You are on page 1of 18

BAB V

KONSEP PERANCANGAN

5.1. Konsep makro


5.1.1 Eco Park mangrove sebagai jantung kawasan
Eco Park Mangrove Muara Bendera merupakan sebuah sebuah fasilitas yang
memiliki tujuan utama untuk melestarikan ekosistem mangrove di sisi utara Bekasi. Fasilitas
ini berada di tengah-tengah ekosistem mangrove. keberadaan Eco Park Mangrove Muara
Bendera diharapkan mampu memberikan kesadaran bahwa ekosistem mangrove disana
sebagai bagian penting dari kehidupan di daerah pesisir Bekasi.
a. Keaslian Ekosistem, Area Sakral
Kegiatan konservasi pada ekosistem mangrove bertujuan untuk
mengembalikan dan menjaga keaslian ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove
merupakan habitat bagi beragam flora dan fauna. Kekayaan flora seperti berbagai
jenis pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera,
Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora, dan Nypa.

Gambar 5. 1. Pohon Api-api (Avicennia sp.) yang tumbuh subur selain pohon bakau(kiri),
tanaman perdu yang menjadi salah satu makanan para Lutung Jawa(kanan).
Sumber : Dokumen pribadi
Ekosistem mangrove merupakan habitat untuk beberapa fauna endemik di
daerah pesisir. Di Muara Bendera, terdapat beberapa fauna endemik yang hanya
bisa ditemukan di sekitar area ekosistem mangrove Muara Gembong, seperti Lutung
Jawa, kera ekor panjang, burung hantu, serta burung Pecuk Ular.

135
Gambar 5. 2. Papan Informasi mengenai fauna yang ada di kawasan mangrove
Muara Bendera.
Sumber : Dokumentasi pribadi
Kekayaan sumber daya alam yang ada di ekosistem mangrove Muara
Bendera harus dilindungi dan dijaga kelestariannya. Ekosistem mangrove harus
dijauhkan dari campur tangan manusia untuk merubahnya. Menetapkan zona inti
pada ekosistem mangrove sebagai area yang sakral. Sakral disini adalah tidak
diperkenankan mendapat campur tangan manusia dalam perkembangannya,
merupakan zona alami, zona yang dianggap penting.
Eco Park Mangrove Muara Bendera sebagai jantung kawasan terdiri dari dua
inti utama, yaitu green core dan blue core. Green core mewakili daratan dan segala
elemennya, sedangkan blue core mewakili air/ lautan serta berbagai penyusunnya.
Dalam kehidupan di kawasan pesisir, kedua elemen tersebut sudah menjadi bagian
dalam kehidupan, meskipun demikian keberadaanya masih sering diabaikan hingga
akhirnya menimbulkan dampak buruk, kerusakan. Dengan mengangkat konsep Eco
Park Mangrove sebagai jantung kawasan dengan menjadikan green core dan blue
core sebagai penyusunnya. Diharapkan kedua inti tersebut menjadi bagian penting
bagi kehidupan di kawasan pesisir.

136
Diagram 5. 1. Konsep makro pada Eco Park Mangrove Muara Bendera
Sumber : Dokumen pribadi
Dari konsep tersebut kemudian dibentuklah pembagian zona berdasarkan
orientasinya terhadap Eco Park. Pembagian zona tersebut berdasarkan sifat dan
peruntukannya. Zona 1 merupakan zona inti, zona 2 merupakan zona rimba, zona 3
merupakan zona pemanfaatan, dan zona 4 merupakan zona penyangga.
b. Orientasi Perkembangan Kawasan
Perkembangan kawasan permukiman nelayan di Indonesia secara umum
berorientasi terhadap Laut. Masyarakat membangun permukiman sedekat mungkin
dengan laut karena hal tersebut akan mempermudah nelayan dalam melaut. Area
pesisir laut yang seharusnya menjadi tempat dimana ekosistem mangrove berada
digantikan oleh rumah-rumah nelayan.

Gambar 5. 3. Rumah para nelayan yang dibangun tepat di bantaran Sungai Citarum
Sumber : Dokumen pribadi

137
Merubah orientasi perkembangan kawasan Muara Bendera menjadi
berorientasi terhadap ekosistem mangrove. perubahan orientasi tersebut harus
diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya ekosistem mangrove.
Berbagai manfaat dan keuntungan dari ekosistem mangrove harus diangkat dan
disebarkan kepada masyarakat sekitar. Eco Park Mangrove menjadi media untuk
mempublikasikan pentingnya ekosistem mangrove bagi kehidupan di daerah pesisir.
c. Benteng Kawasan Terhadap Erosi Laut, Intrusi Air Laut, Dan Sebagainya
Ekosistem memiliki peranan penting bagi keberlangsungan kehidupan di
pesisir. Permasalahan berupa erosi air laut, intrusi air laut, serta pemanasan global
merupakan beberapa masalah yang bisa diatasi oleh ekosistem mangrove. Peranan
ekosistem mangrove secara alami merupakan daerah pembatas antara daratan dan
lautan.

