Professional Documents
Culture Documents
Pencoklatan Enzimatis Fenol PDF
Pencoklatan Enzimatis Fenol PDF
SUMMARY
The research was conducted to find out the best combination of ascorbic acid and SAPP
concentration to prevent browning reaction to improve the appearance of sweet potato flour.
A Completely Randomized Block Design with two factors was carried out. Ascorbic acid
concentration of 1.00;2.00; and 3.00% as the first factor and SAPP (sodium acid poly phosphate)
concentration ( 0.001; 0.01; and 0.1%) as the second factor. Both were dissolved in boiling water
containing 0.6g/L citric acid. The best result of the combination was used for making sweet potato
flour.
The results showed that increased concentration of either ascorbic acid or SAPP reduced the
browning reaction. But there was no interaction between treatment. The highest effectivity index (5.39)
was showed by the addition of 2.00% ascorbic acid and 0.1% SAPP which reduced the rate of
browning reaction with an R2 = 0.7997. Conversely, untreated sliced root showed a faster browning
reaction with the R2 = 0.8621 after delaying the sliced tuber for 12 hours.
There was a significant difference in flour lightness. The treated root has L = 79,67
and
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kombinasi terbaik dari asam askorbat dan
konsentrasi SAPP untuk mencegah reaksi browning (pencoklatan) dalam usaha perbaikan kenampakan
tepung ubi jalar.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok dengan
dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi asam askorbat (1,00; 2,00; dan 3,00 %) dan faktor kedua
adalah konsentrasi SAPP (sodium acid poly phosphate) (0,001; 0,01; dan 0,1 %). Keduanya dilarutkan
dalam air mendidih yang mengandung 0,6 g/L asam sitrat. Hasil kombinasi terbaik digunakan untuk
pembuatan tepung ubi jalar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi asam askorbat dan SAPP
menurunkan reaksi browning tetapi tidak ada interaksi antar perlakuan. Nilai efektifitas tertinggi (5,39)
ditunjukkan dengan penambahan 2,00% asam askorbat dan 0,1% SAPP yang menurunkan tingkat
reaksi browning dengan R2= 0,7997. Sebaliknya, potongan umbi yang tidak diberi perlakuan
menunjukkan reaksi browning yang lebih cepat dengan R2 = 0,8621 setelah dibiarkan selama 12 jam.
Terlihat adanya perbedaan yang signifikan pada kecerahan tepung. Umbi yang diberi
perlakuan memberikan nilai L = 79,67 dan tanpa perlakuan menunjukkan L = 77,46.
11
Pencoklatan umbi ubijalar – Kumalaningsih dkk
J. Tek. Pert Vol.5 No. 1: 11 - 19
baku karena anggapan masyarakat terhadap bahan-bahan kimia lainnya yang digunakan
ubi jal∗ar sebagai menu orang miskin dalam prosedur analisa kimia.
(Truong, 1986). Alat yang digunakan yaitu pisau
Verifikasi pangan untuk kupas, timbangan analitik (AA-200 Denver
peningkatan pemanfaatan ubi jalar telah Gerate), kompor listrik, magnetic stirrer A-
dilakukan (Winarno, 1982;Data, Diamente, 06 serie H, mikroskop fluorosence Minolta,
and Forio, 1986; Truong, 1986; Truong and glassware, sawutan, oven blower, alat
Del Rosario, 1986;Tsou and Villareal, titrasi, ayakan tepung, spektrofotometer
1982; Walter and Hoover, 1986) antara lain Vis-UV merek Genesis, color recorder CR-
dengan diversifikasi produk dari ubi jalar 10 Minolta, Retronic hygroscopic DT, pH-
menjadi tepung ubi jalar, kemudian diolah meter CG 832 Schott Gerate, penggiling
menjadi aneka bentuk produk pangan (mi, merek Bimax buatan Switzerland.
