You are on page 1of 34

KAJIAN PENULISAN RESEP PASIEN INSTALASI GAWAT DARURAT

(IGD)
DI RSUD DR. ISKAK TULUNGAGUNG
PERIODE JULI-AGUSTUS 2018 : ADMINISTRATIF DAN KLINIS

Disusun oleh :
Diryati Barin Putri, S.Farm 172211101095
Rully Claudia Natasya, S.Farm 172211101104
Yona Dara Pertiwi, S.Farm 172211101114
Headwiq Indriastina Lissundy, S.Farm 172211101115
Tri Susiati, S.Farm 172211101116
Erlita Dinda Nur Imamah, S.Farm 172211101123
Rika Ratna Sari, S.Farm 172211101134
Muhimatul Fitria K, S.Farm 172211101138
Putri Efina Tsamrotul R, S.Farm 172211101139
Vabella Eka Rahmawati, S.Farm 172211101142

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER

2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4
2.1 Pengertian Resep ................................................................................................. 4
2.2 Penulisan Resep .................................................................................................. 4
2.3 Format Penulisan Resep ...................................................................................... 4
2.4 Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya ........................................................ 5
2.5 Pengkajian Resep ................................................................................................ 6
2.6 Penulisan Resep Obat yang Rasional .................................................................. 7
2.7 Permasalahan dalam Menulis Resep ................................................................... 8
2.8 Medication Error ................................................................................................. 9
2.9 Interaksi Obat .................................................................................................... 10
2.10 Polifarmasi ........................................................................................................ 10
2.11 Tingkat Keparahan Interaksi Obat .................................................................... 10
BAB 3 METODE PENELITIAN ..................................................................................... 12
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................................ 12
3.2 Subjek Penelitian .............................................................................................. 12
3.3 Pengumpulan Data ............................................................................................ 12
3.4 Analisis Data ..................................................................................................... 12
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 13
4.1 Hasil .................................................................................................................. 14
4.2 Pembahasan....................................................................................................... 15
BAB 5 PENUTUP ............................................................................................................ 19
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 19
5.2 Saran ................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 20
LAMPIRAN...................................................................................................................... 22

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap tenaga kefarmasian rumah sakit yang menyelenggarakan


pelayanan kefarmasian wajib mengikuti standar pelayanan kefarmasian. Standar
pelayanan kefarmasian di rumah sakit didefinisikan sebagai pedoman pelayanan
kefarmasian di rumah sakit dan tolok ukur penyelenggaraan pelayanan
kefarmasian di rumah sakit. Berdasarkan Permekes Nomor 72 tahun 2016,
standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi standar pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai, dan pelayanan
farmasi klinis.
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan
apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)
terjamin. Salah satu pelayanan farmasi klinik yaitu pengkajian dan pelayanan
resep. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Permenkes, 2016).
Resep harus ditulis dengan jelas untuk menghindari salah presepsi antara penulis
dengan pembaca resep, kegagalan komunikasi dan salah interpretasi antara dokter
dengan apoteker merupakan alah satu faktor kesalahan medikasi (medication
error) yang berakibat fatal bagi pasien (Cohen, 1999).
Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya
dapat dicegah (Depkes RI, 2008). Medication error yang terjadi tentunya
merugikan pasien dan dapat menyebabkan kegagalan terapi, bahkan dapat timbul
efek obat yang tidak diharapkan (Hartayu dan Aris, 2005). Tindakan nyata yang
dapat mencegah terjadinya medication error oleh farmasis adalah melakukan

1
pengkajian dan pelayanan resep yang meliputi skrining administratif, farmasetik
dan klinis. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan
terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error). Bentuk dan kekuatan
sediaan merupakan persyaratan farmasetik yang harus diperhatikan karena demi
mencegah adanya medication error. Faktor-faktor bahan obat yang menentukan
pemilihan bentuk sediaan obat dalam penulisan resep meliputi: (1) sifat-sifat
fisiko-kimia bahan obat; (2) hubungan aktivitas atau struktur kimia obat; (3) sifat
farmakokinetik bahan obat terhadap bioavailabilitas obat; dan (4) stabilitas obat.
Kekuatan sediaan berhubungan dengan dosis dan interval penggunaan obat.
RSUD Dr. Iskak Tulungagung merupakan rumah sakit rujukan yang
mengampu rujukan dari wilayah Kabupaten Trenggalek, Kota Blitar, Kabupaten
Blitar dan Kabupaten Pacitan sehingga banyak resep yang masuk ke rumah sakit.
Banyaknya resep yang masuk ke unit farmasi di RSUD dr. Iskak Tulungagung
memerlukan waktu proses pengolahan resep yang cepat dan waktu untuk
konseling terhadap pasien pun sangat singkat. Kondisi tersebut memerlukan
penanganan khusus untuk mencegah medication eror. Penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat dalam membantu meningkatkan kualitas pelayanan di RSUD dr.
Iskak Tulungagung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah

1. Bagaimana persentase kelengkapan resep pada skrining administratif di


IGD Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tulungagung ?
2. Bagaimana persentase kelengkapan dan kesesuaian resep pada skrining
klinis di IGD Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tulungagung ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui persentase kelengkapan resep pada skrining


administratif di IGD Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tulungagung ?

2
2. Untuk mengetahui persentase kelengkapan dan kesesuaian resep pada
skrining klinis di IGD Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tulungagung?

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Resep


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014 resep adalah
permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam
bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
pasien sesuai peraturan yang berlaku.

2.2 Penulisan Resep


Penulisan resep artinya pemberian obat secara tidak langsung, ditulis jelas
dengan tinta, tulisan tangan pada kop resmi kepada pasien, format dan kaidah
penulisan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mana
permintaan tersebut disampaikan kepada farmasi atau apoteker di apotek agar
diberikan obat dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu sesuai permintaan
kepada pasien yang berhak (Amira, 2011).
Menurut Syamsuni (2006) yang berhak menulis resep adalah :
1. Dokter umum
2. Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut.
3. Dokter hewan, terbatas pada pengobatan pada hewan/pasien hanya hewan.

2.3 Format Penulisan Resep


Resep terdiri dari 6 bagian, yaitu:
1. Inscriptio : Nama dokter, no. SIP, alamat/telepon/HP/kota/tempat, tanggal
penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota
provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep, format inscription suatu
resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi.
2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe”
artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan
apoteker di apotek.

4
3. Prescriptio atau Ordonatio : nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan
yang diinginkan.
4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan
interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat
dan keberhasilan terapi.
5. Subscrioptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna
sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.
6. Pro (diperuntukkan) : dicantumkan nama dan tanggal lahir pasien.
Teristimewa untuk obat narkotika juga hatus dicantumkan alamat pasien
(untuk pelaporan ke Dinkes setempat).

2.4 Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya


Syarat-syarat dalam penulisan resep mencakup :
1. Resep ditulis jelas dengan tinta dan lengkap di kop resep, tidak ada
keraguan dalam pelayanannya dan pemberian obat kepada pasien.
2. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien.
3. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran
sendok dengan signa bila genap ditulis angka romawi, tetapi angka
pecahan ditulis arabik.
4. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun kita
butuh satu setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls. II saja.
5. Setelah signatura harus di paraf atau ditandatangani oleh dokter
bersangkutan, menunjukkan keabsahan atau legalitas dari resep tersebut
terjamin.
6. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi.
7. Nama pasien dan umur harus jelas.
8. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh dokter
bersangkutan dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak boleh
diulangi tanpa resep dokter.
9. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum
(singkatan sendiri), karena menghindari material oriented.

5
10. Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan.
11. Resep merupakan medical record dokter dalam praktik dan bukti
pemberian obat kepada pasien yang diketahui oleh farmasi di apotek,
kerahasiaannya dijaga.

