You are on page 1of 8

http://jurnal.fk.unand.ac.

id 270

Laporan Kasus

Penatalaksanaan Tuberkulosis Laring


1 2
Novialdi , Seres Triola

Abstrak
Tuberkulosis laring merupakan salah satu tuberkulosis ekstrapulmonal yang disebabkan oleh kuman
mikobakterium tuberkulosis. Tuberkulosis masih menjadi masalah nasional di negara kita dengan prevalensi yang
cukup tinggi.Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, diperlukan dalam menegakkan diagnosis
tuberkulosis laring. Pemeriksaan histopatologi laring masih menjadi standar baku emas dalam menegakkan diagnosis
pasti tuberkulosis laring. Diagnosis yang benar dan penatalaksanaan yang tepat bertujuan untuk mengatasi gejala
klinis dan memutus rantai penularan dari kuman mikobakterium tuberkulosis.
Dilaporkan satu kasus wanita usia 34 tahun dari hasil pemeriksaan histopatologi laring didapatkan suatu gambaran
tuberkulosis laring dan ditatalaksana dengan pemberian obat anti tuberkulosis.
Kata kunci: Tuberkulosis ekstrapulmonal, tuberkulosis laring, mikobakterium tuberkulosis, obat anti tuberkulosis

Abstract
Laryngeal tuberculosis is one of extrapulmonary tuberculosis caused by the micobacterium tuberculosis.
Tuberculosis remains a national problem in our country with a high prevalence rate. Anamnesis, physical examination,
and other supporting examinations, are necessary to confirm a diagnosis of laryngeal tuberculosis. Histopathological
examination of the larynx is still the gold standard in establishing a diagnosis of laryngeal tuberculosis. Correct
diagnosis and appropriate treatment aims to overcome the clinical symptoms and break the transmission of
micobacterium tuberculosis. Reported a case of 20 years old woman whom the results of histopathological
examination of the larynx obtained a symptom of laryngeal tuberculosis and treated by administration of anti
tuberculosis drugs.
Keywords:Extrapulmonary tuberculosis, laryngeal tuberculosis, mycobacterium, tuberculosis, anti tuberculosis drug

Affiliasi penulis : 1. Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas dapat tersebar dalam radius 1,5 meter. Apabila
Andalas, 2. PPDS THT-KL Fakultas Kedokteran Unand
terhirup, kuman akan dibersihkan oleh silia saluran
Korespondensi :Seres Triola, Jalan Banio nomor 19 Belanti Barat
Padang, email: triolaseres@gmail.com, Telp: 081977511686 pernafasan bagian atas. Pada kuman dengan ukuran
<5 mikrometer akan menembus jauh ke dalam
PENDAHULUAN bronkiolus, sehingga dapat menimbulkan suatu proses
9
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi infeksi.
yang disebabkan oleh kuman basil tahan asam yaitu TB dapat menular melalui inhalasi droplet
1-6
mikobakterium tuberkulosis. TB secara garis besar yang dapat menembus sistem mukosiliar saluran
dikelompokkan menjadi TB pulmonal (TB paru) dan pernafasan atas dan diteruskan ke organ paru.
1-6
TB ekstrapulmonal. Pada TB ekstrapulmonal, organ Selanjutnya kuman mikobakterium tuberkulosis dapat
yang terlibat diantaranya, kelenjar getah bening, otak, menimbulkan gejala pada seseorang berdasarkan
tulang temporal, rongga sinonasal, hidung, mata, virulensi, jumlah kuman dalam tubuh serta daya tahan
9
faring, kelenjar liur, dan termasuk salah satunya tubuh manusia itu sendiri.
1-6
laring. Pada pertengahan tahun 1900, TB laring
memiliki prevalensi yang cukup tinggi di dunia, dan ANATOMI
37% merupakan penderita yang disertai TB paru Laring merupakan organ yang berfungsi
dengan prognosis yang buruk.
7 sebagai alat pernafasan, terdiri dari satu tulang dan
Mikobakterium tuberkulosis merupakan beberapa kartilago.Pada bagian superior laring
kuman penyebab TB laring yang merupakan kuman terdapat os hyoid yang berbentuk U.Pada permukaan
basil tahan asam.Robert Koch pada tahun 1882 superior os hyoid melekat tendon dan otot-otot lidah,
menemukan kuman ini tidak membentuk eksotoksin mandibula, dan kranium. Pada bagian bawah os hyoid
maupun endotoksin. Fraksi protein dari kuman ini akan terdapat dua buah alae atau sayap kartilago tiroid
menyebabkan nekrosis pada jaringan, sedangkan yang menggantung pada ligamentum tiroid dan akan
fraksi lemak bersifat tahan asam dan merupakan menyatu di bagian tengah yang disebut dengan
faktor penyebab fibrosis, terbentuknya tuberkuloid, Adam’s apple (jakun).Kartilago krikoid dapat diraba di
serta tuberkel.
2-5,8-10 bawah kulit, melekat pada kartilago tiroid melalui
10-13
Mikobakterium tuberkulosis berukuran 2 ligamentum krikotiroidea.
sampai 4 mikrometer dan dapat tumbuh subur pada Bagian superior terdapat pasangan kartilago
pO2 140mmHg.Kuman dilepaskan ke udara ketika aritenoid, yang berbentuk piramida bersisi tiga.Bagian
seseorang berbicara, bersin, atau batuk. Untuk droplet dasar piramida berlekatan dengan krikoid pada
partikel kuman yang berukuran >5-10 mikrometer artikulasio krikoaritenoid sehingga dapat terjadi