biscuit, kue, roti tawar). Rancangan yang digunakan untuk
Dalam skala industri besar, mengetahui pengaruh kombinasi
pembuatan tepung mengalami masalah konsentrasi asam askorbat dan SAPP dalam
yaitu timbul getah yang menyebabkan mencegah reaksi pencoklatan umbi adalah
proses pencoklatan. Menurut Uritani Rancangan Acak Kelompok Faktorial
(1982), getah umbi banyak mengandung dengan dua faktor yaitu konsentrasi asam
senyawa-senyawa o-difenol yang berupa askorbat dengan tiga level yaitu 1,00%;
senyawa asam klorogenat, asam 2,00%; dan 3,00%, dan konsentrasi SAPP
isoklorogenat, asam kafeat dan turunannya. dengan tiga level yaitu 0,001%; 0,01%; dan
Oksid0asi senyawa-senyawa fenol tersebut 0,1% serta tanpa perlakuan senyawa
menghasilkan senyawa melanoidin yang tersebut sebagai pembanding. Ulangan
berwarna coklat. Peristiwa pencoklatan ini sebanyak tiga kali sedangkan penelitian
melibatkan aktivitas golongan enzim yang ditujukan untuk mengetahui
katekol oksidase atau o-diphenol oxygen karakteristik fisik dan kimia tepung ubi
oxidoreductase (EC.1.10.3.1)(Nollet, 1996) jalar yang dihasilkan dari kombinasi
dan kofaktor Cu2+. perlakuan terbaik menggunakan metode
Pencegahan pencoklatan secara deskripsi. Ulangan sebanyak tiga kali.
tradisional dapat dilakukan dengan
perendaman di air segera setelah umbi Diagram alir penelitian pengaruh
dikupas untuk menghindari peristiwa perlakuan kombinasi terhadap variabel
oksidasi. Namun, hal ini dapat menurunkan pencoklatan umbi
rendemen tepung karena pati yang larut dan
Ubi jalar 1,5 L air panas
merepotkan pekerja. Untuk mengefisienkan
proses pengolahan umbi ubi jalar, perlu Penambahan 0,6
Kotoran Pencucian
dicari perlakuan yang lebih efektif dalam g/L asam sitrat
pencegahan pencoklatan. Penelitian Penimbangan
mengenai pengaruh konsentrasi asam 1 kg umbi 1,00;2,00;3,00%
askorbat dan sodium acip pyrophosphate segar dengan asam askorbat
kulit 0,001;0,01;0,1%
diharapkan dapat mencegah proses SAPP
pencoklatan umbi ubi jalar. Perebusan 2 mnt
dalam panci tertutup
Bahan dan Metode
Pendinginan Iris melintang
Bahan utama yang digunakan
adalah ubi jalar varietas Cangkuang umur Pengupasan hingga
2 mm dari kulit Pengamatan mikroskopis
4-4.5 bulan setelah tanam, diperoleh dari terhadap perubahan
Balitkabi, Malang, asam askorbat (teknis), bentuk/ukuran granula
Inkubasi kupasan selama pati untuk menentukan
asam sitrat (teknis), SAPP (teknis) dan 1 jam pada kondisi ruang penetrasi panas/larutan
kamar
12
Pencoklatan umbi ubijalar – Kumalaningsih dkk
J. Tek. Pert Vol.5 No. 1: 11 - 19
13
Pencoklatan umbi ubijalar – Kumalaningsih dkk
J. Tek. Pert Vol.5 No. 1: 11 - 19
(1999) bahwa penghambatan gelatinisasi umbi ubi jalar diduga karena SAPP
granula pati dapat dilakukan dengan termasuk asam lemah yang terdiri dari sisa
menambah sejumlah kecil (1/1000 bagian asam dari asam fosfat dan logam Na+
pati) senyawa garam fosfat. Selanjutnya, sehingga SAPP adalah garam yang
Whistler, BeMiller dan Eugene (1984) mengandung ion H+ lebih dari sisa asam
menyatakan bahwa fosfat akan membentuk fosfat. Asam fosfat cenderung merupakan
ikatan silang (cross-linkage) pada ikatan asam lemah. Atau karena konsentrasi di
hidrogen granula pati yang memperkuat dalam larutan yang masih rendah untuk
granula dari keadaan membengkak tanpa memberikan efek peningkatan total asam.
mengalami pecah sehingga menghindari Hasil analisa regresi menunjukkan
disintegrasi lanjut. Semakin banyak ikatan hubungan linier positif pemberian asam
silang pati, semakin menurunkan askorbat terhadap peningkatan kadar total
kehilangan integritas granula. Lebih jauh asam jaringan umbi dengan korelasi R² =
lagi, Firdaus (2000) menyatakan bahwa 0,966.
