Professional Documents
Culture Documents
Materi RPP Pajak
Materi RPP Pajak
Menurut Dr. H. Rochmat Soemitro SH. Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra
prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Pajak
Fungsi Pajak
1. Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan
pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai,
belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan,
uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi
pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan
sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama
diharapkan dari sektor pajak.
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan
fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya
dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri,
diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi
produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk
luar negeri.
3. Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa
dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan
pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4. Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat
membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.
1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya
2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya.
Rinciannya:
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara)
c. Hukum Pajak
d. Hukum Pidana
Prof.P.J.A Adriani : Bahwa Hukum Pajak merupakan ilmu pengetahuan Sendiri yang terlepas
dari Hukum Administrasi Negara dengan alasan:
• Tugas Hukum Pajak bersifat berbeda dengan Hukum Administrasi Negara;
• Hukum Pajak berkaitan erat dengan Hukum Perdata;
• Hukum Pajak dapat secara langsung digunakan sebagai politik perekonomian;
• Hukum Pajak memiliki ketentuan dan istilah-istilah yang khas untuk bidang tugasnya
Hukum Pajak formal, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi
kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat:
a. tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak
b. hak-hak fiskus
c. kewajiban WP
Pajak langsung, adalah pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat
dilimpahkan kepada pihak lain.
Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembayaranya bisa dilimpahkan kepada pihak lain.
Berdasarkan lembaga pemungutanya:
Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang pemungutan didaerah
dilakukan oleh kantor pelayanan pajak.
Pajak daerah, adalah pajak yang kewenangan pemungutan dilakukan pemerintah daerah.
Menurut asalnya :
1. Stelsel nyata / riil , yaitu pengenaan pajak didasarkan pada (objek penghasilan
nyata), sehingga pemungutanya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni
setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kelebihan, pajak dikenakan lebih
realistis Kekurangan, pajak baru dikenakan pada akhir periode.
3. Stelsel campuran, pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan, kemudian pada akhir tahun pembayaran didasarkan dan disesuaikan dengan
keadaan sebenarnya.
TARIF PAJAK
1. Tarif pajak Regresif / Degresif, merupakan tarif pajak yang persentasenya
semakin menurun apabila jumlah objek pajak semakin bertambah.
2. Tarif pajak tetap, merupakan tarif pajak yang ditetapkan dalam nilai Rupiah
tertentu yang jumlahnya tidak berubah atau tetap.
4. Tarif pajak proporsional, tarif pajak yang menggunakan persentase tetap terhadap
berapapun jumlah objek pajaknya.
Wajib Pajak adalah orang pribadi dan badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan
pemungut pajak , yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang - undangan perpajakan (UU No.28 Tahun 2007 Tentang KUP, UU NO.36
Tahun 2008 Tentang PPh dan UU NO.42 Tahun 2009 Tentang PPN dan PPnBM serta peraturan
pelaksaannya).
Wajib Pajak tersebut terdiri dari :
Pengertian NPWP
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah sebuah tanda pengenalan diri atau identitas
wajib pajak yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana administrasi perpajakan dan untuk
melaksanakan hak dan kewajibannya yang berhubungan dengan perpajakan.
Untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), apabila persyaratan subjektif dan
objektifnya terpenuhi. Persyaratan subjektif artinya ada subjek pajaknya, contoh ada orang
pribadi atau badan hukumnya. Sedangkan persyaratan objektif artinya ada penghasilan yang akan
menjadi objek pajaknya.
B. Fungsi NPWP
Untuk mendapatkan NPWP anda bisa langsung datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
atau Kantor Penyuluhan Potensi Perpajakan ( KP4 ) setempat. Dapat juga dilakukan dengan cara
online melalui website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) melalui menu E-
Registration.
Dokumen yang dilampirkan :
fotocopy Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia atau fotocopy Paspor ditambah Kartu
Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dari instansi yang berwenang bagi orang asing.
1. Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy paspor ditambah surat keterangan
tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing
2. Surat Keterangan tempat tinggal kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang
berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa.
1. Fotocopy akte pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukan
dari kantor pusat bagi Badan Usaha Tersebut
2. Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy paspor ditambah surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa
bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif;
3. Surat Keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang minimal
Kabupaten.
