The Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease (GOLD) tahun 2017 mendefiniskan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sebagai penyakit respirasi kronis yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang persisten dan biasanya bersifat progresif serta berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronis saluran napas yang disebabkan oleh gas atau partikel iritan tertentu. Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu (gambar 1). Perubahan ini tidak selalu terjadi bersamaan, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Inflamasi kronis menimbulkan perubahan struktural dan penyempitan saluran nafas kecil. Destruksi dari parenkim paru yang juga disebabkan oleh proses peradangan menyebabkan hilangnya perlekatan alveolus terhadap jalan nafas kecil dan menurunkan elastisitas paru, sehinga perubahan tersebut mengurangi kemampuan jalan napas untuk tetap terbuka saat ekspirasi. Hilangnya fungsi saluran pernapasan kecil selain dapat menyebabkan keterbatasan aliran udara juga dapat menyebabkan disfungsi mukosiliar yang merupakan ciri khas penyakit ini. (GOLD, PDPI) Pada PPOK, emfisema dan bronkitis kronis sering ditemukan bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda. Akan tetapi, menurut GOLD dan PDPI, emfisema dan bronkitis kronis tidak dimasukkan pada definisi PPOK. Emfisema merupakan suatu diagnosis patologis sedangkan bronkitis kronik merupakan suatu diagnosis klinis. Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris serta destruksi dinding alveolar. Isitilah ini sering (tapi tidak tepat) digunakan secara klinis dan hanya menjelaskan satu dari beberapa kelainan struktural pada pasien PPOK. Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan atau istilah klinis dan epidemiologi yang ditandai oleh pembentukan mukus yang meningkat dan bermanifestasi sebagai batuk kronik selama 3 bulan dalam 2 tahun berturut-turut, Gejala pernapasan kronis juga dapat terjadi pada individu dengan spirometri normal dan sejumlah besar perokok tanpa adanya hambatan aliran udara memiliki bukti adanya gangguan struktural paru yang manifestasinya dapat bervariasi menjadi emfisema, penebalan dinding saluran pernapasan dan gas trapping.4,5
2.2 Epidemiologi PPOK
PPOK merupakan masalah kesehatan global. Data prevalensi, morbiditas dan mortalitas berbeda di tiap negara namun secara umum terkait langsung dengan prevalensi merokok dan pada beberapa negara dengan polusi udara akibat pembakaran kayu, gas dan partikel berbahaya. GOLD memperkirakan PPOK sebagai penyebab kematian ke-6 pada tahun 1990 akan meningkat menjadi penyebab kematian ke-3 pada tahun 2020 mendatang di seluruh dunia. Data yang ada menunjukkan bahwa komorbiditas karena PPOK meningkat dengan usia dan lebih besar pada pria dibandingkan wanita. PPOK mengenai lebih dari 16 juta orang di Amerika Serikat, lebih dari 2,5 juta orang di Italia, lebih dari 30 juta di seluruh dunia dan menyebabkan 2,74 juta kematian pada tahun 2000. Angka kesakitan secara klasik didasarkan pada jumlah kunjungan ke dokter, ruang gawat darurat, dan rawat inap. Kesakitan yang diakibatkan oleh PPOK juga dipengaruhi oleh penyakit penyerta (komorbid) yang secara tidak langsung berhubungan dengan PPOK. (PDPI. GOLD 2008, GOLD 2001) Di Indonesia, PPOK merupakan masalah kesehatan umum da menyerang sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. Jumlah kasus PPOK memiliki kecenderungan untuk meningkat. Indonesia sendiri masih belum memiliki data pasti mengenai PPOK ini, hanya Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI 1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronkial menduduki peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.6