Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di Rumah Sakit 41% lebih besar dari pekerja di sektor
industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit
pinggang, tergores/terpotong, luka bakar dan penyakit infeksi. Sejumlah kasus
dilaporkan mendapatkan kompensasi pada karyawan Rumah Sakit, yaitu sprains,
strains : 52% ; contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration, punctures :
10,8%; fractures : 5,6%; multiple injuries : 2,1%; thermal burns : 2%; scratches,
abrations : 1,9%; infectons : 1,3%; dermatitis : 1.2%; etc : 12,4% (US Department
of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983)
Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cidera punggung tertinggi pada
perawat (16,8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara
813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden
cidera musculoskeletal 4,62/100 perawat per tahun. Cidera punggung
menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 miliar $ per tahun.
Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di
Rumah Sakit belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak
keluhan-keluhan dari para petugas di Rumah Sakit sehubungan dengan bahaya-
bahaya yang ada di Rumah Sakit.
Selain itu, Gun (1983) memberikan catatan bahwa terdapat beberapa kasus
penyakit kronis yang diderita petugas Rumah Sakit, yakni hipertensi, varises,
anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita),
dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran
diskus invertebrae. Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit
akut yang diderita petugas Rumah Sakit lebih besar 1,5 kali dari petugas atau
pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna
dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih,
masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan
sistem otot dan tulang rangka.
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 Rumah
Sakit harus dikelola dengan baik.
Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit :
a. Meningkatkan mutu pelayanan.
b. Mempertahankan kelangsungan operasional Rumah Sakit.
c. Meningkatkan citra Rumah Sakit.
2. Bagi karyawan Rumah Sakit :
a. Terhindar dari Penyakit Akibat Kerja (PAK).
b. Mencegah Kecelakaan Akibat Kerja (KAK).
3. Bagi pasien dan pengunjung :
a. Terjaminnya mutu pelayanan yang baik.
b. Kepuasan pasien dan pengunjung
III. SASARAN
1. Manajemen RS
2. Karyawan RS
3. Pasien dan Pengunjung
Dasar Hukum
1. UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan ( Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RI. Nomor
5063 )
2. UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor1, Tambahan Negara RI Nomor 2918 )
3. UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4729 )
4. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran ( Lembaran Negara
RI tahun 1997 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Repbulik Indonesia
Nomor 4431 )
5. UU Nomor 32 tahun 204 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437 )
6. UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit ( Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2009 Nomor 153 )
7. Kepres Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja
8. Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan
Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pegion ( lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3392 )
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ( Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737 )
10. Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul
Karena Hubungan Kerja.
11. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja
12. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5/MEN/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit.
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1075/Menkes/SK/2003 tentang Sistem
Informasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( K3)
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah sakit.
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/VI/2009 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Kesehatan
17. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang
Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( K3) di Rumah
Sakit.
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang
Perijinan Rumah Sakit.
BAB II
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
DI RUMAH SAKIT ST. THERESIA
A. Pengertian
Kesehatan Kerja menurut WHO / ILO (1995).
Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat
kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja semua
jenis pekerjaan, pencegahan ganguan kesehatan pekerja yang disebabkan
kondisi pekerjaan, perlindungan dari resiko akibat faktor yang merugikan
kesehatan, penempatan pekerja dalam lingkungan kerja yang sesuai dengan
kondisi fisiologi dan psikologinya. Intinya adalah penyesuaian pekerjaan kepada
pekerja dan setiap pekerja kepada pekerjaannya.
1. Rumah Sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal dan
teknologi namun keberadaan Rumah Sakit juga memiliki dampak negatif
terhadap timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja bila Rumah Sakit
tersebut tidak melaksanakan prosedur K3.
