You are on page 1of 61

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 23


dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal
diatas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja
dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan,
tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di Rumah Sakit, tetapi
juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya
pengelola Rumah Sakit menerapkan upaya-upaya K3 di Rumah Sakit.

Potensi bahaya di Rumah Sakit selain penyakit-penyakit infeksi juga terdapat


potensi bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di Rumah Sakit,
yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, tersengat listrik ), radiasi, bahan
beracun dan berbahaya (B3), gangguan psikososial dan ergonomi. Semua
potensi bahaya tersebut dapat mengancam para karyawan Rumah Sakit, pasien
dan pengunjung Rumah Sakit.

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di Rumah Sakit 41% lebih besar dari pekerja di sektor
industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit
pinggang, tergores/terpotong, luka bakar dan penyakit infeksi. Sejumlah kasus
dilaporkan mendapatkan kompensasi pada karyawan Rumah Sakit, yaitu sprains,
strains : 52% ; contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration, punctures :
10,8%; fractures : 5,6%; multiple injuries : 2,1%; thermal burns : 2%; scratches,
abrations : 1,9%; infectons : 1,3%; dermatitis : 1.2%; etc : 12,4% (US Department
of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983)

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cidera punggung tertinggi pada
perawat (16,8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara
813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden
cidera musculoskeletal 4,62/100 perawat per tahun. Cidera punggung
menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 miliar $ per tahun.
Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di
Rumah Sakit belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak
keluhan-keluhan dari para petugas di Rumah Sakit sehubungan dengan bahaya-
bahaya yang ada di Rumah Sakit.

Selain itu, Gun (1983) memberikan catatan bahwa terdapat beberapa kasus
penyakit kronis yang diderita petugas Rumah Sakit, yakni hipertensi, varises,
anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita),
dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran
diskus invertebrae. Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit
akut yang diderita petugas Rumah Sakit lebih besar 1,5 kali dari petugas atau
pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna
dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih,
masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan
sistem otot dan tulang rangka.

Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 Rumah
Sakit harus dikelola dengan baik.

Agar penyelenggaraan K3 Rumah Sakit lebih efektif, efisien dan terpadu,


diperlukan sebuah pedoman manejemen K3 di Rumah Sakit, baik bagi pengelola
maupun karyawan Rumah Sakit St. Theresia.

II. TUJUAN DAN MANFAAT


Tujuan
Tujuan Umum
Sebagai pedoman oleh pihak manajemen untuk terciptanya cara kerja,
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan karyawan RS. St. Theresia.
1. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kesehatan dan
keselamatan kerja di Rumah Sakit. St. Theresia Jambi
b. Mengendalikan dan meminimalisasi potensi bahaya di lingkungan Rumah
Sakit. St. Theresia Jambi.
c. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja ( K3 )
Rumah Sakit. St. Theresia Jambi

Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit :
a. Meningkatkan mutu pelayanan.
b. Mempertahankan kelangsungan operasional Rumah Sakit.
c. Meningkatkan citra Rumah Sakit.
2. Bagi karyawan Rumah Sakit :
a. Terhindar dari Penyakit Akibat Kerja (PAK).
b. Mencegah Kecelakaan Akibat Kerja (KAK).
3. Bagi pasien dan pengunjung :
a. Terjaminnya mutu pelayanan yang baik.
b. Kepuasan pasien dan pengunjung

III. SASARAN
1. Manajemen RS
2. Karyawan RS
3. Pasien dan Pengunjung

Dasar Hukum
1. UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan ( Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RI. Nomor
5063 )
2. UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor1, Tambahan Negara RI Nomor 2918 )
3. UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4729 )
4. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran ( Lembaran Negara
RI tahun 1997 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Repbulik Indonesia
Nomor 4431 )
5. UU Nomor 32 tahun 204 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437 )
6. UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit ( Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2009 Nomor 153 )
7. Kepres Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja
8. Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan
Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pegion ( lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3392 )
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ( Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737 )
10. Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul
Karena Hubungan Kerja.
11. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja
12. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5/MEN/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit.
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1075/Menkes/SK/2003 tentang Sistem
Informasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( K3)
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah sakit.
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/VI/2009 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Kesehatan
17. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang
Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( K3) di Rumah
Sakit.
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang
Perijinan Rumah Sakit.
BAB II
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
DI RUMAH SAKIT ST. THERESIA

A. Pengertian
Kesehatan Kerja menurut WHO / ILO (1995).
Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat
kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja semua
jenis pekerjaan, pencegahan ganguan kesehatan pekerja yang disebabkan
kondisi pekerjaan, perlindungan dari resiko akibat faktor yang merugikan
kesehatan, penempatan pekerja dalam lingkungan kerja yang sesuai dengan
kondisi fisiologi dan psikologinya. Intinya adalah penyesuaian pekerjaan kepada
pekerja dan setiap pekerja kepada pekerjaannya.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat
kesehatan para pekerja dengan cara pencegahan KAK dan PAK,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan
rehabilitasi.

Manajemen K3 Rumah Sakit


Suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan
membudayakan K3 Rumah Sakit.

B. Upaya K3 di Rumah Sakit St. Theresia


Upaya K3 di Rumah Sakit St. Theresia menyangkut tenaga kerja, cara/metode
kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi
peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap karyawan
Rumah Sakit merupakan penyesuaian dari tiga komponen yaitu kapasitas kerja,
beban kerja dan lingkungan kerja.
Yang dimaksud dengan :
1. Kapasitas Kerja adalah kemampuan seorang pekerja untuk menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik pada suatu tempat kerja dalam waktu tertentu.
2. Beban Kerja adalah suatu kondisi yang membebani pekerja baik beban fisik
maupun non-fisik dalam menyelesaikan pekerjaannya, kondisi tersebut dapat
diperberat oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung secara fisik atau
non-fisik.
3. Lingkungan Kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor
fisik, kimia, biologi, ergonomi dan mental-psikososial yang mempengaruhi
pekerja dalam melakukan pekerjaannya.

C. Program Kerja K-3 Rumah Sakit St. Theresia Jambi


Program K3 Rumah Sakit bertujuan untuk melindungi keselamatan dan
kesehatan serta meningkatkan produktifitas SDM rumah sakit, melindungi
pasien, pengunjung/pengantar pasien dan masyarakat serta lingkungan sekitar
rumah sakit.

Program K3 Rumah Sakit yang harus diterapkan adalah :


1. Pengembangan Kebijakan K3 Rumah Sakit
a. Pembentukan / revitalisasi organisasi K3 Rumah Sakit
b. Merencakanan program K3 Rumah Sakit selama 3 tahun ke depan
( setiap 3 tahun dapat direvisi kembali sesuai kebutuhan )
2. Pembudayaan Perilaku Ke Rumah Sakit
a. Sosialisasi K3 pada seluruh jajaran Rumah Sakit baik bagi SDM Rumah
Sakit, pasien maupun pengantar pasien / pengunjung Rumah Sakit
b. Penyebaran media komunikasi dan informasi baik melalui film, leaflet,
poster, pamflet, dll
c. Promosi K3 pada setiap pekerja di setiap unit Rumah Sakit, para pasien
serta pengantar / pengunjung Rumah Sakit
3. Pengembangan SDM K3 Rumah Sakit
a. Pelatihan Umum K3 Rumah Sakit
b. Pelatihan intern Rumah Sakit, khususnya SDM Rumah Sakit per unit
kerja
c. Pengiriman SDM Rumahn Sakit untuk pendidikan formal, pelatihan
lanjutan, seminar dan workshop K3
4. Pengembangan Pedoman, Petunjuk Teknis dan Standar Operational
Prosedur ( SOP ) K3 Rumah Sakit
a. Penyusunan Pedoman Praktis Ergonomi di Rumah Sakit
b. Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Kerja
c. Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Keselamatan Kerja
d. Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Tanggap Darurat Rumah Sakit
e. Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Pencegahan dan Penanggulangan
Kebakaran
f. Penyusunan Pedoman Pengelolaan Penyehatan Lingkungan
g. Penyusunan Pedoman Pengelolaan Faktor Risiko dan Pengelolaan
Limbah Rumah Sakit
h. Penyusunan Petunjuk Teknis Pencegahan Kecelakaan dan
Penanggulangan Bencana
i. Penyusunan Kontrol Terhadap Penyakit Infeksi
j. Penyusunan SOP Angkat Angkut .... di Rumah Sakit
k. Penyusunan SOP Terhadap Bahan Beracun dan Berbahaya ( B3 )
l. Penyusunan SOP Kerja dan Peralatan di masing-masing Unit Kerja
Rumah Sakit
5. Pemantauan dan Evaluasi Kesehatan Lingkungan Tempat Kerja
a. Mapping lingkungan tempat kerja ( area / tempat kerja yang dianggap
berisiko dan berbahaya, area / tempat kerja yang belum melaksanakan
program K3 Rumah Sakit, area / tempat yang sudah melaksanakan
program K3 Rumah Sakit, area / tempat yang sudah melaksanakan dan
mendokumentasikan pelaksanaan program K3
b. Evaluasi lingkungan tempat kerja ( walk, through dan observasi,
wawancara SDM Rumah Sakit, survey dan kuisioner, cheklist dan
evaulasi lingkungan tempat kerja secara rinci
6. Pelayanan Kesehatan Kerja
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan
kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus bagi SDM Rumah
Sakit
b. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM
Rumah Sakit yang menderita sakit.
c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental ( rohani ) dan
kemampuan fisik SDM Rumah Sakit.
d. Perlindungan spesifik dengan pemberian imunisasi pada SDM Rumah
Sakit yang bekerja pada area / tempat kerja yang berisiko dan berbahaya
e. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kera.
7. Pelayanan Keselamatan Kerja
a. Pembinaan dan pengawasan keselamatan / keamanan sarana, prasarana
dan peralatan kesehatan di Rumah Sakit
b. Pembinaan dan pengawasan perlengkaoan keselamatan kerja di Rumah
Sakit
c. Pengelolaan, pemeliharaan dan sertifikasi sarana, prasarana dan
peralatan Rumah Sakit
d. Pengadaan Peralatan K3 Rumah Sakit
8. Pengembangan Program Pemeliharaan Pengelolaan Limbah Padat, Cair dan
Gas
a. Penyelidikan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah padat,
cair dan gas.
b. Pengelolaan limbah medis dan non medis
9. Pengelolaan Jasa, Bahan Beracun Berbahaya dan Barang Berbahaya
a. Inventarisasi jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya
( Permenkes Nomor 472 tahun 1996 )
b. Membuat kebijakan dan prosedur pengadaan, penyimpangan dan
penanggulangan bila terjadi kontaminasi dengan acuan Lembar Data
Keselamatan Bahan ( MSDS / Material Safety Data Sheet ) atau lembar
data pengamanan / LDP, lembar informasi dari pabrik tentang sifat
khusus ( fisik/kimia ) dari bahan, cara penyimpanan, risiko pajanan dan
cara penanggulangan bila terjadi kontaminasi.
10. Pengembangan Manajemen Tanggap Darurat
a. Menyusun rencana tanggap darurat ( survey bahaya, membantuk tim
tanggap darurat, menetapkan prosedur pengendalian, pelatihan, dll )
b. Pembentukan organisasi / tim kewaspadaan bencana
c. Pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan petugas tanggap darurat.
d. Inventarisasi tempat-tempat berisiko dan berbahaya serta membuat
denahnya ( Laboratorium, Rongent, Farmasi, CSSD, Kamar Operasi,
Genset, Kamar Isolasi Penyakit Menular )
e. Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap darurat / bencana.
f. Membuat kebijakan dan prosedur kewaspadaan upaya pencegahan dan
pengendalian bencana pada tempat-tempat berisiko tersebut.
g. Membuat rambu-rambu / tanda-tanda khusus jalan keluar untuk evakuasi
apabila terjadi bencana.
h. Memberikan Alat Pelindung Diri ( APD ) pada petugas di tempat-tempat
yang berisiko ( masker, apron, kacamata, sarung tangan, dll )
i. Sosialisasi dan penyuluhan keseluruh SDM Rumah Sakit
j. Pembentukan sistem komunikasi internal dan eksternal tanggap darurat
Rumah Sakit
k. Evaluasi sistem tanggap darurat.
11. Pengumpulan, Pengelolaan, Dokumentasi Data dan Pelaporan Kegiatan K3
Rumah Sakit.
a. Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta penanggulangan
kecelakaan kerja, PAK, kebakaran dan bencana ( termasuk format,
pencatatan dan pelaporan yang sesuai dengan kebutuhan ).
b. Pembuatan sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya ( alur
pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka serta SOP pelaporan,
penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris celaka ( near miss ) dan
celaka.
c. Pendokumentasian data
 Data seluruh SDM Rumah Sakit
 Data SDM Rumah Sakit yang sakit yang di layani
 Data pekerja luar Rumah Sakit yang sakit yang dilayani
 Data pemeriksaan kesehatan SDM Rumah Sakit
- Sebelum bekerja ( awal / orang )
- Berkala ( orang )
- Khusus ( orang )
 Cakupan MCU bagi SDM Rumah Sakit
 Angka absensi SDM Rumah Sakit
 Kasus penyakit umum pada SDM Rumah Sakit
 Kasus penyakit umum pada pekerja luar Rumah Sakit
 Jenis penyakit yang terbanyak di kalangan pekerja Rumah Sakit
 Jenis penyakit yang terbanyak di kalangan pekerja luar Rumah Sakit
 Kasus penyakit akibat kerja ( SDM Rumah Sakit )
 Kasus penyakit akibat kerja ( pekerja di luar Rumah Sakit )
 Kasus kecelakaan akibat kerja ( SDM Rumah Sakit )
 Kasus kecelakaan akibat kerja ( pekerja luar Rumah Sakit )
 Kasus kebakaran / peledakan akibat bahan kimia
 Data kejadian nyaris celaka ( near miss ) dan celaka
 Data sarana, prasarana dan peralatan keselamatan kerja
 Data perijinan
 Data kegiatan pemantauan keselamatan kerja
 Data pelatihan dan sertifikasi
 Data pembinaan dan pengawasan terhadap kantin dan pengelolaan
makanan di Rumah Sakit ( dapur )
 Data promosi kesehatan dan keselamatan kerja bagi SDM Rumah
Sakit, pasien dan pengunjung / pengantar pasien.
 Data petugas kesehatan Rumah Sakit yang berpendidikan formal
kesehatan kerja, sudah dilatih kesehatan dan keselamatan kerja dan
sudah dilatih tentang diagnosa PAK
 Data kegiatan pemantauan APD ( jenis, jumlah, kondisi dan
penggunaannya )
 Data kegiatan pematauan kesehatan lingkungan kerja dan
pengendalian bahaya di tempat kerja ( unit kerja Rumah Sakit )
12. Review Program Tahunan
a. Melakukan internal audit K3 dengan menggunakan instrumen self
assesment akreditasi Rumah Sakit
b. Umpan balik SDM Rumah Sakit melalui wawancara langsung, observasi
singkat, survey tertulis dan kusioner dan evaluasi ulang
c. Analisis biaya terhadap SDM Rumah Sakit atas kejadian penyakit dan
kecelakaan akibat kerja
d. Mengikuti akreditasi RumahSakit
D. Kebijakan Pelaksaan K3 Rumah Sakit
Agar kebijakan K3 Rumah Sakit dapat dilaksanakan sesuai peraturan yang
berlaku perlu disusun hal-hal berikut :