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 271

gerakan meluncur dan juga gerakan aktif sebanyak 46,7%, disertai TB paru inaktif 33,3%,
8
rotasi.Ligamentum vokalis meluas dari prosesus dan tanpa kelainan paru 20%.
vokalis melalui tendon komisura anterior. Dibagian Di RSUP Dr. M. Djamil sendiri dalam 3 tahun
posteriornya, ligamentum krikoaritenoid posterior terakhir, terhitung sebanyak 473 kasus TB paru,
meluas dari batas superior lamina krikoid menuju sedangkan jumlah TB laring dijumpai sebanyak 35
10-13
permukaan medial kartilago aritenoid. kasus diantaranya TB laring yang disertai TB paru
sebanyak 29 kasus dan 6 kasus tanpa disertai TB
paru.

Patofisiologi
5
Fagundes dkk menyebutkan beberapa teori
yang menyebabkan terjadinya kontaminasi laring oleh
kuman mikobakterium tuberkulosis, diantaranya: 1)
Teori bronkogenik, dimana laring mengalami infeksi
melalui kontak langsung dari sekret atau sputum yang
kaya kuman mikobakterium tuberkulosis, baik pada
cabang bronkus atau pada mukosa laring. Dengan
Gambar 1. Anatomi laring
13 kata lain laring mengalami gangguan seiring dengan
2,5,6
kelainan yang terjadi di paru. 2) Teori hematogenik,
Sendi laring terdiri dari dua, yaitu: artikulasio pada teori ini kelainan hanya terjadi di laring tanpa
5
krikotiroid dan krikoaritenoid. Gerakan laring terjadi disertai kelainan pada paru. Kuman mikobakterium
akibat keterlibatan otot intrinsik dan ekstrinsik laring. tuberkulosis menyebar melalui darah dan sistim
Otot intrinsik menyebabkan gerakan-gerakan di bagian limfatik.
laring sendiri, dan otot ekstrinsik bekerja pada laring Suatu penelitian melaporkan lokasi lesi pada
secara keseluruhan.
11-13 TB laring paling sering terjadi pada bagian epiglotis
Plika vokalis dan plika ventrikularis terbentuk dan bagian anterior laring berupa edema, polipoid,
2,6
dari lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan hiperplasia, dan ulserasi minimal. Infeksi awal pada
ligamentum ventrikulare.Bidang yang terbentuk antara subepitelial berupa gambaran fase inflamasi akut difus
plika vokalis kanan dan kiri disebut rima glotis. Plika seperti hiperemis, edema, dan infiltrasi sel-sel
vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring eksudat. Kemudian terbentuknya granuloma tuberkel
dalam 3 bagian yaitu vestibulum laring (supraglotik), yang avaskuler pada jaringan submukosa dengan
daerah glotik, dan daerah infraglotik (subglotik).
11-13 daerah perkijuan yang dikelilingi sel epiteloid pada
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang bagian tengah dan sel mononukleus pada bagian
nervus vagus, yaitu nervus laringeus superior dan perifer. Tuberkel yang berdekatan bersatu hingga
inferior.Kedua saraf merupakan campuran motorik dan mukosa di atasnya meregang atau pecah dan terjadi
sensorik.Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan ulserasi.Ulkus yang timbul membesar, biasanya
dari nervus rekurens yang merupakan cabang dari dangkal, ditutupi oleh perkijuan dan dirasakan nyeri
nervus vagus. Nervus rekurens kanan akan menyilang oleh penderita. Bila ulkus semakin dalam akan
arteri subklavia kanan dibawahnya sedangkan nervus mengenai kartilago laring sehingga terjadi perikondritis
rekuren kiri akan menyilang arkus aorta.
10,11,13 atau kondritis terutama pada kartilago aritenoid dan
Laring terdiri dari dua pasang pembuluh epiglotis. Kerusakan tulang rawan yang terjadi
darah diantaranya arteri laringeus superior dan arteri mengakibatkan terbentuknya nanah yang berbau dan
laringeus inferior. Arteri laringeus inferior cabang arteri selanjutnya akan terbentuk sekuester. Pada stadium
tiroid inferior, bersama-sama nervus laringeus inferior ini keadaan penderita sangat buruk dan dapat
1
ke belakang sendi krikotiroid dan memasuki laring ke berakibat fatal.
10,12
pinggir bawah otot konstriktor inferior.
Klasifikasi
Kekerapan TB laring secara makroskopis dibagi menjadi
TB laring masih memiliki prevalensi yang 4 tipe: 1. Tipe granulomatous, 2. Tipe polipoid, 3. Tipe
8
tinggi di dunia.Prevalensi TB laring di RS. Yangdong ulseratif, 4. Tipe nonspesifik (Gambar. 2), sedangkan
15
Korea tercatat dari tahun 1996 sampai 2006 sebanyak Shin dkk seperti yang dikutip oleh Verma
60 kasus dengan kisaran usia antara 25 sampai 78 menyatakan TB laring terbagi menjadi 4 kelompok
tahun dengan perbandingan antara wanita dan laki- diantaranya, 1. TB laring dengan lesi ulserasi
laki adalah 1 : 1,9. Insiden TB laring disertai TB paru berwarna keputihan (40,9%), 2. TB laring dengan lesi
inflamasi nonspesifik, 3. TB laring dengan lesi polipoid