Oleh sebab itu perlu dilaksanakan regulasi sebagai berikut :
a. Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan Rumah Sakit
b. Menyediakan organisasi K3 Rumah Sakit sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen
K3 di Rumah Sakit
c. Melakukan sosialisasi K3 Rumah Sakit pada seluruh jajaran Rumah Sakit
d. Membudayakan perilaku K3 Rumah Sakit
e. Meningkatkan SDM yang profesional dalam bidang K3 di masing-masing
unit kerja di Rumah Sakit.
f. Meningkatkan sistem informasi K3 RumahSakit
2. Tujuan Kebijakan Pelaksanaa K3 Rumah Sakit
Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM
Rumah Sakit, aman dan sehat bagi pasien, masyarakat dan lingkungan
sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah Sakit berjalan baik
dan lancar
3. Langkah dan Strategi Pelaksanaan K3 Rumah Sakit
a. Advokasi ke pimpinan Rumah Sakit, sosialisasi dan pembudayaan K3
Rumah Sakit
b. Menyusun kebijakan K3 Rumah Sakit yang ditetapkan oleh pimpinan
Rumah Sakit
c. Membentuk organisasi K3 Rumah Sakit
d. Perencanaan K3 sesuai standar K3 Rumah Sakit yang ditetapkan oleh
Kementrian Kesehatan
e. Menyusun pedoman, petunjuk teknis dan SOP K3 Rumah Sakit
f. Melaksanakan 12 program K3 Rumah Sakit
g. Melakukan evaluasi Pelaksaan Program K3 Rumah Sakit
h. Melakukan internal audit program K3 Rumah Sakit dengan instrumen
penilaian sendiri ( self assesment ) akreditasi Rumah Sakit yang berlaku.
i. Mengikuti akreditasi Rumah Sakit
(2) Memeriksakan kesehatan dari semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinanya secara berkala pada dokter yang di tunjuk oleh pimpinan
rumah sakit dan di benarkan oleh direktur rumah sakit
(2) Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai yang
di maksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan
2. Persiapan Pemeriksaan
Agar dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dapat dilaksananakan
dengan baik dan lancar tanpa mengganggu kelancaran proses perawatan
pasien maka pimpinan rumah sakit dan dokter wajib melakukan persiapan
antara lain :
a. Menyusun pedoman pemeriksaan kesehatan yang menjamin
penempatan tenaga kerja sesuai dengan kesehatan dan pekerjaan
yang dilakukan. Pedoman tersebut harus mendapatkan persetujuan
terlebih dahulu oleh direktur. Pedoman ini dibina dan di kembangkan
mengikuti kemampuan perusahaan dan kemajuan kedokteran dalam
keselamatan kerja
b. Menyususn pedoman pemeriksaan kesehatan berkala sesuai dengan
kebutuhan menurut jenis-jenis pekerjaan yang ada dan di kembangkan
mengikuti kemampuan perusahaan dan kemajuan kedokteran dalam
keselamatan pasien
c. Membuat rencana pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, awal, berkala
dan khusus.
a. Anamnesa ( interview )
1. Nama
2. Umur
3. Jenis Kelamin
4. Unit Kerja
5. Lamanya Kerja
6. Gambaran tentang :
yang dikerjakan, faktor-faktor bahaya di lingkungan kerja,
keluhan-keluhan yang di derita, kondisi kesehatan yang di
rasakan
b. Pemeriksaan Klinis
1. Pemeriksaan mental
Gangguan mental dan penyakit Jiwa
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diagnostic dari seluruh bagian badan
khususnya bagian badan yang mengalami kelainan/keluhan
dengan metode inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi,
pengukuran tekanan darah, nadi, pernafasan, tinggi badan, berat
badan, pemeriksaan ketajaman pengelihatan dan pendengaran,
pemeriksaan laboratorium darah dan urin serta pemeriksaan
khusus yang berkaitan dengan keluhan /gangguan kesehatan
yang di rasakan dan kemungkinan pemaparan bahan berbahaya
di lingkungan kerja ( biological monitoring ) seperti : rongent
dada, spirometri test, pemeriksaan fungsi khusus, pemeriksaan
laboratorium khusus.
Salah satu penyebab terjadinya PAK adalah lingkunagn kerja yang buruk .
Lingkunagn kerja yang dimaksud meliputi desian maupun tata letak ruangan
dan barang, lingkungan kerja fisik, kimia, biologi. Faktor-faktor diatas sejak
awal harus di rencanakan untuk menunjang tingkat kesehatan dan
produktivitas pekerja. Lingkungan kerja yang aman , selamat dan nyaman
merupakan perssyaratan penting untuk tercapainya kondisi kesehatan yang
prima bagi pekerja yang ada di dalamnya.
Rumah Sakit salah satu tempat kerja yang wajib melaksanakan Program K3 RS
yang bermanfaat bagi SDM RS, pasien, pengujung / pengantar pasien maupun bagi
masyarakat di lingkungan sekitar RS.
