Fluor Albus

You might also like

You are on page 1of 2

Fluor Albus

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan reproduksi menjadi penyebab utama kesakitan pada wanita dalam usia
reproduksi. Salah satu masalah kesehatan reproduksi yang paling sering terjadi di kalangan
wanita adalah fluor albus. Fluor albus atau dikenal dengan istilah keputihan, vaginal
discharge atau leukore adalah nama yang diberikan kepada cairan yang dikeluarkan dari
alat genital yang tidak berupa darah. Fluor albus dapat merupakan suatu keadaan yang
normal (fisiologis) atau sebagai tanda dari adanya suatu penyakit (patologis).1
Fluor albus yang normal biasanya bening sampai keputihan, tidak berbau dan tidak
menimbulkan keluhan. Leukore yang patologis biasanya berwarna
kekuningan/kehijauan/keabu-abuan, berbau amis/busuk, jumlah sekret umumnya banyak
dan menimbulkan keluhan seperti gatal, kemerahan (eritema), edema, rasa terbakar pada
daerah intim, nyeri pada saat berhubungan seksual (dispareunia) atau nyeri saat berkemih
(disuria).2
Angka kejadian fluor albus di dunia mencapai 75% dari seluruh wanita usia reproduksi.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) setiap tahun lebih dari 340 juta kasus
baru infeksi bakteri dan protozoa yang menular secara seksual muncul di seluruh dunia
pada wanita berusia 15 – 49 tahun. Kejadian terbesar adalah pada wilayah Asia Selatan dan
Asia Tenggara, kemudian diikuti dengan wilayah Afrika dan Amerika Latin. Bahkan
infeksi menular seksual merupakan 17% dari penyebab kemiskinan di beberapa negara.
Fluor albus terjadi akibat adaya inflamasi sebagai akibat dari infeksi pada mukosa vagina.
Kejadiannya 1 – 14% pada semua wanita dalam usia reproduksi, dan merupakan penyebab
kedatangan 5 – 10 juta wanita ke Bagian Obstetri dan Ginekologi pertahun di seluruh dunia.
Dari semua etiologi leukore, 90%nya disebabkan oleh vaginosis bakterial (33 – 47%),
kandidiasis (20 – 40% dan trikomoniasis (8 – 10%). Lebih dari sepertiga pasien yang
berobat ke klinik - klinik ginekologi di Indonesia mengeluhkan fluor albus dan lebih dari
80% diantaranya merupakan fluor albus patologis.1-3
Fluor albus patologis dapat disebabkan oleh infeksi pada genitalia bagian bawah atau
pada daerah yang lebih proksimal. Infeksi mungkin disebabkan oleh gonokokus,
trikomonas, kandida, klamidia, treponema, Human Papilloma Virus (HPV), atau herpes
genitalis. Penularannya dapat terjadi melalui hubungan seksual. Fluor albus patologis juga
dapat disebabkan oleh neoplasma, benda asing, menopause dan erosi. Fluor albus fisiologis
dapat terjadi pada bayi baru lahir, saat menars, saat ovulasi, karena rangsangan seksual,
kehamilan, mood/stress, pengunaan kontrasepsi hormonal dan pembilasan vagina (vaginal
douching) secara rutin. Fluor albus juga merupakan salah satu efek yang sering dikeluhkan
oleh akseptor pemakai kontrasepsi hormonal dan Intra Uterine Device (IUD), namun masih
dianggap fisiologis. Fluor albus menjadi komplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh
penderita diabetes melitus, pemakai kortikosteroid dan antibiotik dalam waktu lama.2
Berdasarkan beberapa penelitian epidemiologi, fluor albus dapat dihadapi oleh wanita
mulai dari remaja, usia reproduksi sehat atau orang tua dan tidak mengenal tingkat
pendidikan, ekonomi dan sosial budaya, meskipun demikian, kasus ini lebih banyak
dijumpai pada wanita dengan tingkat pendidikan dan kondisi sosial ekonomi rendah.1,2
Masalah fluor albus ini bagi wanita terasa sangat mengganggu baik dalam menjalani
kehidupan sehari – hari maupun dalam hubungannya dengan pasangan. Rasa tidak nyaman
saat bekerja, rasa rendah diri dan kecemasan akan risiko kanker, publikasi atau cerita dari
teman mungkin akan memicu sebagian kecil wanita untuk mencari pertolongan medis,
namun sebagian besar masih mengabaikan gejala ini atau mencari kesembuhan dengan
menggunakan pengobatan tradisional seperti membasuh organ intim dengan air sirih atau
minum ramuan jamu. Akibatnya pada praktek sehari – hari banyak ditemui kasus yang telah
kronis karena ketidaktahuan wanita dan terapi yang tidak adekuat.3,4
Penyakit menular seksual dan infeksi organ reproduksi seringkali ditandai dengan
munculnya fluor albus. Adanya penyakit menular seksual meningkatkan risiko terpapar
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS), sehingga pengendalian penyakit menular seksual sangat penting terutama pada
wanita. Dua komponen utama dalam program pengendalian penyakit menular seksual
adalah identifikasi kasus dan penanganan dini. Namun pada kenyataannya, identifikasi
kasus penyakit menular seksual sulit dilakukan karena kondisi tersebut dianggap sebagai
masalah sosial dan penderitanya memiliki stigma buruk di masyarakat. Barier sosial ini
terutama ditemukan di negara – negara berkembang. Karena adanya tasa takut dan malu,
fluor albus sebagai gejala awal penyakit menular seksual seringkali disembunyikan.3-7
Pendidikan kesehatan bagi wanita usia reproduksi mengenai pencegahan infeksi,
pemanfaatan pelayanan kesehatan dan perawatan diri sangat penting dalam upaya
pencegahan masalah kesehatan reproduksi di negara – negara berkembang. Sebelum
mengembangkan sebuah intervensi pendidikan kesehatan diperlukan gambaran mengenai
tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan di wilayah tersebut.

You might also like