Professional Documents
Culture Documents
Makalah
INSOMNIA
Disusun oleh:
BAB I
PENDAHULUAN
2) Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk membantu memahami
pola gangguan tidur insomnia dan sebagai proses belajar bagi penulis.
4
BAB II
ISI
lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini,
orang dapat dibangunkan dengan mudah.
1.5 Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG
menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga
2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat
nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.
1.6 Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran
EEG hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada
jumlah gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur
dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)
Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak
dibagi-bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM.1,4
Insomnia Primer
Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah
tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia.
Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali
menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.
Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi
medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat
menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu
masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat
menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1
dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga
dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu
penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun
penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang
menderita insomnia.
2.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
Pola tidur penderita.
Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
Tingkatan stres psikis.
Riwayat medis.
Aktivitas fisik
Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.
2.8 Tatalaksana
1. Non Farmakoterapi
a. Terapi Tingkah Laku
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan
mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku
ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk
penderita insomnia.
Terapi tingkah laku meliputi
- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.
- Teknik Relaksasi.
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback,
dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi
kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol
pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.
- Terapi kognitif.
11
Pengaturan Dosis
- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi
tidur.
- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off
(untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)
- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih
perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
13
Lama Pemberian
- Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak
lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan
lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang
menetap sekitar 6 bulan lamanya.
- Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological
Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah
gangguan tidur dapat ditanggulangi.
Efek Samping
Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur
Interaksi obat
14
Perhatian Khusus
- Kontraindikasi :
o Sleep apneu syndrome
o Congestive Heart Failure
o Chronic Respiratory Disease
- Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko
menimbulkan “teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities)
khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan
melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)1,3,7
2.9 Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur.
Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.
15
2.10 Prognosis
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada
gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia
16
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam
mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan gangguan
fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani dengan baik dapat
mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari.
Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan
berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan
kondisi medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap pola
tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan
stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik, dan kebutuhan tidur secara individual.
Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non
farmakologi, bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan yang
biasanya digunakan untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan
benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan Estazolam), dan non benzodiazepine
(Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia secara non farmakologis
dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan gaya hidup dan pengobatan di
rumah seperti mengatur jadwal tidur.
3.2. Saran
Karena kurangnya data mengenai epidemiologi insomnia di Indonesia, maka
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran insomnia di Indonesia.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed:
Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher
2. American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International
Classification of Sleep Disorders. American Academy of Sleep Medicine
Diagnostic and Coding Manual . Diagnostik dan Coding Manual. 2nd. 2.
Westchester, Ill: American Academy of Sleep Medicine; 2005:1-32.
3. Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis.
(http://www.emedicina.medscape.com/article/1187829.com Diakses
tanggal 8 Juli 2011)
4. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC
5. Insomnia.(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTI
ON=alternative-medicine Diakses tanggal 8 Juli 2011)
6. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya.
7. Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat
Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
8. Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry.
London: Oxford University Press