Pelayanan K3 RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai
komponen yang ada di RS. Pelayanan K3 RS sampai saat ini dirasakan belum
maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak RS yang belum menerapkan sistem
manajemen K3 RS.
Meliputi :
A. Standar Manajemen
Meliputi :
1. Setiap bahan dan peralatan dalam penyelanggaraan uoaya kesehatan di
Rumah Sakit harus dilengkapi dengan :
a. Kebijakan tertulis tentang pengelolaan K3 Rumah Sakit yang mengacu
minimal pada peraturan sbb :
- UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
- UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
- UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
- UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
- Permenaker RI Nomor 5/MENAKER/1996 tentang Sistem Manajemen
Rumah Sakit
- Keputusan Menkes Nomor 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang
Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
- Keputusan Menkes Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri
- Kepmenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan RS
- Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 432/Menkes/IV/2007
tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit
b. Pedoman dan Standar Prosedur Operasional
c. Perijinan sesuai dengan peralatan yang berlaku meliputi :
- Ijin pemakaian lift
- Ijin Instalasi Listrik
- Ijin Pemakaian Diesel
- Ijin Instalasi Petir
- Ijin Pemakaian Boiler
- Penggunaan Radiasi
- Ijin Bejana ....
- Ijin pengelolaan limbah padat, cair dan gas.
d. Sistem komunikasi baik internal maupun eksternal
e. Sertifikasi
f. Program pemeliharaan
g. APD yang memadai, siap dan layak pakai.
h. Manual operasional yang jelas
i. System alarm, sitem pendektesian api/kebakaran dan penyediaan alat
pemadam api/kebakaran.
j. Rambu-rambu K3 seperti rambu larangan dan rambu petunjuk arah.
k. Fasilitas sanitasi yang memadai dan memenuhi persyaratan kesehatan
l. Fasilitas penanganan limbah padat,cair dan gas..
2. Setiap bahan dan peralatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di
Rumah Sakit yang menggunakan bahan beracun berbahaya, maka
pengirimannya harus dilengkapi dengan MSDS, disediakan ruang/tempat
penyimpanan khusus bahan beracun berbahaya yang aman.
3. Setiap operator / petugas sarana,prasarana dan peralatan harus dilakukan
pemeriksaan kesehatan secara berkala
4. Setiap lingkungan kerja harus dilakukan pemantauan/monitoring kualitas
lingkungan kerja secara berkala dan berkesinambungan.
5. Sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit harus dikelola oleh petugas
yang mempunyai kompetensi di bidangnya.
6. Peta / denah lokasi / ruang / alat yang berisiko / berbahaya dilengkapi simbol-
simbol khusus untuk daerah/tempat/area yang berisiko/berbahaya terutama
laboratorium, radiologi, farmasi, sterilisasi sentral, kamar operasi, genset
kamar isolasi penyakit menular, pengolahan limbah dan laundry
7. Khusus sarana bangunan yang menggunakan bahan beracun berbahaya
harus dilengkapi fasilitas dekontaminasi bahan beracun berbahaya.
8. Program penyehatan lingkungan Rumah Sakit meliputi : penyehatan ruangan,
bangunan, fasilitas sanitasi termasuk pencahayaan, penghawaan dan
kebisingan, penyehatan air, penanganan limbah, penyehatan tempat
pencucian umum termasuk laundry, pengendalian serangga, tikus dan
binatang pengganggu lain, pemantauan sterilisasi dan desinfeksi.
Pengawasan – perlindungan radiasi dan promosi kesehatan lingkungan.
9. Evaluasi, pencatatan dan pelaporan
Program pelaksanaan K3 sarana, prasarana dan peralatan RS
10. Kalibrasi internal dan kalibrasi legal secara berkala terhadap sarana,
prasarana dan peralatan yang disesuaikan dengan jenisnya.
