You are on page 1of 45

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


PADA KELOMPOK LANSIA DENGAN HIPERTENSI
DI RW 04 DUSUN MIJEN KEL. GEDANGANAK
KEC. UNGARAN TIMUR

Oleh:
DELSHIANNE F. N.
(010215A014)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
JL.GEDONG SONGO CANDI REJO UNGARAN
TAHUN AJARAN 2015/2016

1
BAB I
KONSEP TEORI

A. DEFINISI
Keperawatan Kesehatan Komunitas lansia adalah pelayanan keperawatan
profesional yang ditujukan kepada masyarakat khususnya lansia dengan penekanan
pada kelompok resiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal
melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan, dengan menjamin agar
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dapat terjangkau, dan melibatkan klien sebagai
mitra dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan/ keperawatan
(Nugroho, 2000).

B. Strategi pelaksanaan keperawatan komunitas


Yang dapat digunakan dalam perawatan kesehatan masyarakat (Mubarak, 2006)
adalah :
a. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan
dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga
masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa
melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan
yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan,
dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan
ingin hidup sehat. Menurut Notoatmodjo pendidikan kesehatan adalah suatu
penerapan konsep pendidikan di dalam bidang kesehatan
b. Proses Kelompok (Group Process)
Bidang tugas perawat komunitas tidak bisa terlepas dari kelompok
masyarakat sebagai klien termasuk sub-sub sistem yang terdapat di dalamnya,
yaitu: individu, keluarga, dan kelompok khusus. Perawat spesialis komunitas
dalam melakukan upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status
kesehatan masyarakat dapat menggunakan alternatif model pengorganisasian
masyarakat, yaitu : perencanaan sosial, aksi sosial atau pengembangan
masyarakat.

2
c. Kerjasama atau Kemitraan (Partnership)
Kemitraan adalah hubungan atau kerjasama antara dua pihak atau
lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan atau
memberikan manfaat. Partisipasi klien/masyarakat dikonseptualisasikan
sebagai peningkatan inisiatif diri terhadap segala kegiatan yang memiliki
kontribusi pada peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Kemitraan antara
perawat komunitas dan pihak-pihak terkait dengan masyarakat digambarkan
dalam bentuk garis hubung antara komponen-komponen yang ada. Hal ini
memberikan pengertian perlunya upaya kolaborasi dalam mengkombinasikan
keahlian masing-masing yang dibutuhkan untuk mengembangkan strategi
peningkatan kesehatan masyarakat.
d. Pemberdayaan (Empowerment)
Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses
pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi
transformatif kepada masyarakat, antara lain: adanya dukungan,
pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk
pengetahuan baru.

C. PENGERTIAN LANSIA
Usia lanjut juga dapat dikatakan sebagai usia emas karena tidak semua orang
dapat mencapai usia lanjut tersebut, maka jika seseorang telah berusia lanjut akan
memerlukan tindakan keperawatan yang lebih, baik yang bersifat promotif maupun
preventif, agar ia dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usila yang berguna
dan bahagia (Nugroho, 2000).
Ada juga beberapa pengertian lansia menurut para ahli. Berikut ini beberapa
pengertian lansia menurut beberapa ahli:
1. Pengertian Lansia menurut Smith (1999): Lansia terbagi menjadi tiga, yaitu :
Young old (65-74 tahun); Middle old (75-84 tahun); dan Old (lebih dari 85
tahun).
2. Pengertian Lansia menurut Setyonegoro : Lansia adalah orang yang berusia
lebih dari 65 tahun. Selanjutnya terbagi ke dalam 70-75 tahun (young old); 75-
80 tahun (old); dan lebih dari 80 tahun (very old).
3. Pengertian Lansia menurut UU No. 13 Tahun 1998: Lansia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

3
4. Pengertian Lansia menurut WHO: Lansia adalah pria dan wanita yang telah
mencapai usia 60-74 tahun.
5. Pengertian Lansia menurut Sumiati AM: Seseorang dikatakan masuk usia
lansia jika usianya telah mencapai 65 tahun ke atas.

D. BATASAN USIA LANJUT


Ada beberapa standar atau batasan lansia, antara lain :
1. Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan.
Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut
usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lanjut usia (elderly) = antara 60 sampai 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) = antara 75 sampai 90 tahun.
d. Sangat tua (very old) = diatas 90 tahun.
2. Batasan umur lansia menurut Menurut Setyonegoro :
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun
b. Usia dewasa penuh (midlle years) atau maturitas usia 25-60/65
tahun
c. Lanjut usia (geriatric age) usia ≥ 65 / 70 tahun, terbagi atas :
- Young old (usia 70-75)
- Old (usia 75-80)
- Very old (usia >80 tahun).
3. Batasan umur lansia menurut Menurut Bee
Menurut Bee (1996) bahwa tahapan masa dewasa adalah sebagai berikut :
a. Masa dewasa muda (usia 18-25 tahun)
b. Masa dewasa awal (usia 26-40 tahun)
c. Masa dewasa tengah (usia 41-65 tahun)
d. Masa dewasa lanjut (usia 66-75 tahun)
e. Masa dewasa sangat lanjut (usia > 75 tahun).
4. Batasan umur lansia di Indonesia
Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia yaitu 60 tahun ke atas,
dimana ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab1 Pasal 1 Ayat 2. Menurut Undang-

4
Undang tersebut di atas, lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita.

E. KARAKTERISTIK LANSIA
Menurut Butler dan Lewis, terdapat berbagai karakteristik lansia yang bersifat
positif (Nugroho, 2000). Beberapa di antaranya adalah:
1) Keinginan untuk meninggalkan warisan
2) Fungsi sebagai seseorang yang dituakan
3) Kelekatan dengan objek-objek yang dikenal
4) Perasaan tentang siklus kehidupan
5) Kreativitas
6) Rasa ingin tahu dan kejutan (surprise)
7) Perasaan tentang penyempurnaan atau pemenuhan kehidupan
8) Konsep diri dan penerimaan diri
9) Kontrol terhadap takdir
10) Orientasi ke dalam diri.
Beberapa karakteristik lansia untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan
lansia (Maryam, 2008) adalah:
1) Jenis kelamin: Terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan
yang berbeda antara lansia laki-laki dan perempuan. Misalnya lansia laki-
laki dihadapkan dengan hipertropi prostat, maka perempuan mungkin
dengan osteoporosis.
2) Status perkawinan: Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda
atau duda akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik
maupun psikologis.
3) Living arrangement : misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau
bersama istri, anak atau keluarga lainnya.
a. Tanggungan keluarga: masih menangung anak atau anggota
keluarga.
b. Tempat tinggal: rumah sendiri, tinggal bersama anak. Dengan ini
kebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian keluarganya, baik
lansia sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga anaknya.
Namun akan cenderung bahwa lansia akan di tinggalkan oleh
keturunannya dalam rumah yang berbeda.

5
4) Kondisi kesehatan
a. Kondisi umum: Kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada
orang lain dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi, buang air
besar dan kecil.
b. Frekuensi sakit: Frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi
tidak produktif lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain.
5) Keadaan ekonomi
a. Sumber pendapatan resmi: Pensiunan ditambah sumber
pendapatan lain kalau masih bisa aktif.
b. Sumber pendapatan keluarga: Ada bahkan tidaknya bantuan
keuangan dari anak atau keluarga lainnya atau bahkan masih ada
anggota keluarga yang tergantung padanya.
c. Kemampuan pendapatan: Lansia memerlukan biaya yang lebih
tinggi, sementara pendapatan semakin menurun. Status ekonomi
sangat terancam, sehinga cukup beralasan untuk melakukann
berbagai perubahan besar dalam kehidupan, menentukan kondisi
hidup yang dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik.