1. Rumah Sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal dan
teknologi namun keberadaan Rumah Sakit juga memiliki dampak negatif
terhadap timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja bila Rumah Sakit
tersebut tidak melaksanakan prosedur K3.
Oleh sebab itu perlu dilaksanakan regulasi sebagai berikut :
a. Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan Rumah Sakit
b. Menyediakan organisasi K3 Rumah Sakit sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen
K3 di Rumah Sakit
c. Melakukan sosialisasi K3 Rumah Sakit pada seluruh jajaran Rumah Sakit
d. Membudayakan perilaku K3 Rumah Sakit
e. Meningkatkan SDM yang profesional dalam bidang K3 di masing-masing
unit kerja di Rumah Sakit.
f. Meningkatkan sistem informasi K3 RumahSakit
2. Tujuan Kebijakan Pelaksanaa K3 Rumah Sakit
Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM
Rumah Sakit, aman dan sehat bagi pasien, masyarakat dan lingkungan
sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah Sakit berjalan baik
dan lancar
3. Langkah dan Strategi Pelaksanaan K3 Rumah Sakit
a. Advokasi ke pimpinan Rumah Sakit, sosialisasi dan pembudayaan K3
Rumah Sakit
b. Menyusun kebijakan K3 Rumah Sakit yang ditetapkan oleh pimpinan
Rumah Sakit
c. Membentuk organisasi K3 Rumah Sakit
d. Perencanaan K3 sesuai standar K3 Rumah Sakit yang ditetapkan oleh
Kementrian Kesehatan
e. Menyusun pedoman, petunjuk teknis dan SOP K3 Rumah Sakit
f. Melaksanakan 12 program K3 Rumah Sakit
g. Melakukan evaluasi Pelaksaan Program K3 Rumah Sakit
h. Melakukan internal audit program K3 Rumah Sakit dengan instrumen
penilaian sendiri ( self assesment ) akreditasi Rumah Sakit yang berlaku.
i. Mengikuti akreditasi Rumah Sakit

E. Bahaya Potensial di Rumah Sakit St. Theresia


Bahaya potensial di Rumah Sakit dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan
akibat kerja. Yaitu disebabkan oleh faktor fisik ( suhu, cahaya, kelembaban,
bising, getaran, listrik, radiasi ), faktor biologi ( virus, bakteri, jamur ), faktor kimia
( antiseptik, gas anestesi dan bahan kimia berbahaya lain ), faktor ergonomi
( cara kerja yang salah ), faktor psikososial ( kerja bergilir, hubungan antar rekan
kerja/atasan ).
Bahaya potensial yang dimungkinkan ada di Rumah Sakit, diantaranya adalah
mikrobiologi infeksi nosokomial, desain fisik, kebakaran, mekanik,
kimia/gas/karsinogen, radiasi dan resiko hukum/keamanan.
PAK di Rumah Sakit umumnya berkaitan dengan faktor biologi (terinfeksi kuman
patogen ), faktor kimia ( terpapar dosis kecil tetapi terus-menerus seperti
antiseptik pada kulit, gas anestesi pada hati ), faktor ergonomi ( cara duduk
salah, cara mengangkat pasien salah sehingga sakit punggung konis ), factor
fisik ( sering terpapar panas, tegangan tinggi dan radiasi ), faktor psikologis
( ketegangan di OK, peneriman pasien, IGD dll ).

Respon Kegawatdaruratan di RS St. Theresia


Kegawatdaruratan dapat terjadi di Rumah Sakit. Kegawatdaruratan merupakan
suatu kejadian yang dapat menimbulkan kematian atau luka serius bagi
karyawan, pengunjung ataupun masyarakat atau dapat menutup kegiatan usaha,
mengganggu operasional, menyebabkan kerusakan fisik ataupun mengancam
finansial dan citra Rumah Sakit.
Rumah Sakit mutlak memerlukan Sistem Tanggap Darurat sebagai bagian dari
Manajemen K3 Rumah Sakit.
F. Pemeriksaan Kesehatan Karyawan
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja merupakan kewajiban yang harus
dilaksananakan oleh pimpinan rumah sakit dalam rangka pemenuhan ketentuan
peraturan perundang-undangan , antara lain :

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


Di dalam pasal 8 menyebutkan kewajiban pimpinan rumah sakit untuk :
(1) Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun yang akan di pindahkan
sesuai dengan sifat pekerjaan yang akan di berikan kepadanya

(2) Memeriksakan kesehatan dari semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinanya secara berkala pada dokter yang di tunjuk oleh pimpinan
rumah sakit dan di benarkan oleh direktur rumah sakit

Setelah di lakukan pemeriksaan kesehatan maupun hasil pelayanan


kesehatan kerja di temukan atau di diagnosisi penyakit akibat kerja maka
harus di laporkan. Berdasarkan bab VII, pasal 11 mengenai laporan
kecelakaan, dimana dalam laporan kecelakaan termasuk di dalamnya
adalah laporan PAK ( Penyakit Akibat Kerja ).

(1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam


tempat kerja yang dipimpinnya pada pejabat yang di tunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja

(2) Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai yang
di maksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan

2. Keputusan Presiden RI Nomor 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit yang


Timbul Karena Hubungan Kerja
Di dalam Keputusan Presiden ini diatur mengenai penyakit-penyakit yang
timbul karena hubungan kerja dan mendapat kompensasi dari jamsostek.
Diagnosisi penyakit akibat kerja dapat di tegakkan melalui pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja atau pelayanan kesehatan kerja
3. Permenker Nomor 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja
Peraturan menteri ini merupakan peraturan pelaksanaan dari pasal 8
undang-undang Nomor 1 tahun 1970 yang memuat ketentuan-ketentuan
mengenai pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal ( sebelum bekerja ),
berkala ( periodik ) dan khusus. Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan
kewajiban dan persyaratan yang harus dilaksananakan dalam pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja

4. Permenakertrans Nomor Per.01/Men/1981 tentang kewajiban Melapor


Penyakit Akibat Kerja
Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja maupun pelayanan
kesehatan kerja dan dapat di tegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, maka
di wajibkan melaporkan penyakit akibat kerja paling lama 2 x 24 jam

5. Permennakertrans Nomor Per. 03/Men/1982 tentang pelayanan


Kesehatan Kerja
Pelayanan kesehatan kerja merupakan salah satu lembaga K3 yang ada di
rumah sakit sebagai sarana perlindungan tenaga kerja terhadap setiap
gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja.
Pelayanan kesehatan kerja ( PKK ) adalah sarana penerapan upaya
kesehatan kerja yang bersifat komprehensif meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative. Sesuai dengan kaidah perlindungan yang
universal, PKK lebih mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif di
samping tetap melaksananakan upaya kuratif dan rehabilitative. Pelayanan
kesehatan kerja di pimpin dan di jalankan oleh dokter yang di benarkan oleh
direktur. Dalam hal ini dokter yang di maksud adalah dokter pemeriksa
kesehatan tenaga kerja. Salah satu tugas pokok pelayanan kesehatan kerja
melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal, berkala maupun
khusus.

6. Keputusan Mentri Tenaga Kerja Nomor 333 tahun 1989 tentang


Diagnosa dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja
Diagnosa penyakit akibat kerja dapat didiagnosa sewaktu melaksanakan
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan sewaktu penyelenggaraan
pelayanan kerja. Setelah penyakit akibat kerja didiagnosa harus di laporkan
dalam waktu 2 x 24 Jam

7. Keputusan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep


79/Men/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena
Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja
Keputusan Menteri ini merupakan revisi dari Kepmennker Nomor Kep.
62A/Men/1989, yang memuat tentang pedoman dalam mendiagnosis
penyakit akibat kerja serta menentukan tingkat kecacatan akibat kecelakaan
maupun penyakit akibat kerja

8. Surat Edaran Dirjen Binawas Nomor SE. 07/BW/1997 tentang Pengujian


Hepatitis Dalam Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Pengujian Hepatitis B dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja tidak boleh
digunakan untuk menentukan fit atau unfit terhadap tenaga kerja.

