You are on page 1of 20

Pascasarjana Jurusan Teknik Geologi UGM, 2012

Petrologi Batuan Sedimen: Eviden untuk Analisis Stratigrafi dan Aplikasinya


Oleh:
Restu Tandirerung
Nomor Mhs: 12/337537/PTK/08155

I. Pendahuluan
Batuan sedimen terbentuk pada suhu dan tekanan yang relatif rendah di permukaan
bumi karena terdeposisi oleh media air, angin, dan es. Kontras dengan batuan beku dan
batuan metamorf yang terbentuk pada suhu dan tekanan yang lebih tinggi di bawah
permukaan, meskipun ada batuan volkanik yang mendingin di permukaan, misalnya lava
dan piroklastik.
Perbedaan mendasar asal muasal batuan tersebut, menyebabkan perbedaan karakter
fisik dan kimia yang akhirnya menjadi pembeda utama satu dengan yang lainnya. Batuan
sedimen dicirikan oleh kehadiran lapisan-lapisan, meskipun kesan perlapisan juga bisa
hadir pada batuan volkanik dan metamorf, dan juga memiliki tekstur dan struktur khusus.
Beberapa batuan sedimen juga bisa dibedakan dari batuan beku dan metamorf
berdasarkan komposisi mineral dan kimia juga kandungan fosilnya.
Batuan sedimen menutupi sekitar 75% atau ¾ permukaan bumi. Mereka memiliki
genetika yang signifikan karena tekstur, struktur, komposisi, dan kandungan fosil batuan
sedimen bisa mengungkap kondisi alami dan kehidupan di permukaan bumi pada masa
lampau. Sehingga, batuan sedimen memberikan kita petunjuk tentang evolusi bentang
alam kerak bumi dan kehidupan yang terbentuk dari waktu ke waktu. Karakter batuan
sedimen yang demikian membuat batuan sedimen sangat penting untuk dipelajari secara
khusus.
Selain itu, sejumlah batuan sedimen yang mengandung mineral dan bahan bakar fosil
memiliki nilai ekonomi. Petroleum, gas alam, batubara, sulfur, besi dan mineral logam
lain, serta uranium adalah sejumlah potensi ekonomi luar biasa yang terdapat di dalam
batuan sedimen.
I.1 Prinsip: Asal mula jadi (origin) dan klasifikasi batuan sedimen
Semua batuan sedimen terbentuk melalui deposisi sedimen oleh agen air, angin, dan
es. Mereka adalah produk dari sebuah proses yang kompleks, perulangan urutan proses
geologi yang diawali oleh pembentukan batuan asal melalui intrusi, metamorfisme,
volkanik, dan pengangkatan tektonik. Proses fisika, kimia, dan biologi selanjutnya
memainkan peranan penting dalam menentukan produk akhir sedimentasi. Pelapukan
menyebabkan degradasi fisika dan kimia batuan asal, selanjutnya terkonsentrasi sebagai
partikel residu resisten dan membentuk mineral-mineral sekunder, seperti mineral
lempung dan oksida besi.
Pada waktu yang bersamaan, komponen-komponen yang mudah larut seperti kalsium,
potassium, kalium, sodium, dan silika hadir dalam larutan. Komponen larutan ini berasal
dari pelapukan kimiawi dan akan dibawa oleh air permukaan (dan bawah permukaan) dan
terakumulasi di samudra. Erupsi volkanik juga dapat menyumbang sejumlah partikulat
substansial (piroklastik) debris; seperti feldspar, fragmen batuan volkanik, dan gelas.
Dalam rentang waktu geologi, partikulat-partikulat itu terlepas dari daratan oleh proses
erosi, dan selanjutnya tertransport oleh media air, angin, dan es menuju cekungan
sedimentasi yang berelevasi lebih rendah. Di dalam cekungan sedimentasi (basin),
partikulat akan terendapkan saat berada di bawah level gelombang dasar. Komponen
terlarut akan dibawa ke laut oleh air permukaan, atau masuk ke dalam air laut melalui
interaksi air-batu sepanjang spreading palung tengah samudra, dan nantinya bisa
terakumulasi dalam cekungan air dengan komposisi yang cukup tinggi dan akhirnya
terkikis oleh proses anorganik.