F. MASALAH KESEHATAN LANSIA


Ketika seseorang telah memasuki usia lanjut (lansia) seluruh fungsi fisiologis
tubuhnya berubah dan berbagai penyesuaian harus dilakukan untuk menjaga kondisi
tetap sehat. Kelompok usia ini semakin meningkat jumlah populasinya di seluruh
dunia yang berarti usia harapan hidup yang bertambah namun juga berarti dalam
beberapa tahun ke depan proporsi penduduk dunia dalam jumlah cukup besar adalah
mereka yang berada di usia lanjut. Hal ini dapat menjadi suatu masalah apabila kaum
lansia tidak mendapatkan perhatian khusus sedari awal. Mereka yang menginjak usia
lanjut tidak lagi berada pada usia produktif dalam hidupnya dan akan memiliki tingkat
kemandirian yang semakin rendah (ketergantungan akan orang lain) seiring dengan
bertambahnya masalah kesehatan yang mereka miliki. Beberapa masalah yang sering
ditemukan pada lansia mencakup: malnutrisi, penyakit kronis, penurunan kognitif dan
disabilitas. Penyakit kronis yang sering dialami lansia contohnya adalah hipertensi,
penyakit cardiovasculer, dan diabetes serta komplikasinya (Maryam, 2008).

6
1. Masalah gizi pada lansia.
Semakin dini kita memperhatikan masalah gizi pada seseorang akan
semakin optimal pula status gizi dan kesehatan kita hingga usia lanjut nantinya.
Pada lansia, masalah gizi yang dihadapi di usia produktif dapat menimbulkan
penyakit kronis hingga komplikasi beberapa penyakit. Selain dampak kronis,
biasanya lansia akan mengalami malnutrisi atau status gizi buruk oleh karena
tidak tercapainya kebutuhan gizi yang adekuat. Pencapaian kebutuhan gizi pada
lansia memiliki faktor-faktor penghambat, antara lain fungsi fisiologis yang
berubah pada organ pencernaan, seperti : penurunan ukuran liver, stabilisasi dan
absorpsi kolesterol yang kurang efisien, fibrosis dan atrofi kelenjar saliva,
pengurangan otot cerna di usus, berkurangnya kecepatan pengososngan perut,
penurunan sekresi lambung. Beberapa perubahan tersebut berakibat langsung
terhadap penurunan nafsu makan hingga anorexia pada lansia. Keterbatasan
fisik/disabilitas juga menjadi hambatan karena lansia mengalami kesulitan untuk
memperoleh makanan secara mandiri (asupan menjadi inadekuat). Status gizi
yang adekuat dan dijaga dengan baik dapat menjadi faktor penting baik untuk
mencegah maupun mengatasi penyakit kronis. Status gizi pada lansia juga sangat
erat kaitannya dengan fungsi imunitas yang dapat mendukung proses
penyembuhan dan pencegahan penyakit infeksi (Setiabudhi, 2000).
2. Hipertensi pada lansia.
Prevalensi penderita hipertensi meningkat seiring meningkatnya populasi
lansia di dunia. Nilai tekanan darah yang tergolong dalam kondisi hipertensi
adalah ≥ 140 mmHg untuk sistolik dan ≥ 90 mmHg untuk diastolik. Salah satu
penelitian yang dikembangkan di Amerika, Eropa, Cina dan Tunisia
membuktikan bahwa terapi antihipertensi sedini mungkin dapat memberikan
manfaat kesehatan bagi lansia terutama mereka yang berusia di atas 80 tahun.
Manfaat kesehatan yang didapat dari pengobatan antihipertensi pada lansia
berkaitan dengan resiko seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung hingga
kematian. Resiko stroke dapat turun sebesar 28% dan resiko komplikasi penyakit
jantung dapat turun hingga 15% dengan pengobatan antihipertensi pada lansia.
Pemeriksaan tekanan darah secara rutin dan terapi antihipertensi yang terbaik
adalah dengan mentargetkan penurunan tekanan darah hingga mencapai ≤150
mmHg.

7
3. Diabetes Melitus.
DM merupakan salah satu penyakit kronis yang sering dialami oleh lansia.
Beberapa penelitian yang terdahulu seringkali berfokus pada tekanan darah,
kolesterol dan kontrol gula darah untuk mencegah terjadinya komplikasi pada
penderita diabetes. Namun bagaimana pencegahan dan penanganan diterapkan
dalam golongan lansia belum begitu jelas, maka sebuah penelitian di Amerika
melakukan evaluasi hubungan antara kualitas hidup lansia dengan komplikasi
diabetes. Penelitian ini menemukan bahwa kualitas hidup lansia yang memiliki
diabetes amat penting untuk diperhatikan karena dapat mencegah timbulnya
komplikasi diabetes. Yang dimaksud dengan kualitas hidup adalah antara lain:
fungsi fisik, keterbatasan aktivitas karena gangguan fisik, rasa nyeri pada tubuh,
vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan aktivitas emosional, kesehatan mental dan
persepsi kesehatan secara umum. Selain kualitas hidup, mengatasi sindroma
geriatri dan mencegah hipoglikemia juga menjadi prioritas utama dalam
mencegah komplikasi diabetes pada lansia (Setiabudhi, 2000).
4. Disabilitas karena lumpuh dan cacat fisik.
Hal ini sering ditemukan pada lansia dan hal ini turut mempengaruhi
kemandirian untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari termasuk pemenuhan
kebutuhan gizi. Resiko disabilitas meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Yang dimaksud dengan disabilitas adalah kondisi di mana seseorang mengalami
hambatan dalam mobilitas, aktivitas dasar dan aktivitas sehari-hari. Disimpulkan
bahwa lansia dengan tiga perilaku tidak sehat memiliki resiko untuk mengalami
disabilitias 2,5 kali lipat dibandingkan lansia dengan kebiasaan hidup yang sehat.
Maka sebaiknya memang sedini mungkin kita melakukan peningkatan kualitas
hidup dengan melakukan aktivitas fisik rutin, menjaga pola makan agar sesuai
kaidah gizi seimbang dan menghindari kebiasaan merokok. Selain perilaku hidup
sehat, bagaimana secara mental dan sosial lansia berinteraksi juga ternyata dapat
menentukan resiko kematian mereka. Penelantaran terhadap diri akibat fungsi
kognitif dan fisik pada lansia yang terbatas dapat meningkatkan resiko mortalitas.
Kasus penelantaran atau bahkan penyiksaan yang dialami lansia hingga kini
kurang mendapatkan perhatian terutama pada negara dengan populasi lansia yang
semakin meningkat di dunia ini (Setiabudhi, 2000).