9. Keputusan menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Kep.68/


MEN/IV/2004 tentang Pencegahan dan Penangulangan HIV/AIDS di
Tempat Kerja
Pengusaha wajib melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS di tempat kerja.Test HIV hanya dapat dilakukan terhadap petugas
atas dasar persetujuan tertulis dari yang bersangkutan, dan hasilnya dilarang
untuk di gunakan sebagai prasyarat suatu proses rekuitmen atau kelanjutan
status petugas atau kewajiban pemeriksaan kesehatan rutin.Test HIV hanya
boleh dilakukan oleh dokter yang mempunyai keahlian khusus sesuai
perundang-undangan dan standart yang berlaku. Informasi yang di peroleh
dari kegiatan test HIV harus di jaga kerahasiannya seperti yang berlaku bagi
data rekammedis

A. JENIS, MAKSUD DAN TUJUAN PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA


KERJA
1. Jenis Pemeriksaan
Berdasarkan undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja dan Permenakertrans Nomor Per.02/Men/1980 tentang
Pemeriksaan Tenaga Kerja, di sebutkan jenis-jenis pemeriksaan yaitu
meliputi pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal ( sebelum kerja ),
berkala ( periodik), dan khusus, dimana pemeriksaan ini sangat
bermanfaat didalam melakukan diagnosis penyakit akibat kerja

(1) Pemeriksaan kesehatan awal ( sebelum kerja ) adalah pemeriksaan


kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seseorang tenaga kerja
diterima untuk melakukan pekerjaan
(2) Pemeriksaan kesehatan berkala ( periodic ) adalah pemeriksaan
kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang
dilakukan oleh dokter
(3) Pemeriksaan kesehatan khusus adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu

2. Maksud dan Tujuan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja


Dari jenis pemeriksaan kesehatan tersebut diatas mempunyai maksud dan
tujuan antara lain :
a. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal ( sebelum bekerja ) ditujukan
agar tenaga kerja yang di terima berada dalam kondidsi kesehatan yang
setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai
tenaga kerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan
sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan
tenaga kerja lainnya dapat di jamin

b. Pemeriksaan kesehatan berkala ( periodic ) dimaksudkan untuk


mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam
pekerjaanya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari
pekerjaan seawall mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha
pencegahan.

c. Pemeriksaan kesehatan khusus di maksudkan untuk menilai adanya


pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau
golongan-golongan tenaga kerja tertentu.
B. SYARAT PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA KERJA
1. Pelaksanaan Pemeriksaan
Berdasarakan pasal undang-undang Nomo r1 Tahun 1970 bahwa
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja harus dilakukan oleh dokter yang di
tunjuk pimpinan rumah sakit dan di sahkan oleh direktur rumah sakit.
Dokter yang di tunjuk oleh pimpinan rumah sakit dan telah memenuhi
syarat-syarat sesuai dengan Permennakertrans Kop Nomor
Per.01/Men/1976 dan syarat-syarat lain yang dibenarkan oleh direktur
Jendral Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja
( sekarang Dirjen Binwasnaker ). Dokter tersebut dapat sebagai dokter
yang bekerja di rumah sakit St.Theresia

Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dapat dilakukan sendiri di rumah


sakit St.Theresia oleh dokter pimpinan pelayanan kesehatan kerja, yang
telah ditunjuk atau disahkan sebagai Perusahaan Jasa Keselamatan dan
Kesehatan Kerja ( PJK3) bidang pemeriksaan, pengujian dan atau
pelayanan kesehatan kerja.

Untuk perusahaan-perusahaan yang menurut Permennakertrans Nomor


Per.03/Men/1982 diperbolehkan mengadakan pelayanan kesehatan kerja
diluar perusahaan, maka unit-unit pelayanan kesehatan tersebut tetap
wajib mengikuti ketentuan-ketentuan tersebut diatas.

2. Persiapan Pemeriksaan
Agar dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dapat dilaksananakan
dengan baik dan lancar tanpa mengganggu kelancaran proses perawatan
pasien maka pimpinan rumah sakit dan dokter wajib melakukan persiapan
antara lain :
a. Menyusun pedoman pemeriksaan kesehatan yang menjamin
penempatan tenaga kerja sesuai dengan kesehatan dan pekerjaan
yang dilakukan. Pedoman tersebut harus mendapatkan persetujuan
terlebih dahulu oleh direktur. Pedoman ini dibina dan di kembangkan
mengikuti kemampuan perusahaan dan kemajuan kedokteran dalam
keselamatan kerja
b. Menyususn pedoman pemeriksaan kesehatan berkala sesuai dengan
kebutuhan menurut jenis-jenis pekerjaan yang ada dan di kembangkan
mengikuti kemampuan perusahaan dan kemajuan kedokteran dalam
keselamatan pasien
c. Membuat rencana pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, awal, berkala
dan khusus.

C. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA KERJA


1. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal ( sebelum
kerja )
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal ( sebelum kerja ) menurut
ketentuan dalam perundang-undangan harus dilaksanakan oleh semua
instansi rumah sakit sebagaimana tersebut dalam pasal 2 ayat (2)
undang-undang Nomor1 Tahun 1970.

Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja meliputi pemeriksaan fisik lengkap,


kesegaran jasmani, rontgen paru-paru ( bilamana mungkin ) dan
laboratorium rutin serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu.
Pemeriksaan lain tersebut untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang di
perlukan pemeriksaan yang sesuai kebutuhan guna mencegah bahaya
yang diperkirakan timbul.

Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja meliputi :


a. Anamnesa ( interview )
Yang ditanyakan tentang :
1. Riwayat penyakit, semua penyakit yang di derita, kondisi kesehatan
yang dirasakan, riwayat perawatan di rumah sakit, riwayat operasi
dan kebiasaan-kebiasaan seperti merokok, minuman keras dan
sebagainya
2. Riwayat pekerjaan , ditanyakan tentang semua pekerjaan yang
pernah dilakukan dibagian apa saja, berapa lama dan apakah
pernah di periksa kesehatannya
3. Kecelakaan yang pernah di derita
4. Umur
5. Pendidikan
6. Keadaan keluarga dan lain-lain
b. Anamnesa ( interview ) khusus untuk penyakit-penyakit
1. Alergi
2. Epilepsi
3. Kelainan Jantung
4. Tekanan darah ( tinggi/rendah )
5. TBC
6. Kencing Manis
7. Asma, Bronchitis, Pneumonia
8. Gangguan Jiwa
9. Penyakit Kulit
10. Panyakit Pendenganran
11. Penyakit Pinggang
12. Penyakit Kelainan pada kaki
13. Hernia
14. Hepatitis / penyakit hati
15. Ulkus peptikum
16. Anemia
17. Tumor, dll
c. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja untuk mendiagnosis penyakit akibat
kerja, lebih memperhatikan kemungkinana adanya pengaruh dari faktor-
faktor dalam lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan resiko gangguan
kesehatan dan penyakit akibat kerja. Pemeriksaan tersebut meliputi :
1. Pemeriksaan mental
Keadaan kesadaran , sikap dan tingkah laku, kontak mental, perhatian,
inisiatif, intelegensia dan proses berfikir
2. Pemeriksaan Fisik
Fisik diagnostic dari seluruh bagian badan dengan inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi, pengukuran tekanan darah, nadi, pernafasan,
tinggi badan, berat badan, pemeriksaan ketajaman penglihatan,
pendengaran , perabaan, reflek, kesegaran jasmani.
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Pemeriksaan Khusus
Rontgen dada, alergi test, spirometri test, ECG, bauta warna, dll

d. Hasil Pemeriksaan Kesehatan tenaga kerja Awal


1. Sehat ( tidak didapat kelainan ) boleh bekerja tanpa syarat:
 Boleh bekerja berat
 Boleh bekerja ringan
 Boleh bekerja di berbagai bagian
2. Menderita sakit /ada kelainan
 Boleh bekerja pada kondisi kerja tertentu seperti : kerja ringan
saja, kerja di tempat tak berdebu, tidak ada kontak dengan
bahan kimia dan lain-lain

 Ditolak untuk bekerja : ditolak permanen ( tetap ) atau di tolak


sementara menunggu proses pengobatan.

2. Teknis Pemeriksaan Kesehatan Berkala/ Periodik, Khusus


Pemeriksaan kesehatan berkala / periodik, khusus menurut ketentuan
dalam Peraturan Perundangan harus di laksanakan paling tidak setahun
sekali, sesuai dengan faktor tingkat bahaya yang mengancam terhadap
kesehatan tenaga kerja, pemeriksaan dapat menentukan lamanya
diadakan pemeriksaan kesehatan berkala ( lebih dari satu kali dalam
setahun ).

Pemeriksaan kesehatan berkala sekurang-kurangnya dilakukan 1 tahun


sekali, yang meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani,
rontgen, paru-paru dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan lain yang
dianggap perlu.

Pemeriksaan kesehatan khusus dimaksudkan untuk menilai adanya


pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau
golongan tenaga kerja tertentu. Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan
pula terhadap :
a. Tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang
memerlukan perawatan yang lebih 2 ( dua ) minggu
b. Tenaga kerja yang berusia diatas 40 tahun ( empat puluh ) tahun atau
tenaga kerja wanita dan tenaga kerja cacat serta tenaga kerja muda
yang melakukan pekerjaan tertentu
c. Tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai
gangguan-gangguan kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan khusus
sesuai kebutuhan

Data-data hasil pemeriksaan kesehatan berkala/periodik dan khusus


dapat di gunakan untuk menemukan / menentukan adanya penyakit akibat
kerja. Pemeriksaan ini meliputi :

a. Anamnesa ( interview )
1. Nama
2. Umur
3. Jenis Kelamin
4. Unit Kerja
5. Lamanya Kerja
6. Gambaran tentang :
yang dikerjakan, faktor-faktor bahaya di lingkungan kerja,
keluhan-keluhan yang di derita, kondisi kesehatan yang di
rasakan
b. Pemeriksaan Klinis
1. Pemeriksaan mental
Gangguan mental dan penyakit Jiwa
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diagnostic dari seluruh bagian badan
khususnya bagian badan yang mengalami kelainan/keluhan
dengan metode inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi,
pengukuran tekanan darah, nadi, pernafasan, tinggi badan, berat
badan, pemeriksaan ketajaman pengelihatan dan pendengaran,
pemeriksaan laboratorium darah dan urin serta pemeriksaan
khusus yang berkaitan dengan keluhan /gangguan kesehatan
yang di rasakan dan kemungkinan pemaparan bahan berbahaya
di lingkungan kerja ( biological monitoring ) seperti : rongent
dada, spirometri test, pemeriksaan fungsi khusus, pemeriksaan
laboratorium khusus.

c. Hasil Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Periodik/ Berkala


khusus
1. Sehat
2. Sakit :
 Penyakit umum
 Penyakit akibat kerja
 Di duga penyakit akibat kerja yang perlu dilakukan
pemeriksaan khusus lanjutan berupa pemeriksaan
lingkungan kerja, laboratorium khusus dan biological
monitoring
Jika di temukan adanya penderita yang menderita sakit, khususnya
penyakit akibat kerja perlu di berikan saran-saran pengendalian .

D. PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN TENAGA KERJA


Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala, ternyata ditemukan
kelainan-kelainan atau gangguan-gangguan kesehatan pada tenaga kerja,
maka pengurus wajib mengadakan tindak lanjut untuk memperbaiki kelainan-
kelainan tersebut atau sebab-sebabnya untuk menjamin terselenggaranya
keselamatan dan kesehatan kerja

1. Bentuk laporan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja


Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal, berkala, khusus
dan purna bhakti harus di laporkan dengan menggunakan bentuk laporan
sesuai lampiran Standar pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
Laporan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal ( sebelum kerja ) dokter
pemeriksa kesehatan tenaga kerja melaporkan ke pimpinan rumah sakit
dengan menggunakan formulir sesuai dengan lampiran 1.a.2. Standar
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
Pimpinan rumah sakit melaporkan ke disnaker kabupaten/kota dengan
menggunakan formulir sesuai dengan lampiran 1.b. standar pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja. Kepala Disnaker kabupaten/kota melaporkan ke
Disnaker Provinsi dengan menggunakan formulir sesuai lampiran 1.c.
standar pemeriksaan kesehatan tenaga kerja. Kepala Disnaker Provinsi
melaporkan ke Dirjen Binawas dengan menggunakan formulir sesuai
lampiran 1.d. standar pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.

Laporan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja berkala ( periodik ), khusus,


dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja melaporkan ke pimpinan rumah
sakit dengan menggunakan formulir sesuai dengan lampiran 2.a.2.
Standar pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.Pimpinan rumah sakit
melaporkan ke disnaker kabupaten/kota dengan menggunakan formulir
sesuai dengan lampiran 2.b. standar pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
Kepala Disnaker kabupaten/kota melaporkan ke Disnaker Provinsi dengan
menggunakan formulir sesuai lampiran 2.c. standar pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja. Kepala Disnaker Provinsi melaporkan ke Dirjen
Binawas dengan mneggunakan formulir sesuai lampiran 2.d. standar
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.