I.1.1 Origin batuan sedimen


Setelah partikulat sedimen atau presipitasi kimia/biokimia terdeposisi, pembebanan
(burial) akan terjadi oleh penumpukan lapisan sedimen yang lebih muda. Naiknya
suhu dan tekanan selama pembebanan memicu diagenesis pada sedimen, selanjutnya
pelarutan dan penghancuran beberapa komponen, lalu pembentukan sejumlah mineral
baru dalam sedimen, dan akhirnya terjadi konsolidasi dan litifikasi pada sedimen
menjadi batuan sedimen.

2
Secara umum, proses pengendapan sedimen mengarah pada empat komponen
dasar, yaitu; terigenous silisiklastik partikel, komponen kimia atau biokimia,
komponen mengandung karbon, dan komponen autigenik, yang dalam berbagai
proporsi telah membangun seluruh batuan sedimen.

1. Terigenous (detritus) silisiklastik partikel


Proses erupsi gunungapi darat dan dekomposisi batuan oleh proses pelapukan
menghasilkan butiran partikel berukuran kerikil sampai lumpur yang berupa
butiran mineral tunggal atau aggregat mineral (fragmen batuan atau clast).
Mineral utama penyusun batuan sedimen silisiklastik antara lain kuarsa, feldsfar,
dan mika. Fragmen, biasanya berasal dari clast batuan beku, metamorf, atau
batuan sedimen yang lebih tua yang juga tersusun dan didominasi oleh mineral-
mineral silikat. Selanjutnya, mineral sekunder berukuran butir lebih halus, partikel
oksida besi dan mineral lempung terjadi selama proses pelapukan insitu melalui
rekombinasi atau rekristalisasi unsur-unsur kimia yang dihasilkan oleh batuan asal
selama proses pelapukan. Mineral-mineral asal darat itu selanjutnya akan
tertransport dalam bentuk padat hingga mencapai cekungan sedimentasi. Karena
begitu luasnya sumber dan mineral utamanya adalah silikat, maka umumnya kita
menggunakan istilah butiran silisiklastik, meskipun sejumlah partikel asal
volkanik juga mengisi cekungan. Butiran-butiran silisklastik tersebut merupakan
komponen yang lazim membentuk batupasir, konglomerat, dan serpih/shale.

2. Komponen kimia atau biokimia


Proses kimia dan biokimia yang bekerja dalam cekungan sedimentasi dan dapat
menyebabkan air dalam cekungan mengekstraksi larutan dan membentuk mineral-
mineral seperti kalsit, gypsum, dan apatit seperti halnya pembentukan cangkang
karbonatan dan silikaan pada biota laut.
Sejumlah mineral yang diendapkan (mengalami presipitasi) tersebut akan
menjadi agregat yang mencapai ukuran butir lanau sampai pasir dan akan
dipindahkan oleh arus dan gelombang di dalam cekungan sedimentasi. Ooid dan
3
pellet adalah contoh butiran agregat yang familiar di telinga kita. Tidak ada
kesepakatan umum tentang nama kelompok mineral presipitasi dan agregat
mineral, namun senada dengan terminologi silisiklastik, kehadiran mereka disini
hanya diakui sebagai komponen kimia/biokimia. Komponen-komponen ini
merupakan material yang membentuk batuan sedimen tengah cekungan seperti
batugamping, chert, evaporit, dan phosporit.