B. Standar Teknis
1. Standar Tekniks Sarana
1. Lokasi dan bangunan
Secara umum lokasi Rumah Sakit hendaknya mudah dijangkau oleh
masyarakat, bebas dari pencemaran, banjir dan tidak berdekatan dengan
rel kereta api, tempat bongkar muat barang, tempat bermain anak, pabrik
industry dan limbah pabrik
Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit khususnya
pasal 8 bahwa : persyaratan lokasi Rumah Sakit harus memenuhi
ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan dan tata ruang
serta sesuai den gan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan
penyelenggaraan Rumah Sakit
Persyaratan bangunan diatur pada pasal 9 yakni : bangunan Rumah Sakit
harus memenuhi persyaratan administrative dan teknis bangunan gedung
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan persyaratan teknis
bangunan Rumah Sakit, harus sesuai dengan fungsi, kenyamanan,
kemudahan pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua
orang, termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang lanjut usia.
Luas lahan untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1,5 kali luas
bangunan, luas lahan untuk bangunan bertingkat minimal 2 kali luas
bangunan lantai dasar.
Luas Bangunan di sesuaikan dengan jumlah tempat tidur ( TT ) dan
klasifikasi Rumah Sakit bangunan minimal adalah 50 m2 pertempat tidur
Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk ruang
perawatan dan ruang isolasi adalah :
1. Ruang bayi :
- Ruang perawatan min m2 / TT
- Ruang Isolasi min 3,5 m2 / TT
2. Ruang dewasa / Anak :
- Ruang perawatan min 4,5 m2 /TT
- Ruang Isolasi min 6 m2 / TT
3. Persyaratan luas ruangan sebaiknya berukuran minimal :
- Ruang Periksa 3 x 3 m2
- Ruang Tindakan 3 x 4 m2
- Ruang Tunggu 6 x 6 m2
- Ruang Utility 3 x 3 m2
A. Kategori B3
1. Memancarkan Radiasi
Bahan yang memancarkan gelombang elektromagnetik / partikel radio
aktif yang mampu mengionkan secara langsung atau tidak langsung
materi bahan yang di laluinya misalnya : I r 192, I 131, T c99, Sa 153,
Sinar X , Sinar alfa , Sinar beta ,Sinar gamma , dll
2. Mudah Meledak
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat tanpa disertai
pengimbangan kehilangan panas, sehingga kecepatan reaksi
peningkatan suhu ddan tekanan meningkat pesat dan dapat
menimbulkan peledakan.
Bahan mudah meledak apabila terkana panas, gesekan/bantingan dapat
menimbulkan ledakan.
3. Mudah Menyala atauTerbakar
Bahan yang mudah membebaskan panasdengan cepat di sertai dengan
pengimbangan kehilangan panas , sehingga tercapai kecepatan reaksi
yang menimbulkan nyala . Bahan mudah menyala / terbakar mempunyai
titik nyala ( Flash point ) rendah / ( 21 °C )
4. Oksidator
Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan sehingga terjadi
reaksi oksidasi , mengakibatkan reaksi keluar panas
5. Racun
Bahan yang beracun mengakibatkan kematian / sakit serius bila masuk
ke tubuh melalui pernapasan , kulit atau mulut
6. Korosit
Bahan yang menyebabkan iritasi pada kulit , proses pengkaratan pada
lempeng baja ( SAE 1020 ) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm /
tahun dengan temperatur uji 55 °C, punya PH ≤ 2 ( asam ) dan PH ≥ 12,5
( basa )
7. Karsi Nogenik
Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat merusak
jaringan tubuh
8. Iritasi
Bahan yang dapat mengakibatkan peradangan pada kulit dan selaput
lendir
9. Teratogenik
Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan
embrio
10. Mutagenic
Sifat bahan yang dapat megakibatkan perubahan kromosom yang berarti
dapat merubah genetika
11. Arus Listrik
E. Penangan Bahan B3
Dalam penanganan ( menyimpan, memindahkan, menangani tumpahan,
menggunakan B3 ) dengan melihat SOP dan MSDS yang telah ditetapkan.
1. Penanganan Untuk Personel
a. Kenali jenis bahan yang digunakan/disimpan
b. Baca petunjuk pada kemasan
c. Letakan bahan sesuai kebutuhan
d. Tempatkan bahan pada ruang penyimpanan sesuai petunjuk
e. Perhatikan batas waktu pemakaian bahan yang disimpan
f. Jangan menyimpan bahan yang mudah bereaksi di lokasi yang sama
g. Jangan menyimpan bahan melebihi pandangan mata
h. Pastikan kerja aman sesuai prosedur, hindari terjadinya tumpahan /
kebocoran
i. Laporkan segera bila terjadi kebocran bahan kimia/gas
j. Laporkan setiap kejadian yang menimbulkan bahaya/nyaris celaka
melalui formulir dan alur yang telah ditetapkan.