pengembangan granula yang optimal Grafik di atas menunjukkan bahwa
menyebabkan rongga yang terbentuk makin terjadi penetrasi asam askorbat ke jaringan
sedikit (ruang antar sel makin rapat) dan umbi sekalipun kadarnya tidak memberikan
menghasilkan tekstur yang tegar. Sehingga pengaruh terhadap pH jaringan. Penetrasi
difusifitas dan kehilangan bahan terlarut ini disebabkan pengaruh larutan panas yang
semakin berkurang dengan meningkatnya menyebabkan perenggangan porositas
kerapatan antara sel. dinding sel sehingga memudahkan ion-ion
H+ dari ionisasi asam askorbat di dalam
Hasil pengamatan terhadap rerata larutan berdifusi ke jaringan umbi.
pH larutan setelah perlakuan menunjukkan Konsentrasi asam askorbat di dalam larutan
pH 2,94. Larutan asam (ion H+ yang tinggi) lebih pekat daripada di dalam jaringan dan
mempengaruhi ketegaran dinding sel. pH ion-ion H+ menjadi lebih cepat karena ion
rendah (4,0 –5,0) dapat meningkatkan tersebut menangkap energi yang timbul dari
ketegaran jaringan parenkim dan larutan yang panas sehingga pergerakan ion
menghambat aktifitas enzim amilolitik tersebut menjadi lebih cepat. Hal ini sesuai
dalam hidrolisa pati. Namun, jika pH dengan pernyataan Rahardjo dan Sastri
jaringan kembali normal (misal pH 6,0) (1995) bahwa perenggangan jaringan
maka ketegaran jaringan akan hilang kentang yang terjadi dalam pemanasan
(Walter, Fleming, and McFeeters, 1992; disebabkan oleh penyerapan air oleh
1993). polisakarida dinding sel. Penyerapan air ini
Kadar total asam pada ubi jalar menyebabkan dinding sel bertambah tebal
pembanding rata-rata 0,38 mg/100 g dan disertai dengan penurunan viskositas
sedangkan setelah perlakuan berkisar antara cairan sel.
0,02 - 0,03 mg/100 g, tidak ada interaksi Kadar total fosfor pada ubi jalar
antar asam askorbat-SAPP, namun secara pembanding rata-rata 33,84 mg/100 g
individu ada pengaruh konsentrasi asam sedangkan setelah perlakuan berkisar antara
askorbat yang nyata (α = 0,05) terhadap 34,35 – 35,28 mg/100 g, tidak ada interaksi
kadar total asam. antara asam askorbat-SAPP namun secara
Kadar total asam ini lebih rendah individu terdapat pengaruh sangat nyata (α
bila dibandingkan dengan kadar asam = 0,01) SAPP terhadap peningkatan kadar
askorbat varietas Cangkuang segar 22,31 total fosfor.
mg/100 g, kemungkinan disebabkan banyak Hasil analisa regresi menunjukkan
asam-asam organik yang tergolong mudah korelasi yang tinggi antara penambahan
rusak, larut dalam air dan menguap seperti konsentrasi SAPP terhadap peningkatan
asam malat, asam sitrat, asam askorbat, kadar total fosfor yaitu R² = 0.9987.
asam nikotinat, asam klorogenat selama Semakin tinggi konsentrasi SAPP
perlakuan blansing dan penghancuran. di dalam larutan, semakin tinggi kadar total
Tidak ada pengaruh SAPP di dalam fosfor. Ini berarti terjadi penetrasi SAPP ke
meningkatkan kadar total asam jaringan jaringan umbi sekalipun kadarnya tidak
14
Pencoklatan umbi ubijalar – Kumalaningsih dkk
J. Tek. Pert Vol.5 No. 1: 11 - 19
15
Pencoklatan umbi ubijalar – Kumalaningsih dkk
J. Tek. Pert Vol.5 No. 1: 11 - 19
dapat mencegah pencoklatan selama 8 jam tepung tanpa perlakuan (4,66 mg/100 g)
pertama pada irisan apel “Red Delicious” memberikan sumbangan ion H+ yang lebih
(Lozano-De-Gonzales et,al., 1993). banyak sehingga pH lebih rendah jika
Semakin tinggi kandungan asam dibandingkan tepung dengan perlakuan
askorbat semakin rendah aktifitas PPO terbaik memiliki kadar total asam lebih
(Langdon, 1987; Amiot et.al., 1992 in rendah (4,52 mg/100 g) sehingga pH tepung
Goupy et.al., 1995). Peningkatan suhu lebih tinggi.