5》 PENGHAPUSAN NPWP
Proses pemeriksaan dalam rangka penghapusan NPWP adalah prosedur standar yang harus
dilalui agar WP yang bersangkutan bisa bebas murni dari kewajiban pajak yang sebelumnya
melekat.
Persyaratan Menghapus NPWP
Menurut ketentuan pasal 11 ayat (1) Keputusan Dirjen pajak Nomor KEP-161/PJ/2001,
penghapusan NPWP dapat dilakukan dalam hal :
Wajib pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan
Warisan yang belum terbagi dalam kedudukannya sebagai subjek pajak sudah
selesai dibagi.
Wajib pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yabg berlaku
Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai
BUT.
Wajib pajak orang pribadi lainnya selain yang dimaksud dalam poin pertama dan
kedua yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai wajib pajak.
2. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban di pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan atas barang mewah.
3. Untuk pengawasan terhadap administrasi perpajakan.
Kapan batas waktu pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP? Jawabannya ada di Pasal 4
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010.
Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan brutonya melebihi Rp 600.000.000,00.
Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut
dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan brutonya melebihi Rp 600.000.000,00. Contoh, jika omzet Rp600.000.000,00
terlampaui di bulan Maret 2012, maka batas waktu pelaporan kegiatan usahanya adalah pada
tanggal 30 April 2012.
Tempat bagi Wajib Pajak untuk melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah di :
Tempat pelaporan usaha di KPP tertentu ini adalah untuk Wajib Pajak tertentu
yang pengadministrasian nya tidak didasarkan pada wilayah, tapi misalnya pada jenis
Wajib Pajaknya atau memang ditentukan seperti Wajib Pajak yang terdaftar di KPP LTO,
KPP Madya, atau KPP di lingkungan Kanwil Khusus.
Wajib Pajak yang melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dilakukan
melalui permohonan tertulis. Berdasarkan permohonan tersebut, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak melakukan pengukuhan PKP paling lambat 5 hari kerja terhitung sejak
permohonan diterima secara lengkap. Proses pengukuhan PKP ini dilakukan melalui
kegiatan verifikasi.
Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak
dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
FUNGSI SPT :
Wajib pajak harus mengambil sendiri surat pemberitahuan ditempat yang telah ditentukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak atau dengan cara mengakses situs Direktorat Jenderal Pajak untuk
memperoleh formulir surat pemberitahuan tersebut.
Setiap wajib pajak mengisi formulir tersebut dengan benar, jelas, lengkap dan
menandatanganinya serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jendral Pajak.
SPT diserahkan kembali ke kantor pelayanan pajak yang bersangkutan dalam batas waktu yang
telah ditentukan dan akan diberikan tanda terima tertanggal dan wajib menyampaikan SPT dalam
bahasa Indonesia dan satuan mata uang Rupiah.
Penandatanganan SPT harus berisikan tanda tangan stempel/tanda tangan elektronik yang
mempunyai kekuatan hukum yang sama.
3》 BATAS WAKTU DAN PERPANJANGAN SPT
Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan PPh SPT Tahunan PPh harus disampaikan paling lama:
1. Untuk SPT masa, paling lambat 20 hari setelah akhir Masa Pajak
2. Untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah
akhir tahun pajak, yaitu tanggal 31 Maret
3. Untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir
tahun pajak, yaitu tanggal 30 April
Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh untuk paling
lama 2 bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh dengan cara menyampaian
pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan PPh.
SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan
dikenakan sanksi administrasi berupa denda :
5》 PEMBETULAN SPT
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan yang mengakibatkan
utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan atas jumlah pajakyang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian
Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan
utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan.
Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan
mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak, terhadap ketidakbenaran
perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan
kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai
pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi
administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang
kurang dibayar.
Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur
Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri
dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat
Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat
mengakibatkan:
* pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;
* rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar.
* jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil
* jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil
6》 Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh .
Wajib Pajak Orang Pribadi yang dalam satu tahun pajak menerima atau memperoleh penghasilan
neto tidak melebihi PTKP dikecualikan dari kewajiban penyampaikan SPT Tahunan PPh.
