You are on page 1of 32

hBAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Fibrous dysplasia merupakan salah satu kelainan tulang yang bersifat jinak di mana
tulang dan sumsum yang normal digantikan oleh jaringan fibrosa dan distribusi anyaman tulang
yang acak. yang bisa menyerang tulang femur, tibia, humerus, kraniofasialis, vertebra dan lain
lain. Namun, kelainan ini sering ditemui pada maksila, tulang tengkorak dan mandibula. Pada
umumnya, lesi ini banyak ditemui pada masa anak-anak, remaja dan dewasa muda tetapi jarang
disadari karena pertumbuhannya yang lambat dan tanpa keluhan. Istilah fibrous dysplasia pertama
kali diperkenalkan oleh Lichenstein pada tahun 1938 dimana dapat terjadi pada satu tulang atau
beberapa tulang.1,2.

Fibrous dysplasia ditandai dengan adanya jaringan fibrous dan woven bone pada tulang
yang normal yang akan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan abnormal, rasa sakit, deformitas
serta resorbsi pada tulang yang terlibat, sehingga tulang menjadi membesar dan asimetri.
Pertumbuhan yang tidak normal ini disebabkan oleh penyimpangan aktivitas tulang dalam
membentuk jaringan mesenkimal sehingga terbentuk proliferasi abnormal dari sel-sel
mesenkimal1,3.

Penyakit ini cukup sering terjadi namun diagnosis sering terlambat karena gejala-
gejalanya yang tidak spesifik dan baru tampak setelah terjadi komplikasi, dimana komplikasi yang
sering adalah terjadinya fraktur tulang.Fibrous dysplasiatampak sebagai gambaran litik pada
tulang yang mana gambaran litik pada tulang dapat terjadi pada beberapa keadaan patologi
sehingga dibutuhkan pengetahuan dan analisis yang baik untuk lebih mengarahkan pada penyebab
kelainan tersebut. Pada laporan ini akan dibahas mengenai gambaran fibrous dysplasiadan
diagnosis bandingnya sehingga diharapkan sebagai ahli radiologi mengetahui dan mampu
mengarahkan diagnosis dari lesi litik pada tulang.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi5,6
Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama, yaitu :
1. Membentuk rangka badan
2. Sebagai tempat melekat otot
3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam, seperti
otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru
4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam
5. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hematopoetik untuk memproduksi sel-sel
darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit

Tulang dalam garis besarnya dibagi atas :


 Tulang panjang, yang temasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, ulna. Tulang panjang
disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan. Tulang panjang (os longum) terdiri
dari 3 bagian, yaitu epiphysis, diaphysis, dan metaphysis.

2
Gambar 1 Bagian Tulang

Ujung tulang panjang dinamakan epifisis. Plat epifisis memisahkan epifisis dari
metafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada orang
dewasa mengalami klasifikasi. Ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada
sendi-sendinya. Sedangkan, daearah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan
dengan garis epifisis disebut metafisis. Daerah ini merupakan suatu daerah yang sangat
sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit, oleh karena daerah ini merupakan daerah
metabolic yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan
perkembangan pada daerah lempeng epifisis akan menyebabkan kelainan pertumbuhan
tulang. Diaphysis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian
ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Seluruh tulang dilapisi
oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum.
 Tulang pendek, contohnya antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang carpal
 Tulang pipih, antara lain tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis

3
Tulang terdiri atas bagian kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan bagian dalam
yang bersifat spongiosa berbentuk trabekular dan di luarnya dilapisi oleh periosteum. Berdasarkan
histologisnya maka dikenal:
 Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone), tulang ini pertama-tama
terbentuk dari osifikasi endokondral pada perkembangan embrional dan kemudian secara
perlahan-lahan menjadi tulang yang matur dan pada umur 1 tahun tulang imatur tidak
terlihat lagi. Tulang imatur ini mengandung jaringan kolagen dengan substansi semen dan
mineral yang lebih sedikit dibandingkan dengan tulang matur.
 Tulang matur (mature bone, lamellar bone)
o Tulang kortikal (cortical bone, dense bone, compacta bone)
o Tulang trabekular (cansellous bone, trabecular bone, spongiosa)

Secara histolgik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel, jaringan
kolagen, dan mukopolisakarida. Tulang mature ditandai dengan sistem Harversian atau osteon
yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui korteks yang tebal. Tulang matur kurang
mengandung sel dan lebih banyak substansi semen dan mineral dibanding dengan tulang imatur.
Tulang tersusun atas sel, matriks protein, dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga
jenis sel: osteoblas, osteosit, dan osteoklas. 5
 Osteoblast
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai
matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika
sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas dan mensekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfat alkali akan memasuki aliran darah dengan
demikian kadar fosfatase alkali didalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang
tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis
kanker ke tulang. Osteoblas merupakan salah satu jenis sel hasil diferensiasi sel mesenkim
yang sangat penting dalam proses osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel, osteoblas dapat
memproduksi sunstansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi terjadi di

4
kemudian hari. Tulang baru dibentuk oleh osteoblast yang membentuk osteoid dan mineral
pada matriks tulang bila proses ini selesai osteoblast menjadi osteosit dan terperangkap
dalam matriks tulang yg mengandung mineral. 3
 Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat berfungsi memelihara kontent mineral dan
elemen organik tulang.
 Osteoklas
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat diabsorpsi. Osteoklas mengikis tulang, sel-sel ini menghasilkan enzim
proteolitik yang memecahkan matris dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang
sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah. Metabolisme tulang diatur oleh
beberapa hormon. Suatu peningkatan kadar hormon paratiroid (pth) mempunyai efek
langsung dan segera pada mineral tulang menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorbsi dan
bergerak memasuki serum. Peningkatan PTH secara perlahan-lahan menyebabkan
peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas sehingga terjadi demineralisasi. Vitamin D
mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Vitamin D dalam jumlah besar dapat
menyebabkan absorbsi tulang seperti dapat menyebabkan absorbsi tulang (kadar PTH).
Vitamin D dalam jumlah yang sedikit membentuk kalsifikasi tulang, antara lain dengan
meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfat oleh usus halus. Sel yang bersifat multinukleus,
tidak ditutupi oleh permukaan tulang dengan sifat dan fungsi resorpsi serta mengeluarkan
tulang.

