You are on page 1of 9

c 

Sindrom Guillain Barre sering disebut juga O  O O



 O
   O  OO O  O  
 OO  yang
merupakan kelainan pada saraf perifer yang bersifat peradangan di luar otak
dan medulla spinalis. Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan
yang cepat atau bisa terjadi paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-
otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat terjadi pada segala umur dan
tidak bersifat herediter.

Sindrom Guillain Barre dapat mengenai semua orang, segala usia,


tidak perbedaan dalam jenis kelamin. Insidens Sindrom ini termasuk jarang
kira-kira 1 orang dalam 100.000. SGB jarang terjadi pada anak-anak,
khususnya selama 2 tahun pertama kehidupan dan setelah umur tersebut
frekuensinya cenderung meningkat. Frekuensi puncak pada usia dewasa
muda. SGB tampil sebagai salah satu penyebab kelumpuhan yang utama di
negara maju atau berkembang seperti Indonesia.
Sekitar 74 % - 82 % kasus SGB terjadi setelah penderita mengalami
penyakit panas yang biasanya dari infeksi saluran nafas atas. Dan
insidensinya meningkat dengan tingginya infeksi Cytomegalo virus.




Penyebab dari SGB ini bisa dikatakan idiopatik atau dapat dicetuskan
oleh infeksi virus. Tetapi yang dianut sekarang ialah bahwa penyakit SGB ini
disebabkan oleh proses autoimun.
Dibawah ini merupakan keadaanm- keadaan yang dapat dihubungkan
dengan penyakit SGB ini adalah :
* Infeksi Virus
Oleh Cytomegalo virus, Ebstein Barr virus
* Infeksi Bakteri
Seperti Campilobacter typhoid jejuni, Mycoplasma pneumonie.
* Pembedahan
* Penyakit Sistemik
Seperti keganasan, SLE, transplantasi ginjal, tiroiditis dan penyakit
addison.
* Pasca vaksinasi


c
 
Belum dapat diketahui mengapa Sindrom Guillain Barre (SGB)
menyerang orang-orang tertentu saja. Tetapi yang diketahui oleh para
ilmuwan-ilmuwan pada saat ini adalah system imun dalam tubuh menyerang
dirinya sendiri atau disebut juga autoimun.
Pada Sindrom Guillain Barre imun mulai menghancurkan selubuh
myelin yang menyelubungi axon dari saraf-saraf perifer atau axon sendiri.
Fungsi selubung myelin sendiri adalah mempercepat transmisi sinyal-sinyal
saraf atau menghantar sinyal yang jauh jaraknya.

Karena selubung myelin saraf perifer cedera atau terdegradasi maka


saraf tersebut tidak bisa mentransmisit sinyal secara efisien. Hal ini
menyebabkan ketidakmampuan merasakan teksture, panas, nyeri dan
sensasi lainnya. Karena sinyal ke atas dari ekstremitas atas dan ekstremitas
bawah hancur sangat jauh maka mereka sangat mungkin diinterupsi. Oleh
karena itu kelemahan otot-otot dan sensasi kebal biasanya pertama kali
muncul ditangan dan kaki yang kemudian berlanjut ke atas.

SGB yang dipicu oleh infeksi virus atau bakteri, mungkin terjadi karena
virus dan bakteri telah merubah keadaan sel-sel dalam sistem saraf,
sehingga sistem immune memperlakukan mereka seperti sel asing, sehingga
menyebabkan beberapa komponen sel imun seperti beberapa bentuk limfosit
dan makrofag untuk menyerang myelin. T-limfosit yang tersensitisasi
bekerjasama dengan limfosit-B untuk membentuk antibody terhadap
komponen-komponen selubung myelin sehingga menyebabkan hancurnya
atau rusaknya myelin.