2. Waktu dan mekanisme laporan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja


1. Pengurus wajib membuat laporan dan menyampaikan selambat-
lambatnya 2 ( dua ) bulan setelah pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
dilakukan
2. Disnaker kabupaten/ kota dan proivinsi setelah menerima laporan dari
perusahaan selambat-lambatnya dalam waktu 2 ( dua ) minggu
membuat rekapitulasi dan melaporkannya kepada Disnaker Provinsi
3. Disnaker Provinsi setelah menerima laporan dari Disnaker
kabupaten/kota selambat-lambatnya dalam waktu 2 ( dua ) minggu
membuat rekapitulasi dan melaporkannya kepada Dirjen Binawas

3. Petugas laporan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja


Di tingkat rumah sakit dilaporkan oleh dokter pemeriksa kesehatan tenaga
kerja ke direktur rumah sakit St. Theresia ke Disnaker.
E. PENILAIAN & PENETAPAN PENYAKIT AKIBAT KERJA ( PAK )
Terdapat 2 (dua) istilah penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yaitu :
1. Penyakit akibat kerja ( Occupational Disiase ) yaitu penyakit yang di derita
sebagai akibat pemajanan terhadap faktor-faktor resiko yang timbul dari
kegiatan kerja ( ILO, 1996 )
Dalam peraturan perundangan di Indonesia terdapat 2 ( dua ) istilah yaitu :
a. Permennakertrans Nomor Per.01/Men/1981 tentang kewajiban
melapor penyakit akibat kerja
Dimana didalam Permennakertrans ini terdapat defenisi penyakit
akibat kerja adalah penyakit yang di sebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja
b. Keputusan Presiden RI no 22 tahun 1993 tentang penyakit yang
timbul karena hubungan kerja. Penyakit yang timbul karena
hubungan kerja adalah penyakit yang di sebabkan oleh pekerjaan
atau lingkungan kerja
2. Penyakit akibat hubungan kerja ( PAHK ) atau work Related Disease yaitu
penyakit yang di cetuskan oleh pekerjaan. Penyakit ini disebabkan secara
tidak langsung oleh pekerjaan dan biasannya penyebabnya adalah
berbagai jenis atau multi factor. Jenis PAK telah di sebutkan dalam
peraturan perundangan yaitu di dalam permennakerstrans Nomor
Per.01/Men/1981 dan Keppres Nomor22 tahun 1993. Diagnosisi PAK
dapat berkembang sesuai dengan perkembanganilmu dan teknologi dan
apabila dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja dapat membuktikan
bahwa penyakit tersebut adalah merupakan penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan. PAK dapat di sebabkan oleh factor-faktor bahaya di
lingkungan kerja yang meliputi antara lain :
a. Faktor Fisika
Faktor fisika misalnya karena suara yang tinggi/bising bisa
menyebabkan ketulian, teperatur/suhu yang tinggi dapat menyebabkan
berbagai keluhan dan penyakit mulai dari yang ringan sampai yang
berat misalnya : hyperpireksi, heat cramp, heat exhaustion, heat stroke
yang hal ini akibat dari keluarnya cairan tubuh dan elektrolit yang
banyak dari dalam tubuh tenaga kerja. Juga di sebabkan oleh radiasi
sinar elektromagnetik misalnya : Infra merah menyebabkan katarak ,
ultra violer menyebabkan conjungtivitis ( radiokatif, alfa, beta, gama, X ).
Selain itu bisa disebabkan tekanan udara menyebabkan caisson's,
Disiase, penerangan mempengaruhi daya pengelihatan dan getaran
menyebabkan Reynaud's disease ( penyempitan pembuluh darah ).
b. Faktor Kimia
Bahan kimia yang langsung di pakai oleh petugas laboratorium
mengandung bahaya misalnya kebakaran, peledakan, iritasi dan
keracunan. Dilaporkan 70 % penyakit akibat kerja di sebabkan oleh
bahan kimia yang dapat melalui pernafasan, kuliyt maupun termakan.
Bahan kimia tersebut dapat berupa zat padat, cair, gas maupun
partikel. Masuknya bahan kimia ke dalam tubuh dapat secara akut
maupun kronis. Keracunan akut sebagai akibat absorbs bahan kimia
yang dalam jumlah besar dan waktu yang pendek dapat berupa
keracunan gas, karbon dioksida ( CO ), asam cianida ( HCN ).
Keracunan kronis adalah absorbs zat kimia dalam jumlah sedikit tetapi
dalam waktu yang lama, dapat berupa keracunan benzene, uap Pb
yang dapat berakibat leukemia, keracunan zat karsiogenik dapat
menyebabkna kanker.
c. Faktor Biologi
Berbagai golongan biologi misalnya virus, bakteri, parasit, cacing,
jamur dan lain-lain dapat menyebabkan penyakit akibat kerja.
Diulaporkan adanya pekerja yang menderita penyakit malaria, filariasis
pada pekerja di lapangan, penyakit hepatitis, TBC pada petugas
kesehatan dan lain-lain.
d. Faktor Fisologi ( Ergonomi )
Akibat posisi kerja/cara kerja yang salah seperti bekerja dengan
membungkuk akan menyebabkan sakit otot, sakit pinggang dan cidera
punggung, juga dapat mengakibatkan perubahan bentuk tubuh. Pada
konstruksi mesin yang kurang baik juga akan menyebabkna berbagai
penyakit akibat kerja.
e. Faktor Psikososial
Berbagai keadaan misalnya suasana kerja yang monoton, hubungan
yang kurang baik, upah yang kurang, tempat kerja yang terpencil dapat
berpengaruh terhadap pekerja nyang menimbulkan stress yang
manifestasinya antara lain berupa perubahan tingkah laku, tidak bisa
membuat keputusan, tekanan darah meningkat yang berkelanjutannya
dapat mengakibatkan timbulnya penyakit lain atau terjadinya
kecelakaan kerja.

F. CARA DETEKSI PAK


Untuk mendiagnosa PAK perlu di lakukan 2 hal :
1. Monitoring kesehatan tenaga kerja melalui pemeriksaan kesehatan yang
teratur
2. Monitoring lingkungan kerja, terhadap factor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja untuk memenuhi 2 kebutuhan :
1. Untuk mendiagnosa dan memberikan terapi bagi tenaga kerja yang
menderita penyakit umum. Bagi Negara-negara yang sudah maju hal
seprti ini dilakukan oleh asuransi.
2. Untuk mengadakan pencegahan dan mendiagnosa penyakit akibat
kerja serta menentukan derajat kecacatan. Hal tersebut dilakukan oleh
dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja atau dokter kesehatan kerja.

Salah satu penyebab terjadinya PAK adalah lingkunagn kerja yang buruk .
Lingkunagn kerja yang dimaksud meliputi desian maupun tata letak ruangan
dan barang, lingkungan kerja fisik, kimia, biologi. Faktor-faktor diatas sejak
awal harus di rencanakan untuk menunjang tingkat kesehatan dan
produktivitas pekerja. Lingkungan kerja yang aman , selamat dan nyaman
merupakan perssyaratan penting untuk tercapainya kondisi kesehatan yang
prima bagi pekerja yang ada di dalamnya.

Pemantauan lingkungan kerja harus dilakukan melalui pengukuran kwantitatif


denga peralatan lapangan atau analisa laboratorium agar di peroleh data
yang obyektif, kadang kala pemantauan lingkungan kerja dapat dilakukan
secara subyektif ( pengenalan )
G. PELAPORAN PAK
Penyakit akibat kerja yang di derita oleh tenaga kerja merupakan suatu
kecelakaan yang harus di laporkan . Jika terdapat penyakit kerja yang di
derita oleh tenaga kerja dalam suatu rumah sakit, maka direktur rumah sakit
melaporkan kepada Departemen Tenaga Kerja.
1. Bentuk dan waktu laporan PAK
a. Karyawan tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak menerima diagnosis dari
dokter yang merawat yang menyatakan bahwa tenaga kerja menderita
penyakit akibat kerja dengan mengisi laporan tahap 1 ( satu ) dalam
bentuk formulir yang telah di persiapkan dari rumah sakit ( KK2 formulir
jamsostek 3 )
b. Karyawan wajib membuat laporan tahap II ( dua ) dalam jangka waktu
tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak menerima surat keterangan dokter
yang menerangkan bahwa : STMB telah berakhir, cacat sebagian
untuk selamnya, cacat total untuk selamnya dan meninggal dunia,
dengan mengisi formulir yang di siapkan rumah sakit ( KK3 formulir
Jamsostek 3 a )
2. Makanisme Pelaporan PAK
Mekanisme pelaporan penyakit akibat dan tata cara pengajuan jaminan
kecelakaan kerja bagi tenaga kerja yang menderita penyakit akibat kerja
adalah sebagai berikut :
a. Karyawan wajib mengisi dan mengirim laporan tahap pertama tidak
lebih dari 2 x 24 jam sejak menerima diagnosis dari dokter yang
merawat yang menyatakan bahwa tenaga kerja menderita penyakit
akibat kerja dengan mengisi formulir
b. Karyawan wajib membuat laporan tahap II ( dua ) dalam jangka waktu
tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak menerima surat keterangan dokter
yang menerangkan bahwa : STMB telah berakhir, cacat sebagian
untuk selamnya, cacat total untuk selamnya dan meninggal dunia,
dengan mengisi formulir yang di siapkan rumah sakit ( KK3 formulir
Jamsostek 3 a )
c. Laporan tahap ke dua berfungsi sebagai pengajuan pembayaran
jaminan kecelakaan kerja dengan melapirkan : photo copy kartu
peserta, surat keterangan dokter ( KK 5 formulir jamsostek 3c ),
kwitansi biaya pengangkutan dan pengobatan, dokumen lain yang di
perlukan. Apabila data telah lengkap PT. Jamsostek menetapkan
pembayaran kepada peserta paling lama 1 bulan sejak dipenuhi
persyaratan dan administrasi
d. Apabila terjadi perbedaan pendapat mengenai penyakit akibat kerja
dan besarnya persentasi cacat, maka pihak yang tidak menerima
penetapan Badan penyelenggara dapat meminta penetapan kepada
pegawai pengawas ketenagakerjaan setempat.
e. Apabila penetapan pegawai pengawas ketenagakerjaan tidak di terima
salah satu pihak , maka pihak yang tidak menerima dapat meminta
penetapan manteri dan mentri dapat meminta pertimbangan medis
kepada dokter penasehat pusat.