pemanasan berpengaruh terhadap Blansing dengan air mendidih
penurunan aktifitas PPO. Perlakuan menyebabkan banyak asam-asam organik
blansing mendidi ktivitas PPO. Perlakuan dan senyawa-senyawa yang peka terhadap
blansing mendidih dapat menginaktifkan water blanching akan larut. Hal tersebut
ezim PPO. Sebab di atas suhu 70°C secara tampak dari kadar total P yang lebih rendah
total dapat menginaktifkan PPO sehingga pada tepung dengan perlakuan terbaik
perubahan warna dapat dicegah (Siddiq, et (132,53 mg/100 g) daripada kadar total P
al., 1992). Namun suhu daging umbi hanya pada tepung dari tanpa perlakuan (125,57
58°C, sehingga suhu tersebut belum mg/100 g). Hasil uji t menunjukkan tidak
menginaktifkan enzim secara total. ada perbedaan yang nyata antara kedua
Blansing dapat mempengaruhi perlakuan tersebut.
pembacaan warna (pencoklatan) pada
rajangan ubi jalar. Ma et.al. (1992) Kadar air tepung tanpa perlakuan
menyimpulkan bahwa semakin tinggi suhu menunjukkan nilai yang lebih rendah (6%)
dan semakin lama waktu blansing dapat daripada tepung dengan perlakuan terbaik
menurunkan tingkat pencoklatan. Hal ini (6,2%). Hal ini ada kaitannya dengan
ada kaitannya dengan aktifitas PPO yang higroskopisitas tepung tanpa perlakuan
semakin turun akibat perlakuan panas. yang lebih rendah (7,65%) daripada tepung
Pada uji sifat fisik dan kimia ubi dengan perlakuan terbaik (8,88%). Semakin
jalar, diketahui adanya perbedaan warna tinggi higroskopisitas tepung menunjukkan
tepung yang sangat nyata (α = 0,05/2) semakin banyak kemampuannya mengikat
antara tanpa perlakuan dengan perlakuan air di udara sehingga kadar air semakin
terbaik. Namun tidak ada perbedaan antar meningkat. Hasil uji t menunjukkan tidak
kedua perlakuan tersebut untuk parameter ada perbedaan yang nyata antara kedua
yang lain. perlakuan tersebut terhadap parameter
Pembacaan warna menunjukkan bahwa kadar air dan higroskopisitas tepung.
rerata “Lightness” tepung tanpa perlakuan Kelembaban udara di sekitar bahan
77,46, dengan perlakuan terbaik 79,67. akan mempengaruhi kadar airnya. Produk
Perbedaan yang nyata antara tanpa dengan kadar air yang rendah dan
perlakuan dengan perlakuan terbaik kandungan amilosa tinggi, bila disimpan
kemungkinan disebabkan konsentrasi asam pada lingkungan lembab akan menyerap air
askorbat dan SAPP dapat menghambat laju dari udara sekitarnya sehingga kadar air
awal pencoklatan enzimatis sebelum meningkat lagi. Seperti pada pengamatan
pengolahan tepung terutama saat dibiarkan. tepung ubi jalar yang disimpan selama 70
Sedangkan dalam waktu pengamatan yang hari pada RH 80% tampak terbentuk
sama, tanpa perlakuan tidak dapat gumpalan-gumpalan butir tepung yang
mencegah oksidasi fenol oleh enzim diduga akibat meningkatnya kadar air. Hal
membentuk pigmen coklat (melanoidin). serupa bisa terjadi jika disimpan pada suhu
Warna awal sebelum pengolahan sangat rendah akibat kondensasi uap air di
menentukan penampilan warna tepung. permukaan tepung (Antarlina, 1991).
