Professional Documents
Culture Documents
Sari Harahap, Naomi Dalimunthe, Rahmat Isnanta, Zainal Safri, Refli Hasan, Guntur Ginting
Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran USU, RSUP H. Adam Malik
Pendahuluan
Syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah jantung dan perfusi
sistemik pada kondisi volume intravaskular yang adekuat, sehingga menyebabkan hipoksia
jaringan. Istilah syok kardiogenik ini pertama sekali disampaikan oleh Stead (1942) dimana saat
itu dilaporkan 2 orang pasien yang disebutkan mengalami “syok yang diakibatkan oleh jantung
(shock of cardiac origin)”. Belakangan istilah ini kemudian berubah menjadi syok kardiogenik.1
Gambaran yang esensial dari syok kardiogenik adalah adanya hipoperfusi sistemik yang
menyebabkan hipoksia jaringan dengan bukti volume intravaskular yang adekuat. Kriteria
hemodinamik syok kardiogenik adalah adanya hipotensi yang berkepanjangan dengan
batasan/cut-off points tekanan darah sistolik untuk syok kardiogenik adalah < 90 mmHg selama
sekurangnya 30-60 menit atau mean arterial pressure < 30 mmHg dari baseline dengan indeks
kardiak yang berkurang (< 2,2 L/menit/m2) dan tekanan baji kapiler paru (pulmonary capillary
wedge pressure/PCWP) > 15 mmHg.1,2,3,4
Ada suatu keadaan yang merupakan kelanjutan dari kegagalan ventrikel kiri yakni “syok
kardiogenik non hipotensif”. Secara definisi pasien ini memiliki tanda-tanda klinis dari
hipoperfusi periferal seperti yang telah dijelaskan diatas namun dengan tekanan darah sistolik >
90mmHg tanpa dukungan vasopresor. Hal ini sering terjadi pada kejadian infark miokard di
dinding anterior yang ekstensif. Mortalitas selama rawatan pada pasien seperti ini cukup tinggi
meskipun tidak setinggi yang terjadi pada syok kardiogenik bentuk klasik. Oleh karena itu,
diagnosis syok kardiogenik dapat ditegakkan pada pasien dengan tekanan darah >90mmHg
dengan ketentuan sebagai berikut (1) jika parameter hemodinamik merupakan hasil dukungan
dari medikasi dan/atau alat-alat pendukung. (2) adanya tanda-tanda hipoperfusi sistemik dengan
curah jantung yang rendah namun dengan tekanan darah yang masih dapat dipertahankan dengan
vasokonstriksi, serta (3) jika tekanan sistemik rata-rata (MAP) < 30mmHg dari tekanan darah
baseline pada kasus pasien dengan hipertensi.1
Etiologi
Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan yang terjadi pada
jantung seperti : disfungsi sistolik, disfungsi diastolik, disfungsi katup, aritmia, penyakit jantung
koroner, komplikasi mekanik. Karena besarnya angka kejadian ACS, maka ACS pun menjadi
etiologi terhadap syok kardiogenik yang paling dominan pada orang dewasa. Selain itu, banyak
pula kasus syok kardiogenik yang terjadi akibat medikasi yang diberikan, contohnya pemberian
penyekat beta dan penghambat ACE yang tidak tepat dan tidak terpantau pada kasus ACS. Pada
anak-anak penyebab tersering adalah miokarditis oleh karena infeksi virus, kelainan congenital
dan konsumsi bahan-bahan yang toksik terhadap jantung.1,3
Secara fungsional penyebab syok kardiogenik dapat dibagi menjadi 2 yakni kegagalan
Jantung kiri dan kegagalan Jantung kanan. Penyebab-penyebab kegagalan jantung kiri antara lain
: (1) disfungsi sistolik yakni, berkurangnya kontraktilitas miokardium. Penyebab yang paling
sering adalah infark miokard akut khususnya infark anterior. Penyebab lainnya adalah
hipoksemia global, penyakit katup, obat-obat yang menekan miokard (penyekat beta,
penghambat gerbang kalsium, serta obat-obat anti aritmia), kontusio miokard, asidosis