Dari pemeriksaan patologi, diketahui bahwa Sindrom Gullain Barre


ditandai dengan proses radang non infeksi didaerah radiks saraf tepi.
Terdapat infiltrasi sel limfosit dan makrofag, akibat infiltrasi sel radang
tersebut kedalam membrane basal serabut saraf mengakibatkan kerusakan
myelin dan degenerasi wallerian.


   

Pada Sindrom Gullain Barre terjadi kelumpuhan yang bersifat akut.


Kelumpuhan bersifat simetris dan asenden dimulai dari ekstremitas inferior,
adanya injeksi saluran nafas atau saluran cerna mendahului terjadinya gejala
pada SGB. Kadang-kadang infeksi virus seperti sitomegalovirus, variola,
morbili, parotitis, Hepatitis A, B atau C, Rubela influenza sebagai pencetus
terjadi SGB.



 
Manifestasi utama adalah kelemahan otot-otot tubuh yang
berkembang secara simetris atau tidak simetris sepanjang waktu dalam
beberapa hari atau minggu. Umumnya kelemahan dimulai dari tungkai
bawah lalu meluas ke tubuh, otot-otot interkostal, leher dan otot-otot
wajah atau kranial yang terkena belakangan (Paralisis Ascendens).
Biasanya yang mengalami kelemahan adalah otot-otot pada bagian
proksimal dibandingkan bagian distal.
Kelemahan otot dapat berkembang sangat cepat sehingga atrofi
otot tidak terjadi. Tonus otot menurun, refleks-refleks tendon menurun
atau hilang, tidak terdapat refleks patologik. Refleks kulit superfisial masih
tetap ada atau sedikit mengalami penurunan.
Bila kelemahan meluas sampai mengenai saraf otak, maka terjadi
kelemahan otot-otot kranial yang memperlihatkan gejala disfagi, disartri,
facial plegi, diplopia. Bila kelemahan memberat dapat terjadi kelumpuhan
motorik total sehingga menyebabkan gagal nafas dan kematian.

 
a Adanya parestesi (kesemutan) pada bagian distal anggota tubuh
bawah yang dapat terjadi bersamaan dengan kelemahan otot.
Sebagian besar kesemutan ini didapat kaki dan kemudian baru
tangan.
a Kadang-kadang terdapat penurunan rasa raba dan nyeri pada
distribusi ´glove´ dan ´stocking´.
a Rasa nyeri biasanya jarang dan muncul belakangan.
Nyeri dapat terlokalisasi pada punggung, paha bagian posterior dan
bahu. Nyeri mungkin diperkirakan sebagai akibat dari inflamasi dan
edema atau karena mionekrosis, karena serum kreatin kinase sering
meningkat pada penderita yang mengalami nyeri berat.
a Kram otot dan otot sering lembek bila diraba.



Gejala yang timbul mempunyai bentuk sesuai dengan saraf otonom
yang rusak, dapat berupa penurunan fungsi simpatis atau parasimpatis
atau menunjukan salah satu fungsi yang berlebihan. Gangguan yang
tampak berupa :
a Sinus takhikardia bahkan sampai terjadi aritmia jantung.
a Postural Hipotensi ( Merupakan gejala pokok ).
a Penurunan tekanan sistolik pada pembuluh darah.
Karena hilangnya sistem simpatik pada refleks pembuluh darah atau
gangguan sistem aferen dari arteriol baroreseptor.
a Gejala Hipertensi.
Diduga ada kaitannya dengan peningkatan aktivitas renin -
angiostensin.
a Inkontinensia urine atau Retensio urine.
Gangguan fungsi kandung kencing mungkin oleh karena gangguan
pada otot sfingter, tetapi sangat jarang dan bersifat sementara.
a Hilangnya fungsi kelenjar keringat.
a Flushing pada wajah ( kemerahan ).