5.1.2 Kehidupan Kampung Nelayan Muara Bendera Sebagai Area


Penyangga
Kehidupan masyarakat di kampung nelayan sudah menjadi bagian penting
bagi ekosistem di pesisir laut, bukan hanya ekosistem mangrove. keberadaan
kampung nelayan telah merubah tatanan ekosistem pesisir alami. Hal ini
membuktikan bahwa keberadaannya adalah sesuatu yang berperan penting
terhadap kondisi daerah pesisir.

Gambar 5. 4. Kondisi alam setelah terdapat permukiman kampung nelayan di daerah


pesisir
Sumber : http://m.rmol.co/read/2015/09/19/217844/Kadis-Perumahan-Enggan-
Sebut-Alasan-Pengembang-Mau-Bangun-Kampung-Nelayan- diakses pada 11
Desember 2015 pukul 10.24 wib

138
Eco Park Mangrove memerlukan campur tangan masyarakat sekitar untuk
dapat secara optimal berjalan fungsinya. Masyarakat diposisikan sebagai subjek dari
Eco Park yang merupakan objeknya. Dengan adanya keterlibatan masyarakat sekitar,
maka keberadaan Eco Park Mangrove bisa menjadi bagian dari kehidupan kampung
nelayan Muara Bendera, bukan menjadi tamu di kawasan tersebut.
Kawasan Eco Park memiliki tujuan utama untuk menjadi area hijau
ekosistem mangrove. untuk memaksimalkan tujuan tersebut dibutuhkan berbagai
fasilitas pendukung yang dibangun. Kawasan kampung nelayan yang berada di
sekitar ekosistem mangrove menjadi area yang potensial untuk dijadikan area
penyangga dan pengembangan dari area konservasi mangrove.

139
5.2. Konsep Meso
5.2.1. Konsep Zonasi
 Vertikal
Menggunakan analogi ekosistem mangrove untuk zonasi secara vertikal. Ekosistem
mangrove terbagi ke dalam 3 zona. Zona tumbuh dan berkembang. Zona tumbuh(merah)
adalah zona dimana ekosistem mangrove memulai kehidupannya, zona bibit bersemai dan
zona akar mangrove berpijak. Zona berkembang (jingga) adalah zona ekosistem mangrove
berkembang, tempat aktivitas fauna pada ekosistem maupun manusia. Zona tajuk (kuning)
adalah zona rimbun daun, zona berbuah, dan zona fauna tertentu pada ekosistem mangrove
beraktivitas seperti lutung jawa dan kera ekor panjang.

Diagram 5. 2. Zonasi pada tanaman mangrove


Sumber : Analisis penulis
Dari hasil analisis, pada zona tumbuh tidak dapat dilakukan aktivitas manusia.
Karena pada zona ini terdapat akar-akar napas mangrove yang tidak dapat dirusak. Oleh
karena itu, pergerakan/ sirkulasi aktivitas dilakukan di atas zona tumbuh, zona
berkembang(B1). Zona aktivitas pengguna dilakukan dibagian atas B1 yang lebih
memungkinkan untuk adanya massa bangunan.

Diagram 5. 3. Zonasi vertikal pada bangunan dengan analogi mangrove


Sumber : Analisis penulis

140
141
 Horizontal
Zonasi pada area Eco Park Mangrove Muara Bendera dibagi berdasarkan publik-
privatnya. Bagian yang terdekat dengan permukiman nelayan akan dijadikan zona
pemanfaatan seperti, area komersial, wisata buatan, dan administrasi.

Gambar 5. 5. Zonasi pada Eco Park Mangrove Muara Bendera


Sumber : Dokumen pribadi
Zona inti diletakkan pada area yang potensial. Area tersebut merupakan rumah bagi
fauna-fauna di tapak terpilih.

5.2.2. Konsep Penataan Lansekap

Diagram 5. 4. Pembagian zona pada eco park.