8
G. INDIKATOR DERAJAT KESEHATAN LANSIA
Menurut Departemen Kesehatan (2007), dikatakan bahwa sesuai target yang
sudah ditetapkan oleh pemerintah bahwa indicator derajat kesehatan pada lansia
dibagi menjadi 2 bagian, antara lain :
1. Pelayanan medis
a. Skrining kesehatan pada 30% pra lasia
b. Skrining kesehatan pada 30% lanjut lasia
c. Skrining kesehatan pada 100% lansia di panti werdha
d. 30% Puskesmas melakukan konseling lanjut usia
2. Kegiatan non medis
a. 70% Puskesmas membina kelompok usia lanjut
b. 50% Desa mempunyai kelompok lanjut usia
c. 50% Kelompok usia melaksanakan senam lansia.
Pelayanan kesehatan usia lanjutan adalah bentuk pelayanan kesehatan bagi
mereka yang berusia lebih dari 60 tahun atau lebih meliputi kesehatan jasmani, rohani
maupun sosialnya melalui seluruh upaya kesehatan terutama upaya promotif,
preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif serta pelayanan rujukan
kepada para pasien usia lanjut. Jenis pelayanan kesehatan usia lanjut yang dapat
diberikan kepada usia lanjut dikelompokan sebagai berikut :
1) Activity Daily Living (ADL) meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti
makan/minum, berjalan, naik tangga, mandi, berpakaian, eliminasi, dan
sebagainya.
2) Pemeriksaan status mental, pemeriksaan ini berhubungan dengan mental
emosional, dengan menggunakan pedoman Kuasioner Status Mental pada
KMS
3) Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran
tinggi badan dan di catat dalam Indeks Masa Tubuh (IMT)
4) Pengukuran tekanan darah
5) Pemeriksaan laboratorium, meliputi :
a. Hemoglobin, dengan menggunakan Sahli, Talquis atau Cuprisulfat
b. Protein urine, untuk mendeteksi adanya zat putih telur (protein) dalam
urine sebagai indikasi adanya penyakit ginjal
c. Reduksi urine, untuk memeriksa adanya gula dalam air seni sebagai
deteksi awal adanya penyakit DM.

9
6) Rujukan ke puskesmas
7) Penyuluhan
8) Kunjungan rumah (Public Health Nursing)
9) PMT
10) Kegiatan olah raga; senam, gerak jalan.
Sementara itu, untuk pelayanan luar gedung diantaranya melalui Posbindu.
Posbindu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masayarakat
(UKBM) yang dibentuk oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan kebutuhan
masyarakat itu sendiri, khususnya penduduk usia lanjut (Depkes, 2007).
Tujuan diadakan Posbindu adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam sastra
kemasyarakatan. Fungsi dan tugas pokok dari posbindu yaitu membina lansia supaya
tetap sehat, produktif dan mandiri selama mungkin serta melakukan upaya rujukan
bagi yang membutuhkan (Depkes, 2007).
Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam pembentukan posbindu
misalnya mengembangkan kelompok-kelompok yang sudah ada seperti kelompok
pengajian, kelompok jemaat gereja, kelompok arisan usia lanjut, dan lain-lain.
Pembentukan Posbindu dapat juga menggunakan pendekatan Pembangunan
Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD).
Pelayanan kesehatan di Posbindu meliputi : pemeriksaan kesehatan fisik dan
mental emosional Kartu Menuju Sehat (KMS) usia lanjut sebagai alat pencatat dan
pemantau untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (Deteksi dini).

H. PROGRAM PEMERINTAH UNTUK LANSIA


1. Pembinaan Lansia
Upaya kesehatan usia lanjut adalah upaya kesehatan paripurna dasar
dan menyeluruh di bidang kesehatan usia lanjut yang meliputi peningkatan
kesehatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Tempat pelayanan
kesehatan tersebut bisa dilaksanakan di Puskesmas-Puskesmas ataupun
Rumah Sakit serta Panti-panti dan Institusi lainya. Tekhnologi tepat guna
dalam upaya kesehatan usia lanjut adalah tekhnologi yang mengacu pada masa
usia lanjut setempat, yang didukung oleh sumber daya yang tersedia di

10
masyarakat, terjangkau oleh masyarakat diterima oleh masyarakat sesuai
dengan azas manfaat (Nugroho, 2000).
Peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan usia lanjut adalah peran
serta masyarakat baik sebagai pemberi pelayanan kesehatan maupun penerima
pelayanan yang berkaitan dengan mobilisasi sumber daya dalam pemecahan
masalah usia lanjut setempat dan dalam bentuk pelaksanan pembinaan dan
pengembangan upaya kesehatan usia lanjut setempat.
Tujuan dan sasaran pembinaan (Maryam, 2008) antara lain :
a. Tujuan Umum
Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk
mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam strata
kemasyarakatan.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatkan kesadaran pada usia lanjut untuk membina sendiri
kesehatannya.
2) Meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat termasuk
keluarganya dalam menghayati dan mengatasi kesehatan usia
lanjut.
3) Meningkatkan jenis dan jangkauan kesehatan usia lanjut.
4) Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut.
c. Sasaran pembinaan secara langsung
1) Kelompok usia menjelang usia lanjut (45-54 tahun) atau dalam
virilitas keluarga maupun masyarakat luas.
2) Kelompok usia lanjut dalam masa prasenium (55-64 tahun) dalam
keluarga, organisasi masyarakat usia lanjut dan masyarakat
umumnya.
3) Kelompok usia lanjut dalam masa senescens (> 65 tahun) dan usia
lanjut dengan resiko tinggi (lebih dari 70 tahun) hidup sendiri,
terpencil, hidup dalam panti, penderita penyakit berat, cacat dan
lain-lain.
d. Sasaran pembinaan tidak langsung
1) Keluarga dimana usia lanjut berada

11
2) Organisasi sosial yang bergerak di dalam pembinaan kesehatan
usia lanjut
3) Masyarakat luas.

2. Kebijakan Depkes dalam pembinaan lansia.


Kebijakan Depkes dalam pembinaan lansia merupakan bagian dari
pembinaan keluarga. Pembinaan kesehatan keluarga ditujukan kepada upaya
menumbuhkan sikap dan perilaku yang akan menumbuhkan kemampuan
keluarga itu sendiri untuk mengatasi masalah kesehatan dengan dukungan dan
bimbingan tenaga profesional, menuju terwujudnya kehidupan keluarga yang
sehat. Juga kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga
sehat kecil, bahagia dan sejahtera.
Kebijakan dimaksudkan untuk mendukung keluarga agar dapat
melaksanakan fungsi keluarga secara optimal, dilakukan dengan cara:
peningkatan kualitas hidup lansia agar tetap produktif dan berguna bagi
keluarga dan masyarakat dengan pemberian kesempatan untuk berperan dalam
kehidupan keluarga (Juniati, 2001).
Dasar Hukum dan pengembangan program Pembinaan Kesehatan Usia
(Setiabudhi, 2000) lanjut yaitu :
1) UU No. 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan bagi Orang Jompo
2) UU No.6 tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial
3) UU No.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
4) UU No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera
5) UU No.11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun
6) UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
7) PP No.21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga
Sejahtera
8) PP No.27 tahun 1994 tentang Pengelolaan Perkembangan
Kependudukan
9) UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia (tambahan
lembaran negara Nomor 3796) sebagai pengganti UU No.4 tahun 1965
tentang Pemberian Bantuan bagi Orang Jompo.

12
10) UU No. 13 tahun 1998 ini berisikan antara lain :
- Hak, kewajiban, tugas, serta tanggung jawab pemerintah,
masyarakat, dan kelembagaan.
- Upaya pemberdayaan
- Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lansia potensial dan
tidak potensial
- Pelayanan terhadap lansia
- Perlindungan social
- Bantuan sosial
- Koordinasi
- Ketentuan pidana dan sanksi administrasi
- Ketentuan peralihan.

3. Kegiatan-kegiatan dalam Pembinaan Lansia


Pelayanan usia lanjut ini meliputi kegiatan upaya-upaya (Maryam,
2008) antara lain:
a. Upaya promotif
Menggairahkan semangat hidup bagi usia lanjut agar mereka tetap
dihargai dan tetap berguna baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun
masyarakat. Upaya promotif dapat berupa kegiatan penyuluhan, dimana
penyuluhan masyarakat usia lanjut merupakan hal yang penting sebagai
penunjang program pembinaan kesehatan usia lanjut yang antara lain
adalah :
- Kesehatan dan pemeliharaan kebersihan diri serta deteksi dini,
penurunan kondisi kesehatannya, teratur dan berkesinambungan
memeriksakan kesehatannya ke Puskesmas atau Instansi pelayanan
kesehatan lainnya.
- Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan
kemampuan usia lanjut agar tetap merasa sehat dan segar.
- Diet seimbang atau makanan dengan menu yang mengandung gizi
seimbang.
- Pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.