16
Pencoklatan umbi ubijalar – Kumalaningsih dkk
J. Tek. Pert Vol.5 No. 1: 11 - 19
Hal tersebut tampak dari rendemen tepung Fermentasi. Tesis. PTP, Univ.
yang lebih rendah pada tepung dengan Brawijaya. Malang.
perlakuan terbaik (24%) daripada rendemen Firdaus, M. (2000) Penyerapan Minyak
pada tepung dari tanpa perlakuan (26%). pada French Fries Kentang. Tesis.
Salah satu faktor yang mempengaruhi Univ. Brawijaya. Malang.
tinggi rendahnya rendemen adalah kadar Goupy, P., AMrot M.J., Richard-Forget F.,
pati. Karena pati tepung dari perlakuan Duprat F., Aubert S. and Nicholas J.
terbaik lebih rendah (55,14%) akibat larut (1995) Enzymatic Browning of
saat diblansing daripada tepung tanpa Model Solutions and Apples Phenolic
perlakuan (55,69%) maka rendemen tepung Contents by Apple PPO. J. of Food
yang diperlakukan lebih rendah daripada Sci. 60 (3), 497-450.
tepung tanpa perlakuan. Hasil uji t Kallson, I. (1973) Introduction to Modern
menunjukkan tidak ada perbedaan yang Biochemistry. Academic Press, New
nyata antara kedua perlakuan tersebut York.
terhadap kadar pati dan rendemen tepung. Langdon, T. (1987) Preventing of
Browning in Fresh Prepared Potatoes
Kesimpulan Without The Use of Sulfiting Agents.
Tidak ada interaksi antara perlakuan Food tech. 41 (5), 64-67.
konsentrasi asam askorbat dan SAPP Leoni, O. Palmieri, S. (1990) PPO from
terhadap tingkat pencoklatan umbi. Artichoke (Cynara scolymus L.)
Perlakuan SAPP berpengaruh terhadap Food Chem. 38(1), 27-39.
reaksi pencoklatan, jarak penetrasi Lozano-De-Gonzales, P.G., Barret, D.M.,
larutan / panas, kadar total P dan kadar Wrolstad, R.E., and Durst, R.W.
total fenol terlarut. (1993) Enzymatic Browning
Perlakuan konsentrasi asam askorbat Inhibited in Fresh and Dried Rings by
berpengaruh terhadap kadar total asam. Pineapple Juice. J.of Food Sci.58(3).
Perlakuan konsentrasi 2,00% asam Ma, S., Silva, J.L., Hearnsberger, J.D., and
askorbat dan 0,1% SAPP mempunyai Garner, J.O.Jr. (1992) Prevention of
nilai efektifitas tertinggi yaitu 5,39. Enzymatic Darkening in Frozen
Perlakuan konsentrasi 2,00% asam Sweet Potato by Water Blanching.
askorbat dan 0,1% SAPP berpengaruh Relationship Among Darkening,
terhadap kenampakan warna tepung ubi Phenol and PPO activities. J. Agric.
jalar. Food Chem. 40 (5), 864-867.
Macheix, J.J., Sapis, J.C.,Fleuriet, A.
Daftar Pustaka (1991) Phenolic Compounds and
PPO in relation to Browning in
Grapes and Wines. Crit. Rev. Food
Antarlina, S.S. (1991) Pengaruh Umur Sci. Nutr. 30(4), 441-486.
Panen dan Klon Terhadap Sifat Mazza, G., and Qi, H. (1991) Control of
Sensoris, Fisik, dan Kimiawi Tepung After Cooking Darkening in Potatoes
Ubi Jalar. Tesis. UGM-Unibraw with Edible Film-forming Products
Data, E.S., Diamente, J.C., and Forio, E.E. and CaCl2. J. Agric. Food Chem.
(1986) Soy Sauce Production 39(12), 2163-2166.
Utilizing Root Crop Fluor as Nollet, L.M.L. (1996) Handbook of Food
Substitute for Wheat Fluor. Ann. Analysis.Vol. 1. Marcel Dekker, Inc.
Trop. Res. 8, 42-50. NY, Basel.
Djauhari, A.B. (1998) Ubi Jalar (I. batatas) Rahardjo, B. and Sastry, S.K. (1995)
Sebagai Bahan Baku Tepung Kinetika Pelunakan Jaringan Kentang
Terfermentasi, Kajian dari Pengeruh Selama dalam Pemanasan. Agritech.