3. Komponen yang mengandung karbon


Residu bahan karbon yang berasal dari tanaman darat, tumbuhan dan binatang
laut, termasuk juga aspal petroleum, menghasilkan kelompok ketiga komponen
sedimentasi.
Humic karbon material, adalah residu bersifat kayu yang berasal dari jaringan
tubuh tumbuhan dan merupakan komponen utama pembentuk batubara.
Sapropelic residu, merupakan sisa-sisa jasad dari spora, pollen, phyto dan
zooplankton, juga potongan-potongan tubuh tumbuhan yang terakumulasi dalam
air. Mereka merupakan komponen utama cannlenite dan oil shale/ serpih
minyakbumi. Bitumens adalah residu aspal padat yang terbentuk dari
minyakbumi yang kehilangan kandungan volatil, oksidasi, dan polimerisasi.

4. Komponen autigenik
Mineral-mineral yang terpresipitasi dari pori air di dalam onggokan sedimen
selama proses diagenesis, terkonsentrasi dalam empat tipe komponen. Mereka
kemudian disebut mineral-mineral sekunder, atau autigenik. Mineral-mineral
sekunder bisa berasal dari kelompok silikat misalnya kuarsa, feldspar, mineral-
mineral lempung, glaukonit, dan mineral nonsilikat seperti, kalsit, gypsum, barite,
dan hematite. Komponen ini bisa terus bertambah selama periode pembebanan
dan menjadi beberapa tipe batuan sedimen khusus, tetapi tidak pernah menjadi
komponen yang dominan dari batuan sedimen.

I.2 Distribusi batuan sedimen dalam ruang dan waktu

4
Batuan sedimen dan sedimen telah ada sejak prakambrium hingga resent. Batuan
sedimen tertua yang ditemukan di Greenland dan utara Quebec, Kanada, berdasarkan uji
umur isotop besi, diketahui berumur 3,7 sampai 3,8 miliar tahun. Batuan pertama yang
terbentuk di bumi, diduga adalah batuan volkanik dasar/lava. Batuan sedimen awalnya
membentuk atmosfer bumi dan samudra terbentuk melalui pelepasan gas dari dalam
bumi.
Batuan sedimen yang menutupi permukaan bumi secara progresif terus bertambah
seiring dengan erosi intensif yang terus terjadi pada batuan volkanik. Saat ini batuan
sedimen telah menutupi hampir 80 persen dari total daratan di bumi (Ronov, 1983).
Batuan sedimen juga menutupi sebagian besar lantai samudra, di atas basement batuan
volkanik. Menurut Ronov, batuan sedimen membuat volume (9,5 persen massa) kerak
bumi bertambah sekitar 11 persen dan menaikkan volume 0,1 persen (0,05 persen massa)
dari total massa bumi.
Sebagian besar bantuan sedimen terkonsentrasi di daratan (sekitar 70 persen) yang
membangun sekitar 29 persen permukaan bumi (Ronov, 1983). Sekitar 13 persen batuan
sedimen terbentuk di kontinental shelf dan kontinental slope, dan membentuk 14 persen
permukaan bumi. sekitar 17 persen dari total batuan sedimen menempati lantai samudra
yang merupakan 58 persen dari permukaan bumi.
Disebutkan pula bahwa batuan yang menempati bagian kulit dari sedimen bumi
terutama adalah shale/serpih, batupasir, dan batugamping

I.3 Keterjadian; siklus dan tatanan tektonik basin untuk akumulasi sedimen
Siklus
Setelah periode pembentukan bumi, batuan yang pertama terbentuk di permukaan
bumi adalah batuan volkanik seperti lava. Dalam waktu, batuan sedimen terbentuk dari
hasil erosi pada batuan volkanik tersebut. Perlahan (dalam skala geologi) batuan sedimen
yang duduk di atas batuan volkanik, bertambah dan menutupi permukaan bumi. Setelah
itu batuan sedimen ini mengalami pengangkatan dan menjadi source rock bagi batuan
sedimen yang lebih muda, dan begitu seterusnya, siklus terus berulang. Selain kontrol
setting tektonik, daya tahan mineral terhadap erosi menjadi salah satu faktor penentu
lambat cepatnya proses dekomposisi oleh pelapukan fisika, kimia dan biokimia.
5
Secara umum, batuan sedimen evaporit paling cepat mengalami pelarutan dan mudah
terdekomposisi. Selanjutnya batugamping, dolomite yang ketiga, lalu shale, batupasir,
dan sedimen volkanik adalah yang keempat (Garrels dan McKenzie, 1971). Memiliki
kerentanan erosi yang lebih besar, Garrels dan McKenzie mengklaim bahwa batuan
evaporit bisa dan telah mengalami hingga 15 kali recycle dalam tiga miliar tahun terakhir.
Batuan karbonat dapat mengalami 10 kali recycle, sementara shale dan batupasir 5 kali.

