You are on page 1of 7

1. Mengapa Gas Metana Batubara (CBM) terdapat pada lapisan batubara ?

Karena Gas Metana Batubara (CBM) merupakan gas hidrokarbon


nonkonvesional yang bersumber dari batu bara dan tersimpan dalam reservoir
batu bara. Proses terbentuknya Gas Metana Batubara (CBM) terbentuk saat proses
pembentukan batubara. Secara sederhana, proses pembentukan batubara diawali
oleh adanya pertumbuhan tanaman pembentuk batubara di lingkungan rawa,
kemudian tumbuhan tersebut mati, terbenam, dan terawetkan melalui proses
biokimia. Dalam proses biokimia, adanya aktifitas bakteri mengubah bahan sisa-
sisa tumbuhan menjadi gambut (peat).
Gambut yang telah terbentuk lambat laun tertimbun oleh endapan-endapan
lainnya seperti batulempung, batulanau, dan batupasir. Proses berubahan gambut
menjadi batubara selanjutnya didominasi oleh proses fisika dan geokimia, dimana
pengaruh temperatur, tekanan kedalaman burial, gradien geotermal, dan juga
lamanya waktu pembebanan sangat signifikan.
Proses pembatubaraan atau biasa dikenal dengan istilah "coalification" akan
mengubah gambut menjadi batubara lignit, batubara bituminous, sampai batubara
antrasit. Selama proses pembatubaraan, sejumlah besar air dihasilkan bersama-
sama dengan gas. Gas yang terbentuk sebagian besar berupa metana (CH4) lebih
besar dari 90%, sedangkan gas lain berupa etan (c2), propan (C3), butan (C4),
carbon dioxide (CO2), alkanes, nitrogen (N2), Argon (Ar), hydrogen (H2), helium
(He), dan hydrogen sulphide (H2S) (Rice, 1993). Sebagai catatan, C1, C2, C3,
dan C4 adalah singkatan yang biasa digunakan dalam dunia industri dan akademik
untuk merujuk pada gas metana, etana, propana, dan butana.
Gas yang terbentuk selama proses "coalification" atau pembatubaraan dapat
dikelompokan menjadi 2 (dua) jenis yaitu: "inert gas" dan "productif gas". Gas
produktif (metan, etan, propan, butan, dll) adalah gas-gas yang memiliki nilai
keekonomian karena menghasilkan panas ketika dibakar. Sedangkan inert gas
(CO2, N2, dan H2S) adalah jenis gas yang tidak bereaksi ketika mengalami proses
pembakaran, sehingga tidak memiliki nilai keekonomian (Moore, 2012). Metana
adalah gas yang paling banyak dihasilkan dari proses pembatubaraan dan menarik
perhatian karena karakteristiknya sebagai sumber energi. Pada sistem CBM, batu
bara berfungsi sebagai batuan sumber (source rock) sekaligus sebagai reservoir
gas, itulah kenapa CBM terdapat pada lapisan batubara.
2. Mengapa konsentrasi Gas Metana Batubara (CBM) lebih tinggi jika
batubara posisinya lebih dalam ?
Deliniasi kemungkinan prospek GMB dilakukan dengan mengkaji beberapa
aspek di antaranya luas daerah endapan batu bara, ketebalan, kedalaman lapisan
dan karakter mikroskopis batu bara. Gas metana yang terbentuk pada lapisan batu
bara merupakan hasil proses pembatubaraan yang terjadi akibat adanya aktivitas
geologi berupa tekanan pembebanan (burial pressure) dan pemanasan oleh
gradient temperature serta diperkuat oleh adanya aliran panas dari aktivitas
vulkanisme yang mengubah materi sellulosa menjadi batu bara. Sehingga,
semakin dalam suatu batubara tekanan dan aliran panas yang diterima akan
semakin besar. Volume metana yang terbentuk dalam batu bara akan meningkat
sesuai dengan tingkat kematangannya (coal rank). Sehingga, semakin dalam
batubara kematangannya akan semakin bagus oleh sebab itu konsentrasi dari
CBM pada batubara yang semakin dalam akan semakin besar.
Coal Rank, umumnya proyek pengembangan GMB diproduksi dari batu
bara bituminous, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk memproduksi gas
dari batu bara anthracite.