respiratorius, kelainan metabolic (asidosis metabolic, hipofosfatemia, hipokalsemia), miokarditis
severe, kardiomiopati end-stage, bypass kardiopulmonari yang terlalu lama pada operasi pintas
jantung, obat-obatan yang bersifat kardiotoksin (mis. Doxorubicin, adriamycin). (2) disfungsi
diastolik. Hal ini dapat terjadi akibat meningkatnya kekakuan ruang ventrikel kiri. Selain itu
Patofisiologi
Syok kardiogenik merupakan akibat dari gangguan dari keseluruhan system sirkulasi baik
yang besifat temporer maupun permanen. Kegagalan ventrikel kiri atau ventrikel kanan (akibat
disfungsi miokardium) memompakan darah dalam jumlah yang adekuat merupakan penyebab
primer syok kardiogenik pada infark miokard akut (gambar 1). Akibatnya adalah hipotensi,
hipoperfusi jaringan, serta kongesti paru atau kongesti vena sistemik. Kegagalan ventrikel kiri
Komplikasi kardiogenik syok antara lain: kardiopulmonari arrest, disritmia, gagal ginjal,
gagal organ multipel, aneurisma ventricular, tromboembolik, stroke, kematian. Prediktor
9
Gambar 2. Follow up jangka panjang studi cohort SHOCK. ERV (early revascularization) memberikan keuntungan
dibandingkan IMS (initial medical stabilization)3
Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik merupakan kasus kegawatdaruratan. Penilaian klinis yang lengkap
sangat penting untuk mendapatkan penyebabnya dan menetapkan sasaran terapi untuk mengatasi
penyebabnya. Syok kardiogenik yang muncul akibat infark miokard biasanya muncul setelah
pasien masuk ke rumah sakit, namun demikian, sebagian kecil pasien datang ke rumah sakit
10
11
Penjajakan
Pemeriksaan Laboratorium
Seperti telah disampaikan sebelumnya, kunci keberhasilan penatalaksanaan pasien syok
kardiogenik adalah diagnosis yang cepat, terapi suportif sesegera mungkin, serta revaskularisasi
arteri koroner yang tepat pada kasus iskemik dan infark miokard. Seluruh pasien yang datang
dengan syok harus dijajaki untuk tujuan diagnosis kerja dengan cepat, resusitasi segera dan
konfirmasi selanjutnya terhadap diagnosa kerja. Selain pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
pencitraan seperti echocardiography, toraks foto, angiografi, elektrokardiografi serta monitoring
hemodinamik invasif.3
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap terutama berguna untuk
mengeksklusikan anemia. Peningkatan jumlah leukosit hitung menandakan kemungkinan adanya
infeksi, sedangkan jumlah platelet yang rendah mungkin disebabkan oleh koagulopati yang
disebabkan oleh sepsis. Pemeriksaan biokimia darah termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi
hati, bilirubin, aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), laktat
12
13
14
Penatalaksanaan
Syok kardiogenik merupakan suatu kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
resusitasi sesegera mungkin sebelum syok menjadi ireversibel dan merusak organ-organ vital.
Kunci keberhasilan penatalaksanaan syok kardiogenik adalah pendekatan yang terorganisir untuk
mendapatkan diagnosis secara tepat dan cepat serta terapi farmakologik sesegera mungkin untuk
mempertahankan tekanan darah dan curah jantung. Seluruh pasien syok kardiogenik harus
dirawat di ruang perawatan intensif.3
Hipoperfusi sistemik berat yang terjadi dapat menyebabkan hipoksemia dan asidosis
laktat yang dapat lebih jauh lagi memperberat miokardium baik secara langsung maupun sebagai
akibat dari berkurangnya respon sistemik terhadap vaspresor seperti dopamin dan norepinefrin.