Tektonik Setting
Sifat fisik, kimia, dan biologi batuan sedimen sangat dipengaruhi oleh kondisi alami
dari daerah sumber sedimen (provenan) dan kondisi dari lingkungan pengendapan.
Karakter daerah sumber dan lingkungan pengendapan, merupakan hasil dari sejarah
tektonik dan geologi secara regional dimana sedimen terakumulasi. Contohnya, source
rock sangat berhubungan dengan setting tektonik regional, antara lain batuan asal
volkanik bersumber dari busur magmatik setting, batuan beku plutonik lebih mencirikan
source dari blok kontinen, dan batuan sedimen dan metamorf merupakan tipe source rock
yang berasal dari sabuk orogenik yang dicirikan oleh tektonik kolusi.
Tektonik setting sering digunakan sebagai acuan studi provenan batuan sedimen
silisiklastik, terutama studi provenan batupasir. Kita pahami bahwa batupasir miliki arti
ekonomi yang unik, baik bagi aktivitas eksplorasi migas, penelitian geologi teknik, dan
studi potensi mineral ekonomi. Dengan mengetahui provenan batupasir misalnya, kita
bisa mengetahui seberapa besar kemungkinan potensi kandungan pasirbesi pada suatu
wilayah.

II. Batuan Sedimen Silisiklastik


II.1 Tekstur Sedimen
Tekstur merupakan salah satu atribut fundamental batuan sedimen silisiklastik.
Bersama-sama dengan sifat fisik batuan silisiklastik lainnya, tekstur batuan sedimen
sangat membantu dalam mendeterminasi dan membedakan batuan sedimen silisiklastik
dari batuan jenis lainnya, dan terutama untuk kepentingan korelasi.
Dalam petrologi batuan sedimen silisiklastik, umumnya tekstur batuan sedimen dibagi
dalam tiga pilar utama yaitu; ukuran butir, bentuk butir, dan fabrik.
6
Ukuran butir
Secara alami, ukuran butir batuan sedimen silisiklastik berada pada ukuran lempung
hingga bongkah. Geologist menggunakan skala Wentworth untuk mendeterminasi ukuran
butir batuan sedimen secara deskriptif. Ukuran butir juga digunakan sebagai salah satu
penciri dan pembeda batuan sedimen siliklastik berdasarkan lingkungan pengendapan
dan level energi pengendapan. Semakin besar ukuran butir maka dibutuhkan energi yang
besar untuk pengendapan.
Meskipun ukuran butir tidak memiliki cukup bukti dan konsisten sebagai parameter
penentu lingkungan pengendapan, namun ukuran butir memiliki sejumlah arti penting
(aplikasi), seperti yang disimpulkan oleh Syvitski, 1991, antara lain:
1. Untuk menginterpretasi stratigrafi pantai dan fluktuasi air laut
2. Untuk mencari jejak transport sedimen glasial dan siklus sedimen glacial dari darat ke
laut
3. Melalui data geokimia laut kita dapat mengerti bagaimana sistem aliran, siklus,
jumlah, source, dan pengendapan unsur-unsur kimia di alam
4. Untuk memahami sifat massa (geoteknik) batuan lantai samudra, misalnya pergeseran
(sliding), slumping, dan deformasi lainnya.

