Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Muhammad Darry Aprilio Pasaribu
140100214
Pembimbing:
dr. Syahril Rahmat Lubis, Sp.KK(K)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Patogenesis
Kusta”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Syahril Rahmat Lubis, Sp.KK(K) selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara
optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................1
1.2. Tujuan ................................................................................................1
1.3. Manfaat ..............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................3
2.1. Mikrobiologi Mycobacterium leprae ..................................................3
2.1.1. Struktur .....................................................................................3
2.1.2. Kapsul .......................................................................................3
2.1.3. Dinding Sel ...............................................................................3
2.1.4. Membran Sel ............................................................................4
2.1.5. Sitoplasma ................................................................................4
2.1.6. Biokimia dan Metabolisme.......................................................4
2.2. Imunopatogenesis Kusta .....................................................................6
2.3. Respons Imun terhadap Mycobacterium leprae .................................7
2.3.1. Imunitas Alamiah (Innate Immunity) .......................................7
2.3.2. Imunitas yang Didapat (Acquired Immunity) ...........................8
2.4. Klasifikasi Kusta.................................................................................9
BAB 3 KESIMPULAN .....................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................12
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Laporan kasus ini dibuat untuk mengetahui mikrobiologi Mycobacterium
leprae, biokimia dan metabolisme Mycobacterium leprae, serta imunopatogenesis
penyakit kusta.
2
1.3 Manfaat
Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan informasi mengenai imunopatogenesis kusta
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Kapsul
Sekeliling organisme merupakan zona elektron transparan seperti busa atau
material vesikular dan merupakan struktur yang unik dari Mycobacterium leprae.
Komposisinya terdiri dari dua lipid, yaitu phthioceroldimycoserosate yang
dianggap berperan pada perlindungan pasif dan phenolic glicolipid yang terdiri dari
tiga molekul gula yang mengalami metilasi terpaut pada molekul fenol dari lemak
(phthiocerol). Trisakarida ini membuat Mycobacterium leprae unik secara kimia
dan menjadi antigen yang spesifik.10
leprae meskipun peptida tersebut sangat kecil untuk dijadikan sebagai antigen
diagnostik.10
2.1.5 Sitoplasma
Kandungan bagian dalam dari sel terdiri dari timbunan granul, materi genetik
asam deoksiribonukleat (DNA), dan ribosom yang merupakan protein yang
mengalami translasi dan multiplikasi. Analisis DNA berguna dalam konfirmasi
identitas mikrobakteria yang diisolasi dari armadilos liar, dan menunjukkan suatu
Mycobacterium leprae melalui perbedaan secara genetik dan berhubungan erat
dengan Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium scrofulaceum.10,11
seperti ini mungkin menjelaskan mengapa organisme ini sulit untuk dibiakkan
secara in-vitro. Komponen kimia utama dari Mycobacterium leprae adalah adalah
antigenik.10
2.1.6.2 Lipoarabinomannan
Lipoarabinomannan merupakan komponen mayor dari dinding sel
Mycobacterium leprae. Lipoarabinomannan stabil dan tidak dapat dicerna serta
menimbulkan reaktivitas silang dengan mikobakteria lain, tetapi mengandung
epitop spesifik yang dan mencetuskan antibodi IgG.9,10
dimana HLA akan membuat seseorang jadi lebih mudah terkena kusta. HLA-DR
akan mengarahkkan ke imunitas seluler, sedangkan HLA-DQ akan mengarahkan
ke sistem imunitas humoral. Epitop atau peptida yang berasal dari antigen kuman
memerlukan pasangan sesuai HLA yang ada. Pasangan ini selanjutnya akan
bertemu dengan reseptor pada permukaan limfosit (T cell receptor/TCR).13,14
Sel schwann sebagai sel pendukung utama pada sistem saraf perifer
tampaknya menjadi target utama Mycobacterium leprae pada saraf perifer. Pada
penderita dengan lepra yang sudah parah (advanced), baik sel-sel schwann yang