Oleh karena itu, jika memungkinkan koreksi terhadap kondisi metabolik seperti yang disebutkan
diatas sangatlah penting.2
15
Manajemen Hemodinamik
Kateterisasi arteri pulmonalis (Swan-Ganz) saat ini tidak begitu sering dilakukan karena
adanya kontroversi dimana disebutkan dalam suatu studi prospektif observasional bahwa
kateterisasi arteri pulmonalis dapat memperburuk hasil pengobatan. Saat ini penilaian klinis lebih
banyak dilakukan dengan echocardiography. Melalui modalitas ini, tekanan sistolik arteri
pulmonalis dan tekanan baji dapat dihitung secara akurat dengan echocardiography dopler.9
Dukungan farmakologi (inotropik dan vasopresor) harus digunakan dengan dosis sekecil
mungkin yang memberi efek terapeutik. Semakin tinggi dosis vasopresor, makan semakin kecil
angka keselamatannya. Hal ini disebabkan pada kenyataan bahwa keadaan penyakit yang
mendasarinya sudah sedemikian berat serta efek toksik obat itu sendiri. Pemberian inotropik
16
17
Reperfusi
Reperfusi koroner dapat dilakukan dengan fibrinolisis, PCI (percutaneous coronary
intervention), atai CABG (coronary artery grafting baypass). Semakin cepat reperfusi dilakukan,
maka hasil yang didapat semakin baik. Keuntungan tindakan revaskularisasi dini pada syok
kardiogenik jelas terlihat pada beberapa studi observasional terutama pada SHOCK trial yakni
sebesar peningkatan angka keselamatan pada 1 tahun pertama sebesar 13% pada pasien syok
kardiogenik yang menjalani reperfusi dini. ACC/AHA merekomendasikan dalam guideline agar
revaskularisasi dilakukan pada pasien syok kardiogenik dengan usia <75 tahun. Terapi
trombolitik kurang efektif dibanding PCI namun dapat diindikasikan jika transport pasien
menuju sarana PCI tidak memungkinkan ataupun membutuhkan waktu yang lama dan jika onset
infark miokard dan syok kardiogenik terjadi dalam rentang waktu kurang dari atau sama dengan
3 jam. Waktu yang terbaik untuk PCI dini adalah 0-6 jam sejak onset. CABG diindikasikan pada
pasien dengan oklusi pada arteri left main atau sembatan terjadi pada 3 pembuluh darah. Stenting
dan pemberian obat golongan glikoprotein IIb/IIIa inhibitor memperlihatkan peningkatan akan
18
Gambar 3. Algoritma rencana revaskularisasi pada syok kardiogenik dari ACC/AHA guidelines ; IRA : infark
related artery. (circulation)
19
20
1. Hochman JS, Ohman EM. Cardiogenic Shock. The AHA Clinical Series. Wiley-Blackwell.
Januari 2009
2. Hochman JS, Menon Venu. Clinical manifestations and diagnosis of cardiogenic shock in
acute myocardial infarction. UpToDate. Wolters Kluwer Health. Juni 2013
Available from www.uptodate.com
3. Ren X, Lenneman A. Cardiogenic Shock. Medscape Reference. May 2013.
Available from www.emedicine.medscape.com
4. Hochman JS, Ingbar D. Cardiogenic Shock and Pulmonary Edema ; in Kasper DL et al.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. McGraw-Hill inc. USA ; 2005
5. Alwi I, Nasution SA. Syok Kardiogenik. Dalam Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, ed kelima jilid I. Interna Publishing. Jakarta ; November 2009
6. Khalid L, Dhakam SH. A Review of Cardiogenic Shock In Acute Myocardial Infarction.
Current Cardiology Review. Pakistan ; 2008
7. Kruger W, Ludman A. Acute Heart Failure. Birkhauser. p72-85. Berlin ; 1997
8. Antman EM, ST-Elevation Myocard Infarc Management. In Libby P et al. Braunwald's Heart
Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed. Saunders. Philadelphia ; 2008
9. Reynolds HR, Hochman JS. Cardiogenic shock: current concepts and improving outcomes.
Circulation. Feb 5 2008;117(5):686-97
10. Hochman JS, Menon V. Management of Cardiogenic Shock Complicating Acute Myocardial
Infarction. Heart. 2002
Available from : www.bmjjournals.com
11. Fuster V et al. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. In Hurst’s The Heart, 12th ed.
The McGraw-Hill Companies ; 2008
12. Califf RM, Bengtson JR. Cardiogenic Shock, Current Concepts. NEJM. June 1994
21