Bentuk butir
Derajat kebundaran merupakan parameter yang digunakan secara deskriptif oleh
geologist untuk mendeterminasi bentuk butir komponen batuan sedimen. Bentuk butir
yang semakin menumpul memberikan pesan tingkat (stadium) abrasif yang terjadi pada
komponen batuan sedimen selama proses transportasi.
Makna penting dari bentuk butir adalah interpretasi terhadap sistem arus pada
mekanisme pengendapan partikel-partikel sedimen. Misalnya; greywacke yang memiliki
bentuk butir relatif menyudut dapat dilogikakan termekanisasi oleh arus turbidit. Arkose
dengan bentuk butir membulat tanggung lebih memungkinkan jika diendapkan oleh arus
pekat. Dan Arenit dengan bentuk butir yang semakin tumpul dapat diinterpretasikan
terendapkan melalui mekanisme arus traksi.

7
Sejak tahun 1960an, sejumlah metode aplikasi bentuk butir batuan sedimen telah
dikembangkan, salah satunya adalah metode Fourier shape analysis yang dikembangkan
untuk studi provenan dan lingkungan pengendapan. Dan yang paling terkini adalah
metode scanning electron microscope (SEM) analisis yang dapat memberikan perbesaran
mikroskopis lebih detil untuk kepentingan analisis tekstur permukaan butiran.

Fabrik
Aransemen butiran, merupakan tekstur batuan sedimen yang merujuk pada dua hal
tentang butiran yakni, kemas dan orientasi butir. Secara deskriptif, susunan butiran batuan
sedimen dapat dikenali lewat kontak antar butiran komponen batuan silisiklastik. Bila
butiran saling kontak, maka akan cenderung dideterminasi sebagai grain-supported
tekstur, bila tidak ada atau terjadi kontak minimal karena kehadiran matrik di antara
butiran maka disebut sebagai matrix-supported tekstur, dan bila ukuran butir lebih
didominasi oleh ukuran lanau hingga lempung, maka sering dideterminasi sebagai mud-
supported tekstur.
Masing-masing karakter aransemen butiran tersebut juga memiliki makna pada
mekanisme pengendapan, misalnya tekstur grain-supported mencirikan pengendapan oleh
arus traksi, matrix-suppoted mengisyaratkan mekanisme pengendapan pada arus pekat,
dan mud-supported terjadi dalam mekanisme turbidit.
Aplikasi susunan butir sangat penting pada penentuan porositas dan permeabilitas
batuan reservoir, untuk bidang eksplorasi hidrokarbon. Sementara para ahli geologi
teknik sangat konsen dengan sifat fisik ini, karena mengontrol sifat-sifat keteknikan dan
dalam penerapannya sangat menentukan daya dukung batuan (sifat mekanik) untuk
pondasi bangunan sipil.

II.2 Struktur Sedimen


Menurut Selley (1985), struktur sedimen merupakan indikator penting dari suatu
lingkungan pengendapan. Berbeda dengan litologi dan fosil, stuktur sedimen tidak dapat
diragukan karena tidak bisa tertransport dari tempat lain, atau dengan kata lain, struktur

8
sedimen bersifat insitu sehingga memiliki tingkat akurasi sebagai parameter lingkungan
pengendapan yang lebih sahi.
Struktur sedimen dapat menyajikan informasi tentang keadaan iklim yang pernah
terjadi pada suatu lingkungan pengendapan seperti glasial, pengendapan di air (aqueus),
dan pengendapan di darat (sub-aerial). Struktur sedimen juga memberi indikasi tentang
kedalaman dan energy level dari suatu lingkungan dan kecepatan, hidrolik, serta arah
aliran arus yang melintasinya.
Secara genetik, umumnya struktur batuan sedimen dikelompokkan dalam tiga
klasifikasi yaitu: struktur sedimen sebelum deposisi (pre-depositional sedimentary
structures), struktur sedimen selama deposisi (syn-depositional sedimentary structures),
dan struktur sedimen setelah deposisi (post-depositional sedimentary structures).