13
- Membina ketrampilan agar dapat mengembangkan kegemaran atau
hobinya secara teratur dan sesuai dengan kemampuannya.
- Meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat atau mengadakan
kelompok sosial.
- Hidup menghindarkan kebiasaan yang tidak baik seperti merokok,
alkhohol, kopi , kelelahan fisik dan mental.
- Penanggulangan masalah kesehatannya sendiri secara benar.
b. Upaya preventif
Upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit
maupun komplikasi penyakit yang disebabkan oleh proses ketuaan.
Upaya preventif dapat berupa kegiatan :
- Pemeriksaan kesehatan secara berkala dan teratur untuk
menemukan secara dini penyakit-penyakit usia lanjut.
- Kesegaran jasmani yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan
dengan kemampuan usia lanjut serta tetap merasa sehat dan bugar.
- Penyuluhan tentang penggunaan berbagai alat bantu misalnya
kacamata, alat bantu pendengaran agar usia lanjut tetap dapat
memberikan karya dan tetap merasa berguna.
- Penyuluhan untuk pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya
kecelakaan pada usia lanjut.
- Pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
c. Upaya kuratif
Upaya pengobatan pada usia lanjut, dapat berupa kegiatan:
- Pelayanan kesehatan dasar
- Pelayanan kesehatan spesifikasi melalui sistem rujukan.
d. Upaya rehabilitative
Upaya mengembalikan fungsi organ yang telah menurun, dapat
berupa kegiatan :
- Memberikan informasi, pengetahuan dan pelayanan tentang
penggunaan berbagai alat bantu misalnya alat pendengaran dan
lain-lain, agar usia lanjut dapat memberikan karya dan tetap
merasa berguna sesuai kebutuhan dan kemampuan.

14
- Mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri dan memperkuat
mental penderita.
- Pembinaan usia dan hal pemenuhan kebutuhan pribadi , aktifitas di
dalam maupun di luar rumah.
- Nasihat cara hidup yang sesuai dengan penyakit yang diderita.
- Perawatan fisioterapi.
Disamping upaya pelayanan diatas dilaksanakan, yang tidak kalah
penting adalah penyuluhan kesehatan masyarakat yang merupakan bagian
integral daripada setiap program kesehatan. Adapun tujuan khusus program
penyuluhan kesehatan masyarakat pada usia lanjut (Maryam, 2008) ditujukan
kepada :
a. Kelompok usia lanjut itu sendiri
b. Kelompok keluarga yang memiliki usia lanjut
c. Kelompok masyarakat lingkungan usia lanjut
d. Penyelenggaraan kesehatan
e. Lintas sektoral (Pemerintah dan swasta).
Sedangkan penyuluhan kesehatan masyarakat pada usia lanjut
(Setiabudhi, 2000) terdiri dari :
1) Komponen penyebarluasan informasi kesehatan dengan melakukan
kegiatan:
a. Mengembangkan, memproduksi dan menyebarluaskan bahan-
bahan penyuluhan kesehatan masyarakat usia lanjut.
b. Meningkatkan sikap, kemampuan dan motivasi petugas
puskesmas dan rujukan serta masyarakat di bidang kesehatan
masyarakat usia lanjut.
c. Melengkapi puskesmas dan rujukannya dengan sarana dan
bahan penyuluhan.
d. Meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak termasuk
media masa agar pesan kesehatan masyarakat usia lanjut
menjadi bagian integral.
e. Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat umum dan
kelompok khusus seperti daerah terpencil, transmigrasi dan
lain-lain.

15
f. Melaksanakan pengkajian dan pengembangan serta
pelaksanaan tekhnologi tepat guna di bidang penyebarluasan
informasi.
g. Melaksanakan evaluasi secara berkala untuk mengukur dampak
serta meningkatkan daya guna dan hasil guna penyuluhan.
h. Menyebarluaskan informasi secara khusus dalam keadaan
darurat seperti wabah, bencana alam, kecelakaan.
2) Komponen pengembangan potensi swadaya masyarakat di bidang
kesehatan dengan kegiatan antara lain:
a. Mengembangkan sikap, kemampuan dan motivasi petugas
Puskesmas dan pengurus LKMD dalam mengembangkan
potensi swadaya masyarakat di bidang kesehatan.
b. Melaksanakan kemampuan dan motivasi terhadap kelompok
masyarakat termasuk swasta yang melaksanakan
pengembangan potensi swadaya masyarakat dibidang
kesehatan usia lanjut secara sistematis dan berkesinambungan.
c. Mengambangkan, memporoduksi dan menyebarluaskan
pedoman penyuluhan kesehatan usia lanjut untuk para
penyelenggara penyuluhan, baik pemerintah maupun swasta.
3) Komponen pengembangan penyelengaraan penyuluhan dengan
kegiatan :
a. Menyempurnakan kurikulum penyuluhan kesehatan usia lanjut
di sekolah-sekolah kesehatan.
b. Melengkapi masukan penyuluhan pada usia lanjut.
c. Menyusun modul pelatihan khusus usia lanjut untuk aparat di
berbagai tingkat.
Adapun langkah-langkah dari penyuluhan yang perlu diperhatikan
(Setiabudhi, 2000) adalah sebagai berikut:
1) Perencanaan sudah dimulai dengan kegiatan tersebut diatas, dimana
masalah kesehatan, masyarakat usia lanjut dan wilayahnya jelas sudah
diketahui.
2) Pelaksanaan penyuluhan kesehatan masyarakat usia lanjut harus
berdaya guna serta berhasil.

16
3) Merinci tujuan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang
yang harus jelas, realistis dan bisa diukur.
4) Jangkauan penyuluhan harus dirinci, pendekatan ditetapkan dan
dicapai lebih objektif, rasional hasil sasarannya.
5) Penyusunan pesan-pesan penyuluhan.
6) Pengembangan peran serta masyarakat, kemampuan penyelenggaraan
benar-benar tepat guna untuk dipergunakan.
7) Memilih media atau saluran untuk mengembangkan peran serta
masyarakat dan kemampuan penyelenggaranan.

4. Posyandu Lansia
1) Pengertian
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk
masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati,
yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan
pelayanan kesehatan. Posyandu lansia merupakan pengembangan dari
kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang
penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan
peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi
sosial dalam penyelenggaraannya (R.Fallen dan Budi Dwi, 2010).
2) Tujuan Posyandu Lansia adalah :
a. Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara
lain: Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di
masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan kebutuhan lansia.
b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta
masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan di samping
meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.
3) Sasaran posyandu lansia adalah :
a. Sasaran langsung :
- Pra usia lanjut (45-59 tahun)
- Usia lanjut (60-69 tahun)

17
- Usia lanjut risiko tinggi: usia lebih dari 70 tahun atau
usia lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan.
b. Sasaran tidak langsung :
- Keluarga dimana usia lanjut berada
- Masyarakat tempat Usila berada
- Organisasi sosial
- Petugas kesehatan
- Masyarakat luas.
4) Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia.
Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja,
pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung
pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah
kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan
posyandu lansia sistem 5 meja seperti posyandu balita, ada juga hanya
menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai
berikut :
a. Meja I : Pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat
badan dan tinggi badan.
b. Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan,
indeks massa tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seperti
pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di
meja-II ini.
c. Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling,
disini juga bisa dilakukan pelayanan pojok gizi.
5) Kendala Pelaksanaan Posyandu Lansia.
Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan
posyandu (R.Fallen dan Budi Dwi, 2010) antara lain :
a. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu.
Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat
diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-
harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan
mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat
dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang

18
melekat pada lansia tersebut. Dengan pengalaman ini,
pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar
pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi
mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia.
b. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit
dijangkau.
Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah
menjangkau posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau
kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan atau kekuatan
fisik. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini
berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi
lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk
menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan
kelelahan atau masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat
mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti
kegiatan posyandu. Dengan demikian, keamanan ini merupakan
faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri
posyandu lansia.
c. Kurangnya dukungan keluarga.
Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong
minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu
lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia
apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau
mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa
jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi segala
permasalahan bersama lansia.
d. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu.
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas
merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk
mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut,
lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan
yang diadakan di Posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami
karena sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk
bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan merupakan

19
kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara
tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang
menghendaki adanya suatu respon.
6) Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia.
Pelayanan Kesehatan di Posyandu lansia meliputi pemeriksaan
kesehatan fisik dan mental emosional yang dicatat dan dipantau
dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal
penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan
yang dihadapi.
Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di
Posyandu Lansia seperti :
a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan
dasar dalam kehidupan seperti makan/minum, berjalan, mandi,
berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan
sebagainya.
b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan
dengan mental emosional dengan menggunakan pedoman
metode 2 (dua) menit.
c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks massa
tubuh (IMT).
d. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan
stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.
e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau
cuprisulfat
f. Pemeriksaan adanya gula dalam urine sebagai deteksi awal
adanya penyakit gula (Diabetes Melitus).
g. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam urine
sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.
h. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan
atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7.
i. Penyuluhan Kesehatan.

20
Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan
kondisi setempat seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lanjut usia dan
kegiatan olahraga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai untuk
meningkatkan kebugaran.
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia
dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan
(gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku
pencatatan kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukur tinggi
badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana,
termometer, Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia.

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


Keperawatan komunitas merupakan bentuk pelayanan asuhan keperawatan
yang memfokuskan asuhan keperawatan pada pemenuhan kebutuhan dasar komunitas
yang berkaitan dengan ketidakmampuan masyarakat, ketidakmauan masyarakat dan
ketidaktahuan masyarakat (Mubarak, 2009). Tahap asuhan keperawatan komunitas
adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian komunitas terdiri dari inti komunitas yaitu demografi,
populasi, nilai-nilai keyakinan, riwayat individu termasuk riwayat kesehatan
yang dipengaruhi oleh sub sistem komunitas yang terdiri dari fisik,
lingkungan, perumahan, pendidikan, keselamatan, transportasi, politik
pemerintah, kesehatan dan pelayanan sosial, komunitas, ekonomi dan rekreasi.
Semua aspek ini dikaji melalui pengamatan langsung, penggunaan data
statistik, angket wawancara dengan masyarakat, tokoh agama, dan aparat
pemerintah setempat (Anderson, 2007).
2. Analisa Data dan Perumusan Diagnosa
Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang
dicari, kemudian data dikelompokkan dan dianalisa seberapa besar stressor
yang mengancam masyarakat dan seberapa besar reaksi yang timbul pada
kelompok komunitas tersebut.
Setelah data dianalisa, maka dapat terlihat data senjang yang menuju
pada suatu permasalahan. Masalah keperawatan tersebut dijadikan sebagai

21
dasar untuk menentukan diagnosa keperawatan komunitas, dimana terdiri dari:
masalah kesehatan, karakteristik populasi dan lingkungan, dan diagnosa yang
dirumuskan dapat berupa aktual, resiko atau potensial (Anderson, 2007).
3. Perencanaan
Strategi intervensi keperawatan komunitas mencakup aspek primer,
sekunder, dan tersier melalui pendidikan kesehatan, kerja sama, proses
kelompok serta mendorong peran serta masyarakat dalam memecahkan
masalah kesehatan yang dihadapi, yang akhirnya dapat menimbulkan
kemandirian masyarakat, maka diperlukan pengorganisasian masyarakat yang
dirancang untuk membuat sebuah perubahan. Pendekatan pengorganisasian
yang digunakan untuk merumuskan perencanaan adalah Locality development
(pengembangan masyarakat) berdasarkan sumber daya yang dimiliki serta
mampu mengurangi hambatan yang ada (Mubarak, 2009).
4. Implementasi
Fokus pelaksanaan praktek keperawatan komunitas memiliki 3
tingakatan pencegahan (Anderson, 2007) yaitu :
a. Primer
Pencegahan sebelum sakit dan difokuskan pada populasi sehat
mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum dan perlindungan
khusus terhadap penyakit. Contoh imunisasi, penyuluhan, simulasi dan
bimbingan dini dalam keluarga dan lain-lain.
b. Sekunder
Pencegahan yang dilakukan pada saat terjadinya perubahan
derajat kesehatan masyarakat dan ditemukan masalah kesehatan.
Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini untuk
menghambat proses penyakit, contohnya; mengkaji keterbelakangan
tumbuh kembang anak, memotivasi keluarga untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan seperti mata, gigi, telinga, dan lain sebagainya.
c. Pencegahan Tersier
Kegiatan yang menekankan pengembalian individu pada
tingkat berfungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga,
contoh; membantu keluarga yang mempunyai lansia dengan
kelumpuhan anggota gerak untuk latihan secara teratur, lansia dengan

22
penyakit kronis yang mengancam seperti stroke untuk mendapatkan
perawatan yang lebih baik.
5. Evaluasi
Merupakan penilaian terhadap program yang telah dilaksanakan
dibandingkan dengan tujuan semula dan dijadikan dasar untuk memodifikasi
rencana berikutnya. Evaluasi dilakukan dalam tiga tahap yaitu evaluasi
struktur, evaluasi proses, dan evaluasi hasil (Anderson, 2007).

23
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
PADA KELOMPOK LANSIA DENGAN HIPERTENSI
DI RW 04 DUSUN MIJEN KEL. GEDANGANAK / KEC. UNGARAN TIMUR

A. PENGKAJIAN
Aspek yang dikaji pada lansia

N Aspek yg
Sub aspek Data yang diperoleh Metode Sasaran / Sumber
o dikaji
1 Jumlah - Jumlah lansia (usia ≥ 60 tahun) - 56 orang lansia Wawancara dan - Sasaran :
di RW 04 (RT 1, 2, 3, 4, 5) Data Sekunder lansia dengan
Dusun Mijen hipertensi.
- Jumlah lansia dengan hipertensi - 20 orang - Sumber :
di RW 04 lansia, kader
- Jumlah lansia hipertensi yang - 2 orang posyandu
mengalami komplikasi (stroke) kesehatan, ketua
di RW 04 RW 04 dusun
- Aktifitas lansia hipertensi di - Sebagian besar lansia hipertensi di Mijen dan Bidan
RW 04. RW 04 berada dirumah dengan desa.
mengasuh cucunya dan pensiunan.

24
2 Layanan - Kegiatan yang dilakukan di - Di dusun Mijen RW 04 terbentuk Wawancara dan - Sasaran :
kesehatan RW 04 (RT 1, 2, 3, 4, 5) posyandu kesehatan yang diadakan Data Sekunder posyandu lansia.
setiap sebulan sekali pada hari - Sumber : kader
Selasa minggu ke tiga, pelaksanaan posyandu
kegiatannya adalah memberikan kesehatan,
pelayanan kesehatan pada bayi, lansia, ketua
balita, orang dewasa dan lansia. RW 04 dusun
- Kader kesehatan untuk lansia di - Ada 8 orang kader untuk posyandu Mijen.
RW 04 kesehatan di RW 04 dan belum ada
kegiatan pembinaan kader untuk
pencegahan lansia dengan masalah
hipertensi.
- Posyandu kesehatan lansia - Posyandu kesehatan sudah berjalan
berjalan dengan baik atau tidak dengan baik, kehadiran posyandu
di RW 04 lansia 25 % dari 56 lansia di RW 04
dikarenakan sebagian besar ada yang
tidak ikut posyandu lansia.
- Jarak rumah lansia dengan - Beberapa lansia yang tidak
pelayanan kesehatan. mengikuti posyandu kesehatan
dikarenakan tidak ada yang
mengantar, tidak bisa berjalan dan

25
malas untuk datang ke posyandu.
Kader posyandu mengatakan sering
mengajak para lansia untuk
mengikuti posyandu lansia, tetapi
lansia mengatakan bahwa lansia
enggan pergi ke posyandu karena
alasan faktor geografis (jarak tempat
tinggal dengan tempat posyandu
yang jauh).