2. Penanganan Berdasarkan Lokasi
Daerah-daerah yang beresiko seperti laboratorium, radiologi, farmasi dan
tempat penyimpanan, penggunaan dan pengelolaan B3 di RS harus
ditetapkan sebagai daerah berbahaya dengan menggunakan kode warna
di area bersangkutan, serta dibuat dalam denah RS dan
disebarluakan/disosalisai kepada seluruh penghuni RS
3. Penanganan Administrasi
Disetiap tempat penyimpanan, penggunaan dan pengelolaan B3 harus
diberi tanda sesuai potensi bahaya yang ada dan dilokasi tersedia SOP
untuk menangani B3 antara lain :
a. Cara penanggulangan bila terjadi kontaminasi
b. Cara penanggulangan bila terjadi kedaruratan
c. Cara penanganan B3, dll
BAB VI
Rumah Sakit St. Theresia termasuk Rumah Sakit tipe C dengan kriteria tenaga K3
nya adalah sebagai berikut :
A. Keteria Tenaga K3
1. Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 Diploma III dan S1 minimal 1 orang dan
telah mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 Rumah
Sakit.
2. Dokter/dokter gigi, spesialis dan dokter umum minimal 1 orang dengan
sertifikasi dalam bidang K3 dan mendapatkan pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 Rumah Sakit.
3. Tenaga paramedis yang mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 Rumah Sakit minimal 1 orang
4. Tenaga teknis lainnya yang mendapatkan pelatihan khusus yang terkreditasi
mengenai K3 Rumah Sakit minimal 1 orang.
: .........................................
Alamat Lokasi
: ........................................ Provinsi : .......................
Kabupaten / Kota
Bulan Pelaporan : ..........................................
b. Pekerja Luar RS
....................
....................
....................
.....................
.....................
Keterangan :
SDM-RS : Sumber Daya Manusia – Rumah Sakit
Pelaporan dari Rumah Sakit yang bersangkutan
Pelaporan sekali sebuah diawal bulan
* disi jika ada, kolom keterangan agar diisi hasil pemeriksaan : tidak ada kelainan atau ada
kelainan. Selanjutnya jika ada yang menderita penyakit akibat kerja atau diduga menderita
penyakit akibat kerja supaya disebutkan jumlahnya dan jenisnya penyakit akibat kerja
tersebut.
Baris 10 ( sepuluh ), agar diisi dalam bentuk persentase, yakni jumlah SDM-RS yang
diperiksa dibagi dengan jumlah seluruh SDM-RS dan dikali 100%
.................................................................. ..............................................................
b. Formulir laporan bulanan kesehatan SDM RS dan pekerja luar rumah sakit
: .........................................
Alamat Lokasi
: ........................................ Provinsi : .......................
Kabupaten / Kota
Bulan Pelaporan : ..........................................
Keterangan :
Dilaporkan 6 bulan sekali
- Periode Januari – Juni dilaporkan pada bulan Juli
- Periode Juli – Desember dilaporkan pada bulan Januari
Baris ke-4 pada kolom jumlah diisi “berapa kali diadakan”, pada kolom keterangan diisi “jenis
pelatihan dll, serta informasi lain yang diperlukan.
Baris ke-5 pada kolom jumlah diisi “berapak kali diadakan”, pada kolom keterangan diisi
“termpat pemantauan dll, serta informasi lain yang diperlukan.
Baris ke-6 pada kolom jumlah diisi “berapak kali diadakan”, pada kolom keterangan diisi
“sasarannya siapa dll, serta informasi lain yang diperlukan.
Baris ke-7 pada kolom jumlah diisi “berapak kali diadakan”, pada kolom keterangan diisi
“termpat pemantauan dll, serta informasi lain yang diperlukan.
Baris ke-8 pada kolom jumlah diisi “berapak kali diadakan”, pada kolom keterangan diisi
“termpat pemantauan dll, serta informasi lain yang diperlukan.
Baris ke-9 pada kolom jumlah diisi “berapak kali diadakan”, pada kolom keterangan diisi
“bentuk pembinaannya, pengawasannya dimana dll, serta informasi lain yang diperlukan.
.................................................................. ..............................................................