H. PENILAIAN CACAT PAK


PAK dapat mengakibatkan karyawan mengalami suatu akibat penyakitnya
setelah dilakukan pengobatan dan rehabilitasi, yaitu :
1. Sementara Tidak mampu Bekerja ( STMB )
2. Cacat sebagian untuk selama-lamanya
3. Cacat total selama-lamanya baik fisik maupun mental
4. Meninggal dunia
Mengenai pembagian cacat di bagi 2 adalah sebagai berikut :
1. Cacat Fungsi : total / sebagian
2. Cacat Anatomi : total/ sebagian

Pedoman diagnosisi dan penilaian cacat telah diatur di dalam Keputusan


Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep. 79/Men/2003 tentang
pedoman Diagnosis dan penilaian Cacat Kecelakaan dan Penyakit Akibat
Kerja. Ini merupakan revisi dari Kepmenker Nomor Kep.62A/Men/1992 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial tenaga Kerja

I. KASUS PENYAKIT AKIBAT KERJA ( PAK )


Apabila dari hasil laporan pelaksanaan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
dan atau laporan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja terdapat kasus
atau diagnose penyakit kerja akibat kerja, maka dengan ini merupakan kasus
yang perlu dilakukan pemeriksaan secara khusus.
Dalam pemeriksaan kasus penyakit akibat kerja harus di buktikan apakah
penyakit yang diderita tersebut berhubungan dengan pekerjaan. Untuk itu
perlu dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
1. Memeriksa data umum yang meliputi :
a. Identitas Rumah Sakit St. Theresia
b. Informasi PAK ( tempat, tanggal. Sumber laporan, tanggal
pemeriksaan )
c. Lain-lain ( P2 K3 , program Jamsostek )
2. Memeriksa data korban :
a. Identitas korban (nama ,NIP, jenis kelamin, unit kerja, lama kerja )
b. Riwayat pekerjaan
c. Riwayat Penyakit
d. Pemeriksaan kesehatan kerja sebelumnya
e. Pememriksaan kesehatan sekarang
f. Pemeriksaan tambahan ( monitoring biologi, MRI , dll )
3. Memeriksa hasil pemeriksaan lingkungan dan cara kerja
a. Faktor lingkungan kerja ( fisika, kimia, biologi, psikologi )
b. Cara kerja ( peralatan, ergonomic, proses produksi )
c. Upaya pengendalian ( ventilasi, APD, dll )
4. Memeriksa dokumen laporan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
kerja yang berkaitan dengan upaya pencegahan PAK
5. Kesimpulan
6. Laporan pemeriksaan

Setelah semua dokumen telah dilakukan pemeriksaan dan ternyata


mendukung kemungkinan adanya kasus PAK tersebut maka pegawai
pengawas ketenagakerjaan memberikan rekomendasi kepada pimpinan
rumah sakit untuk menindaklanjuti kasus tersebut antara lain:
1. Melakukan atau memberikan jaminan pengobatan terhadap karyawan
yang mengalami sakit
2. Memberikan dan atau pencegahan agar kasus PAK tersebut tidak
terulang lagi
3. Memberikan dan atau mengajukan kliam asuransi Jamsostek apabila
terdapat kecacatan
Dalam pelaksanaan tindak lanjut tersebut pegawai pengawas
ketenagakerjaan harus selalu mamantau pelaksanaanya.
BAB III
STANDAR PELAYANAN K3 RS

Rumah Sakit salah satu tempat kerja yang wajib melaksanakan Program K3 RS
yang bermanfaat bagi SDM RS, pasien, pengujung / pengantar pasien maupun bagi
masyarakat di lingkungan sekitar RS.
Pelayanan K3 RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai
komponen yang ada di RS. Pelayanan K3 RS sampai saat ini dirasakan belum
maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak RS yang belum menerapkan sistem
manajemen K3 RS.

A. Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di RS


Bentuk pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan sebagai berikut :
1. Melakukan pemeriksaan keseahatan sebelum bekerja bagi SDM Rumah Sakit
- Pemeriksaan fisik lengkap
- Kesegaran jasmani
- Rongent paru-paru ( bila mungkin )
- Laboratorium rutin
- Pemeriksaan lain bila perlu
- Pemeriksaan yang sesuai kebutuhan guna mencegah bahaya yang
timbul, khususnya untuk pekerjaan tertentu
- Jika 3 bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh
dokter ( pemeriksaan berkala ), tidak ada keragu-raguan maka tidak
perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja.
2. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit
- Pemeriksaan berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran
jasmani, rongent paru-paru ( bila mungkin ) dan laboratorium rutin
serta pemeriksaan lain yang perlu
- Pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit sekurang-
kurangnya 1 tahun.
3. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada :
- SDM Rumah Sakit yang mengalami kecelakaan penyakit yang
memerlukan perawatan yang lebih dari 2 minggu.
- SDM Rumah Sakit yang berusia diatas 40 tahun atau SDM Rumah
Sakit wanita dan yang cacat serta SDM Rumah Sakit yang berusia
muda yang mana melakukan pekerjaan tertentu.
- SDM Rumah Sakit yang ada dugaan gangguan kesehatan dan perlu
dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan.
- Pemeriksaan kesehatan khusus bila ada keluhan SDM Rumah Sakit
atau atas pengamatan dari organisasi pelaksaan K3 Rumah Sakit
4. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja
dan memberikan bantuan kepada SDM Rumah Sakit dalam penyesuaian diri
baik fisik atau mental.
- Informasi umum Rumah Sakit dan fasilitas atau sarana yang terkait
dengan K-3.
- Informasi.....
5. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental ( rohani ) dan kemampuan
fisik SDM Rumah Sakit
- Pemeriksaan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk SDM
Rumah Sakit yang dinas malam, petugas kesling, dll
- Pemberian imunisasi bagi SDM Rumah Sakit
- Olah raga, senam kesehatan dan kreasi
- Pembinaan mental / rohani
6. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM Rumah
Sakit yang menderita sakit :
- Memberik pengobatan dasar secara gratis kepada seluruh SDM
Rumah Sakit
- Memberikan pengobatan dan menanggung biaya pengobatan untuk
SDM Rumah Sakit yang terkena PAK
- Menindaklanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan
pemeriksaan kesehatan khusus.
- Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakit terkait.
7. Melakukan koordinasi dengan Tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi mengenai penularan infeksi terhadap SDM Rumah Sakit dan pasien.
- Pertemuan koordinasi
- Pembahasan kasus
- Penanggulangan kejadian infeksi nosokomial
8. Melakukan kegiatan surveilands kesehatan kerja
- Melakukan penmetaan ( mapping ) tempat kerja untuk
mengindentifikasi jenis bahaya dan besarnya risiko.
- Melakukan identifikasi SDM Rumah Sakit berdasarkan jenis
pekerjaannya, lama pajanan, dosis pajanan.
- Melakukan tindak lanjut analisa pemeriksaan kesehatan berkala dan
khusus ( dirujuk ke spesialis terkait, rotasi kerja, merekomendasikan
pemberian istirahat kerja )
- Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan SDM Rumah Sakit
9. Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan
dengan keehatan kerja ( pemantauan terhadap faktor fisik, Kimia, biologi,
psikososial dan ergonomi.
10. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan K3 RS yang
disampaikan kepada Direktur RS dan unit terkait di wilayah kerja RS

B. Standar Pelayanan Keselamatan Kerja di RS


Prinsip pelayanan kesehatan kerja berkaitan erat dengan sarana, prasarana dan
peralatan kerja
Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan :
1. Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana
dan peralatan kesehatan
- Lokasi Rumah Sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan dan tata ruang sesuai kebutuhan dan kelayakan
penyelenggaraan Rumah Sakit
- Teknik bangunan Rumah Sakit sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang
- Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan serta
keselamatan dan kesehatan kerja Rumah Sakit
- Pengoperasian dan pemeliharaan sarana prasarana dan peralatan
Rumah Sakit harus dilakukan oleh petugas yang punya potensi di
bidangnya ( sertifikasi personil petugas / operator )
- Membuat program pengoperasian, perbaikan dan pemeliharaan rutin dan
berkala sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan dan selanjutnya
didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
- Peralatan kesehatan meliputi : peralatan media dan non medis dan harus
memnuhi standar pelayanan persyaratan mutu, keamanan, keselamatan
dan layak pakai.
- Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan dan
harus diuji serta dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas
Kesehatan / Institusi pengujian yang berwenang.
- Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi
ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga berwenang.
- Melengkpai perijinan dan sertifikasi sarana dana prasara serta peralatan
kesehatan
2. Pembinaan dan pengawasan / penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM
Rumah Sakit.
- Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap
peralatan kerja dan SDM Rumah Sakit
- Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan
mengendalikan risiko ergonomi
3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
- Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja
yang memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial.
- Pemantauan / p..... terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan
psikososial secara rutin dan berkala.
- Melakukan evaluasi, memberi rekomendasi untuk perbaikan
lingkungan kerja
4. Pembinaan dan pengawasan terhadap Sanitair
Manajemen harus menyediakan, memelihara, mengawasi sarana dan
prasarana sanitair yang memenuhi syarata meliputi :
- Penyehatan makanan dan minuman
- Penyehatan air
- Penyehatan tempat sampah dan limbah
- Pengendalian serangga dan tikus
- Sterilisasi/desinfeksi
- Perlindungan radiasi
- Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan
5. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan Kerja
- Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda keselamatan
- Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan APD
- Membuat SOP peralatan keselamatan kerja dan APD
- Melakukan pembinaan dan pementauan terhadap kepatuhan
penggunaan peralatan keselamatan dan APD
6. Pelatihan dan promosi / penyuluhan keselamatan kerja untuk semua SDM
Rumah Sakit
- Sosialisasi dan penyuuhan keselamatan keja bagi selutuh SDM
Rumah Sakit
- Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3 Rumah Sakit kepada
petugas K3 Rumah Sakit
7. Memberi rekomendasi / masukan mengenai perencanaan, desain / lay out
pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait
keselamatan dan keamanan
- Melibatkan petugas K3 Rumah Sakit dalam merencanakan, desian
pembuatan tempat kerja dan pemilihan serta pengadaan sarana,
prasara dan peralatan keselamatan kerja.
- Mengevaluasi dan mendokumentasikan kondisi sarana, prasarana
dan peralatan keselamatan kerja dan membuat rekomendasi yang
sesuai dengan persyartan standar keamanan dan keselamatan.
8. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya.
- Membuat alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka
- Membuat SOP pelaporan, penanganan dan tindajk lanjut kejadian
nyaris celaka dan celaka
9. Pembinaan dan pengawasan terhadap manajemen sistem pencegahan dan
penanggulangan kebakaran ( MSPK )
- Manajemen menyediakan sarana dan prasarana pencegahan dan
penanggulangan kebakaran
- Membentuk tim penanggulangan kebakaran
- Membuat SOP
- Melakukan sosialisasi dan pelatihan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran
- Melakukan audir internal terhadap sistem pencegahan dan
penanggulangan kebakaran
10. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan
keselamatan kerja yang disampaikan kepada direktur RS dan unit teknis
terkait di wilayan kerja RS
BAB IV
STANDAR K3 PERBEKALAN KESEHATN RUMAH SAKIT

Meliputi :
A. Standar Manajemen
Meliputi :
1. Setiap bahan dan peralatan dalam penyelanggaraan uoaya kesehatan di
Rumah Sakit harus dilengkapi dengan :
a. Kebijakan tertulis tentang pengelolaan K3 Rumah Sakit yang mengacu
minimal pada peraturan sbb :
- UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
- UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
- UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
- UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
- Permenaker RI Nomor 5/MENAKER/1996 tentang Sistem Manajemen
Rumah Sakit
- Keputusan Menkes Nomor 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang
Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
- Keputusan Menkes Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri
- Kepmenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan RS
- Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 432/Menkes/IV/2007
tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit
b. Pedoman dan Standar Prosedur Operasional
c. Perijinan sesuai dengan peralatan yang berlaku meliputi :
- Ijin pemakaian lift
- Ijin Instalasi Listrik
- Ijin Pemakaian Diesel
- Ijin Instalasi Petir
- Ijin Pemakaian Boiler
- Penggunaan Radiasi
- Ijin Bejana ....
- Ijin pengelolaan limbah padat, cair dan gas.
d. Sistem komunikasi baik internal maupun eksternal
e. Sertifikasi
f. Program pemeliharaan
g. APD yang memadai, siap dan layak pakai.
h. Manual operasional yang jelas
i. System alarm, sitem pendektesian api/kebakaran dan penyediaan alat
pemadam api/kebakaran.
j. Rambu-rambu K3 seperti rambu larangan dan rambu petunjuk arah.
k. Fasilitas sanitasi yang memadai dan memenuhi persyaratan kesehatan
l. Fasilitas penanganan limbah padat,cair dan gas..
2. Setiap bahan dan peralatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di
Rumah Sakit yang menggunakan bahan beracun berbahaya, maka
pengirimannya harus dilengkapi dengan MSDS, disediakan ruang/tempat
penyimpanan khusus bahan beracun berbahaya yang aman.
3. Setiap operator / petugas sarana,prasarana dan peralatan harus dilakukan
pemeriksaan kesehatan secara berkala
4. Setiap lingkungan kerja harus dilakukan pemantauan/monitoring kualitas
lingkungan kerja secara berkala dan berkesinambungan.
5. Sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit harus dikelola oleh petugas
yang mempunyai kompetensi di bidangnya.
6. Peta / denah lokasi / ruang / alat yang berisiko / berbahaya dilengkapi simbol-
simbol khusus untuk daerah/tempat/area yang berisiko/berbahaya terutama
laboratorium, radiologi, farmasi, sterilisasi sentral, kamar operasi, genset
kamar isolasi penyakit menular, pengolahan limbah dan laundry
7. Khusus sarana bangunan yang menggunakan bahan beracun berbahaya
harus dilengkapi fasilitas dekontaminasi bahan beracun berbahaya.
8. Program penyehatan lingkungan Rumah Sakit meliputi : penyehatan ruangan,
bangunan, fasilitas sanitasi termasuk pencahayaan, penghawaan dan
kebisingan, penyehatan air, penanganan limbah, penyehatan tempat
pencucian umum termasuk laundry, pengendalian serangga, tikus dan
binatang pengganggu lain, pemantauan sterilisasi dan desinfeksi.
Pengawasan – perlindungan radiasi dan promosi kesehatan lingkungan.
9. Evaluasi, pencatatan dan pelaporan
Program pelaksanaan K3 sarana, prasarana dan peralatan RS
10. Kalibrasi internal dan kalibrasi legal secara berkala terhadap sarana,
prasarana dan peralatan yang disesuaikan dengan jenisnya.