2.5 Pengkajian Resep


Apoteker wajib memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat yang diserahkan kepada pasien. Informasi meliputi cara penggunaan obat,
dosis dan frekuensi pemakaian, lamanya obat digunakan indikasi, kontra indikasi,
kemungkinan efek samping dan hal-hal lain yang diperhatikan pasien. Apabila
apoteker menganggap dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang
tidak tepat, harus diberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila karena
pertimbangannya dokter tetap pada pendiriannya, dokter wajib membubuhkan
tanda tangan atas resep.
Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait
obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan
admnistrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien
rawat inap maupun rawat jalan (Permenkes RI Nomor 72 Tahun 2016).
1. Persyaratan administratif meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan pasien
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Ruangan/ unit asal resep
2. Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan jumlah obat
c. Stabilitas
d. Aturan dan cara penggunaan
3. Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat

6
b. Duplikasi pengobatan
c. Alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
d. Kontraindikasi
e. Interaksi obat

2.6 Penulisan Resep Obat yang Rasional


Penulisan resep yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai
ilmu, karena begitu banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun
variabel unsur obat dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel
penderitanya secara individual. Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca.
Misalnya nama obatnya ditulis secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat
harus ditulis dengan betul, hal ini perlu mendapat perhatian karena banyak obat
yang tulisannya atau bunyinya hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda.
Resep yang tepat, aman dan rasional adalah resep yang memenuhi lima
tepat, ialah sebagai berikut:
1. Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan resiko,
rasio antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.
2. Tepat dosis; dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika dan
toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rektal, lokal), faktor
penderita (umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas,
sensitivitas individu dan patofisiologi).
3. Tepat bentuk sediaan obat; menentukan bentuk sediaan berdasarkan efek
terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis
dan harga murah.
4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya
kerja obat, bioavailabilitas, serta pola hidup penderita (pola makan, tidur,
defekasi dan lain-lainnya).
5. Tepat penderita; obat disesuaikan dengan keadaan penderita yaitu bayi,
anak-anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi.
Evaluasi penulisan resep bertujuan untuk mencegah kesalahan
penulisan resep dan ketidaksesuaian pemilihan obat bagi individu tertentu.

7
Kesalahan penulisan dan ketidaksesuaian pemilihan obat untuk penderita
tertentu dapat menimbulkan ketidaktepatan dosis, interaksi obat yang
merugikan, kombinasi antagonis dan duplikasi penggunaan. Penyampaian
obat untuk penderita biasanya dengan cara penulisan resep. Resep atau order
tersebut sebelum disiapkan harus dikaji terlebih dahulu oleh apoteker.
Pengkajian resep obat oleh apoteker sebelum disiapkan merupakan salah satu
kunci keterlibatan apoteker dalam proses penggunaan obat (Lia, 2007).
Pengkajian ketepatan atau evaluasi penulisan obat dalam resep, dilakukan
dengan mengacu pada kriteria atau standar penggunaan obat yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Kriteria tersebut pada umumnya dibuat oleh panitia
farmasi dan terapi didasarkan pada pustaka dan refleksi pengalaman klinik
dari staf medik di rumah sakit.

2.7 Permasalahan dalam Menulis Resep


Banyak permasalahan yang timbul dalam penulisan resep, karena hal ini
menyangkut dengan pelayanan kesehatan yang bersifat holistik. Kesalahan yang
dapat timbul berupa :
1. Kesalahan dalam penulisan resep, dimana dokter gagal untuk
mengkomunikasikan info yang penting, seperti :
a. Meresepkan obat, dosis atau rute bukan yang sebenarnya
dimaksudkan.
b. Menulis resep dengan tidak jelas atau tidak terbaca
c. Menulis nama obat dengan menggunakan singkatan atau
nomenklatur yang tidak terstandarisasi
d. Menulis instruksi obat yang ambigu
e. Meresepkan satu tablet yang tersedia lebih dari satu kekuatan obat
tersebut
f. Tidak menuliskan rute pemberian untuk obat yang dapat diberikan
lebih dari satu rute.
g. Meresepkan obat untuk diberikan melalui infus intavena
intermitten tanpa menspesifikasi durasi penginfusan.

8
h. Tidak mencantumkan tanda tangan penulis resep.
2. Kesalahan dalam transkripsi
a. Saat datang ke rumah sakit, secara tidak sengaja tidak meresepkan
obat yang digunakan pasien sebelum ke rumah sakit.
b. Meneruskan kesalahan penulisan resep dari dokter yang
sebelumnya ketika menuliskan resep obat untuk pasien saat datang
ke rumah sakit.
c. Menyalin instruksi obat dengan tidak benar ketika menulis ulang di
daftar obat pasien.
d. Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan
daftar obat yang diresepkan untuk pasien rawat inap (Cahyono,
2008).