Sumber : Analisis penulis
Penataan lansekap pada Eco Park Mangrove harus memerhatikan zonasi pada
kawasan tersebut. Zonasi pada kawasan bertujuan untuk membatasi pengolahan tapak.
Karena pada fasilitas Eco Park, ada sebagian area yang harus dipertahankan kondisi aslinya.
Berikut penjelasan dari zona-zona yang dibentuk

142
a. Zona 1(inti) merupakan zona alami yang tidak diperkenankan adanya intervensi
manusia.
b. Zona 2(rimba) merupakan zona alami. Area yang menjadi inti dari Eco Park
Mangrove Muara Bendera. Bagian yang dibiarkan tumbuh secara alami, namun
diperkenankan adanya aktivitas buatan atau penambahan.
c. Zona 3(pemanfaatan) merupakan zona pendukung dan pengolahan kawasan Eco
Park Mangrove Muara Bendera. Area yang dimanfaatkan sebagai zona rekreasi dan
komersial. Zona pemanfaatan juga bisa dikatakan sebagai zona publik.
d. Zona 4(penyangga) merupakan zona permukiman nelayan Muara Bendera.
Tabel 5. 1. Perbandingan alternatif penataan massa pada lansekap
No. Alternatif Kelebihan Kekurangan
1 - Susunan massa bangunan yang - Susunan massa cenderung
linear tidak mengubah kondisi monoton
eksisting terlalu banyak - Susunan massa bangunan
- Mempermudah menentukan - Massa bangunan terpusat
modul massa pada satu area.
- Minimal dalam penggunana - Ada area yang tidak
lahan dibangun
2 - susunan massa mempermudah - Susunan massa masih
zonasi fungsi cenderung kaku
- Hierarki zona yang terbangun - Bentuk yang linear kurang
dan tidak jelas, sehingga tidak mengikuti pola tapak hutan
banyak mengolah area mangrove yang organik.
konservasi
- Terdapat nodes yang menjadi
penanda
3 - Pola melingkar membuat - Pola melingkar akan
bangunan mengarah pada merubah pola permukiman
orientasi memusat(zoa inti) pada tapak yang cenderung
- Pola melingkar mempertegas linear.
hierarki massa bangunan, mana
yang merupakan pusat/ inti dan
mana yang merupakan
pendukung

Sumber : Analisis penulis


Penataan lansekap pada Eco Park Mangrove menggunakan konsep organisasi massa
radial. Konsep ini memberikan penegasan antara bagian inti dan pendukung. Bagian inti
menjadi pusat dari organisasi massa bangunan. Sedangkan bangunan pendukung menjadi
pengiring dari bagian inti.

143
Gambar 5. 6. Massa bangunan Eco Park diposisikan di sekitar jalur sirkulasi melingkar, Loop
Circle. Posisi massa bangunan tersebut mendapatkan akses visual ke arah dalam bagian inti
dan ke arah luar. Dengan konfigurasi demikian, aktivitas terpusat pada bagian tepi zona inti.

144
5.2.3. Konsep Sirkulasi
Sirkulasi pada Eco Park Mangrove Muara Bendera ditentukan oleh organisasi massa
bangunan. Sirkulasi juga menentukan keterbukaan akses terhadap setiap sudut Eco Park
Mangrove. Pengguna semaksimal mungkin harus dapat menikmati seluruh area Eco Park
Mangrove. Berikut adalah beberapa alternatif sirkulasi pada area Eco Park Mangrove Muara
Bendera,
Tabel 5. 2. Alternatif pola sirkulasi pada Eco Park Mangrove
No. Alternatif Kelebihan Kekurangan
1 - Pengunjung secara jelas(visual) - Ada area yang tidak dapat
mampu mengetahui titik akhir diakses(sisi utara)
dari sirkulasi - Memerlukan jalur sirkulasi
- Pola sirkulasi sederhana, tidak yang cukup lebar, karena
membingungkan diperuntukkan untuk 2 arah
- Tidak mengolah bagian hutan (bolak-balik)
mangrove secara berlebihan - Akses kurang membawa
pengguna berbaur dengan
alam
2 - Pengunjung mendapat - Pola sirkulasi cenderung datar,
kesempatan untuk mengelilingi kurang atraktif.
seluruh bagian tapak. - Pola sirkulasi yang linear
- Pola akses masih cenderung cenderung membuat
sederhana sehingga tidak pengguna bergerak lebih
membingungkan. cepat, hal ini membuat
- Sistem jalur satu arah, sehingga pengguna kurang menikmati
memudahkan pengunjung perjalanan.
untuk bergerak
3 - Pola melingkar mempertegas - Pola yang masih cenderung
bagian inti yang dikelilinginya. monoton.
- Pengunjung mendapatkan visual - Pengunjung tidak dapat
yang lebih tak terbatas. melihat titik akhir dari
- Seluruh area Eco Park dapat perjalanan.
diakses.