  


Untuk membuat diagnosis SGB digunakan kriteria yang paling umum


dipakai yaitu kriteria dari ´National Institute of Neurological and
Communicative Disorder and Stroke (NINCDS )´ yaitu :
I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis
A. Terjadinya kelemahan yang progresif dan menyangkut lebih dari
satu anggota gerak. Kelemahan bisa hanya berupa paresis ringan
pada kedua tungkai, dengan atau tanpa ataksia ringan sampai
lumpuh total pada keempat otot ekstremitas, otot tubuh, otot bulbar,
otot wajah dan opthalmoplegia eksterna.
B. Arefleksia.
Biasanya terjadi arefleksia bagian distal dengan hiporefleksia
proksimal.

II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis :


A. Ciri-ciri klinis
1. Progresivitas
Gejala kelumpuhan otot meluas secara cepat tapi terhenti
dalam 4 minggu.
2. Simetris
3. Gangguan sensorik hanya ringan
4. Ikut terkenanya saraf otak
Saraf otak VII terkena sekitar 50 % dan sering bilateral
5. Penyembuhan
Biasanya mulai 2 - 4 minggu sesudah terhentinya progresi dari
kelumpuhan.
6. Gangguan saraf otonom
Takikardia dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dan gejala
gangguan vasomotor.
7. Tidak ada febris
Pada awal kelumpuhan pasien sudah tidak panas lagi.
Ciri-ciri lain :
1. Waktu mulai lumpuh masih ada febris
2. Adanya gangguan sensorik disertai nyeri
3. Sesudah 4 minggu masih terus bertambah kelumpuhannya
4. Tidak memburuk terus tapi juga tidak timbul kesembuhan
5. Bisa terdapat kelumpuhan kandung kencing sementara atau
tidak terganggu
6. Ikut terkenanya saraf pusat

B. Ciri-ciri kelainan cairan cerebrospinal yang sangat memperkuat


diagnosis
1. Jumlah protein dalam cairan cerebrospinal meningkat sesudah
minggu pertama dari timbulnya gejala.
2. Jumlah sel tidak melebihi 10/mm3
Ciri-ciri lain :
1. Jumlah protein tidak meningkat 1 - 2 minggu sesudah timbul
kelemahan otot.
2. Jumlah sel 11 - 50 sel mononuklear/mm3

C. Ciri-ciri pemeriksaan elektrodiagnostik yang sangat menyokong


diagnosis SGB
Perlambatan konduksi saraf atau bahkan blok.

III. Ciri-ciri yang membuat diagnosis diragukan


1. Kelemahan yang tetap asimetrik
2. Tetap adanya gangguan miksi dan defekasi
3. Adanya gangguan miksi dan defekasi sejak awal
4. Jumlah sel dalam cairan serebrospinal > 50/mm3
5. Adanya sel PMN dalam cairan serebrospinal
6. Adanya batas gangguan sensibilitas yang jelas

IV. Tanda-tanda yang menentang diagnosis SGB


1. Adanya anamnesis penggunaan senyawa hexacarbon, misalnya
´glue sniffing´.
2. Adanya metabolisme porphyrin abnormal seperti ´acute intermittent
porphyria´.
3. Riwayat diphteri yang baru, dengan ataupun tanpa myocarditis.
4. Tanda-tanda keracunan timah, ditandai dengan adanya kelemahan
ekstremitas atas dengan wrist drop.
5. Hanya didapat gangguan sensorik saja.
6. Adanya kepastian diagnosis lain seperti poliomielitis, botulime,
polineuropati toksik.
c   c  
a Pemeriksaan Cairan Cerebrospinal
Terlihat adanya ´Albumino-Cytologic Dissociation´ yaitu dimana terjadi
kenaikan kadar protein yang tinggi tanpa disertai kenaikan jumlah sel.
Gamma globulin juga meningkat.
a Pemeriksaan EMG
Terdapat konduksi saraf menurun, Latensi memanjang, F-respon
menurun.
a Tes fungsi respirasi