2.8 Medication Error


Medication error adalah kejadian merugikan pasien akibat penanganan
tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Hasil dari medication error ini
biasanya menyebabkan terjadinya pemakaian obat yang tidak tepat (Charles dan
Endang, 2006). Kejadian medication error dapat terjadi dalam 4 bentuk yaitu:
1. Prescribing error : Kesalahan yang terjadi selama proses peresepan obat
atau penulisan resep. Dalam penulisan resep yang biasanya terjadi adalah
kesalahan penulisan dosis, lupa menulis kadar obat, tulisan tangan pada
resep yang tidak terbaca, tidak adanya aturan pakai, tidak jelas nama obat
2. Transcribing error : Kesalahan yang terjadi pada saat membaca resep
3. Dispensing error : Kesalahan yang terjadi selama proses peracikan obat
meliputi content errors dan labelling errors. Jenis dispensing error ini
dapat berupa pemberian obat yang tidak tepat dan obat tidak sesuai dengan
resep.
4. Administration error : Kesalahan yang terjadi selama proses pemberian
obat kepada pasien, meliputi kesalahan teknik pemberian, rute, waktu,
salah pasien.

9
2.9 Interaksi Obat
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait
obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan
terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi
obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh
diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005).

2.10 Polifarmasi
Polifarmasi didefinisikan sebagai penggunaan bersamaan 5 macam
atau lebih obat-obatan oleh pasien yang sama. Namun, polifarmasi tidak
hanya berkaitan dengan jumlah obat yang dikonsumsi. Secara klinis,
kriteria untuk mengidentifikasi polifarmasi meliputi (Terrie, 2004):
1. Menggunakan obat-obatan tanpa indikasi yang jelas
2. Menggunakan terapi yang sama untuk penyakit yang sama
3. Penggunaan bersamaan obat-obatan yang berinteraksi
4. Penggunaan obat dengan dosis yang tidak tepat
5. Penggunaan obat-obatan lain untuk mengatasi efek samping obat.
(Terrie, 2004)

2.11 Tingkat Keparahan Interaksi Obat


Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga level, yakni :
1. Keparahan minor
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minor jika interaksi
mungkin terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya
terhadap pasien jika terjadi kelalaian. Contohnya adalah penurunan
absorbsi ciprofloxacin oleh antasida ketika dosis diberikan kurang dari dua
jam setelahnya (Bailie, 2004).
2. Keparahan moderate
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari
bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe
intervensi/monitor sering diperlukan. Efek interaksi moderate mungkin

10
menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan
tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di
rumah sakit. Contohnya adalah dalam kombinasi vankomisin dan
gentamisin perlu dilakukan monitoring nefrotoksisitas (Bailie, 2004).
3. Keparahan major
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat
probabilitas yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk
kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan
permanen (Bailie, 2004). Contohnya adalah perkembangan aritmia yang
terjadi karena pemberian eritromisin dan terfenadin (Piscitelii, 2005).

11
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan
pengambilan data prospektif melalui pengamatan langsung terhadap resep pasien
di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD dr. Iskak Tulungagung periode 7 Juli –
23 Juli 2018.

3.2 Subjek Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah resep pasien di Instalasi Gawat Darurat
(IGD) RSUD dr. Iskak Tulungagung periode 7 Juli – 23 Juli 2018. Sampel adalah
sebagian dari populasi yang ditentukan secara acak dengan kriteria inklusi sebagai
berikut resep pasien dari yellow zone dan red zone yang terbaca dengan jelas.
Jumlah pengambilan sampel adalah 280 resep .

3.3 Pengumpulan Data


Data di kumpulkan dari resep pasien yellow zone dan red zone di Instalasi
Gawat Darurat (IGD) RSUD dr. Iskak Tulungagung periode 7 Juli – 23 Juli 2018.
Data yang diambil adalah data administratif (nama pasien, umur , nama dokter,
SIP, alamat praktik, paraf dokter, tanggal penulisan resep dan ruangan pasien),
dan data klinis dari isi resep.

3.4 Analisis Data


Analisis data secara analisis deskriptif tentang kesalahan administrative dan
klinis untuk mengetahui persentase kesalahan dalam resep pasien yellow zone dan
red zone Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD dr. Iskak Tulungagung periode 7
Juli – 23 Juli 2018.

