 1

Oxoid. 1982. The Oxoid Manual of Culture Media, Ingredients and Other Laboratory Services.
Fifth Edition. England: Published by Oxoid Limited, Wade Road. Basingtoke. Hampshire.
1982: 371

Pearce, P. Laboratory Evaluation of Endoscope Water Bottles. Jurnal EndoNurse. 2005


Rahayu, W.P., Bahan Pengajaran Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Bogor: Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. 1992

Saravanan, M., Sisir K.B., Davoodbasha M. Synthesis of silver nanoparticles from Bacillus
brevis (NCIM 2533) and their antibacterial activity against pathogenic bacteria. Microbial
Pathogenesis, 2018, 116: 221

Setiawan, A.T.A., Andi N.A., Rafitah H. Isolasi dan Karakterisasi Terasi Bakteri Pada Terasi
Udang Rebon (Mysis relicta) dari Bontang Kuala, Bontang. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis,
2014. 20(2): 23-28

Shaheen M., Li J., Ross A.C., Vederas J.C., Jensen S.E.. Paenibacillus polymyxa PKB1
Produces Variants of Polymyxin B-Type Antibiotik. Chemistry & Biologi Article. 2011.
18(12): 1640-1648

Suwandi, Ainun R., Adian R. Uji Komposisi Bahan Baku Terasi dengan Menggunakan Alat
Pencetak Terasi. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 2017. 5(1): 196-197

Sudaryanto, A. Perlindungan Hak Indikasi Geographis: Terasi “Belacan” Kabupaten Belitung.


Seminar Nasional & Workshop: Peningkatan Inovasi Dalam Menanggulangi
Kemiskinan-LIPI. 2013: 271

Vary Patricia S., Rebeka B., Tobias F., Friedhelm M., Manfred R. Wolf-Dieter D., Dieter J.
Bacillus megaterium from simple soil bacterium to industrial protein production host.
Appl Microbiol Biotechnol, 2007, 76: 957-967Yi-Chen Lee, Chung-Saint Lin, Fang-Ling
Liu, Tzou-Chi Huang, Yung-Hsiang Tsai. Degradation of histamine by Bacillus polymyxa
isolated from salted fish products. Journal of Food and Drug Analysis. 2015. 23(4): 836

Waluyo, L. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang Press. 2008: 366.

Yulvizar, C. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik pada Rastrelliger sp. Biospecies. 2013.
6(2): 3

You might also like