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 272

17
(22,7%), dan 4. TB laring dengan lesi massa Chi Wang dkk menyatakan lesi yang terjadi pada
ulserofungatif (9,1%). laring berupa ulkus yang multipel dan tersebar, serta
lesi hipertrofi pada laring.
Kelainan laring pada penderita TB laring
menunjukkan gambaran lesi putih pada mukosa
(38,5%), terdapat ulkus (13,50%), massa
granulomatosa (13,50%), peradangan nonspesifik
(26,9%), terdapatnya semua gambaran klinis (53,8%),
dan tidak ada pergerakan pita suara (11,5%). Pada
kasus dengan gangguan pergerakan pita suara yang
terjadi bilateral diperlukan tindakan trakeostomi untuk
14
mengatasi obstruksi jalan nafas atas yang terjadi.
Dari 26 pasien yang menderita TB laring, Chi Wang
17
dkk melaporkan lesi pada laring sering terjadi pada
pita suara asli (80,8%), komisura posterior (38,5%),
pita suara palsu (38,5%), epiglotis (26,9%), dan
Gambar 2. Hasil pemeriksaan laringoskopi pada TB
subglotis (3,8%).
laring (A) Tipe ulseratif, pada rongga laring (B) Tipe
granulomatosa, pada bagian posterior glotis (C) Tipe
polipoid, pada pita suara palsu kanan (D) Tipe
Pemeriksaan Penunjang
nonspesifik, pada pita suara kanan
8 Pemeriksaan laboratorium, radiologis,
bakteriologis, histopatologis, serta pemeriksaan
serologis seperti Polimerase Chain Reaction (PCR)
Histopatologi
dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
Gambaran mikroskopis pada TB laring
diagnosis dan menyingkirkan beberapa diagnosis
memperlihatkan suatu kelompok sel epitel numerous 8,18
banding. Biopsi laring tetap menjadi standar baku
dan sel giant langhans multipel dengan menggunakan 1
emas untuk diagnosis pasti dari TB laring.
pewarnaan HE. Basil tahan asam akan terlihat dengan
4 Menurut Rupa seperti yang dikutip Chen
pewarnaan Ziehl Nielsen. 4
Wang dkk melaporkan dari 26 kasus TB laring
ditemukan sebanyak 92,3% dengan kelainan di paru
Gejala Klinik
pada foto polos thorax, dan 7,2% dengan gambaran
Keluhan utama penderita TB laring paling
paru yang normal. Gambaran radiologi berupa infiltrasi
sering dijumpai yaitu suara serak yang disertai disfagia
pada daerah apikal, lesi fibrokalsifikasi, terdapat
dengan atau tanpa odinofagia dan batuk. Pada
kavitas, adanya gambaran granuloma nodular, atau
beberapa kasus dapat ditemukan limfadenopati 1
terdapat gambaran opak pada lapangan paru.
servikal yang sering dicurigai sebagai suatu metastase
14-16 Pemeriksaan bakteriologis merupakan
keganasan.
pemeriksaan untuk diagnosis pasti TB paru, namun
TB dapat mengenai berbagai organ tubuh,
tidak semua penderita TB paru mempunyai
secara sistemik menimbulkan gejala demam, keringat
pemeriksaan bakteriologis positif. Selain pemeriksaan
malam, nafsu makan berkurang, badan lemah, dan
4 pada sputum, bilasan bronkus, jaringan paru, cairan
berat badan menurun. Pada TB laring gejala utama
pleura, cairan serebrospinal, urin, feses, dan jaringan
berupa suara serak, terjadi biasanya ringan dan dapat
1,5,10,15,16 biopsi dapat digunakan untuk pemeriksaan
progresif menjadi afonia. Selain suara serak,
bakteriologis dengan menggunakan pewarnaan Ziehl
keluhan lain dapat juga dijumpai berupa disfagia, 4
5,10,16 Neelson.
odinofagia, otalgia, batuk, dan sesak nafas.
17 Pada TB laring yang disertai pembesaran
Chi Wang, dkk melaporkan persentase
kelenjar getah bening, dapat dilakukan pemeriksaan
tertinggi untuk gejala klinis TB laring berupa suara
histopatologi biopsi aspirasi jarum halus pada kelenjar
serak sebesar 84,6%, diikuti gejala batuk 46,2%, 13
getah bening tersebut. Pemeriksaan serologis juga
odinofagia 8%, dispnea 19,2%, demam 11,5%,
1 dapat dilakukan seperti pemeriksaan PCR
limfadenopati 7,7%, stridor 3,85%. Smulders dkk
(Polymerase Chain Reaction) dan PAP (Peroksidase
melaporkan dari 60 kasus TB laring menemukan 18,19
Anti Peroksidase).
gejala klinis suara serak sebanyak 80%-100%,
odinofagia 50%-67%, dan diikuti gejala lain seperti
Diagnosis
disfagia, dispnea, stridor, batuk dan dahak berdarah.
Diagnosis TB laring ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
penunjang. Pemeriksaan penunjang berupa
Pada pemeriksaanlaringdapat terlihat
pemeriksaan laringoskopi, foto polos thorax,
mukosa yang udem, hiperemis dandifus pada
pemeriksaan bakteriologi, dan pemeriksaan
sepertiga posteriorlaringatau terlihat lesi eksofitik
histopatologi yang merupakan standar baku emas
granular yang menyerupai gambaran suatu 8,17,18,20
10 untuk menegakkan diagnosis TB laring.
karsinoma. Auerbach dan Bailey seperti yang dikutip