12
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 4.1 Persentase kesalahan skrining administratif


.
Persentase kesalahan skrining administratif
Jumlah Persentase
Nama pasien 0 0,00
Umur 155 55,36
Nama dokter 39 13,93
Sip 0 0,00
Alamat praktik 0 0,00
Paraf 0 0,00
Tanggal 149 53,21
Ruangan 110 100,00

Tabel 4.2 Persentase kesalahan skrining klinis

Persentase kesalahan skrining klinis


Jumlah Persentase
Duplikasi pengobatan 8 2,86
Alergi & ROTD 1 0,36
Interaksi obat 2 0,71
Polifarmasi 20 7,14
Tepat pasien, tepat
obat, tepat dosis,tepat
waktu pemberian, cara
pemberian 5 1,79
Kontraindikasi 0 0,00

13
Gambar 4.1 Diagram persentase kesalahan skrining administratif

Gambar 4.2 Diagram persentase kesalahan skrining klinis

4.1 Hasil
Hasil dari skrining resep pada peresepan Instalasi Gawat Darurat yellow
zone dan red zone adapun pesyaratan administrasi meliputi nama pasien (0%),
umur pasien (34%), nama dokter (9%), SIP (0%), alamat praktek (0%), paraf
dokter (0%), tanggal penulisan resep (33%) dan ruangan (24%). Kesalahan
skrining administratif terbesar terletak pada tidak adanya umur pasien.

14
Adapun persyaratan klinis meliputi duplikasi pengobatan (22%), alergi
dan reaksi obat tidak diinginkan (3%), interaksi obat (6%), polifarmasi (55%),
tepat dosis tepat pasien tepat obat tepat dosis tepat waktu pemberian cara
pemberian (14%) dan kontaindikasi (0%). Kesalahan skrining klinis terbesar
terletak pada polifarmasi.

4.2 Pembahasan
Penelitian persentase kesalahan skrining skrining resep meliputi skrining
administratif dan skrining klinis dari resep yang masuk ke Depo Farmasi Instalasi
Gawat Darurat pada yellow zone dan red zone. Jumlah resep pasien yang
dianalisis pada Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat ditetapkan sebanyak 280
resep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak ketidaklengkapan atau
kesalahan pada skrining administratif resep.
Adapun persyaratan administratif yang belum terlengkapi dalam resep
tersebut meliputi nama pasien (0%), umur pasien (34%), nama dokter (9%), SIP
(0%), alamat praktek (0%), paraf dokter (0%), tanggal penulisan resep (33%) dan
ruangan (24%). Kesalahan skrining administratif terbesar terletak pada tidak
adanya umur pasien artinya masih ada beberapa resep yang ditemukan tidak
mencantumkan komponen-komponen tersebut. Pentingnya pencantuman umur
pasien dalam penulisan resep merupakan salah satu aspek penting yang diperlukan
dalam perhitungan dosis. Data pasien dalam penulisan resep sangat penting karena
diperlukan dalam proses pelayanan peresepan sebagai pembeda identitas ketika
terdapat nama pasien yang sama agar tidak terjadi kesalahan pemberian obat pada
pasien sehingga pencapaian obat yang rasional dapat terpenuhi. Nama dokter, SIP,
alamat, telepon, paraf dokter, dan tanggal penulisan resep sangat penting dalam
penulisan resep agar ketika apoteker melakukan skrining resep kemudian terjadi
kesalahan mengenai kesesuaian dengan persyaratan dapat segera terkonfirmasi.
Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep
pada praktik dokter pribadi. Resep di Rumah Sakit dr.Iskak Tulungagung tidak
tercantum SIP dokter dan alamat praktek, akan tetapi dokter yang bekerja di
rumah sakit pasti memiliki SIP. Pencantuman SIP dalam resep diperlukan untuk