Sumber : Analisis penulis


Konsep sirkulasi yang dipilih untuk desain Eco Park Mangrove Muara Bendera adalah
loop circle. Konsep ini merupakan perpaduan antara konfigurasi jalu linear dengan spiral.

145
+ =
Diagram 5. 5. Konsep jalur konfigurasi pada tapak
Sumber : Analisis penulis
Dengan konsep ini, maka keseluruhan area tapak dapat dijangkau oleh pengunjung.
Bagian yang merupakan zona inti menjadi poros dari perputaran sirkulasi sehingga muncul
kesan bahwa zona inti tersebut merupakan sesuatu yang iconic atau penting atau sakral.
Pengunjung juga diberi kebebasan visual untuk melihat area lain di sisi luar jalur sirkulasi.

Gambar 5. 7. Konsep Loop Circle pada tapak sebagai pola konfigurasi jalur
Sumber : Analisis penulis

5.2.4. Konsep Jalur Evakuasi


Kawasan Muara Bendera merupakan kawasan yang memiliki akses darat yang buruk.
Jalur darat hanya mampu diakses oleh kendaraan roda dua. Oleh karena itu, akses laut
dipilih sebagai jalur evakuasi pada kondisi darurat.

Gambar 5. 8. Diagram jalur evakuasi pada Eco Park Mangrove Muara Bendera
Sumber : Analisis penulis

146
Lobby menjadi titik kumpul dari kawasan Eco Park Mangrove Muara Bendera. Dari
lobby, akan diarahkan menuju dermaga untuk kemudian menggunakan perahu selamat
dalam keadaan darurat. Untuk itu, diperlukan setidaknya 2 perahu selamat yang selalu siap
siaga di dermaga.

5.2.5. Konsep Utilitas Kawasan


Secara umum, limbah cairan dari bangunan akan dibagi kedalam dua macam, yaitu
grey water dan black water. Grey water adalah limbah cairan yang tidak terdapat limbah
padatan di dalamnya, limbah cairan yang siap masuk dalam tahap peresapan. Black water
adalah limbah cairan yang mengandung limbah padatan, memerlukan tahapan penguraian
limbah padatan terlebih dahulu sebelum masuk tahap peresapan. Kedua jenis limbah cairan
tersebut kemudian akan dialirkan menuju peresapan komunal tiap jenisnya.

Diagram 5. 6. Diagram alur peresapan limbah cairan pada kawasan Eco Park Mangrove
Muara Bendera
Sumber : Analisis penulis
Dengan menjadikan satu area peresapan, maka akan mempermudah dalam
mengontrol dan mengawasi pengolahan limbah, selain itu juga akan menghemat lahan
untuk peresapannya. Area peresapan ini akan diletakkan sejauh mungkin dari zona inti Eco
Park.hal tersebut bertujuan untuk menghindari pencemaran yang mungkin terjadi.

147
5.3. Konsep Mikro
5.3.1. Konsep mikro bangunan
Kondisi tapak yang berada di zona pasang surut megharuskan desain mampu
beradaptasi dengan kondisi tersebut. Masalah perubahan karakteristik tapak tersebut
menyerupai latar belakang munculnya Amphibious Architecture. Sebuah pandangan yang
menciptakan desain yang dapat beradaptasi terhadap kondisi lingkungannya. Oleh karena itu
konsep Amphibious Architecture dipilih untuk konsep mikro.

Diagram 5. 7. Hubungan antara inti kawasan Eco Park Mangrove Muara Bendera dengan
Konsep Amphibious Architecture
Sumber : Dokumen Pribadi
Amphibious architecture beradaptasi terhadap green core serta blue core yang
menjadi inti dari Eco Park Mangrove Muara Bendera. Terhadap green core, bangunan akan
mampu beradaptasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekosistem mangrove, serta
kehidupan masyarakat nelayan. Terhadap blue core, bangunan akan mampu beradaptasi
terhadap perubahan kondisi daratan menjadi laut dan sebaliknya ketika pasang-surut.
Dengan demikian, bangunan Eco Park Mangrove mampu melebur dengan lingkungan
alamnya.

5.3.2. Konsep massa bangunan


Konsep massa bangunan menggunakan pendekatan Amphibious Architecture.
Bentuk bangunan mampu beradaptasi dengan perubahan ketinggian permukaan air. Massa
bangunan yang merupakan ruang aktivitas diletakkan lebih tinggi dari area sirkulasi. Massa

148
bangunan tersebut tetap berpijak pada kolom-pondasi yang menancap ke tanah. Kolom-
pondasi tersebut nantinya akan menjadi lintasan naik-turun massa bangunan.