B. Standar Teknis
1. Standar Tekniks Sarana
1. Lokasi dan bangunan
Secara umum lokasi Rumah Sakit hendaknya mudah dijangkau oleh
masyarakat, bebas dari pencemaran, banjir dan tidak berdekatan dengan
rel kereta api, tempat bongkar muat barang, tempat bermain anak, pabrik
industry dan limbah pabrik
Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit khususnya
pasal 8 bahwa : persyaratan lokasi Rumah Sakit harus memenuhi
ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan dan tata ruang
serta sesuai den gan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan
penyelenggaraan Rumah Sakit
Persyaratan bangunan diatur pada pasal 9 yakni : bangunan Rumah Sakit
harus memenuhi persyaratan administrative dan teknis bangunan gedung
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan persyaratan teknis
bangunan Rumah Sakit, harus sesuai dengan fungsi, kenyamanan,
kemudahan pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua
orang, termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang lanjut usia.
Luas lahan untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1,5 kali luas
bangunan, luas lahan untuk bangunan bertingkat minimal 2 kali luas
bangunan lantai dasar.
Luas Bangunan di sesuaikan dengan jumlah tempat tidur ( TT ) dan
klasifikasi Rumah Sakit bangunan minimal adalah 50 m2 pertempat tidur
Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk ruang
perawatan dan ruang isolasi adalah :
1. Ruang bayi :
- Ruang perawatan min m2 / TT
- Ruang Isolasi min 3,5 m2 / TT
2. Ruang dewasa / Anak :
- Ruang perawatan min 4,5 m2 /TT
- Ruang Isolasi min 6 m2 / TT
3. Persyaratan luas ruangan sebaiknya berukuran minimal :
- Ruang Periksa 3 x 3 m2
- Ruang Tindakan 3 x 4 m2
- Ruang Tunggu 6 x 6 m2
- Ruang Utility 3 x 3 m2

Ruang Bangunan yang di gunakan untuk ruang perawatan mempunyai :


- Rasio tempat tidur dengan kamar mandi 10 TT : 1
- Bebas serangga dan tikus
- Kadar debu maksimal 150 mg / m3 udara dalam pengukuran
rata-rata 24 jam
- Tidak berbau ( Terutama H2S atau NH3 )
- Pencahayaan 100 – 200 Lux
- Suhu 26 – 27 0C ( dengan AC atau suhu kamar dengan
Sirkulasi udara yang baik )
- Kelembaban 40 – 50 % ( dengan AC )
- Kebisingan < 45 d B A
2. Lantai
- Lantai Ruangan dari bahan yang kuat, kedap air, rata, tidak licin,
mudah di bersihkan, berwarna terang
- Lantai KM / WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin,
mudah di bersihkan, mempunyai kemiringan yang cukup, tidak
ada genangan air
- Khusus Ruang Operasai lantai rata tidak mempunyai pori /
lubang untuk berkembang biaknya bakteri, menggunakan bahan
Vynil atau elektrostatik dan tidak mudah terbakar
3. Dinding
- Dinding bewarna terang, rata, cat tidak luntur dan tidak
mengandung logam berat
- Sudut dinding dengan dinding-dinding dengan lantai, dinding
dengan langit-langit tidak membentuk siku
- Dinding KM / WC dari bahan kuat dan kedap air
- Permukaan dinding keramik rata, rapi, permukaan keramik di
bagi sama ke kanan dan kiri
- Khusus ruang Radiologi, dinding di lapisi Pb minimal 2 mm atau
setara dinding bata ketebalan 30 cm serta di lengkapi jendela
anti kaca radiasi
- Dinding ruang Laboratorium di buat dari porselin / keramik 1,5
dari lantai
4. Pintu / jendela
- Pintu harus cukup tinggi min 270 cm dan lebar min 120 cm
- Pintu dapat di buka dari luar
- Khusus pintu darurat menggunakan pegangan panik ( panic
handle ), penutup pintu otomatis dan membuka ke arah tangga
darurat / arah evakuasi dengan bahan tahan api min 2 jam
- Ambang bawah jendela min 1 m dari lantai
- Khusus jendela yang berhubungan langsung keluar memakai
jeruji
- Khusus Ruang Operasi, pintu terdiri dari dua daun, mudah di
buka tetapi harus dapat menutup sendiri
- Khusus Ruang Radiologi, pintu terdiri dari dua daun pintu dan di
lapisi Pb min 2 mm / setara dinding bata ketebalan 30 cm,
dilengkapi dengan lampu merah tanda bahaya Radiasi serta di
lengkapi jendela kaca anti radiasi
5. Plafond
- Rangka Plafond kuat dan anti rayap
- Permukaan Plafond berwarna terang, mudah di bersihkan, tidak
menggunkan berbahan asbes
- Langit - langit dengan ketinggian min 2,8 m dari lantai
- Langit - langit menggunakan cat anti jamur
- Khusus ruang Operasi, harus di sediakan gantungan lampu
bedah dengan profil baja double INP 20 yang di pasang
sebelum pemasangan langit – langit
6. Ventilasi
- Pemasangan Ventilasi alamiah dapat memberikan sirkulasi
udara yang cukup luas min 15 % dari luas lantai
- Ventilasi Mekanik di sesuaikan dengan ruangan, untuk ruang
operasi kombinasi antara fan, exhauster dan AC harus dapat
memberikan sirkulasi udara dengan tekanan positif
- Ventilasi AC di lengkapi dengan filter bakteri
7. Atap
- Atap kuat, tidak bocor, tidak menjadi perlindungan serangga,
tikus dan binatang pengganggu lain
- Atap dengan ketinggian lebih dari 10 m menggunakan
penangkal petir
8. Sanitasi
- Closet, urinoi , wasteful dan bak mandi dari bahan kualitas baik,
utuh dan tidak cacat serta mudah di bersihkan
- Urinoir di temple pada dinding, kuat, berfungsi baik
- Wastefel di pasang rata, tegak lurus dinding, kuat, tidak
menimbulkan bau, di lengkapi desinfektan dan dilengkapi tissue
yang di buang ( disposable Tissue )
- Bak mandi tidak berujung lancip, tidak menjadi sarang nyamuk
dan mudah di bersihkan
- Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah
toilet dan kamar mandi 10 : 1
- Indek perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah toilet nya
dan kamar mandi 20 : 1
- Air untuk keperluan Sanitair seperti : mandi, cuci urnoir,
wastefel, closet, keluar dengan lancer dan jumlahnya cukup.
9. Air Bersih
- Kapasitas reservoir sesuai kebutuhan Rumah Sakit ( 250-500 ltr
/tempat tidur )
- Sistem penyediaan air bersih menggunakan jaringan PAM /
Sumur dalam
- Air bersih di lakukan pemeriksaan fisik, kimia dan biologi setiap
6 bulan sekali
- Sumber air bersih dapat di gunakan sebagai sumber air dalam
penanggulangan kebakaran
10. Pemipaan ( plubing )
- Sistem pemipaan menggunakan kode warna : biru untuk
pemipaan air bersih dan warna merah untuk pemipaan
kebakaran
- Pipa air bersih tidak boleh bersilang dengan pipa air kotor
- Instalasi pemipaan tidak boleh berdekatan / berdampingan
dengan instalasi listri
11. Saluran ( drainase )
- Saluran keliling bangunan drainase dari bahan yang kuat, kedap
air dan berkualitas baik dengan dasar mempunyai kemiringan
yang cukup kea rah aliran pembangunan
- Saluran air hujan tertutup di lengkapi bak control dalam jarak
tertentu, di tiap sudut pertemuan, bak control di lengkapi
penutup yang mudah di buka / di tutup, memenuhi syarat teknis
dan berfungsi dengan baik
12. Jalur yang melandai / Ramp
- Kemiringan rata -rata 10-15 derajat
- Ramp untuk evakuasi harus satu arah dengan lebar minimal
140 cm
- Ramp koridor dibuat dua arah dengan lebar minimal 240 cm,
kedua ramp tersebut di lengkapi pegangan rambatan, kuat
ketinggian 80 cm
- Area awal dan akhir ramp harus bebas dan datar, udah untuk
berputar, licin
- Setiap ramp di lengkapi lampu penerangan darurat
- Khusus ramp evakuasi dilengkapi dengan pressure fan untuk
membuat tekanan udara positif
13. Tangga
- Lebar tangga minimal 120 cm, jalan searah dan 160 cm jalan
dua arah
- Lebar injakan minimal 28 cm
- Tinggi injakan maksimal 21 cm
- Tidak berbentuk bulat / Spiral
- Memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang seragam
- Memiliki kemiringan injakan < 90 derajat
- Dilengkapi pegangan, minimum pada salah satu sisinya
- Pegangan rambat mudah di pegang, ketinggian 60-80 dari
lantai, bebas dari segala instalasi
- Tangga diluar bangunan di rancang ada penutup supaya tidak
terkena air hujan
14. Jalur Pejalan Kaki
- Tersedia Jalur Kursi Roda dengan permukaan keras / stabil,
kuat dan tidak licin
- Hindari sumbangan / gundukan permukaan
- Kemiringan 7 derajat, setiap jarak 9 meter ada border
- Draines searah jalur
- Ukuran minimal 120 cm ( jalur searah ), 160 cm ( jalur dua arah)
- Tepi jalur di pasang pengaman
15. Area parkir
- Harus tertata dengan baik
- Mempunyai ruang bekas di sekitarnya
- Untuk penyandang cacat di sediakan ramp trotoar
- Di beri rambu penyandang cacat yang bisa membedakan untuk
mempermudah dan membedakan dengan fasilitas parkir bagi
umum
- Parkir dasar ( basement ) di lengkapi dengan exhauster yang
memadai untuk menghilangkan udara tercemar di ruang dasar,
di lengkapi petunjuk arah dan di sediakan tempat sampah yang
memadai, serta pemadam kebakaran
16. Pemadam ( Landscpe ) : jalan , taman
- Akses jalan harus lancar dengan rambu-rambu yang jelas
- Saluran pembangunan yang melewati jalan harus tertutup
dengan baik dan tidak menimbulkan bau
- Tanam-tanaman tertata dengan baik
- Jalan dalam area Rumah Sakit kedua belah tepinya di lengkapi
dengan kansten dan di rawat
- Tersedia area untuk berkumpul (Public Corner )
- Pintu gerbang untuk masuk dan keluar berbeda dan di lengkapi
dengan gardu jaga
- Papan Nama Rumah Sakit di buat rapi , kuat, jelas / mudah di
baca untuk umum, terpampang di bagian depan Rumah Sakit.
- Taman tertata rapi, terpelihara dan berfungsi memberikan
keindahan, kesejukan, kenyamanan bagi pengunjung / pekerja
dan pasien Rumh Sakit