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 273

Diagnosis Banding keadaan umum yang buruk. Sedangkan menurut


11
Ling, Zhou, dan Wang melaporkan bahwa Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB di
TB laring sering salah diagnosis dengan tumor laring Indonesia, menyatakan kortikosteroid tidak
9
(42,9%), polip pita suara (21,4%), papiloma laring memberikan peranan penting pada TB laring.
(14,3%), epiglotitis akut (14,3%), dan kista pita suara
16 6,9
(7,2%). Beberapa diagnosis banding untuk TB laring Tabel 1. Dosis obat anti tuberkulosis lini pertama
lain yaitu sifilis, sarkoidosis, granulomatosis
7,16
Wagener’s, dan infeksi jamur. Nama Obat Dosis Harian

Penatalaksanaan Isoniazid 4-6 mg/kgBB


Angka TB dapat ditekan dengan pemakaian (max. 300 mg)
Obat Anti Tuberkulosis (OAT), penggabungan metode
deteksi serta pencegahan secara dini, perubahan Rifampisin 8-12 mg/kgBB
gaya hidup, dan edukasi dapat menekan penyebaran (max 600 mg)
infeksi ke ekstra pulmonal dan ke lingkungan
8,18 Pirazinamid
sekitar. Dua dekade terakhir terjadi peningkatan
insiden TB laring yang disebabkan peningkatan 20-30 mg/kgBB
penyakit imunosupresif, faktor usia, meningkatnya (max 2000 mg)
Etambutol
jumlah imigran dari daerah resiko tinggi TB, dan
terjadinya resistensi terhadap OAT.
8 15-20 mg/kg
Pemberian OAT pada TB bertujuan (max 1600 mg)
menurunkan mata rantai penularan, mengobati infeksi
yang terjadi, mencegah kematian, dan mencegah
9,18,20,22
angka kekambuhan. American Thoracic Society
(ATS) menyatakan prinsip pengobatan TB Komplikasi
ekstrapulmonal secara umum tidak memiliki Penyebaran kuman mikobakterium
perbedaan dengan TB paru, termasuk pengobatan tuberkulosis secara limfogen atau hematogen dapat
20-22
untuk TB laring. terjadi, sehingga dapat menyebabkan timbulnya
Pengobatan TB ekstrapulmonal dengan TB komplikasi akibat meluasnya penyebaran fokus primer
paru adalah sama baik dari segi kombinasi obat, ke bagian tubuh lain. Komplikasi di paru dapat berupa
22
dosis, dan lama pengobatan. Isoniazid (H), kelainan paru yang luas, kavitas, efusi pleura,
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S), dan empiema, endobronkitis, atelektasis, penyebaran
Etambutol (E) merupakan kombinasi obat yang milier, dan bronkiektasis.
10-12

digunakan untuk pengobatan TB paru maupun TB Selain komplikasi yang terjadi di paru,
18
ekstrapulmonal. Pemberian terapi selama 6 bulan komplikasi di laring dapat terjadi, diantaranya stenosis
merupakan standar yang dipakai untuk pengobatan laring, fiksasi dari krikoaritenoid akibat fibrosis,
6
TB paru dan TB ekstrapulmonal secara umum. Dosis subglotis stenosis, gangguan otot laring, dan paralisis
OAT yang digunakan adalah dosis individual yang pita suara ketika krikoaritenoid atau nervus laringeal
6,9
sesuai dengan berat badan penderita. (Tabel. 1) rekuren mengalami trauma.
8

Evaluasi keteraturan berobat merupakan


salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam LAPORAN KASUS
6,18
pengobatan TB. Ketidakteraturan konsumsi obat Seorang pasien wanita berusia 34 tahun
akan menyebabkan timbulnya masalah Multi Drug datang ke poliklinik sub bagian laring faring bagian
6,18
Resistance (MDR). Selain tidak teraturnya THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 30
konsumsi obat, faktor HIV dan faktor kuman juga Januari 2012 dengan keluhan utama suara serak
9
dapat menyebabkan terjadinya MDR. sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Demam,
Respon pengobatan pada TB laring dapat nyeri menelan, dan sesak nafas tidak
6
terjadi dalam 2 minggu. Suara serak yang terjadi dijumpai.Riwayat memakan obat TB sebelumnya tidak
karena hipertrofi dapat mengalami perbaikan, namun ada.Riwayat berkeringat malam tidak ada.Pasien tidak
pergerakan pita suara yang terbatas akibat fibrosis memiliki riwayat batuk-batuk lama disertai dahak
6,18 18
dapat bersifat menetap. Yelken melaporkan berdarah.Penurunan berat badan yang bermakna
respon OAT terhadap laring cukup baik rata-rata 2 tidak dijumpai. Riwayat keluarga yang mengalami
bulan. penyakit yang sama tidak ada. Riwayat keluarga
Pemberian kortikosteroid pada kasus-kasus mengalami penyakit keganasan tidak ada
dengan fiksasi pita suara dapat diberikan untuk Pembesaran kelenjar getah bening pada leher, ketiak,
mencegah fibrosis yang dapat menyebabkan dan selangkang tidak dijumpai.Pasien seorang ibu
sumbatan jalan nafas atas. Kortikosteroid juga rumah tangga.
berperan pada kasus-kasus TB yang disertai faktor- Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan
faktor penyulit, seperti pada TB milier, TB meningitis, umum pasien sedang, komposmentis kooperatif, gizi
TB dengan efusi pleura, dan TB disertai sepsis dan