Diagram 5. 8. Konsep massa bangunan dengan pendekatan Amphibious Architecture.


Sumber : Analisis penulis
Dengan pendekatan ini, area tumbuh mangrove akan selalu aman dari gangguan aktivitas
manusia.

Gambar 5. 9. Sistem pada rumah dengan pendekatan Amphibious Architecture


Sumber : http://www.wired.co.uk/news/archive/2012-02/15/the-uks-first-amphibious-
house diakses pada 28 Desember 2015 pukul 08.53

5.3.3. Konsep Material


Material yang digunakan pada Eco Park Mangrove harus mampu merespon konteks
lingkungan sekitarnya. Bangunan berada pada area yang akan dilestarikan keberadaan dan
kealamiannya, oleh karena itu bangunan harus dapat melebur dengan linkungan sekitarnya.
Penggunaan material alami, back to nature, merupakan pendekatan yang diambil untuk
konsep material.
Kayu dan bambu sebagai bahan utama struktur dan massa bangunan, nipah atau ijuk
sebagai material penutup atap, adalah beberapa materia yang akan digunakan pada desain
Eco Park Mangrove Muara Bendera.

149
Gambar 5. 10. Pohon nipah yang diambil daunnya sebagai atap bangunan
Sumber : http://alamendah.org/2011/04/11/mengenal-nipah-atau-nypa-fruticans/ diakses
pada 28 Desember 2015 pukul 09.34 wib

Gambar 5. 11. Contoh penggunaan bambu(kiri) dan kayu(kanan) sebagai material jalur
tracking.
Sumber : https://www.flickr.com/photos/eltrinidad/5627765224 (kiri) ; http://lake-
gaston.renewcrewclean.com/decks-and-docks/ (kanan) diakses pada 28 Desember 2015
pukul 09.00 wib

5.3.4. Konsep Sistem Penghawaan


Penghawaan pada banguanan Eco Park Mangrove menggunakan sistem
penghawaan alami, cross ventilation. Bentuk massa dari pendekatan Amphibious
Architecture menjadikan bangunan memiliki bentuk panggung. Kondisi lingkungan yang

150
cenderung lembab karena tanah yang berlumpur ditanggapi dengan lantai yang
diangkat(tidak bersentuhan dengan permukaan tanah). Dengan demikian, udara akan
mampu bersirkulasi melalui sela-sela lantai yang kemudian akan mengurangi kelembaban
pada bangunan. Penggunaan material alam berupa daun nipah atau ijuk sebagai penutup
atap membuat atap memiliki rongga-rongga yang bisa digunakan sebagai sirkulasi udara.
Dengan demikian, udara panas yang ada pada langit-langit bangunan akan mengalir keluar
bangunan.

Gambar 5. 12. Penggunaan material atap yang berongga serta dinding seminimal mungkin
untuk memaksimalkan udara masuk ke dalam bangunan.
Sumber : Analisis penulis

151
Gambar 5. 13. Kantin di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, yang tidak menggunakan dinding dan
beratap ijuk
Sumber : http://www.penawisata.com/2013/05/menabur-pasir-perawan-di-pulau-pari.html
diakses pada 28 Desember 2015 pukul 10.45 wib

5.3.5. Konsep Pencahayaan


Bangunan pada Eco Park Mangrove Muara Bendera menggunakan pencahayaan
alami dan buatan. Pencahayaan alam diterapkan pada fasilitas-fasilitas yang masih
memungkinkan adanya bukaan dan interaksi langsung dengan alam seperti, pos istirahat,
lobby, ticket box, observation tower, pos pembersihan, museum, hingga kantin. Hampir
seluruh massa bangunan menggunakan prinsip dinding yang seminimal mungkin, oleh
karena itu, cahaya matahari masih dapat masuk ke dalam bangunan. Sedangkan beberapa
fasilitas seperti ruang baca, ruang koordinasi/ rapat memerlukan tambahan pencahayaan
buatan untuk mengoptimalkan fungsi di dalamnya.

Gambar 5. 14. Lobby dan entrance pada River Safari Singapore yang menggunakan
pencahayaan alami.
Sumber : http://inhabitat.com/singapores-river-safari-is-the-first-park-to-achieve-green-
mark-platinum/ diakses pada 28 Desember 2015 pukul 10.50 wib

152

You might also like