3 Pengetahuan - Apa yang lansia ketahui tentang - Para lansia dengan hipertensi Wawancara - Sasaran : lansia.
penyakit Hipertensi? mengatakan bahwa penyakit - Sumber : kader
hipertensi itu adalah jenis penyakit posyandu dan
dengan gejala yang sering dialami lansia.
oleh lansia itu sendiri adalah
merasakan pusing, kaku pada
tengkuk, dan pandangan kabur.
- Jika lansia sudah tahu, apa yang - Untuk mencegah penyakitnya para
lansia lakukan untuk mencegah lansia hipertensi menghindari
penyakitnya? kegiatan-kegiatan yang berat,
mengkonsumsi obat tekanan darah

26
tinggi setelah berobat ke dokter atau
bidan desa terdekat.
- Bagaimana pengetahuan lansia - Kebanyakan lansia tidak mengetahui
tentang penanganan penyakit tentang diit hipertensi, obat herbal
hipertensi (diit, obat herbal dan dan olahraga yang bisa mengurangi
olahraga yang bisa dilakukan). tekanan darah.
- Apa pernah dilakukan - Penyuluhan kesehatan tentang
sosialisasi atau penyuluhan pencegahan lansia hipertensi secara
kesehatan tentang hipertensi? komprehensif di RW 04 belum
pernah dilakukan.
- Jika pernah, kapan? Oleh siapa? - Kendala utama peningkatan
Dan siapa saja yang hadir? kesehatan lansia adalah ketika lansia
tidak mau untuk pergi ke posyandu
lansia sehingga kesehatan tidak
terpantau. Para lansia langsung pergi
ke dokter atau bidan desa terdekat
jika merasakan sakit sehingga
mereka tidak memanfaatkan
posyandu lansia. Mereka mendapat
informasi tentang hipertensi dari
dokter dan bidan desa saat datang

27
berobat.

4 Kemandirian - Dengan siapa lansia tingggal? - Sebagian besar lansia hipertensi Wawancara - Sasaran :
atau support tinggal dengan keluarga dan anak. Lansia.
system - Bagaimana kemandirian lansia - Sebagian besar lansia hipertensi - Sumber :
memenuhi kebutuhan sehari- masih memiliki kemandirian yang Keluarga dan
hari seperti meliputi makan, bagus, masih dapat mandiri. Lansia.
minum, ke kamar mandi,
berpakaian dan berdandan?
- Dari mana pembiayaan lansia - Lansia tidak dikenakan biaya apapun
ketika sakit? ketika mengikuti posyandu lansia
dan berobat ke puskesmas karena
memiliki kartu berobat (BPJS).

5 Perilaku - Kebiasaan lansia berobat jika - Sebagian besar mengatakan jika Wawancara dan - Sasaran : lansia.
sakit mereka sakit mereka membeli obat Observasi - Sumber : lansia.
di warung atau minum jamu, jika
penyakitnya tidak kunjung sembuh
baru mereka pergi ke puskesmas,
dokter praktek atau bidan desa.

28
- Apa ada lansia hipertensi yang - Sebagian lansia hipertensi memiliki
memiliki kebiasaan hidup tidak riwayat merokok dan tidak ada yang
sehat seperti merokok dan mengkonsumsi minuman keras.
minum-minuman keras?
- Kebiasan mengkonsumsi - Umumnya lansia hipertensi
makanan mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi makanan berminyak/
berlemak dan tinggi garam.
- Bagaimana lansia hipertensi - Lansia hipertensi mengatasi tekanan
menghadapi penyakitnya? darah tingginya dengan minum obat
darah tinggi yang biasa diperoleh
dari dokter atau bidan desa, istrahat
bila merasa pusing dan lelah,
sebagian lansia mengkonsumsi
tanaman herbal seperti mentimun.

6 Riwayat - Adakah saudara lansia yang - Kabanyakan dari lansia menderita Wawancara - Sasaran : lansia
Genetic mengidap penyakit hipertensi? penyakit hipertensi tidak dari faktor - Sumber : lansia.
keturunan melainkan dari gaya hidup
dan kebiasaan lansia.
- Apakah penyakit yang diderita - Dari data yang diperoleh, lansia

29
lansia merupakan keturunan? yang mengidap penyakit hipertensi
karena faktor usia.

30
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN KOMUNITAS

No Masalah Data Penungjang Penyebab Masalah

1 Ketidakefektifan manajemen DS : Berdasarkan hasil wawancara terhadap : Kurang pengetahuan


kesehatan pada lansia di RW - Kader posyandu kesehatan dan Ibu bidan mengatakan penyakit tentang program
04 (RT 1,2,3,4,5) Dusun yang paling banyak dialami lansia adalah penyakit hipertensi. teraupetik.
Mijen. - Sebagian besar lansia hipertensi mengeluh pusing, kaku pada (NANDA, Hal. 162)
(NANDA 00078, Hal. 162) tengkuk dan penglihatan kabur.
- Lansia hipertensi mengatakan kalau muncul gejala tersebut atau
sakit baru pergi berobat ke dokter atau bidan desa terdekat.
- Lansia hipertensi mengatakan kurang tahu tentang penyakit
hipertensi.
- Ibu kader dan Ibu Bidan mengatakan pendidikan kesehatan
mengenai hipertensi hanya diberikan pada saat pasien hipertensi
datang berobat, namun pendidikan kesehatan secara bersama-
sama tentang pencegahan lansia hipertensi secara komprehensif di
RW 04 belum pernah dilakukan.

DO : Berdasarkan hasil data yang diperoleh :


- Jumlah lansia berusia ≥ 60 tahun di RW 04 (RT 1, 2, 3, 4, 5) ada

31
56 orang
- Dari hasil pemeriksaan tekanan darah baru diketahui 20 orang
lansia terkena hipertensi, dimana rata-rata lansia memiliki tekanan
darah sistol diatas 160 mmHg dan diastole di atas 90 mmHg.
- Dari hasil pengkajian didapatkan lebih banyak lansia kurang
memahami tentang penyakit hipertensi, penyebab, tanda dan
gejala, makanan yang harus dikonsumsi dan di hindari serta cara
penanganan hipertensi.

2 Perilaku kesehatan cenderung DS : Berdasarkan hasil wawancara dengan: Kurang pemahaman


berisiko terjadinya - Ibu kader, Ibu bidan dan Bapak Kepala dusun mengatakan dalam penanganan
komplikasi pada lansia di posyandu untuk lansia sudah ada, namun lansia belum maksimal hipertensi.
RW 04 (RT 1,2,3,4,5) Dusun memanfaatkannya. (NANDA, Hal. 160)
Mijen. - Ibu kader mengatakan sering mengajak para lansia untuk
(NANDA 00188, Hal.160) mengikuti posyandu lansia tetapi lansia mengatakan bahwa
engggan pergi ke posyandu karena alasan faktor geografis, tidak
ada yang mengantar.
- Ibu kader mengatakan lansia hipertensi 2 orang sudah mengalami
stroke.
- Lansia hipertensi mengatakan langsung pergi ke dokter atau bidan
desa terdekat jika merasakan sakit dan mendapat informasi

32
tentang hipertensi dari dokter dan bidan desa saat datang berobat.
- Sebagian lansia hipertensi mengatakan memiliki riwayat merokok
dan umumnya lansia hipertensi mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi makanan berminyak atau berlemak dan tinggi
garam.
- Kebanyakan lansia tidak mengetahui tentang diit hipertensi, obat
herbal dan olahraga yang bisa mengurangi tekanan darah.