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 274

cukup dan tanda vital didapatkan TD: 110/ 80 mmHg, Hasil pemeriksaan darah rutin dan PT/ APTT
0
HR: 104x/ menit, RR: 22x/ menit, T: 36,2 C. didapatkan haemaglobin: 12mg/ dl, leukosit 8700/
3 3
Pada pemeriksaan telinga kanan dan kiri mm , trombosit 158.000/ mm , retikulosit: 1,2%,
didapatkan liang telinga lapang, membran timpani hematokrit: 40 vol%, PT: 13’, APTT: 25’. Dilakukan
utuh, reflek cahaya (+). Pada pemeriksaan rinoskopi informed consent dan puasa 6-8 jam pre operasi.
anterior kavum nasi dekstra dan sinistra didapatkan
kavum nasi lapang, konka inferior dan konka media
eutrofi, deviasi septum (-). Pada pemeriksaan
rinoskopi posterior didapatkan koana terbuka, muara
tuba terbuka, massa nasofaring (-).
Pada pemeriksaan tenggorok dijumpai arkus
faring simetris, uvula ditengah, tonsil T1-T1 tenang,
dinding faring posterior tenang Laringoskopi indirek
dijumpai epiglotis udem dan hiperemis, terdapat
massa berbenjol-benjol pada aritenoid, plika vokalis,
dan plika ventrikularis, rima glotis terbuka, pergerakan
simetris. Pada pemeriksan kelenjar getah bening tidak
dijumpai pembesaran.
Pada pemeriksaan telelaringoskopi dengan
fiber optik didapatkan hasil epiglotis udem dan Gambar 4. Foto polos thorax AP
hiperemis, terdapat massa berbenjol-benjol pada
aritenoid, plika vokalis, dan plika ventrikularis, rima Pada tanggal 20 Maret 2012 dilakukan biopsi
glotis terbuka, pergerakan simetris. Pasien didiagnosis laring dengan menggunakan laringoskop kleinseisser
sementara dengan suspek granuloma laring dengan dengan prosedur berikut, pasien tidur terlentang
diagnosis banding TB laring.(Gambar. 3) Pasien dengan kepala ekstensi di atas meja
dianjurkan untuk pemeriksaan foto polos thorax posisi operasi.Dilakukan aseptik antiseptik sesuai prosedur
AP. Dari pemeriksaan foto polos thorax AP terlihat di lapangan operasi.Laringoskop kleinseisser
gambaran infiltrat pada lapangan atas paru kanan dipegang dengan tangan kiri dan tangan kanan
dengan kesimpulan suspek TB paru.(Gambar. 4) membuka mulut pasien dengan ibu jari mendorong
gigi bagian bawah, sedangkan jari tengah mendorong
gigi bagian atas dengan bantuan kassa.Secara
perlahan laringoskop kleinseisser masuk ke mulut
menelusuri lidah, uvula, dinding posterior faring, dan
terlihat epiglotis. Kemudian laringoskop diselipkan ke
bawah epiglotis dan dengan gerakan sedikit
mengangat epiglotis, terlihat aritenoid, plika
ventrikularis dan plika vokalis ditutupi massa
berbenjol-benjol, rima glotis terbuka. Posisi
laringoskop dipertahankan dengan fiksasi pada dada
pasien, kemudian massa berbenjol-benjol diambil
menggunakan forsep biopsi pada daerah epiglotis dan
plika ventrikularis. Perdarahan diatasi dengan
Gambar 3. Gambaran laring sebelum biopsi laring
menggunakan kaustik AgNO3 .Laringoskop
kleinseisser dikeluarkan perlahan.Operasi selesai.
Pasien dikonsulkan ke bagian pulmonologi
Terapi post operasi seftriakson 2x1 gram,
dengan diagnosis kerja suspek TB laring + suspek TB
deksametason 3x5 mg, tramadol drip 8 jam/ kolf.Pada
paru dengan diagnosis banding granuloma laring dan
hari rawatan pertama, tidak dijumpai demam, batuk,
direncanakan untuk tindakan biopsi laring dalam
sesak nafas. Pasien diperbolehkan pulang disertai
narkose.
pemberian terapi siprofloksasin 2x500mg, metil
Bagian pulmonologi melakukan pemeriksaan
prednisolon 3x4 mg, asam mefenamat 3x500 mg.
BTA sputum didapatkan hasil negatif pada 3x
Pada kontrol pertama pada tanggal 28 April
pemeriksaan.Dari bagian pulmonologi, pasien dengan
2012, pasien datang masih dengan keluhan suara
diagnosis dengan radang kronis paru non spesifik dan
serak, demam dan sesak nafas tidak dijumpai. Pada
diberikan terapi sefiksim 2x100mg.
pemeriksaan laringoskopi indirek terlihat massa
Setelah dilakukan pemeriksaan darah rutin
berbenjol-benjol pada plika ventrikularis, plika vokalis,
dan PT/ APTT, pada tanggal 19 Maret 2012 pasien
perdarahan tidak dijumpai. Pasien membawa hasil
dirawat dengan diagnosis kerja suspek TB laring +
biopsi dengan gambaran sediaan berupa epitel
radang kronis paru non spesifik dengan diagnosis
berlapis gepeng yang sebagian sudah besar-besar,
banding granuloma laring pro biopsi laring dalam
pleomorfik ringan, nukleoli nyata, sebagian membrana
narkose.
basalis masih intak.Pada stroma tampak serbukan