SSP yaitu surat yang digunakan Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran
pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerima Pembayaran.
Fungsi SSP:
• Sebagai sarana untuk membayar pajak.
• Sebagai bukti dan laporan pembayaran pajak.
1. NPWP diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP yang dimiliki Wajib
Pajak.
3. Alamat diisi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan
Terdaftar (SKT).
1. NPWP diisi:
3. Nama dan Alamat diisi dengan lengkap sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk
(KTP) atau identitas lainnya yang sah.
1. Kode Akun Pajak diisi dengan angka Kode Akun Pajak yang tertera di atas tabel-
tabel berikut untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor.
2. Kode Jenis Setoran (KJS) diisi dengan angka dalam kolom “Kode Jenis Setoran”
untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor pada tabel berikut sesuai dengan
penjelasan dalam kolom “Keterangan”.
Catatan : Kedua kode tersebut harus diisi dengan benar dan lengkap agar kewajiban perpajakan
yang telah dibayar dapat diadministrasikan dengan tepat.
Masa Pajak
Diisi dengan memberi tanda silang pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak yang dibayar
atau disetor.
Pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu masa pajak dilakukan dengan menggunakan satu
SSP untuk setiap masa pajak.
Tahun Pajak
Diisi tahun terutangnya pajak.
Nomor Ketetapan
Diisi nomor ketetapan yang tercantum pada surat ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT) atau Surat
Tagihan Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk membayar atau menyetor pajak yang
kurang dibayar/disetor berdasarkan surat ketetapan pajak atau STP.
Jumlah Pembayaran
Diisi dengan angka jumlah pajak yang dibayar atau disetor dalam rupiah penuh. Pembayaran
pajak dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi WP yang diwajibkan
melakukan pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika Serikat), diisi secara lengkap
sampai dengan sen.
PEMBAYARAN PAJAK
c. Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh
Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini adalah:
Pemberi penghasilan;
b. PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak tertentu
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas
penyerahan barang (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada
bendaharawan pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang
tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungutan PPh Pasal 22 ini antara lain adalah:
Wajib Pajak dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga
sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 22.
g. PPN dan PPnBM adalah pemungutan PPN dan PPnBM oleh Pengusaha
Kena Pajak (PKP) atau Pemungutan yang ditunjuk (misalnya Bendahara
Pemerintah) atas pengkonsumsian barang dan/atau jasa kena pajak.
Pengusaha Kena Pajak yang ditunjuk untuk memungut PPN dan PPnBM adalah
pengusaha yang memiliki peredaran bruto (omzet) melebih Rp 600.000.000,-
setahun atau pengusaha yang memilih sendiri untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
Wajib Pajak baik berbentuk perseorangan maupun badan yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib memungut PPN dan juga PPnBM (bila
barangnya yang diserahkan tergolong mewah) dari pembeli atau pemakai jasanya.
Wajib Pajak juga wajib membayar PPN dan PPnBM bila mengkonsumsi barang
atau jasa dari Pengusaha Kena Pajak.
PENAGIHAN PAJAK
Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak
akan melakukan penagihan pajak. Tindakan ini dilakukan Apabila Wajib Pajak tidak membayar
pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam Surat Tagihan
Pajak(STP), atau Surat Ketetapan Pajak (skp), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, maka DJP dapat melakukan tindakan penagihan. Proses penagihan
dimulai dengan Surat Teguran dan dilanjutkan dengan Surat Paksa. Dalam hal WP tetap tidak
membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta WP yang
disita tersebut untuk melunasi pajak yang tidak/belum dibayar.
2. Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat
Teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi hutang pajaknya.
3. Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap
Wajib Pajak/penanggung pajak yang tidak kooperatifdalam membayar hutang pajaknya.
1) Kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan/atau PPnBM dapat dikembalikan dalam hal
terdapat:
a. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP;
b. Pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana tercantum dalam Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-
Undang KUP;
c. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP;
d. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C
Undang-Undang KUP;
e. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D
Undang-Undang KUP;
f. Pajak yang telah dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak yang dibawa ke luar
Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17E Undang-Undang KUP dan Pasal 16E Undang-Undang PPN;
g. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(4c) Undang-Undang PPN;
h. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung;
i. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP;
j. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP;
k. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat
Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP; atau
l. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat
Tagihan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP
2) Tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali PPN barang bawaan orang
pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f mengikuti
ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pengajuan dan
penyelesaian permintaan kembali PPN barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar
negeri.