15
menjamin keamanan pasien, bahwa dokter tersebut mempunyai hak dan
dilindungi undang-undang dalam memberikan terapi pengobatan kepada pasien.
Menurut PERMENKES RI No.56 tahun 2014, izin operasional rumah sakit adalah
izin yang diberikan oleh pejabat yang bernaung sesuai kelas rumah sakit kepada
pengelola rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan di rumah
sakit setelah memenuhi persyaratan dan standar yang ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Kesehatan.
Pada tabel 4.2 diketahui hasil kesalahan dari skrining klinis. Adapun
persyaratan klinis tersebut meliputi : duplikasi pengobatan, alergi dan ROTD,
interaksi obat, polifarmasi, tepat (pasien, obat, dosis, waktu pemberian dan cara
pemberian). Kesalahan skrining klinis terbesar terletak pada polifarmasi.
Polifarmasi dapat mengakibatkan interaksi antar obat dan efek samping obat serta
masalah yang juga berhubungan dengan obat-obatan (drug-related
problem=DRP) sehingga dapat mengganggu terapi pasien. Polifarmasi berkaitan
dengan underprescribing, penggunaan medikasi yang tidak tepat (termasuk
duplikasi terapi), dan ketidakpatuhan pasien dalam penggunaan obat (Andriane
dkk, 2016).
Selain polifarmasi, persyaratan yang lain yaitu penulisan dosis sediaan obat
harus ditulis dengan jelas agar terhindar dari kesalahan pemberian obat, jumlah,
dan dosis. Penulisan frekuensi pemberian obat penting dalam resep agar ketika
dalam proses pelayanan tidak terjadi kesalahan informasi penggunaan obat.
Skrining lain yaitu adanya interaksi obat yang berperan penting dalam terapi
pengobatan agar dalam proses pengobatan tidak terjadi hal yang dapat merugikan
pasien akibat adanya interaksi obat. Interaksi obat terjadi bila dua atau lebih obat
berinteraksi sehingga keefektifan obat berubah (Bilqis, 2015). Waktu penggunaan
obat bertujuan untuk mencapai efek terapi yang optimal. Duplikasi pengobatan
adalah dosis pengobatan dua kali lipat atau obat yang sama diberikan meskipun
melalui rute pemberian yang berbeda. Alergi adalah reaksi hipersensitif terhadap
suatu bahan obat atau makanan, meskipun diberikan dalam jumlah sedikit (Astuti,
2009).

16
Kesalahan skrinning klinis ini terjadi karena skrining klinis belum
dilakukan oleh petugas kefarmasian secara menyeluruh selain itu yang menjadi
alasan utama adalah jumlah pasien yang banyak dan kurangnya tenaga
kefarmasian di Rumah Sakit menyebabkan skrining belum dapat dilakukan untuk
semua resep pasien. Skrining klinis sangat diperlukan terutama dalam mengatasi
kesalahan resep (Prescribing errors) (Phalke dkk., 2011), frekuensi kesalahan
resep obat yang ditemukan tinggi diberbagai layanan kesehatan. Menurut Lofholm
dan Katzung, (2009), beberapa kesalahan dalam penulisan resep masih banyak
ditemukan dalam praktek sehari-hari seperti kurangnya informasi yang diberikan,
tulisan yang buruk sehingga menyebabkan kesalahan pemberian dosis dan rute
obat, serta peresepan obat yang tidak tepat.
Untuk menghindari kesalahan pengobatan, Apoteker dapat berperan nyata
dalam pencegahan terjadinya kesalahan pengobatan di Rumah Sakit melalui
kolaborasi dengan dokter dan pasien. Hal yang dapat dilakukan antara lain
(Depkes RI, 2008) :
a. Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan
nomor rekam medik/ nomor resep
b. Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi
resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan
resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
c. Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
1) Data demografi (umur, beratbadan, jenis kela min) dan data klinis
(alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu
mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat
dengan indeks terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
2) Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium,
tandatanda vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus
mengetahui data laboratorium yang penting, terutama untuk obat-obat
yang memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti pada penurunan
fungsi ginjal).

17
d. Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
e. Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan
penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi
(eprescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan
diatas.
f. Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan
obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan
dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan kepada petugas
yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima
permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelahmendapat
konfirmasi.

18
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil identifikasi skrining resep di RSUD dr.Iskak belum
dilakuakn secara menyeluruh, mayoritas skrining resep yang belum dilakukan
oleh petugas farmasi pada skrinning administratif resep yaitu umur pasien (34%),
tanggal penulisan resep (33%), dan ruangan (24%). Sedangkan skirnning klinis
resep yaitu duplikasi pengobatan (22%), alergi dan reaksi obat tidak diinginkan
(3%), interaksi obat (6%), polifarmasi (55%), tepat dosis tepat pasien tepat obat
tepat dosis tepat waktu pemberian cara pemberian (14%) dari total sampel 280
resep di Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat RSUD dr.Iskak Tulungagung.

