You are on page 1of 6

Bedong (SWADDLING) adalah cara membungkus bayi dengan selimut yang bertujuan

untuk memberikan rasa hangat dan nyaman. Sebenarnya, membedong atau swaddling sudah
dilakukan sejak lama oleh orangtua-orangtua kita dulu. Di banyak daerah di kawasan asia,
membedong bayi baru lahir merupakan tradisi turun temurun, bahkan diselimuti hal-hal mistis
seperti untuk melindungi bayi dari gangguan roh jahat. Saat ini, dunia kedokteran pun sudah
membuktikan manfaat bedong bagi bayi.
Isu tersebut bukanlah sekedar isapan jempol. Ada banyak mitos seputar bedong yang
kemudian menggiring para orangtua hingga membuat kesalahan-kesalahan fatal dalam proses
membedong. Salah satu yang paling sering didengar adalah bahwa membedong penting untuk
meluruskan kaki bayi, sehingga saat ia besar nanti kakinya tidak bengkok. Padahal, kaki bengkok
pada bayi baru lahir adalah wajar. Mengingat selama di dalam rahim, ia seringkali berada pada
posisi meringkuk, terutama di bulan-bulan terakhir ketika ruang di dalam rahim tak lagi luas bagi
tubuhnya yang kian membesar. Kaki yang bengkok ini perlahan-lahan akan lurus dengan
sendirinya seiring ia bertambah dewasa.
Mitos tersebut akhirnya membuat bayi-bayi dibedong dengan sangat ketat hingga tak bisa
bergerak. Padahal bedong yang terlalu ketat meningkatkan resiko SIDS atau Sudden Infant
Death Syndrom pada bayi. Karena bedong yang terlalu ketat membuat proses bernapas bayi
terganggu. Selain itu, perkembangan motorik bayi juga bisa terhambat mengingat ia terikat
hingga tidak dapat bergerak. Membedong dengan memaksa kaki bayi lurus juga beresiko bayi
menderita hip dysplasia atau keadaan di mana formasi soket panggul bayi tidak normal.
Namun, selama bedong bayi tidak mengikatnya dengan ketat, melainkan hanya membungkusnya
agar hangat, bedong memiliki banyak manfaat.
Selain pelukan, bedong adalah ‘replika’ yang paling mampu memberikan suasana mirip
dengan saat ia masih di dalam rahim ibu. Di bulan pertama kehadirannya di dunia, bayi masih
butuh waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya, maka tak heran kalau bayi
cenderung rewel. Dengan bedong, bayi mendapatkan perasaan hangat, terlindungi dan terdekap
layaknya di dalam rahim ibu. Bedong juga membantu bayi agar tidak terganggu dengan
startle/moro reflex nya sendiri (reflek menghentakkan seluruh badan seperti sedang kaget).
Dengan bedong, bayi juga tidak dapat mencakar mukanya, sesuatu yang sering kali dilakukan
bayi baru lahir karena belum mampu mengendalikan anggota tubuhnya. Karena itu bedong
membantu bayi lebih tenang, lebih mudah tertidur, dan tidurnya pun menjadi lebih nyenyak.
Tetapi perlu diingat, tidak semua bayi senang dibedong. Jika bayi Anda malah rewel
ketika dibedong, jangan dipaksakan. Bedong bertujuan untuk memberi kenyamanan, jika bayi
tidak merasa nyaman, maka bedong menjadi tidak perlu. Saat cuaca panas juga sangat tidak
disarankan untuk membedong bayi. Keadaan overheat bagi bayi bisa mengganggu sistem
pernapasannya.
Tak selamanya pula bayi butuh dibedong. Biasanya para orangtua berhenti membedong
bayi di usia 1-2 bulan. Pada usia tersebut, bayi mulai banyak bergerak, dan bedong bisa
menggangu gerakannya. Beberapa bayi juga mulai berguling ke samping di usia 2 bulan.
Berguling dalam posisi masih dibedong akan sangat berbahaya bagi bayi.
Bayi yang sudah tidak mengalami startle/moro reflex juga sudah tak perlu dibedong. Itu
menandakan bayi sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya. Penelitian juga
menyebutkan bahwa membedong bayi di usia dua bulan ke atas tidak memberikan manfaat
signifikan untuk meredakan tangisnya.
Tetapi, di sisi lain, ada beberapa bayi yang justru menjadi kecanduan bedong dan sulit
tidur tanpa dibedong. Seiring usianya bertambah besar, longgarkan bedongnya, hingga perlahan-
lahan benar-benar longgar dan bisa berhenti digunakan tanpa ia sadari.
Dewasa ini aspek tumbuh kembang pada anak adalah salah satu aspek yang diperhatikan
secara serius oleh para pakar, karena hal tersebut merupakan aspek yang menjelaskan mengenai
proses pembentukan seseorang baik secara fisik maupun psikososial. Penilaian tumbuh kembang
perlu dilakukan untuk menemukan apakah tumbuh kembang seseorang berjalan normal atau
tidak. Baik dilihat dari segi medis maupun statistik. Anak yang sehat akan menunjukkan tumbuh
kembang yang optimal apabila diberikan lingkungan bio–fisiko-psikososial yang adekuat, namun
sebagian besar masyarakat belum memahami hal ini terutama mereka yang mempunyai tingkat
pendidikan dan sosial ekonomi yang relatif rendah (Nursalam, 2005).
Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa pertumbuhan dan perkembangan mempunyai
pengertian sama, tetapi sebenarnya berbeda. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik
sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur tubuh. Perkembangan
merupakan hasil interaksi antara kematangan susunan syaraf pusat dengan organ yang
dipengaruhinya, sehingga perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan. Meskipun
pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang berbeda namun keduanya saling