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 275

padat limfosit, tuberkel-tuberkel dengan sel epiteloid DISKUSI


dan sel datia langhans dengan suatu kesan TB laring Telah dilaporkan satu kasus tuberkulosis
+ displasia sedang berat. (Gambar. 5) laring pada seorang wanita usia 34 tahun dan telah
mendapatkan terapi Obat Anti Tuberkulosis.
TB laring merupakan kasus yang cukup
banyak dijumpai, dimana dari data rekam medis
RSUP.Dr. M. Djamil Padang dijumpai 35 kasus TB
laring dalam 3 tahun terakhir.Dari bagian pulmonologi
sendiri menyatakan cukup banyak dari kasus TB laring
disertai dengan TB paru. Insiden TB laring disertai TB
paru aktif sebanyak 46,7%, disertai TB paru inaktif
8
33,3%, tanpa kelainan paru 20%.
TB laring secara makroskopis
dibagi menjadi 4 tipe: 1. Tipe granulomatous, 2. Tipe
8,15
polipoid, 3. Tipe ulseratif, 4. Tipe nonspesifik. Pada
Gambar 5. Gambaran histopatologi tuberkulosis laring
kasus ini lesi TB laring tergolong tipegranulomatosa,
sehingga lesi lebih menggambarkan suatu granuloma
Pasien dikonsulkan ke bagian pulmonologi
laring dari gambaran makroskopis sebelum dilakukan
dengan diagnosis kerja TB laring + radang kronis paru
pemeriksaan histopatologi untuk TB laring.
non spesifik. Di bagian pulmonologi pasien
Keluhan pasien pada kasus ini adalah
mendapatkan terapi isoniazid 1x300mg, rifampisin
disfonia tanpa disertai gejala odinofagia, dispnea,
1x450mg, etambutol 1x750mg, pirazinamid 1 x 17
demam. Sesuai dengan pernyataan Chi Wang dkk
1000mg, vitamin B6 1x10mg, curcuma 3x1 tablet
melaporkan persentase tertinggi untuk gejala klinis TB
setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian
laring berupa suara serak sebesar 84,6%, diikuti
dilanjutkan dengan pemberian isoniazid 1x300mg dan
gejala batuk 46,2%, odinofagia 8%, dispnea 19,2%,
rifampisin 1x450mg setiap hari selama 4 bulan
demam 11,5%, limfadenopati 7,7%, stridor 3,85%.
selanjutnya.
Pada TB laring gejala utama berupa suara serak,
Pada tanggal 15 Mei 2012 (kontrol kedua)
terjadi biasanya ringan dan dapat progresif menjadi
pasien datang dengan keluhan suara serak masih ada 1,5,10,16
disfonia atau afonia.
namun sudah banyak perbaikan, demam tidak
Berdasarkan lokasi tersering timbulnya lesi
dijumpai.Terapi dari bagian pulmonologi
pada TB laring, beberapa penelitian membuktikan lesi
dilanjutkan.Pasien direncanakan untuk pemeriksaan
sering dijumpai pada epiglotis dan bagian anterior
telelaringoskopi fiber optik keesokan harinya. Dari
laring berupa edema, polipoid, hiperplasia, dan
pemeriksaan tersebut didapatkan gambaran epiglotis, 2
ulserasi minimal.
aritenoid, plika ventrikularis, dan plika vokalis tenang,
Menurut Rupa seperti yang dikutip Chen
tidak terdapat massa, rima glotis terbuka, pergerakan 4
Wang dkk melaporkan dari 26 kasus TB laring
simetris. (Gambar. 6). Kontrol selanjutnya sampai
ditemukan sebanyak 92,3% dengan kelainan di paru
terapi 6 bulan OAT pasien dalam keadaan stabil, tidak
pada foto polos thorax, dan 7,2% dengan gambaran
terdapat keluhan suara serak, demam, sesak nafas,
paru yang normal. Gambaran radiologi berupa infiltrasi
batuk, pembesaran kelenjar limfe, dan pada
pada daerah apikal, lesi fibrokalsifikasi, terdapat
laringoskopi indirek terlihat gambaran epiglotis,
kavitas, adanya gambaran granuloma nodular, atau
aritenoid, plika ventrikularis, dan plika vokalis tenang, 1
terdapat gambaran opak pada lapangan paru.
tidak terdapat massa, rima glotis terbuka, pergerakan
Pasien dengan kecurigaan TB paru dari foto
simetris.
polos thorax dan hasil BTA sputum negatif, diberikan
antibiotik selama 2 minggu, kemudian dilakukan foto
polos thorax ulangan. Jika gambaran lesi di paru
masih tetap ada, diagnosis TB paru pada pasien dapat
ditegakkan dan diberikan pengobatan OAT, jika lesi
pada paru menghilang, pemberian OAT tidak perlu
25
diberikan lagi.
Diagnosis pasti TB laring ditegakkan dengan
biopsi laring.Pada kasus ini tindakan biopsi laring
dalam narkose membutuhkan persiapan yang cukup
lama. Tindakan biopsi akan lebih segera bila dilakukan
dalam bius lokal sesuai prosedur yang telah
ditentukan, dengan demikian pemberian terapi OAT
dapat diberikan sesegera mungkin.
Teknik biopsi laring dalam bius lokal dapat
Gambar 6.Gambaran laring setelah 2 bulan terapi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.
OAT Pasien dalam posisi duduk, diberikan obatuntuk