Pre-depositional sedimentary structures


Struktur sedimen sebelum deposisi ini dapat diamati pada bidang perlapisan batuan
yang terbentuk sebelum deposisi batuan yang lebih muda berlangsung di atasnya.
Biasanya membentuk ekspresi erosional. Struktur sedimen sebelum deposisi ini antara
lain; channel, scour marks, flutes, grooves,tool marking, dan sejumlah fenomena
erosional lain.

Syn-depositional sedimentary structures


Merupakan struktur sedimen yang terbentuk selama deposisi antara lain, perlapisan
mendatar, cross-bedding, laminasi, dan mikro-crosslaminasi (ripple marking). Makna
struktur sedimen ini merujuk kepada ukuran butir dari partikel sedimen yang diendapkan,
kelerengan (morfologi), level energi saat pengendapan, juga respons sedimen terhadap
periode tektonik dan atau relatif sea level.
Kehadiran eviden ini sangat membantu dalam analisis stratigrafi suatu daerah.
Misalnya, perlapisan mendatar mengindikasikan bahwa batuan ini disusun oleh
komposisi mineral berukuran butir pasir kasar-sedang dengan level energi medium, dan
diendapkan pada morfologi yang relatif datar (kurang dari empat derajat), jika ekspos ke
permukaan maka respons ini kita anggap sebagai sea level fall atau bukan periode
pengangkatan tektonik.
9
Penumpukan batuan sedimen dalam satu siklus sekuen pengendapan dicirikan oleh
struktur-sturktur sedimen setiap fasies dan kemudian akan menjadi ciri khas satu unit
yang membedakannya dengan produk dinamika sedimentasi pada periode yang lainnya.

Post-depositional sedimentary structures


Adalah struktur sedimen yang terbentuk setelah deposisi. Struktur sedimen ini
kemudian dibagi menjadi dua bagian yaitu vertikal reorientasi dan lateral reorientasi.
Prinsipnya, keduanya sangat mungkin dibedakan di lapangan. Vertikal orientasi antara
lain loadcast, pseudonodules, dan convolute laminasi. Sementara lateral reorientasi, lebih
kepada perubahan aransemen fabric, misalnya karena pembebanan oleh massa sedimen
lain di atasnya pada morfologi yang cukup terjal akan membentuk struktur slump,
selanjutnya berkembang menjadi lipatan-lipatan minor yang terkadang mengelabui
pekerjaan geologi di lapangan.

2.3 Komposisi Mineral


Batupasir
Ada beberapa ahli yang mencoba mengusulkan klasifikasi batupasir, namun semuanya
memiliki orientasi yang hampir mirip. Klasifikasi sangat penting untuk penentuan nama,
untuk itu pemilihan klasifikasi yang tepat akan baik bagi aplikasi dari sebuah studi
komposisi mineral batupasir. Menurut Mcbride (1963), batupasir disusun oleh tiga
komponen mineral utama yaitu kuarsa (Q), feldspar (F), dan fragmen batuan/litik (RF/
L), yang kemudian familiar dengan diagram QFL.
Bagi analisis stratigrafi, komposisi batupasir yang ditentukan lewat diagram QFL
memiliki makna penting terutama dalam menentukan jenis batupasir secara genetis.
Misalnya greywacke, secara komposisi memiliki kandungan kuarsa antara 25-15 %,
secara genetis pesan yang ingin disampaikan bahwa batuan ini terbentuk dari source yang
miskin kuarsa, atau endapan pelagic bawah laut. Demikian juga dengan arkose dan arenit,
dimana semakin mendekati arenit maka source-nya semakin kaya kuarsa.