mempengaruhi dan berjalan secara simultan (bersamaan). Pertumbuhan ukuran fisik akan
disertai dengan pertambahan kemampuan atau perkembangan anak (IDAI, 2002).
Pertumbuhan fisik dan pencapaian kemampuan terjadi dengan cepat selama tahun pertama.
Perkembangan pada anak meliputi berbagai aspek yaitu perkembangan kognitif, bahasa, emosi,
sosial dan motorik. Perkembangan motorik yang menjadi salah satu aspek penting yang perlu
diperhatikan ini dapat ditinjau dari motorik halus dan kasar yang bisa dilihat sejak neonatus
(Nelson, 1999).
Perkembangan motorik pada bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
budaya. Budaya di Indonesia yang masih berkembang sampai saat ini adalah pemberian bedong
pada bayi. Selama ini bedong sudah menjadi tradisi di masyarakat kita, khususnya di Jawa.
Bedong sudah diberikan sejak bayi baru lahir, namun sampai saat ini manfaat bedong belum
terbukti secara ilmiah. Saat masih janin, gerak nafas dominan berada didaerah perut dan setelah
lahir gerak nafas dominan masih di perut. Lama–kelamaan gerak nafas dominan akan berada di
rongga dada. Pemakaian bedong apalagi yang terlalu ketat akan membuat bayi tidak nyaman
dalam bernafas (Junaidi, 2006).
Pemakaian bedong juga bisa menyebabkan peredaran darah terganggu karena kerja
jantung dalam memompa darah menjadi lebih berat, sehingga bayi sering merasa sakit disekitar
paru atau jalan nafas. Akibat penekanan pada tubuh, bedong juga dapat menghambat
perkembangan motorik karena tangan dan kaki bayi tidak mendapat kesempatan untuk bergerak
bebas (Fahima, 2004).
Fenomena di masyarakat terutama di desa–desa, pemberiaan bedong sering dikaitkan
dengan pembentukan tangan dan kaki bayi. Menurut dokter spesialis tulang menyatakan bahwa
secara ilmiah pemberian bedong tidak ada hubun gannya dengan pembentukan kaki. Sejak
didalam kandungan, tidak ada ruangan cukup untuk bayi meluruskan kaki. Bentuk kaki bayi
pada saat dikandungan dalam posisi tertekuk dan pada saat lahir, namun seiring dengan waktu
petumbuhan dan perkembangannya akan menyesuaikan menjadi lurus (Mulyono, 2003).
Desa Jemowo termasuk salah satu desa yang padat penduduk di Kecamatan Musuk, Kabupaten
Boyolali. Desa ini terdiri dari 5000 penduduk dengan 995 kepala keluarga. Sepuluh persen dari
jumlah penduduk adalah usia bayi dan balita yaitu sejumlah 500 jiwa. Hasil observasi peneliti
hampir semua bayi di desa ini dibedong. Hasil wawancara peneliti dilapangan dengan beberapa
ibu–ibu kader di Desa Jemowo menyatakan bahwa ada beberapa alasan ibu memberikan bedong
pada bayinya. Alasan tersebut diantaranya adalah:
1) Untuk memberikan kehangatan sehingga bayi tidak mengalami hipotermi.
2) Agar bayi sedikit gerak dan tidak rewel sehingga akan tertidur pulasi.
3) Menurut tradisi dan kepercayaan yang sudah ada sejak dulu bahwa dengan dibedong dapat
meluruskan tangan dan kaki sehingga kaki bayi tidak menjadi pengkor atau berbentuk huruf O
atau X.
Hasil wawancara dengan ibu–ibu kader juga menyatakan bahwa bayi mulai dibedong sejak
lahir hingga usia tertentu, setiap bayi tidak sama tetapi kebanyakan ibu–ibu membedong bayi
dengan lama kurang lebih 3 bulan, yaitu hingga bayi usia 3 atau 4 bulan. Tiap hari bayi dibedong
dengan pola, frekuensi dan durasi yang berbeda–beda pada setiap bayi, namun biasanya bayi
dibedong menggunakan kain panjang dengan frekuensi 2-3x sehari dan lama masing–masing 1
jam atau lebih perhari. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan bayi dan keinginan ibu. Melihat
uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh lama pemberian bedong terhadap
perkembangan motorik bayi. Peneliti mengambil responden di Desa Jemowo, Kecamatan
Musuk, Kabupaten Boyolali dengan alasan karena didukung dengan data yang ditemukan
peneliti melalui observasi studi pendahuluan yaitu ditemukan bahwa sebagian besar bayi didesa
ini diberikan bedong.
1.2Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari :
1.2.1 Tujuan Umum
Dalam pembuatan KTI ini adalah untuk mendapatkan pengalaman dan memberikan asuhan
keperawatan dengan post operasi apendiksitis yang dirawat di ruang Meranti Rumah Sakit Islam
Samarinda.
1.2.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya, dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
apendiksitis terutama dalam hal :
1) Melakukan pengkajian pada klien dengan post operasi apendiksitis di ruang Meranti Rumah
Sakit Islam Samarinda.
2) Merumuskan diagnosa keperawatan pada dengan post operasi apendiksitis di ruang Meranti
Rumah Sakit Islam Samarinda.
3) Menentukan rencana tindakan keperawatan pada dengan post operasi apendiksitis di ruang
Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda.
4) Melaksanakan tindakan dari asuhan keperawatan pada klien dengan post operasi apendiksitis
di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda.
5) Mengevaluasi tindakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan post
operasi apendiksitis di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda.
6) Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan post operasi
apendiksitis di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda.