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 276

mengurangisekresi, dan relaksansebelum tindakan awal), terapi OAT dengan kombinasi isoniazid,
dilakukan, 2. Obat bius disemprotkan kemulut atau rifampisin, pirazinamid, dan etambutol yang diberikan
hidungagar memberikan efek kebas pada saat biopsi selama 2 bulan pertama 1x/hari. Kedua, fase lanjutan
dilakukan, 3. Setelah 1-2 menit, bronkoskop fleksibel yang diberikan selama 4 bulan dengan kombinasi
dimasukkan melaluimulut atau hidung pasien, terus isoniazid dan rifampisin yang diberikan 1x/hari sesuai
9,25
menelusuri uvula, epiglotis, laring. Menggunakan layar dosis yang ditentukan.
televisi yang terhubung dengan lensa yang berada di TB ekstrapulmonal dapat ditegakkan dari : 1.
ujung bronkoskop fleksibel, kita dapat Hasil kultur yang diambil dari organ ekstrapulmonal
mengamatikeadaan pita suara secara detail.Pada yang menunjukkan hasil positif untuk mikobakterium
tindakan biopsi, digunakan forsep biopsi untuk tuberkulosis, 2. Hasil biopsi organ ekstrapulmonal
mengambil jaringan patologis di laring. Bila terdapat dengan gambaran nekrosis yang menghasilkan
perdarahan, sumber perdarahan ditekan dengan granuloma kavernosa dengan atau tanpa basil tahan
kapas menggunakan cotton aplicator atau asam dan tes tuberkulin positif, 3. Gejala klinis yang
23
menggunakan kaustik AgNO3. ditunjukkan oleh penderita TB, uji teberkulin positif dan
Pemeriksaan histopatologi untuk TB laring memberikan hasil yang baik dengan pemberian
21
memperlihatkan suatu kelompok sel epitel numerous OAT.
dan sel giant langhans multipel dengan menggunakan
pewarnaan HE, sedangkan basil tahan asam akan DAFTAR PUSTAKA
4
terlihat dengan pewarnaan Ziehl Nielsen. Pada kasus 1. Smulders YE, De Bondt BJ, Lacko M, Hodge
ini, pada hasil histopatologis dijumpai adanya keadaan JAL, Kross KW. Laryngeal tuberculosis
displasia sedang berat. Hal ini dapat terjadi akibat presenting as a supraglottic carcinoma: a case
inflamasi kronis yang terjadi pada laring yang report and review of the literature. Journal of
Medical Case Reports. 2009;3:1-4.
menyebabkan perubahan sifat sel epitel pada laring,
2. Handler EB, Quinn K, Wen A, Greenhow T,
untuk itu diperlukan follow up jangka panjang setelah Gottschall J. Pediatric laryngeal tuberculosis: a
18
diagnosis ditegakkan. Yelken dkk menyatakan pada case with significant diagnostic challenges.
beberapa kasus TB laring dengan perjalanan International Journal of Pediatric
penyakitnya dapat berubah menjadi suatu keganasan Otorhinolaryngology Extra. 2012;7:36-8.
pada laring. 3. Nishike S, Nagal M, Nakagawa A, Konishi M,
Ada kalanya ahli anastesi menolak untuk Sakata Y, Aihara T, et al. Laryngeal tuberculosis
following laryngeal carcinoma. The Journal of
melakukan pembiusan terhadap pasien dengan TB
Laryngology and Otology. 2006;120:151-3.
laring yang disertai TB paru aktif oleh karena 4. Wang WC, Chen JY, Chen YK, Lin LM.
beberapa alasan di antaranya: 1. Komplikasi yang Tuberculosis of the head and neck: a review of
dapat terjadi pada pasien, seperti pecahnya kaverne 20 cases. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral
paru yang dapat menyebabkan terjadinya Pathology, Oral Radiology, and Endodontology.
pneumotorak dan hipoksia, dan 2. Kontaminasi kuman 2009;107:381-6.
mikobakterium tuberkulosis pada alat anastesi dan 5. Fagundes RCF, Cury RI, Bastos WA, Silva L,
24 Duprat A. Laringeal tuberculosis: proposal of
ruangan operasi. speech-languange pathologi intervention in voice
Pada kasus ini diagnosis awal pasien adalah disorders following pharmacological treatment.
granuloma laring dengan diagnosis banding suatu TB Rev Soc Bras Fonoaudiol. 2011;16(1):99-103.
laring, hal ini terjadi akibat terdapatnya persamaan 6. Fernandez GP. Tuberculosis Infections of the
gambaran makroskopis antara granuloma dan head and neck. Acta Otorinolaringol Esp. 2009;
tuberkulosis laring. Ling, Zhou, dan Wang
16 60(1):59-66.
7. Altuntas EE, Dogan M, Muderris S, Elagoz S.
melaporkan bahwa TB laring sering salah diagnosis
Extranodal Tuberculosis of Head and Neck: A
dengan tumor laring (42,9%), polip pita suara (21,4%), Report of Four Cases. Cumhuriyet Tip Derg.
papiloma laring (14,3%), epiglositis akut (14,3%), dan 2009;31:60-5.
16
kista pita suara (7,2%). 8. Lim JY, Kim KM, Choi EC, Kim YH, Kim HS, Choi
American Thoracic Society (ATS) HS. Current clinical propensity of laryngeal
menyatakan prinsip pengobatan TB ekstrapulmonal tuberculosis: review of 60 cases. Eur Arch
tidaklah berbeda dengan TB paru, termasuk Otorhinolaryngol. 2006;263:838-42.
20-22 9. Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ, Burhan E,
pengobatan untuk TB laring. Pemberian terapi
Reviono, Soedarsono, et al. Pengobatan
selama 6 bulan merupakan standar yang dipakai untuk tuberkulosis pada keadaan khusus. Dalam:
pengobatan TB paru dan TB ekstrapulmonal secara Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman
6
umum. Pada kasus tertentu dapat terjadi perbedaan Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di
lama waktu pengobatan, seperti halnya TB tulang, Indonesia; 2011. hlm.39.
pemberian terapi OAT diberikan selama 6-9 bulan, 10. Bailey BJ, Johnson JT. Basic science general
sedangkan pada TB meningitis diberikan terapi OAT medicine. Dalam: Head and Neck Surgery
22 Otolaryngology. Edisi ke-4; 2006. hlm.38.
9-12 bulan. 11. Koufma JA. Infection and inflammatory disease
Pemberian terapi OAT pada kasus ini of the larynx. Dalam: Ballenger’s. Snow JJ.
diberikan dalam 2 fase: Pertama fase initial (fase Otolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 277