DO : Berdasarkan hasil data yang diperoleh:


- Dari hasil pemeriksaan tekanan darah diketahui jumlah lansia 20
orang terkena hipertensi.
- Lansia tampak tidak tahu tentang penyakit hipertensi, penyebab,
tanda dan gejala, makanan yang harus dikonsumsi dan di hindari
dan cara penanganan hipertensi.

1. Ketidakefektifan manajemen kesehatan pada lansia di RW 04 (RT 1,2,3,4,5) Dusun Mijen b.d Kurang pengetahuan tentang program
teraupetik.
2. Perilaku kesehatan cenderung berisiko terjadinya komplikasi pada lansia di RW 04 (RT 1,2,3,4,5) Dusun Mijen b.d Kurang pemahaman
dalam penanganan hipertensi.

33
C. PERENCANAAN
1. Prioritas Diagnosa Keperawatan (Wahid, I.M, dkk. 2009)

Kriteria Penapisan
Diagnosa Keperawatan Komunitas
A B C D E F G H I J K L Total
1. Ketidakefektifan manajemen kesehatan pada
lansia di RW 04 (RT 1,2,3,4,5) Dusun Mijen 4 4 3 3 2 3 3 4 3 3 3 3 38

b.d Kurang pengetahuan tentang program


teraupetik.
2. Perilaku kesehatan cenderung berisiko
terjadinya komplikasi pada lansia di RW 04 4 3 3 2 2 3 3 4 3 3 3 3 36

(RT 1,2,3,4,5) Dusun Mijen b.d Kurang


pemahaman dalam penanganan hipertensi.
Keterangan: Skor:
A. Sesuai dengan peran perawat komunitas 1 = sangat rendah
B. Resiko terjadi 2 = rendah
C. Resiko parah 3 = cukup
D. Kemungkinan untuk dilakukan penkes 4 = tinggi
E. Minat masyarakat 5 = sangat tinggi
F. Kesesuaian dengan program pemerintah
G. Kemungkinan untuk diselesaikan
H. Ketersediaan sumber: tempat
I. Ketersediaan sumber: dana
J. Ketersediaan sumber: waktu
K. Ketersediaan sumber: fasilitas
L. Ketersediaan sumber: petugas.

34
2. Rencana Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN RENCANA EVALUASI


STRATEGI INTERVENSI
KEPERAWATAN Jangka Pendek Jangka Panjang Kriteria Standar
Risiko terjadi Setelah diberikan Setelah dilakukan Primer :
peningkatan kejadian pendidikan asuhan 1. Berikan pendidikan kesehatan - Peningkatan - 75% lansia
hipertensi pada lansia kesehatan selama keperawatan pada tentang penyakit hipertensi pengetahuan menyebutkan:
di RW 04 (RT 1x30 menit pada lansia di Dusun (pengertian, penyebab, tanda lansia. 1) Pengertian, tanda
1,2,3,4,5) Dusun lansia hipertensi di Mijen RW 04, dan gejala, serta dampaknya). dan gejala,
Mijen b.d kurangnya Dusun Mijen RW diharapkan di akhir 2. Berikan pendidikan kesehatan penyebab serta
informasi tentang 04, diharapkan: tahun program, tentang makanan yang harus dampak dari
penyakit hipertensi. - Lansia kejadian hipertensi dihindari dan diet yang sehat penyakit hipertensi.
mengetahui pada lansia tidak untuk hipertensi. 2) Jenis makanan
tentang meningkat. 3. Berikan pendidikan kesehatan yang harus
penyakit tentang tanaman herbal yang dihindari, diet yang
hipertensi dan dapat digunakan untuk sehat, pengelolaan
penanganan menurunkan TD. tanaman herbal dan
mandiri 4. Berikan pendidikan tentang olahraga yang baik
dirumah. olahraga yang dilakukan oleh untuk hipertensi.
- Para lansia penderita hipertensi.
aktif mengikuti
penyuluhan

35
tentang Sekunder :
penyakit 1. Bantu kader posyandu kesehatan - Banyak lansia - 85% lansia hadir
hipertensi dan di dusun Mijen RW 04 dalam hadir mengikuti mengikuti
memotivasi rangka memotivasi lansia untuk pendidikan pendidikan
lansia untuk mengikuti penyuluhan yang kesehatan. kesehatan tentang
mengikuti diadakan oleh tenaga kesehatan. masalah
posyandu 2. Bantu kader dan Bidan dalam hipertensi.
lansia. kegiatan posyandu kesehatan
pada lansia di RW 04 Dusun - Peningkatan - 85% lansia
Mijen, seperti mengkaji tekanan jumlah hipertensi
darah. kunjungan lansia mengunjungi
3. Motivasi lansia hipertensi untuk hipertensi di posyandu
melakukan pemeriksaan TD posyandu Dusun kesehatan untuk
secara rutin. Mijen Kel. berobat dan
4. Motivasi keluarga lansia untuk Gedanganak. mengontrol TD.
melakukan pemeriksaan ke
fasilitas kesehatan.

Tersier :
1. Bantu keluarga lansia hipertensi - 65% keluarga
untuk melakukan pemeriksaan lansia hipertensi

36
secara teratur ke posyandu - Peningkatan mengantar klien
kesehatan. jumlah untuk melakukan
kunjungan lansia pemeriksaan rutin
hipertensi di tiap bulan di
posyandu posyandu
kesehatan. kesehatan.

2. Ajarkan teknik nafas dalam - Lansia hipertensi - 100% lansia


pada lansia hipertensi. mempraktekkan dengan hipertensi
teknik nafas melakukan latihan
dalam. nafas dalam.

Keterlibatan lintas sector/program :


Lakukan kerjasama dengan - Kebijakan
puskesmas dan tenaga kesehatan puskesmas dan
lain untuk membantu lansia dalam Bidan desa
mengatasi masalah kesehatan
yang dialami penyakit hipertensi.

37
Peran Serta Masyarakat :
Kerjasama dengan kader - Kebijakan
kesehatan beserta perangkat desa pemerintah desa
untuk mengadakan penyuluhan setempat.
tentang penyakit yang dialami
oleh lansia setiap kali di tempat
posyandu kesehatan lansia.

38
D. PELAKSANAAN

1. Pre Planning

PENYULUHAN HIPERTENSI PADA LANSIA


RW 04 DUSUN MIJEN KEL. GEDANGANAK
Selasa, 18 Oktober 2016

1.1 Latar Belakang


Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah, dimana tekanan sistoliknya di atas
140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Penyebab hipertensi ada 2 yaitu faktor
yang dapat diubah, seperti; kebiasaan hidup yang tidak sehat, dan factor yang tidak
dapat diubah contohnya; keturunan. Perawatan penyakit hipertensi yang tidak baik
dapat menimbulkan komplikasi yaitu stroke. Manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu: mengeluh sakit kepala, pusing, kelelahan, sesak nafas,
mual muntah, epistaksis, pandangan kabur.
Dari hasil pengkajian komunitas kepada lansia dengan hipertensi yang telah
dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2016, didapatkan hasil 20 orang dari jumlah
sampel 56 orang lansia berusia ≥ 60 tahun mengalami masalah hipertensi baik
hipertensi tahap 1 (sistol 140-159 mmHg dan diastol 90-99 mmHg), maupun
hipertensi tahap 2 (sistol Lebih dari 160 mmHg dan diastol lebih dari 100 mmHg).
Dari hasil wawancara dengan ibu kader didapatkan 2 dari 20 lansia hipertensi
sudah mengalami stroke. Hal ini dikarenakan kurang pengetahuan lansia hipertensi
dalam penanganan hipertensi.
Dari kesepakatan bersama dengan Ibu kader kesehatan dan Bapak RW 04
Dusun Mijen Kel. Gedanganak akan dilakukan penyuluhan tentang hipertensi.