2. Standar Teknis Prasarana


1. Penyediaan listrik
- Rumah Sakit yang memiliki kapasitas daya listrik pln min 200
KVA agar sudah memiliki sistem jaringan listrik tegangan
menengah 20 KV ( Jaringan listrik TM 20 KV ), Sesuai pedoman
bahwa Rumah Sakit kelas B mempunyai kapisitas daya listrik ±
1 MVA ( 1000 KVA )
- Kapasitas dan instalasi listrik terpasang memenuhi standar PUIL
- Untuk kamar bedah, ICU, ICCU menggunakan satu daya
khusus dengan sistem satu daya cadangan otomatis 2 lapisan
( Generator dan UPS / uniteruptable power supply )
- Harus tersedia ruang UPS min 2 x 3 m2 ( sesuai kebutuhan )
terletak di gedung CO, ICU, ICCU dan di beri pendingin ruangan
- Kapasitas UPS di sesuaikan dengan kebutuhan
- Kapasitas generator ( genset ) di sediakan min 40% dari daya
terpasang dan di lengkapi ATF dan ATS system
- Grounding sistem harus terpisah antara grounding panel
gedung dan panel alat. Nilai grounding peralatan tidak boleh
kurang dari 0,2 ohm
2. Instalasi penangkal petir
- Pengawasan Instalasi penangkal petir sesuai dengan ketentuan
pernaker No 2 tahun 1989
3. Pencegahan dan penanggulan kebakaran
- Tersedia APAR sesuai Norma Standar Pedoman dan Manual
( NSPM ) Kebakaran ( Permenaker Nomor 4 tahun 1980 )
- Hidran terpasang dan berfungsi dengan baik dan tersedia air
yang cukup, sesuai aturan
- Tersedia alat penyemprot air ( sprinkker ) dengan jumlah
memenuhi kebutuhan luas area
- Tersedia koneksi Siamese
- Tersedia pompa hidran dengan generator cadangan
- Tersedia dan tercukupi air untuk pemadaman kebakaran
- Tersedia inflasi alarm kebakaran automatic ( permenaker Nomor
2 tahun 1983 )
4. Sistem Komunikasi
- Tersedia saluran telepon internal dan eksternal dan berfungsi
dengan baik
- Tersedia saluran telepon khusus untuk keadaan darurat ( untuk
UGD, sentral telepon, dan posko tanggap darurat )
- Instalasi kabel telah terpasang rapi, aman dan berfungsi dengan
baik
- Tersedia Komukasi lain / HT, baging sistem dan alarm ) untuk
mendukung komunikasi tanggap darurat
- Tersedia sistem panggilan perawat ( nurse call ) yang terpasang
dan berfungsi dengan baik
- Tersedia sistem tata suara pusat ( central sound system )
- Tersedia peralatan pemantauan keamanan /CCTV ( close circuit
television )
5. Gas Medis
- Tersedianya gas medis dengan sistem sentral / Tabung
- Sentral gas medis dengan sistem jaringan dan outlet terpasang,
berfungsi dengan baik, di lengkapi dengan ALARM untuk
menunjukan kondisi sentral gas medis dalam keadaan rusak /
ketersedian gas tidak cukup
- Tersedia pengisap ( Suetion pump ) pada jaringan sentral
jaringan gas medik
- Kapasitas Central gas medis telah sesuai dengan kebutuhan
- Kelengkapan sentral gas berupa gas oxigen ( Q2 ), gas nitrous
oxida ( NO2 ), gas tekan dan Vacum
6. Limbah Cair
- Tersedia Instalasi Pengolahan Air Limbah ( IPAL ) dengan
peizinannya
7. Pengolahan Limbah Padat
- Tersedia tempat / Kontainer penampungan limbah sesuai
dengan kriteria limbah
- Tersedia Incinerator / sejenisnya, terpelihara dan berfungsi
dengan baik
- Tersedia tempat pembangunan limbah padat sementara,
tertutup dan berfungs dengan baik

3. Standar Peralatan Rumah Sakit


a. Memiliki perizinan
b. Di uji dan di kolaborasi secara berkala oleh Balai Pengujianan Fasilitas
Kesehatan dan Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan yang berwenang
c. Tesertifikasi badan / Lembaga terkait
d. Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan
dan harus di awasi oleh lembaga yang berwenang
e. Penggunaan peralatan medis dan non medis di Rumah Sakit di lakukan
sesuai indikasi medis pasien
f. Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit harus di lakukan
oleh petugas yang mempunyai Kompetisi di bidangnya
g. Pemeliharaan pealatan harus di dokumentasikan dan di evaluasi secara
berkala dan berkesinambungan

V. Pengolahan Barang Berbahaya dan Beracun


Limbah medis Rumah Sakit kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun,
yang sangat penting untuk di kelola secara benar.
Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan
sebagian lagi termasuk Infeksius.
Limbah medis berbahaya berupa : limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat,
limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum di kelola
dengan baik.
Limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran
penyakit baik kepada SDM Rumah Sakit, pasien, pengunjung / pengantar
pasien atau masyarakat disekitar lingkungan Rumah Sakit. Limbah Infeksius
biasanya berupa : jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan
kultur, bahan / perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular /
media lain yang tercemari oleh penyakit pasien.
pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan berisiko terhadap penularan
penyakit
Beberapa Resiko Kesehatan yang di timbulkan akibat keberadaan Rumah Sakit
antara lain : penyakit menular ( Hepatitis Diare, Campak, Aids, Influenza ),
Bahaya Radiasi ( Kanker , Kelainan organ genetik ) dan resiko bahaya kimia.
Beberapa Peraturan yang mengatur tentang pengolaan lingkungan Rumah Sakit
antara lain :
- Permenkes 1204 / Menkes / Per XI / 2004 tentang : Persyaratan Kesehatan
lingkungan R.S
- Kepmen KLH 58 / 1995 tahun 1999 tentang : Pengelolaan limbah Bahan
Berbahaya Beracun ( B3 )
- Kepdal 01 -05 tahun 1995 tentang : pengolaan limbah B3
Limbah medis termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun ( LB3 )
sesuai dengan PP 18 thn 1999 Jo PP 85 thn1999 lampiran 1 daftar limbah
spesifik dengan kode limbah D 227 .
Dalam kode limbah D 227 di sebutkan bahwa limbah Rumah Sakit dan limbah
klinis yang termasuk limbah B3 adalah : limbah klinis, produksi farmasi
kadaluarsa, peralatan laboratorium ferkontaminasi, kemasan produk farmasi,
limbah laboratorium dan residu dan proses insenerasi

A. Kategori B3
1. Memancarkan Radiasi
Bahan yang memancarkan gelombang elektromagnetik / partikel radio
aktif yang mampu mengionkan secara langsung atau tidak langsung
materi bahan yang di laluinya misalnya : I r 192, I 131, T c99, Sa 153,
Sinar X , Sinar alfa , Sinar beta ,Sinar gamma , dll
2. Mudah Meledak
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat tanpa disertai
pengimbangan kehilangan panas, sehingga kecepatan reaksi
peningkatan suhu ddan tekanan meningkat pesat dan dapat
menimbulkan peledakan.
Bahan mudah meledak apabila terkana panas, gesekan/bantingan dapat
menimbulkan ledakan.
3. Mudah Menyala atauTerbakar
Bahan yang mudah membebaskan panasdengan cepat di sertai dengan
pengimbangan kehilangan panas , sehingga tercapai kecepatan reaksi
yang menimbulkan nyala . Bahan mudah menyala / terbakar mempunyai
titik nyala ( Flash point ) rendah / ( 21 °C )
4. Oksidator
Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan sehingga terjadi
reaksi oksidasi , mengakibatkan reaksi keluar panas
5. Racun
Bahan yang beracun mengakibatkan kematian / sakit serius bila masuk
ke tubuh melalui pernapasan , kulit atau mulut
6. Korosit
Bahan yang menyebabkan iritasi pada kulit , proses pengkaratan pada
lempeng baja ( SAE 1020 ) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm /
tahun dengan temperatur uji 55 °C, punya PH ≤ 2 ( asam ) dan PH ≥ 12,5
( basa )
7. Karsi Nogenik
Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat merusak
jaringan tubuh
8. Iritasi
Bahan yang dapat mengakibatkan peradangan pada kulit dan selaput
lendir
9. Teratogenik
Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan
embrio
10. Mutagenic
Sifat bahan yang dapat megakibatkan perubahan kromosom yang berarti
dapat merubah genetika
11. Arus Listrik

B. Faktor yang timbulnya situasi berbahaya / tingkat bahaya di pengaruhi oleh


daya racun, dinyatan dengan satuan LD50 / LC50 B3 menunjukan makin tinggi
daya racunya
1. Cara B3 masuk kedalam tubuh yaitu memalui saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan kulit. Yang sangat berbahaya adalah melalui
saluran pernafasan.
2. Konsentrasi dan lama paparan
3. Efek kombinasi bahan kimia yaitu paparan bermacam – macam B3
dengan sifat dan daya racun yang berbeda menyulitkan tindakan
pertotongan / pengobatan
4. Kerentaan korban paparan B3 , karena masing – masing individu
mempunyai daya tahan yang berbeda terhadap pengaruh bahan kimia

C. Prinsip Dasar Pencegahan dan Pengendalian B3


1. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan di tangani untuk mengenal
ciri – ciri dan karekteristiknya.
Di perlukan penataan yang rapi dan teratur oleh petugas penanggung
jawab. Hasil identifikasi di beri label / kode untuk membedakan satu sama
lainnya. Sumber informasi di dapat dari MSDS
2. Evaluasi untuk menentukan langkah/tindakan yang diperlukan sesuai sifat
dan karakteristik dari bahan/instalasi yang ditangani, sekaligus
memprediksi risiko yang mungkin terjadi
3. Pengendalian berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan
meliputi :
(a) Pengendalian operasional seperti : eliminasi, subtitusi,
ventilasi,penggunaan APD dan menjaga hygiene perorangan
(b) Pengendalian organisasi administrasi seperti : pemasangan label,
penyediaan MSDS, pembuatan rosedur kerja, pengaturan tata
ruang, pemantauan rutin dan pendidikan / latihan.
(c) Inspeksi dan pemeliharaan sarana, prosedur dan proses kerja yang
aman
(d) Pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang.
4. Untuk mengurangi resiko karenan penanganan Bahan Berbahaya antara
lain :
(a) Upayakan subtituasi yaitu : mengganti penggunaan bahan
berbahaya dengan yang kurang berbahaya
(b) Upayakan menggunakan / menyimpan bahan berbahaya sedikit
mungkin dengan cara memilih proses kontinyu yang menggunakan
bahan setiap saat lebih sedikit. Dalam hal ini bahan dapat dipesan
sesuai kebutuhan sehingga risiko dalam penyimpanan kecil.
(c) Upaya untuk mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang bahan
berbahaya yang menyangkut sifat berbahaya, cara penanganan,
cara pembuangan dan penanganan sisa/bocoran/tumpahan, cara
pengobatan bila terjadi kecelakaan. Informasi di minta kepada
produsen bahan berbahaya yang bersangkutan.
(d) Upayakan proses dilakukan secara tertutup/mengendalikan
kontaminasi bahan berbahaya dengan sostem ventilasi dan
dipantau secara berkala agat kontaminasi tidak melampaui nilai
ambang batas yang ditetapkan.
(e) Upayakan agar pekerja tidak mengalami paparan yang terlalu lama
dengan mengurani waktu kerja/sistem shift kerja serta mengikuti
prosedur kerja yang aman.
(f) Upayakan agar pekerja memakai APD yang sesuai/tepat melalui
pengujian, pelatihan dan pengawasan.
(g) Upayakan agar penyimpanan bahan berbahaya sesuai prosedur
dan petunjuk teknis yang ada dan memberikan tanda-tanda
peringatan yang ada sesuai dan jelas.
(h) Upayakan agar sistem izin kerja diterapkan dengan penanganan
bahan-bahan berbahaya.
(i) Tempat penyimpanan bahan-bahan berbahaya harus dalam
keadaan aman, bersih dan terpelihara dengan baik.
(j) Upayakan agar limbah yang dihasilkan sekecil mungkin dengan ara
memelihara instalasi menggunakan teknologi tepat dan upaya
pemanfaatan kembali/daur ulang.