5.2 Saran
Perlu dilakukan komunikasi yang bik antara dokter penulis resep, dan
tenaga kesehatan lain khususnya apoteker. Disarankan agar setiap menerima resep
apoteker harus melakukan kegiatan skrining resep untuk menghindari terjadinya
kekeliruan dapat pemberian obat yang diinginkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Andriane , Y., H.S. Sastramihardja, dan R. Ruslami. 2016. Determinan Peresepan


Polifarmasi pada Resep Rawat Jalan di Rumah Sakit Rujukan. Global
Medical and Health Communication. 4(1) : 66-74

Astuti, N. Y. 2009. Kajian Peresepan Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/Sk/X/2004 Pada Resep Pasien
Rawat Jalan Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kajen
Kabupaten Pekalongan Bulan Juli 2008. Skripsi. Surakarta : Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Bailie, G. R dkk. 2004. Medfact Pocket Guide of Drug Interaction Second
Edition. Middleton: Bone Care International, Nephrology Pharmacy
Associated, Inc
Bilqis, U. A. 2015. Kajian Administrasi, Farmasetik dan Klinis Resep Pasien
Rawat Jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo pada Bulan Januari 2015.
Skripsi. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program
Studi Farmasi.
Cahyono, J.B.S.B, 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktik
Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius
Charles J. P,. dan Endang Kumolosari. 2006. Farmasi Klinik Teori dan
Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Cohen, M. R. (Ed.). (1999). Medication errors: causes, prevention, and risk
management. Jones & Bartlett Learning.
Lia, Amalia. 2007. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Lofholm, P., Katzung, B., 2009. Rational Prescribing & Prescription Writing.
Basic Clin. Pharmacol. United State Mcgraw Hill Med. 11, 1139–1148.

20
Mamarimbing, M., Fatimawali, Bodhi, W. 2012. Evaluasi Kelengkapan
Administratif Resep dari Dokter Spesialis Anak Pada Tiga Apotek di
Kota Manado. Program Studi Farm. Fmipa Unsrat Manado
Permenkes RI Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit.
Phalke, V.D., Phalke, D.B., Aarif, S.M.M., Mishra, A., Sikchi, S., 2011.
Prescription Writing Practices In A Rural Tertiary Care Hospital In
Western Maharashtra, India. Australas. Med. J. 4, 4–8.
Piscitelli, S. C., and Rodvold, K. A. 2005. Drug Interaction in Infection Disease
Second Edition. New Jersey: Humana Press
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Terrie YC. 2004. Understanding and Managing Polypharmacy in the Elderly.
USA

21
LAMPIRAN

Presentase Kesalahan Skrining Klinis

1. Tn. A
R/ Norephineprin Inj Keterangan :
Atropin sulfat inj Resep dengan polifarmasi
Diphenidramin inj
Ephineprin inj
Furosemide inj
Cetadrop inj

2. Tn. B
R/ Actilyse inj Keterangan
Keterangan: :
Aspilet tab Resep
Resep dengan
dengan polifarmasi
polifarmasi
Atorvastatin
Clopidogrel
Isdn
Prosogan

22
3. Ny. A
R/ Asetylsistein 200 mg Keterangan :

Ciprofloxacin inj Resep dengan polifarmasi


Norephineprin inj
Omeprazole inj
Santagesik inj
Viccillin sx inj

4. Ny. B
R/ captopril tab
Keterangan :
Furosemide inj
Resep dengan polifarmasi
ISDN
Laxadine syr
Levofloxacin fls
Metoclopramide inj
Nitroglycerin inj
Prosogan

5. Tn. C
R/ Aspilet
Clopidogrel Keterangan :
Atorvastatin Resep dengan polifarmasi
Captopril
Bisoprolol
ISDN
Diazepam
Laxadin syr

23
Lansoprazole

6. Tn. D
R/ Aspilet
Keterangan :
Captopril
Resep dengan polifarmasi
Clopidogrel
Concor 2,5
Furosemide
ISDN
Spironolacton

7. Tn. E
R/ Antasida doen Keterangan :
Diphenidramine Resep dengan polifarmasi
Dulcolax sup
Lansoprazole tab
Laxadine syr
Ondansetron
Ranitidine