Lama Fermentasi pada Beberapa 15(1,2,3), 1-9.
Klon dan Pengaruh Konsentrasi Sapers, G.M. and Miller R.L. (1995)
Asam Askorbat terhadap Lama Heated Ascorbic/Citric Acid Solution
as Browning Inhibitor for Pre-peeled
17
Pencoklatan umbi ubijalar – Kumalaningsih dkk
J. Tek. Pert Vol.5 No. 1: 11 - 19
potatoes. J.of Food Sci. 60(4), 762- Potato. In : Sweet potato Proc. of The
767. First International Symp. Villareal
Siddiq, M., Sinha, N.K., and Cash, J.N. and Griggs (Eds), 373-384. AVRDC,
(1992) Characterization of PPO from Shanhua, Tainan, Taiwan, China.
Stanley Plums. J. of Food Sci. 57(5), _______________ (1982) Penanganan
1117-1179. SIngkong dan Ubi Jalar. Kumpulan
Truong Van Den (1986) New Gagasan Terteulis, Pusat Penelitian
Developments in Processing Sweet dan Pengembangan Tek. Pangan.
Potato for Food In Sweet Potato IPB, Bogor.
Research and Development for Small Wirawan, N.N. (1999) Pengaruh
Farmers. Mackay, K.T., M.K. Konsentrasi NaCl dan Na2HPO4 pada
Palomar, and R.T. Sanico (Eds), 213- Crosslinking Starch terhadap Sifat-sifat
226. Tepung Ubi Jalar Termodifikasi. Skripsi.
Truong Van Den and Del Rosario, E.J. Univ. Brawijaya, Malang.
(1986) Processing Sweet Potato for
Food and Industrial Uses. In
Phillipine Council for Agriculture
and Resources Research and
Development. State-of-the art of
Sweet Potato Research. Los Banos,
Laguna, Phillipine. 38-47.
Tsou, S.C.S. and Villareal, R.L. (1982)
Resistance to Eating Sweet Potato. In
Sweet Potato : Proc. of The First
International Symposium. Villareal,
R.L. and T.D. Griggs (Eds.), 37-44.
AVRDC, Shanhua, Tainan, Taiwan,
China.
Uritani, I. (1982) Postharvest Physiology
and Pathology of Sweet Potato from
The Biochemical View Point. In
Sweet Potato : Proc. of The First
International Simposium. Villareal,
R.L. and T.D. Griggs (Eds.), 421-
428. AVRDC, Shanhua, Tainan,
Taiwan, China.
Walter, W. M. Jr., and Hoover, M.W.
(1986) Preparation, Evaluation, and
Analysis of French-fry-type Product
from Sweet Potato. J. of Food Sci.
51, 969-970.
_________________, Fleming, H.P. and
McFeeters. (1992) Firmness Control
of Sweet Potato French fry-type
Product by Tissue Acidification. J.of
Food Sci. 57(10, 138-141.
Whistler, R.L., BeMiller, J.N. and Eugene,
F.P. (1984) Starch chemistry and
Technology. 2nded. Academic Press.
London.
Winarno, F.G. (1982) Sweet Potato
Processing and By-Product
Utilization in The Tropics Sweet
18
Pencoklatan umbi ubijalar – Kumalaningsih dkk
J. Tek. Pert Vol.5 No. 1: 11 - 19
Deskripsi sifat fisik dan kimia tepung ubi jalar tanpa perlakuan dan setelah perlakuan
terbaik dari varietas Cangkuang.
Nilai
Deksirpsi mutu Tanpa perlakuan Perlakuan terbaik
Pembacaan warna “Lightness” 77,46** 79,67**
PH 6,43 6,74
Total asam (mg/100 g) 4,66 1,52
Total fosfor (mg/100 g) 132,52 125,57
Aw 0,30 0,30
Kadar air (%) 6,00 6,20
Densitas kamba (cm3/g) 0,18 0,18
Higoskopisitas (%) 7,65 8,88
Rendemen (%) 26,00 26,00
Pati (%) 52,69 55,14
**) Perbedaan yang sangat nyata α = 0,05 / 2 dengan uji t
19