 c
1. Terapi umum meliputi pengawasan dan penanganan terhadap penyulit-
penyulit :
o Gagal Nafas
a Gunakan ventilator
a Atasi hipoksia dengan pemberian Oksigen
a Memberikan ventilasi untuk membuang CO2 nya
o Hipotensi
a Atasi dengan pemberian cairan
o Hipertensi
a Bila ringan cukup dengan pemberian diuretik ringan
a Bila tinggi dan menetap dipakai Natrium nitropusid injeksi IV
a Gunakan agonis beta adrenergik ( propanolol )
o Aritmia
a Anti aritmia ( mexiletine HCl )
a Pemacu jantung (digitalis)
o Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
a NaCl 0,9 IV dengan 5% - 10% dextrose
a Potasium 100 mmol/hari
a Pemberian kalori 1500 - 2000 kalori/hari
o Retensio urin dan inkontinensia urin
a Kateterisasi
2. Immunoterapi
Dengan tujuan untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
kesembuhan ditunjukkan melalui sistem imunitas.
o Kortikosteroid
Pemakaian kortikosteroid pada SGB dengan tujuan sebagai anti
inflamasi, melalui kemampuan imunologik, efek pada metabolisme.
Pengobatan ini hanya bersifat paliatif.
o Plasmaferesis (Plasma exchange)
Suatu metode untuk memisahkan komponen darah dengan
menggunakan mesin sehingga plasma dipisahkan dari sel drah
merahnya, lalu plasma dibuang dan sel darah merahnya dicampurkan
dengan larutan koloid pengganti yaitu albumin 4 % dalam larutan salin,
lalu dimasukkan kembali kedalam tubuh. Efek yang diperlihatkan
berdasarkan pada pengeluaran faktor autoantibodi yang beredar.

3. Imunoglobulin intravena
Telah dilaporkan memberikan perbaikan terhadap penderita SGB tanpa
mengalami efek samping. Dosis yang paling sering digunakan ialah 0,4
gr/KgbBB/hari selama 5 sampai 7 hari.(4)

4. Obat Sitotoksik
Obat-obat yang pernah dianjurkan adalah 6 mercaptopurin (6-MP),
azathioprine dan cyclophasphamid.

c


a Sebagian besar penderita SGB umumnya mengalami penyembuhan yang
sempurna atau hamper sempurna dengan sisa deficit motori yang ringan
a Angka kematian pada SGB sekitar 5% - 10% pada stadium awal
a Dengan system pengobatan yang baik dan adanya alat Bantu nafas yang
canggih angka kematian dapat ditekan sampai 0%
a Kekambuhan terjadi pada 3% penderita

















c 

1. Duss Peter. Sindrom Guillain-Barre dalam Diagnosis Topis Neurologi,


Anatomy, Fisiologi, Tanda, Gejala, Edisi ke 2, Cetakan I. EGC, Jakarta,
1996 : 51.
2. Asbury AK. Guillain-Barre Syndrome : Historical Aspects. Ann Neurol.
1990 : 27 (s) : S2 - S6.
3. Parry GJ. Diagnosis of Guillain-Barre Syndrome. In. Parry GJ. Guillain-
Barre Syndrome. Thieme Medical Publishers Inc, New York. 1993 : 113 -
129.
4. Adams RD. Victor MR. Guillain Barre Syndrome. Diseases of the
Peripheral Nerves. In Principles of Neurology. Chapter 46. Mcgraw-Hill.
New York. 1997. Page 1312-1318.
5. Johnson Richard T. Viral Infctions Of the Nervous System. Raven Pres,
New York. 1984 : 174
6. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Sindroma Guillain-Barre : Neurologi
Klinis Dasar, Cetakan ke 8. Dian Rakyat, Jakarta, 2000 :42, 87,176,421.

    


PEMBIMBING :
 !c" # 

DISUSUN OLEH :
$    %  
&&'()(

 c      c $  


c 
 *+  ,**c *++-
  
 
 .      
 


You might also like