ke-15; 1996. hlm.541-3. 2008;122:378-82.


12. Broek P. Acute and chronic laryngitis. Dalam: 19. Singh B, Balwally AN, Nash M. Laryngeal
Scott Browns Otolaryngology. Laryngology Head tuberculosis in HIV infected patient difficult
and Neck Surgery. Edisi ke-6; 1997. hlm.14-5. diagnosis. Laryngoscope. 2008;106:1238-40.
13. Faiz Omar, Moffat David. The pharynx and 20. Treatment of Tuberculosis Disease. Dalam:
larynx. Anatomy at a Glance; 2002. hlm. 138-9. Management of Tuberculosis. Federal Bureau of
14. Qazi II, Masoodi AI, I Derwesh. Tuberculosis of Prisons Clinical Practice Guidelines. 2010. hlm.
larynx. SAARC Journal of Tuberculosis, Lung 15-8.
Disease And HIV/AIDS. 2011;8(1):41-3. 21. Sharma SK, Mohan A. Extrapulmonary
15. Verma SK. Laryngeal tuberculosis clinically tuberculosis. Indian J Med Res. 2004;120:316-
similar to laryngeal cancer. Lung India. 2007;24: 53.
87-89. 22. World Earth Organization. Improving the
16. Ling L, Zhou AH, Wang. Changing trends in the diagnosis and treatment of smear-negative
clinical features of laryngeal disease. pulmonary and extrapulmonary tuberculosis
International Journal of Infectious Disease. 2010; among adults andadolescents; 2012. hlm. 26-33.
14: 230-5. 23. Miller Keane, Saunders. Fiberoptic
17. Wang CC, Lin CC, Wang CP, Liu SA, Jiang RS. bronchoscopy. Encyclopedia and Dictionary of
Laryngeal tuberculosis: a review of 26 cases. Medicine, Nursing, and Allied Health. Edisi ke-7;
Otolaryngology Head And Neck Surgery. 2007; 2003. hlm. 63-8.
137: 352-8. 24. Burke JP. Infection control: a problem for patient
18. Yelken K, Guven M, Guven M, Gultekin E. safety. N Engl J Med. 2003; 348: 651-6.
Effects of antituberculosis treatment on safe 25. Management of Tuberculosis Federal Bureau of
assesment, perceptual analysis and acoustik Prisons Clinical Practice Guidelines. January
analysis of voice quality in laryngeal tuberculosis. 2010. hlm. 16.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2)

You might also like