24
8. Ny. S
Keterangan :
R/ Betahistin
Resep dengan polifarmasi
Diphenidramine
Domporidone
Flunarizine
Ondancetron
Ranitidine

9. Tn. X
R/ Asam tranexamat Keterangan :

Domperidone Resep dengan polifarmasi

Ondancetron
Prosogan
Santagesik
Sucralfate susp’

10. Tn. M
R/ Allopurinol 300 Keterangan :

Citicolin Resep dengan polifarmasi

Clopidogrel
Mecobalamin
Na Bicarbonat
Prosogan
Vicillin SX

11. Tn. N Keterangan :


Ada interaksi obat

25
R/ Atorvastatin
Captopril 25
Digoxin
Omeprazole
Spironolakton 25

12. Ny. Y Keterangan :


R/ Aspilet Ada interaksi obat
Clopidogrel
ISDN
Omeprazole
Sucralfat

13. Tn. J Keterangan :


R/ Captopril Ada interaksi obat
Digoxin
Furosemide
Spironolakton

14. Ny. I
Keterangan :
R/ Ambroxol
Resep dengan Polifarmasi
Ondancentron
Paracetamol I.V

26
Ranitidin
Santagesik
Ceftriaxon

15. Ny. M
R/ Aspar K
C.Carpin 2% Keterangan :
C.Tobroson MDS
Resep dengan Polifarmasi
Glauceta
Duplikasi Obat
Gliserin
Isotic Adretor 0.5%
Manitol
C.Timol 0.5%

16. Tn. S
Keterangan :
R/ Antasida tab
Resep dengan Polifarmasi
Ventolin neb
Duplikasi Obat
Methylprednisolon 125mg
Tidak memenuhi 5T1W
Metoclopramide
Santagesik
Ranitidin inj

27
Salbutamol tab
Ambroxol
Vit. B1

17. Tn. D
Keterangan :
R/ Amlodipin
Resep dengan Polifarmasi
Keterangan :
Ibuprofen
Tidak memenuhi 5T1W
Resep dengan Polifarmasi
Metronidazol
Tidak memenuhi 5T1W
Sukralfat
Valsartan
Prosogan
Santagesik

18. Ny. S
Keterangan : :
Keterangan
R/ Omeprazole
Tidak memenuhi 5T1W
Ranitidin

28
Thiampenicol
Sukralfat
Paracetamol

19. Tn. S Keterangan :


R/ cetirizin Dupilkasi Obat
Dexamethason
Difenhidramin

20. Tn. K
Keterangan :
R/ Aspilet
Resep dengan Polifarmasi
Clopidogrel 50
Tidak memenuhi 5T1W
ISDN
Prosogan
Furosemid inj
Avesco

21. Ny. S
Keterangan :
R/ Aspilet
Resep dengan Polifarmasi
Atorvastatin

29
Cetadop inj
ISDN
Laxadin
Ramipril 5
Valisanbe 2mg

22. Tn.S Keterangan :


R/ Ventolin neb Duplikasi obat
Pulmicort neb Tidak memenuhi 5T1W
Ambroxol Resep dengan Polifarmasi
Salbutamol
Methylprednisolon inj
CTM

23. Ny. S
R/ Ceftriaxon Keterangan :
Omeprazol Tidak memenuhi 5T1W
Santagesik
Tetagam 250IU
R/ Cefazolin
Gentamisin
Ondancentron
Santagesik

24. Tn. S

30
R/ Arixtra
Keterangan :
Aspilet
Resep dengan Polifarmasi
Avesco
Clopidogrel
Concor
Laxadin
Ramipril 5mg
Valisanbe 2mg

25. Tn. S
R/ Glauceta
Keterangan :
Ondancentron inj
Resep dengan Polifarmasi
Na.Phenytoin inj
Santagesik
Ranitidin
Omeprazole

26. Tn. T
Keterangan :
R/ Ceftriaxon
Resep dengan Polifarmasi
Omeprazol

31
Santagesik
Ranitidin
Tetagam 250 IU
Nicardipin

32

You might also like