Gambar 1. Volume gas sebagai fungsi dari Rank Batubara

3. Mengapa Gas Metana Batubara (CBM) dikuasai oleh PT. Pertamina ?


 Dasar Hukum sesuai Peraturan Menteri ESDM No. 33 Tahun 2006
dan perbaharui Peraturan Menteri ESDM No. 36 Tahun 2008 menjadi
pijakan hukum bagi pengembang bisnis CBM salah satunya PT.
Pertamina.
 Potensi CBM di Indonesia cukup besar sehingga harus dikuasai oleh
perusahaan BUMN yang bergerak sesuai ranah kerjanya sehingga
produksi CBM diberikan kepada PT. Pertamina sebagai perusahaan
migas di Indonesia (Penyiapan, penetapan dan penawaran Wilayah
Kerja GMB tersebut diselenggarakan oleh Direktur Jenderal Minyak
dan Gas Bumi dengan memperhatikan pertimbangan dari Badan
Pelaksana).
 Sistem produksi CBM sama dengan sistem produksi migas sehingga
penguasaan data dan produksi diserahkan kepada PT. Pertamina.

Gambar 2. Peta Potensi CBM di Indonesia


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Mengenal Potensi Coal Bed Methane Di Indonesia. (online)


http://www.migasreview.com/post/1417414635/mengenal-potensi-coalbed-
methane-di-indonesia.html . Diakses pada tanggal 6 Mei 2018.
Kussuryani, Yanni dkk. 2012. Gas Metana Batubara Energi Baru Untuk Rakyat.
Jakarta : LEMIGAS.
4. Bagaimana mengelola air terproduksi Gas Metana Batubara (CBM) di
lapangan ?

Proses penanganan air terproduksi CBM dimulai dari sumur produksi yang
menghasilkan gas dan air kemudian di pisahkan (separate), air terproduksi ini
yang harus diolah kembali agar tidak mencemari lingkungan. Air yang terproduksi
ini akan dialirkan ke water pond 2. Water Pond merupakan campuran air yang
terproduksi dari sumur dan atau tercampur dengan air hujan. Di dalam waterpond
2, sudah diberi aerosol untuk mengurangi kadar dari Chemical Oxygen Demand
(COD) dan Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi.
Kemudian dari waterpond 2, air terproduksi dialirkan ke dalam bak kontrol,
dimana dalam bak kontrol terdapat arang, ijuk dan batu bata yang berguna untuk
memfilter atau menyaring padatan agar dapat terendapkan dalam bak tersebut.
Selesai dari bak kontrol air terproduksi dialirkan ke water pond 1, kemudian
bercampur dengan muka air tanah dan sisa air hujan sekitar. Proses masih
berlanjut ke mud pit. Mud pit sebagai tempat settling sementara agar seluruh
sedimen dapat turun sehingga maksimal untuk terendapkan.
Proses selanjutnya pengaliran ke bio screen, dalam bio screen sudah ini
sudah dapat ditemukan organisme seperti pakis, kangkung, kecebong dan ikan.
Dimulai dari sinilah sebagai awal indikasi bahwa air tersebut sudah dapat
digunakan kembali atau belum, tetapi tidak hanya sampai di situ untuk
mendapatkan hasil apakah air tersebut layak untuk digunakan kembali.
Langkah terakhir setelah diendapkan di bioscreen, air yang diproduksi
mengalami filterisasi yang nantinya akan dilakukan pengecekan terhadap kadar
kelayakannya. Hasil dari pengecekan apabila air tersebut memang sudah layak
digunakan kembali, dapat dimanfaatkan untuk perikanan air payau.
Gambar 3. Proses Pengolahan Air Terproduksi

5. Bagaimana saudara menentukan gas inplace pada lapisan batubara ?


Gas In Place (GIP) merupakan perhitungan perkiraan cadangan awal gas
baik kandungan gas secara keseluruhan maupun kandungan gas metananya saja.
Biasanya perhitungan Gas In Place dilakukan oleh seorang reservoir engineering
yang sudah ahli dibidangnya khususnya dalam memperkirakan cadangan awal
dengan data-data yang ada baik data geologi maupun data-data sumur yang
diperoleh. Kegiatan ini dilaksanakan setelah pemboran eksplorasi. Rumus Gas In
Place (GIP) pada CBM adalah :
GIP = 1359,7 x A x h x p x Gc
Dimana : A = Luas (Acre)
h = Ketebalan (ft)
p = Densitas rata-rata (gr/cm3)
Gc = Gas content rata-rata (SCF/ton)

DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, DE. 2012. Gas In Place. (online) https://prezi.com/enb6jkxmping/gas-in-
place-coalbed-methane/ . Diakses pada tanggal 6 Mei 2018.
Saputra, Khairiza. 2015. Pengolahan Air Terproduksi CBM. (online)
https://www.scribd.com/document/254523520/Pengolahan-Air-Terproduksi
-Pada-Penambangan-Coal-Bed-Methane . Diakses pada tanggal 6 Mei 2018.

You might also like