D. Pengadaan Jasa dan Bahan Barbahaya


Rumah Sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang di
perlukan. Rekanan yang di seleksi di minta memberikan proposal berikut profil
perusahaan : Informasi yang di perlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari
material / produk, kapabilitas rekaan, harga, pelayanan, persyaratan K3 dan
lingkungan serta informasi lain.
Setiap unit kerja/instalasi yang menggunakan, menyimpan, mengelola B2
harus menginformasikan kepada instalasi logistik sebagai unit pengadaan
barang setiap kali pengajukan permintaan, bahwa barang yang diminta
termasuk jenis B3.
Dibuat formulir seleksi yang memuat kritetria wajib yang harus dipenuhi oleh
rekanan serta sistem penilaian :
1. Kapabilitas
Kemampuan dan kompetensi rekanan dalam memenuhi apa yang tertulis
dalam kontrak kerjasama
2. Kualitas dan Garansi
Kualitas barang yang diberikan memuaskan, sesuai spesifikasi, jaminan
garansi yang disediakan baik
3. Persyaratan K3 dan Lingkungan
a. Menyertakan MSDS
b. Kemasan produk memenuhi persyaratan K3 dan lingkungan
c. Mengikuti ketentuan K3 yang berlaku di RS
3. Sistem Mutu
a. Metodologi bagus
b. Dokumen sistem mutu lengkap
4. Pelayanan
a. Kesesuaian waktu pelayanan dengan kontrak yang ada
b. Pendekatan supplier dalam tugasnya
c. Penanganan setiap masalah
d. Memberikan setiaop masalah jual yang memadai dan teknisi yang
handal.

E. Penangan Bahan B3
Dalam penanganan ( menyimpan, memindahkan, menangani tumpahan,
menggunakan B3 ) dengan melihat SOP dan MSDS yang telah ditetapkan.
1. Penanganan Untuk Personel
a. Kenali jenis bahan yang digunakan/disimpan
b. Baca petunjuk pada kemasan
c. Letakan bahan sesuai kebutuhan
d. Tempatkan bahan pada ruang penyimpanan sesuai petunjuk
e. Perhatikan batas waktu pemakaian bahan yang disimpan
f. Jangan menyimpan bahan yang mudah bereaksi di lokasi yang sama
g. Jangan menyimpan bahan melebihi pandangan mata
h. Pastikan kerja aman sesuai prosedur, hindari terjadinya tumpahan /
kebocoran
i. Laporkan segera bila terjadi kebocran bahan kimia/gas
j. Laporkan setiap kejadian yang menimbulkan bahaya/nyaris celaka
melalui formulir dan alur yang telah ditetapkan.
2. Penanganan Berdasarkan Lokasi
Daerah-daerah yang beresiko seperti laboratorium, radiologi, farmasi dan
tempat penyimpanan, penggunaan dan pengelolaan B3 di RS harus
ditetapkan sebagai daerah berbahaya dengan menggunakan kode warna
di area bersangkutan, serta dibuat dalam denah RS dan
disebarluakan/disosalisai kepada seluruh penghuni RS
3. Penanganan Administrasi
Disetiap tempat penyimpanan, penggunaan dan pengelolaan B3 harus
diberi tanda sesuai potensi bahaya yang ada dan dilokasi tersedia SOP
untuk menangani B3 antara lain :
a. Cara penanggulangan bila terjadi kontaminasi
b. Cara penanggulangan bila terjadi kedaruratan
c. Cara penanganan B3, dll
BAB VI

STANDAR SDM K3 RS. ST. THERESIA

Rumah Sakit St. Theresia termasuk Rumah Sakit tipe C dengan kriteria tenaga K3
nya adalah sebagai berikut :

A. Keteria Tenaga K3
1. Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 Diploma III dan S1 minimal 1 orang dan
telah mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 Rumah
Sakit.
2. Dokter/dokter gigi, spesialis dan dokter umum minimal 1 orang dengan
sertifikasi dalam bidang K3 dan mendapatkan pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 Rumah Sakit.
3. Tenaga paramedis yang mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 Rumah Sakit minimal 1 orang
4. Tenaga teknis lainnya yang mendapatkan pelatihan khusus yang terkreditasi
mengenai K3 Rumah Sakit minimal 1 orang.

B. Program Pendidkan, Pelatihgan dan Pengembangan SDM K3 Rumah Sakit


Mempunyai unsur :
1. Identifikasi kebutuhan pelatihan SDM Rumah Sakit yang dituangkan dalam
matriks pelatihan.
2. Pengembangan rencana pelatihan untuk memenuhi kebutuhan tertentu
3. Ditetapkan program dan jadwal pelatihan di bidang K3
4. Ditetapkan program simulasi / latihan praktek untuk semua SDM Rumah Sakit
di bidang K3
5. Harus ada kegiatan ketrampilan melalui seminar, workshop, pertemuan
ilmuah, pendidikan lanjutan yang dibuktikan dengan sertifikat.
6. Verifikasi kesesuai program pelatihan dengan persyaratan organisasi /
perundang-undangan
7. Pelatihan untuk sekelompok SDM Rumah Sakit yang menjadi sasaran.
8. Evaluasi pelatihan yang telah diterima.
BAB VII

PEMBINAAN, PENGAWASAN, PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. Pembinaan dan Pengawasan


Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan.
Pembinaan dilaksanakan melalui : pelatihan, penyuluhan, bimbingan khusus dan
temu konsultasi, dll
Pengawasan pelaksanaan standar K3 Rumah Sakit dibedakan 2 macam :
1. Pengawasan internal oleh pimpinan langsung Rumah Sakit
2. Pengawasan eksternal oleh Menteri Kesehatan dan Dinas Kesehatan
setermpat sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing

B. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan adalah : pendokumentasian kegiatan K3 secara
tertulis dari masing-masing unit kerja Rumah Sakit dan kegiatan K3 Rumah Sakit
secara keseluruhan yang dilakukan organisasi K3 Rumah Sakit, yang
dikumpulkan dan dilaporkan oleh organisasi K3 Rumah Sakit ke Direktur Rumah
Sakit dan unit teknis terkait di wilayah Rumah Sakit ( dinas kesehatan setempat
cq penanggung jawab/pengelola program kesehatan kerja )

Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegitan K3 adalah : menghimpun dan


menyediakan data dan informasi kegiatan K3, mendokumentansikan hasil-hasil
pelaksanaan kegiatan K3, mencatat dan melaporkan setiap kejadian / kasus K3
dan menyusun dan melaksanakan pelaporan kegiatan K3

Sasaran Kegiatan Pencatatand dan Pelaporan kegiatan K3 Rumah Sakit


mencakup :
1. Program K3 termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatan lingkungan
Rumah Sakit
2. Kejadian / kasusa berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan dan
tindak lanjutnya.
Pelaksanaan, pencatatan dan pelaporan untuk masing-masing aspek K3
dilaksanakan dengan membuat/menggunakan formulir-formulir yang berlaku serta
formulir-formulir seperti terlampir di dalam standar K3 Rumah Sakit ini.

Pencatatan dan pendokumentasian pelaksanaan kegiatan Rumah Sakit dilakukan


setiap waktu sesuai dengan jadwal pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan atau
saat terjadi kejadian/kasus ( tidak terjadwal )

Pelaporan terdiri dari : Pelaporan berkala ( bulanan, semester dan tahunan )


dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan pelaporan sesaat /
insidentil yaitu kejadian yang berkaitan dengan K3.
Lampiran :
a. Formulir laporan bulanan kesehatan SDM RS dan pekerja luar rumah sakit

FORMULIR LAPORAN BULANAN


KESEHATAN SDM-RS DAN PEKERJA LUAR RS
=============================================================

Nama Rumah Sakit : .........................................

: .........................................
Alamat Lokasi
: ........................................ Provinsi : .......................
Kabupaten / Kota
Bulan Pelaporan : ..........................................

No Uraian Jumlah Keterangan


1 SDM-RS dan pekerja luar RS yang sakit yang
dilayani :
a. SDM-RS
b. Pekerja Luar RS

2 Kasus penyakitumum pada :


a. SDM-RS
b. Pekerja Luar RS

3 5 ( lima ) jenis penyakit yang terbanyak pada :


a. SDM-RS
 ................
 ................
 ................
 ................

b. Pekerja Luar RS
 ....................
 ....................
 ....................
 .....................
 .....................

4 Kasus di duga penyakit akibat kerja pada :


a. SDM-RS
b. Pekerja Luar RS

5 Kasus penyakit akibat kerja pada :


a. SDM-RS
b. Pekerja Luar RS

6 Kasus Kecelakaan akbiat kerja pada :


a. SDM-RS
b. Pekerja Luar RS
No Uraian Jumlah Keterangan
7 Kasus kejadian nyaris celaka ( near miss ) dan
celaka

8 Angka absensi SDM-RS ( orang )

9 Pemeriksaan kesehatan SDM-RS


a. Pemeriksaan awal
b. Pemeriksaan berkala
c. Pemeriksaan khusus

10 Cakupan pemeriksaan kesehatan ( MCU )


SDM-RS (%)

Keterangan :
 SDM-RS : Sumber Daya Manusia – Rumah Sakit
 Pelaporan dari Rumah Sakit yang bersangkutan
 Pelaporan sekali sebuah diawal bulan
 * disi jika ada, kolom keterangan agar diisi hasil pemeriksaan : tidak ada kelainan atau ada
kelainan. Selanjutnya jika ada yang menderita penyakit akibat kerja atau diduga menderita
penyakit akibat kerja supaya disebutkan jumlahnya dan jenisnya penyakit akibat kerja
tersebut.
 Baris 10 ( sepuluh ), agar diisi dalam bentuk persentase, yakni jumlah SDM-RS yang
diperiksa dibagi dengan jumlah seluruh SDM-RS dan dikali 100%

Mengetahui, Jambi, ................................20


Direktur RS. St. Theresia Pengelola Program Kesehatan & Keselamtan
Kerja

.................................................................. ..............................................................
b. Formulir laporan bulanan kesehatan SDM RS dan pekerja luar rumah sakit

FORMULIR LAPORAN REKAPITULASI SEMESTER ( 6 BLAN )


PELAYANAN DAN KESELAMATAN KERJA
=============================================================

Nama Rumah Sakit : .........................................

: .........................................
Alamat Lokasi
: ........................................ Provinsi : .......................
Kabupaten / Kota
Bulan Pelaporan : ..........................................

No Uraian Jumlah Keterangan


1 SDM Rumah Sakit

2 SDM Rumah Sakit yang :


a. Berpendidikan formal kesehatan dan
Keselamatan Kerja
b. Sudah dilatih tentang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
c. Sudah dilatih tentang Diagnosa PAK

3 Kasus kebakaran/peledakan akibat bahan


kimia, dll

4 Pelatihan internal K3 yang dilaksanakan

5 Pemantauan keselamatan kerja

6 Promosi kesehatan dan keselamatan kerja bagi


SDM rumah sakit, pasien dan pengunjung /
pengantar pasien
Pemantauan kesehatan lingkungan kerja dan
pengendalian bahaya di tempat kerja ( setiap
unit kerja di RS )
Pemantauan APD ( jenis, jumlah, kondisi dan
penggunaannya )

Keterangan :
 Dilaporkan 6 bulan sekali
- Periode Januari – Juni dilaporkan pada bulan Juli
- Periode Juli – Desember dilaporkan pada bulan Januari
 Baris ke-4 pada kolom jumlah diisi “berapa kali diadakan”, pada kolom keterangan diisi “jenis
pelatihan dll, serta informasi lain yang diperlukan.
 Baris ke-5 pada kolom jumlah diisi “berapak kali diadakan”, pada kolom keterangan diisi
“termpat pemantauan dll, serta informasi lain yang diperlukan.
 Baris ke-6 pada kolom jumlah diisi “berapak kali diadakan”, pada kolom keterangan diisi
“sasarannya siapa dll, serta informasi lain yang diperlukan.
 Baris ke-7 pada kolom jumlah diisi “berapak kali diadakan”, pada kolom keterangan diisi
“termpat pemantauan dll, serta informasi lain yang diperlukan.
 Baris ke-8 pada kolom jumlah diisi “berapak kali diadakan”, pada kolom keterangan diisi
“termpat pemantauan dll, serta informasi lain yang diperlukan.
 Baris ke-9 pada kolom jumlah diisi “berapak kali diadakan”, pada kolom keterangan diisi
“bentuk pembinaannya, pengawasannya dimana dll, serta informasi lain yang diperlukan.

Mengetahui, Jambi, ................................20


Direktur RS. St. Theresia Pengelola Program Kesehatan & Keselamtan
Kerja

.................................................................. ..............................................................

You might also like