Konglomerat dan Breksi

10
Dengan ukuran butir yang lebih besar dri 2 mm, konglomerat dan breksi merupakan
produk dari periode awal deposisi. Konglomerat umumnya tersusun oleh fragmen,
matrik, dan semen, demikian juga dengan breksi, hanya derajat kebundaran yang
membedakan keduanya dalam penamaan. Breksi lebih runcing, sedangkan konglomerat
didominasi oleh fragmen yang menumpul.
Fragmen biasanya disusun oleh fragmen batuan, butiran urat kuarsa, dan mineral lain,
matrik umumnya disusun oleh mineral dengan ukuran butir yang lebih medium misalnya
pasir kasar-pasir sedang yang berasal dari mineral kuarsa, feldspar, plagioklas, mika, dan
lainnya. Dan semen yang mengikat dan mengisi pori antara fragmen dan antara matrik
biasanya disusun oleh mineral lempung, atau lumpur karbonat, juga bisa berasal dari batu
pasir berukuran lanau sampai pasir halus.

Batulempung dan Serpih


Batulempung dan serpih (shale) merupakan batuan sedimen yang disusun oleh
komponen-komponen berbutir halus antara ukuran butir lempung (lebih halus dari 4
micron), lanau (4-63 mikron), dan batupasir (63 mikron – 2mm).
Shale, biasanya disusun oleh butiran ukuran batupasir, lanau, organik konten dan
karbonat konten, sementara batulempung lebih didominasi oleh mineral-mineral
lempung. Dengan komposisi demikian maka shale lebih memungkinkan dipilih sebagai
source rock hidrokarbon dari pada batulempung yang umumnya berperan sebagai lapisan
penutup pada suatu petroleum sistem.

II.4 Diagenesis Batupasir dan Serpih


Diagenesis merupakan proses sekaligus syarat terakhir dalam petrologi batuan sedimen.
Setelah pengendapan, sedimen akan mengalami proses sementasi oleh beberapa tipe
mineral, misalnya semen silika, semen karbonat, dan semen sulfate, setelah itu
pembebanan oleh sedimen baru diatasnya, maka tekanan dan suhu dalam batuan akan
naik. Kondisi ini memicu kompaksi sedimen menjadi batuan sedimen.

11
Studi diagenesis pada batupasir dan serpih menjadi sangat menarik terutama
pengaruhnya terhadap nilai porositas dan permebilitas dan timing sementasi. Studi ini
menjanjikan sebuah eviden detil tentang jenis-jenis porositas batupasir. Sementara studi
diagenesa serpih mengisyaratkan kapan transisi organik konten yang melalui berbagai
peristiwa kimia dan biokimia serta serangan terhadap orgnik konten menjadi kerogen.

III. Kesimpulan
1. Batuan sedimen merupakan salah satu tipe batuan di bumi yang memiliki arti penting
bagi rekonstruksi sejarah geologi pada suatu daerah, terutama evolusi cekungan.
2. Batuan sedimen terdistibusi luas di permukaan bumi dan sekitar 80% daratan tertutup
oleh batuan sedimen.
3. Petrologi batuan sedimen silisiklastik mampu memberikan informasi tentang siklus
dan dinamika sedimentasi di masa lampau secara komprehensif. Informasi tersebut
kemudian dapat diolah menjadi pegangan untuk merencanakan berbagai kegiatan
eksplorasi dan terapan geologi lainnya.

Acuan
1. Sam Boggs, Jr, Petrology of Sedimentary Rocks 2nd Editon, Cambridge University
Press, 2009.
2. Richard C. Selley, Ancient Sedimentary Environments 3rd Edition, Corneil
Univercity Press, 1985.
3. Budianto Toha, Handout Kuliah Stratigrafi Analisis, UGM, 2012.

Tabel 1. Klasifikasi Batuan Sedimen, dalam Boggs, 2009

12
13
Gambar 2. Persentase distribusi batuan sedimen di kontinen dalam ruang dan waktu

14
Gambar 3. Persen volume batuan sedimen dalam fungsi waktu geologi

15
Gambar 4. Setting tektonik untuk akumulasi sedimen

Tabel 5. Skala Udden-Wentworth untuk sedimen


16
17
Gambar 6. Klasifikasi batupasir, (A). Mcbride (1963) dan (B) oleh Folk (1970)

Tabel 7. Tipe konglomerat dan breksi secara genetik

18
19
Tabel 8. Stratifikasi dan pembagian shale

20

You might also like