bermielin maupun tidak, sama-sama terinfeksi oleh Mycobacterium leprae
meskipun ada beberapa laporan yang menyebutkan bahwa ada kecenderungan
untuk menyerang serabut saraf yang tidak bermielin. Secara in-vitro telah
diobservasi suatu infeksi yang cepat dan berat pada kedua jenis sel schwann
tersebut. Namun beberapa peneliti telah melaporkan infeksi yang terbatas pada sel
schwann yang tidak bermielin secara in-vitro.13,14
Phenolic glycolipid 1 (PGL-1) dari Mycobacterium leprae telah dibuktikan
terikat secara spesifik pada laminin-2 dalam lamina basalis dari unit sel schwann
akson. Oleh karena itu, PGL-1 tampaknya terlibat dalam invasi sel schwann oleh
Mycobacterium leprae pada suatu jalur laminin 2. Namun yang lebih penting lagi,
bukti-bukti yang ada jelas menunjukkan bahwa mekanisme ikatan terhadap
permukaan sel schwann via laminin α2 bukan merupakan hal yang patognomonis
untuk Mycobacterium leprae saja. Spesies mikobakterial lainnya, termasuk
Mycobacterium tuberculosis, M. chelonae, dan M. smegmatis telah menunjukkan
suatu α2–laminin-binding-capacity dan spesies-spesies ini siap berinteraksi dengan
ST88-14 pada barisan sel schwannoma. Hal ini mengarah pada dugaan bahwa
kemampuan untuk mengikat laminin α2 terbatas pada genus Mycobacterium. Studi
lain juga telah mendemonstrasikan kemampuan mielin Po untuk mengikat
Mycobacterium leprae.14
dengan limfosit T dan limfosit B serta imunitas humoral dan selular yang meliputi
faktor host dan agent (Mycobacterium leprae) serta interaksi keduanya.11
yang berkembang biak di dalam sel tersebut akan tersebar keluar dan akan
ditangkap oleh sel fagosit lain. Fase selanjutnya adalah interaksi antara basil kusta
dengan sistem pertahanan tubuh lapis kedua yang bersifat spesifik.12,15
sekitar 15% dari mereka menjadi sakit. Pada orang yang kekebalan alamiahnya
tidak berhasil membunuh kuman yang masuk, terjadi perkembangbiakan
Mycobacterium leprae di dalam sel Schwann pada perineurium. Proses ini berjalan
sangat lambat sebelum muncul gejala klinis yang pertama. Setelah melewati masa
inkubasi yang cukup lama (sekitar 2–5 tahun) akan muncul gejala awal penyakit
yang bentuknya belum khas, berupa bercak-bercak dengan sedikit gangguan sensasi
pada kulit disertai dengan berkurangnya produksi keringat setempat.11,17
Keadaan ini disebut fase indeterminate dan dianggap sebagai fase dimana
kelainan yang terjadi masih belum dipengaruhi oleh kekebalan tubuh. Meskipun
tidak semua bentuk indeterminate akan berlanjut menjadi kusta yang manifes,
dalam beberapa tahun setelah kelainan itu biasanya akan muncul gejala klinis yang
karakteristik. Kelainan yang khas ini bervariasi, bisa pada kulit, saraf tepi maupun
organ-organ lainnya. Bentuk kelainan yang terjadi tergantung tipe kusta yang
terjadi dan berkaitan erat dengan status imun penderita. Disamping itu terdapat
keadaan yang dikenal sebagai kusta stadium sub-klinis. Kusta stadium sub-klinis
adalah keadaan dimana kuman telah masuk ke dalam tubuh yang ditandai dengan
pemeriksaan serologis yang positif namun individu tersebut tidak menunjukkan
gejala klinis. Kusta stadium sub-klinis dapat menjadi kusta manifestasi dan
berpotensi menjadi sumber transmisi.11,17
12
BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar RS. Kusta. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-3.
EGC: Jakarta. 2015.
6. Delphine JL, Thomas HR, Rea LM. Leprosy. Dalam: Wolff K, Godsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s Dermatology
in General Medicine. Edisi ke-6. New York: McGraw Hill; 2008. pp. 1962–72.
7. Sung MS, Kobayashi TT. Diagnosis and Treatment of Leprosy Type 1 (Reversal
Reaction). CUTIS. 2015; 95(1):222–6.
9. Jopling WH. Hand Book of Leprosy. 5th ed. CBS: New Delhi. 2011. pp.1–53,
92–100.
10. James W, Buerger T, Elston D. Hansen’s Disease. In: Andrew Disease of The
Skin Clinical Dermatology. 10th ed. Sauders Elseviers; Philadelphia. 2011.pp.
334–44.
15. Aline AF, Emerith MH, Mauricio BC, Analucia OMS, Mirian LOC.
Application of Mycobacterium Leprae–Specific Celluler and Serological Tests
for The Differencial Diagnosis of Leprosy from Comfounding Dermatoses. In:
Diagnostic Microbiology and Infectious Disease. Sauders Elseviers:
Philadelphia. 2016. pp. 7–24.
16. Fonseca AB, Simon MV, Cazzaniga RA, de Moura TR, de Almeida RP, Duthie
MS, Reed SG, de Jesus AR. The Influence of Innate and Adaptive Immune
Responses on the Differential Clinical Outcomes of Leprosy. Inf Dis Pov. 2017.
6(5).