Tata cara permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB mengikuti ketentuan dalam
Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran Pajak Bumi dan
Jenis-jenis surat ketetapan pajak (SKP)
Surat ketetapan pajak adalah surat keterangan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil,
atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
1. Saran untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau
berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban
materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
Surat Ketetpana Pajak (SKP) terdiri dari surat keterangan berupa Surat Keterangan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan Surat
Ketetapan Pajak Nihil.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan
oleh Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 5 tahun setelah pajak terutang apabila terdapat:
1. Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak
tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak. Surat Tagihan
Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga
dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa.
2. Pengusah Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesui dengan masa
peneribitan faktur pajak dikenai sanksi.
3. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian
pajak masukan diwajibkan membayar kembali.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) dalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang
terutang atau tidak seharusnya terutang. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 tentang Tata Cara
Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak meliputi jenis pajak PPh, PPN,
PPnBM, dan PBB. Hal ini dalam rangka peningkatan pelayanan kepada wajib pajak dan
pengamanan penerimaan negara melalui integrasi pelayanan pengembalian kelebihan pajak dan
penghitungan kelebihan pembayaran pajak dengan utang pajak.
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit pajak.
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan dalam hal:
Dari hasil penelitian SPT, terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah
tulis dan atau salah hitung.
Apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang tidak mengandung
persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak, maka dapat dibetulkan oleh Direktur Jenderal
Pajak secara jabatan atau permohonan Wajib Pajak
Ketetapan pajak yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau kekeliruan antara lain:
Surat Keputusan Pengurangan dan Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar.
Ruang lingkup pembetulan ketetapan pajak terbatas pada kesalahan atau kekeliruan dari:
1. Kesalahan tulis, antara lain: kesalahan yang dapat berupa penulisan nama, alamat,
NPWP, nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, masa, atau tahun pajak, dan tanggal
jatuh tempo.
2. Kesalahan hitung, yang berasal dari penjumlahan dan atau pengurangan dan atau
perkalian dan atau pembagian suatu bilangan.
3. Kekeliruan dalam penerapan tarif, penerapan persentase norma pnghitungan
penghasilan neto, penerapan sanksi administrasi, PTKP, penghitungan PPh dalam tahun
berjalan, dan pengkreditan pajak.
4. Pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih
harus dibayar.
3. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia untuk suatu surat ketetapan
pajak..
4. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan memberikan alasan yang
jelas dan meyakinkan.
5. Disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) yang mengenakan sanksi administrasi tersebut.
6. Tidak melebihi jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya STP, SKPKB atu
SKPKBT, kecuali apabila WP dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak
dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasannya.
7. Tidak mengajukan keberatan atas ketetapan pajaknya dan diajukan atas suatu STP,
suatu SKPKB atau suatu SKPKBT.
Catatan:
Apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang tidak mengandung
persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak, dapat dibetulkan oleh Direktur Jenderal Pajak
secara jabatan atau atas permohonan wajib pajak.
KESALAHAN ATAU KEKELIRUAN DALAM KETETAPAN PAJAK YANG
DAPAT DIBETULKAN
Ruang lingku pembetulan ketetapan pajak, terbatas pada kesalahan atau kekeliruan dari:
1. Kesalahan tulis antara lain: nama, alamat, NPWP, nomor surat ketetapan pajak,
jenis pajak, masa, atau tahun pajak, dan tanggal jatuh tempo.
2. Kesalahan hitung, yang berasal dari penjumlahan dan atau pengurangan dan atau
perkalian dan atau pembagian suatu bilangan.
Jangka waktu penyelesaian permohonan pembetulan Wajib Pajak harus diselesaikan oleh
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan
pembetulan diterima. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak
tidak memberikan suatu keputusan, maka permohonan pembetulan yang diajukan dianggap
dikabulkan.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau
jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan
pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan WP tidak punya hutang pajak
lain.