1.3 Manfaat Penulisan


Karya tulis ilmiah ini dibuat dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi :
a. Manfaat bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Dapat memberikan pengalaman dalam pemberian asuhan keperawatan terhadap Ny. Y dengan
post operasi apendiksitis.
b. Manfaat bagi pelayanan masyarakat
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Islam Samarinda khususnya
di ruang Meranti dengan post operasi apendiksitis.
c. Manfaat bagi perkembangan profesi keperawatan
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk institusi-institusi pendidikan
keperawatan.

1.4 Ruang Lingkup


Dengan uraian tersebut, maka ruang lingkup penulisan karya tulis ilmiah ini adalah pemberian
asuhan keperawatan pada klien Ny. Y dengan post operasi apendiksitis di ruang Meranti Rumah
Sakit Islam Samarinda terhitung sejak tanggal 28 sampai dengan 30 Juli 2009.

1.5 Sistematika Penulisan


Penyusunan karya tulis ilmiah ini terdiri dari enam bab yaitu :
a. Bab 1. Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, ruang
lingkup, dan sistematika penulisan.
b. Bab 2. Tinjauan pustaka, terdiri dari konsep medis dan konsep dasr asuhan keperawatan pada
klien Ny. Y dengan apendiksitis di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda.
c. Bab 3. Metode studi kasus, terdiri dari metodologi penulisan, lokasi dan waktu studi kasus,
dan prosedur pengambilan dan pengumpulan data.
d. Bab 4. Tinjauan kasus, menguraikan tentang pembahasan pelaksanaan keperawatan pada klien
Ny. Y dengan apendiksitis di ruang Meranti Rumah Sakit Islam Samarinda yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
e. Bab 5. Pembahasan, menguraikan pembahasan dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi. Setelah melihat adanya kesenjangan dengan apa yang
ditemukan di lapangan, kemudian dilakukan suatu analisis, terdapat perbedaan yang terjadi
antara konsep dan kenyataan.
f. Bab 6. Penutup, terdiri dari simpulan dan saran.

You might also like