1.2 Tujuan
1) Umum :
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 x 30 menit, lansia dapat lebih
memahami perawatan hipertensi dan dapat mengaplikasinnya dalam kehidupan
setiap hari.

39
2) Khusus :
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 x 30 menit, lansia di RW 04
Dusun Mijen Kel. Gedanganak mampu :
a. Menjelaskan pengertian hipertensi
b. Menjelaskan tanda dan gejala hipertensi
c. Menjelaskan penyebab hipertensi
d. Menjelaskan dampak dari hipertensi
e. Menjelaskan penanganan hipertensi.

1.3 Sasaran
20 orang lansia dengan hipertensi di RW 04 Dusun Mijen Kel. Gedanganak.

1.4 Strategi Kegiatan


a. Penyuluhan
b. Diskusi
c. Evaluasi

1.5 Waktu dan Tempat


Hari / Tanggal : Selasa, 18 Oktober 2016
Waktu : 10.00 WIB s.d. selesai
Tempat : TPQ Murtinah RW 04 Dusun Mijen Kel. Gedanganak

1.6 Media dan Alat


a. Leafleat
b. Lembar balik

1.7 Materi
Terlampir

1.8 Rencana Evaluasi


1) Evaluasi Struktur:
a. Mahasiswa membuat pre planning kegiatan 1 hari sebelum pelaksanaan
kegiatan.

40
b. Mahasiswa membuat kontrak waktu dengan warga tentang kegiatan yang
akan dilaksanakan.
c. Mahasiswa menyiapkan media dan perlengkapan pendukung kegiatan.
d. Mahasiswa mempersiapkan setting tempat sesuai dengan pre planning.
e. Target undangan hadir 100 % dan mengikuti kegiatan sampai selesai.
2) Evaluasi Proses:
a. Penyaji memimpin jalannya diskusi
b. Pertemuan berjalan lancar, tepat waktu dan peserta aktif dalam diskusi
c. Undangan dan kader kesehatan menanggapi positif pelaksanaan kegiatan
d. Peserta kegiatan mengikuti acara dari awal hingga akhir
3) Evaluasi Hasil:
a. 80% lansia hipertensi mempunyai pemahaman tentang pengertian dari
penyakit hipertensi.
b. 80% lansia hipertensi mempunyai pemahaman tentang penyebab hipertensi.
c. 80% lansia hipertensi mempunyai pemahaman tentang tanda dan gejala
hipertensi.
d. 80% lansia hipertensi mempunyai pemahaman tentang dampak hipertensi.
e. 80% sosialisasi mahasiswa dengan warga terlaksana dengan baik.

2. Implementasi

No Diagnosa Tanggal Kegiatan TTD

1. Ketidakefektifan 18 Oktober 1. Pendidikan kesehatan Delshianne


manajemen kesehatan 2016 tentang hipertensi dan Diit F.N.
pada lansia di RW 04 (RT Hipertensi kepada lansia
1,2,3,4,5) Dusun Mijen RW 04 Dusun Mijen.
b.d Kurang pengetahuan 2. Mengikutsertakan kader
tentang program dalam kegiatan
teraupetik. penyuluhan.

41
E. EVALUASI

HASIL
WAKTU DAN
NO KEGIATAN FAKTOR
TEMPAT RESPON
PENDUKUNG PENGHAMBAT
1 Penkes / Selasa, 1. 80% lansia dengan hipertensi 1. Kegiatan penyuluhan - Saat melakukan
penyuluhan 18 Oktober 2016 yang mengikuti penyuluhan dilakukan pada hari penyuluhan pemateri
tentang mengerti dan paham tentang kegiatan posyandu tidak menggunakan
hipertensi dan TPQ Murtinah perawatan hipertensi. sehingga lansia dengan speaker atau pengeras
Diit Hipertensi Dusun Mijen RW 2. 75% lansia terlihat antusias dan hipertensi hampir suara sehingga volume
04. aktif. semuanya mengikuti suara kurang begitu jelas
3. 25 % lansia hipertensi kurang penyuluhan. didengar.
memperhatikan atau tidak 2. Keingintahuan lansia - Dalam pelaksanaan
fokus. tentang perawatan diskusi (Tanya jawab)
hipertensi sehingga tetap pemateri sulit
bertahan hingga menerjehmahkan bahasa
penyuluhan selesai. daerah (jawa) yang
3. Tersedianya alat dan dipakai oleh peserta,
media yang digunakan sehingga membutuhkan
dalam penyuluhan (tempat dampingan dari salah
penyuluhan yang nyaman, seorang kader.

42
lembar balik, Leafleat).
4. Peran bidan dan kader
kesehatan terutama
posyandu dalam
membantu terlaksananya
penyuluhan.
5. Penggunaan kata-kata
yang sederhana dalam
materi sehingga dapat
dimengerti oleh audiens.
6. Ada pembagian leaflet
kepada semua peserta
penyuluhan, yang mudah
dibaca dimanapun dan
kapanpun.

43
F. RENCANA TINDAK LANJUT

PROGRAM SUDAH PROGRAM BELUM


NO RENCANA TINDAK LANJUT PENANGGUNG JAWAB
TERLAKSANA TERLAKSANA
1 Penyuluhan kesehatan - Ada penyuluhan secara berkala tentang Bidan desa dan kader
tentang hipertensi dan hipertensi pada saat posyandu. kesehatan
perawatannya.

2 Kegiatan posyandu untuk - Motivasi kepada semua warga lansia Bidan desa dan kader
lansia. umumnya dan lansia hipertensi posyandu.
khususnya agar memeriksakan diri ke
posyandu.

3 - Kegiatan senam Ketua RW segera menyampaikan Ketua RW, ketua RT, dan
hipertensi kepada masing-masing RT untuk kader posyandu.
membuat kegiatan senam hipertensi bagi
warga yang terkena hipertensi.
4 - Praktek teknik napas Ajarkan teknik napas dalam pada lansia Bidan desa dan kader
dalam hipertensi. posyandu

44
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Elisabet T. (2007). Buku Ajar Keperawatan Komunitas: Teori dan Praktik.
Jakarta : EGC

Departemen Kesehatan. (2007). Pedoman Pelatihan Kader Kesehatan. Jakarta : Departemen


Kesehatan

Maryam, R siti. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. Jakatra : Salemba Medika

Mubarak W.I,dkk. (2006). Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta : Sagung Seto

Mubarak W.I. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan Aplikasi. Jakarta : Salemba
Medika

Nugroho, W. (2000). Keperawatan Gerontik & Geriatric. Edisi 3. Jakarta : EGC

R.Fallen dan R.Budi D.K. (2010). Catatan Kuliah Keperawatan Komunitas. Yogyakarta :
Nuha Medika

Sahar Juniati. (2001). Keperawatan Gerontik, Coordinator Keperawatan Komunitas,


Fakultas Ilmu Keperawatan UI, Jakarta : EGC

Setiabudhi, Tony. (2000). Panduan Gerontologi Tinjauan Dari Berbagai Aspek Menjaga
Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.

45

You might also like