Matriks tulang menyimpan kalsium, posfor, magnesium, dan fluor. Tulang mengandung
99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh fosfor tubuh. Unit dasar dari kortek tulang
disebut sistem haversian. Yang terdiri dari saluran haversian (yang berisi pembuluh darah, saraf
dan lymphatik), lacuna (berisi osteosit), lamella, canaliculi (saluran kecil yang menghubungakan
lacuna dan saluran haversian). 3,5

5
Gambar 2 Struktur Tulang

Bagian luar tulang diselimuti oleh membran fibrous padat yang dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi pada tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai tempat
perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung syaraf, pembuluh darah, dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblas yang merupakan sel pembentuk
tulang. 5
Endosteum adalah membran vaskular tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang
dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklas melarutkan tulang untuk memelihara rongga
sumsum terletak dekat endosteum dan dalam lakuna howship.5
Sumsum tulang merupakan jaringan vasculer dalam rongga sumsum tulang panjang dan
dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di dalam sternum vertebra dan rusuk
pada tulang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih. Pada orang
dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning. 5

6
PERTUMBUHAN TULANG
Perkembangan tulang pada embrio terjadi melalui dua cara, yaitu osteogenesis desmalis
dan osteogenesis enkondralis. Keduanya menyebabkan jaringan pendukung kolagen primitive
diganti oleh tulang, atau jaringan kartilago yang selanjutnya akan diganti pula menjadi jaringan
tulang. Hasil kedua proses osteogenesis tersebut adalah anyaman tulang yang selanjutnya akan
mengalami remodeling oleh proses resorpsi dan aposisi untuk membentuk tulang dewasa yang
tersusun dari lamella tulang. Kemudian, resorpsi dan deposisi tulang terjadi pada rasio yang jauh
lebih kecil untuk mengakomodasi perubahan yang terjadi karena fungsi dan untuk mempengaruhi
homeostasis kalsium. Perkembangan tulang ini diatur oleh hormone pertumbuhan, hormone
tyroid, dan hormone sex.1,5
 Osteogenesis Desmalis / Osteogenesis intramembranosa, karena terjadinya dalam
membran jaringan. Tulang yang terbentuk selanjutnya dinamakan tulang desmal (tulang
atap tengkorak). Tulang terbentuk melalui konversi langsung dari jaringan mesenkim
menjadi jaringan tulangatau dapat dikatakan pembentukan tulang dengan jalan
transformasi jaringan pengikat fibrosa.
 Osteogenesis Endkondralis yakni pembentukan tulang dimana sel-sel mesenkim
berdifernsiasi terlebih dahulu menjadi kartilago (jaringan rawan) kemudian berubah
menjadi tulang. Pertumbuhan tulang secara endokondral terdapat pada tulang vertebra,
costae, sternum dan ekstremitas. Proses penulang diawali dengan masuknya pembuluh
darah membawa bahan tulang (ossein dan mineral) ke jaringan tulang rawan, hadirnya
osteoblast di situ, disusul pula dengan hadirnya chondroblast yang meresap tulang rawan
yang dirombak. Chondrosit menyusun diri menjadi jajaran lurus, disusul dengan masuknya
bahan kapur dan mineral lain ke matriks. Tulang akan terdiri dari lapisan-lapisan (lamella)
yang sebagian besar tersusun menurut lingkaran membentuk sistem Harvers.

PERTUMBUHAN MEMANJANG TULANG PIPA


Setelah berlangsung penulangan pada pusat penulangan sekunder di daerah epiphysis,
maka teradapatlah sisa – sisa sel khondrosit diantara epiphysis dan diaphysis. Sel – sel tersebut
tersusun bederet –deret memanjang sejajar sumbu panjang tulang. Karena perubahan sel –sel

7
dalam setiap deret seirama, maka discus tersebut menunjukan gambaran yang dibedakan dalam
daerah – daerah perkembangan. Daerah – daerah perkembangan:
1. Zona Proliferasi : sel kartilago membelah diri menjadi deretan sel – sel gepeng.
2. Zona Maturasi : sel kartilago tidak lagi membelah diri,tapi bertambah besar.
3. Zona Hypertrophy : sel –sel membesar dan bervakuola.
4. Zona Kalsifikasi : matriks cartílago mengalami kalsifikasi.
5. Zona Degenerasi : sel – sel cartílago berdegenerasi diikuti oleh terbukanya lacuna sehingga
terbentuk trabekula.
Karena masuknya pembuluh darah, maka pada permukaan trabekula di daerah ke arah
diaphysis diletakan sel-sel yang akan berubah menjadi osteoblas yang selanjutnya akan
melanjutkan penulangan. Dalam proses pertumbuhan discus epiphysealis akan semakin menipis,
sehingga akhirnya pada orang yang telah berhenti pertumbuhan memanjangnya sudah tidak
deketemukan lagi.

PEMBESARAN DIAMETER TULANG PIPA


Pertumbuhan tulang pipa selain memanjang melalui discus epiphysealis juga mengalami
pertambahan diameter dengan cara pertambahan jeringan tulang melalui penulangan oleh
periosteum lapisan dalam yang dibarengi dengan pengikisan jaringan tulang dari permukaan
dalamnya. Dengan adanya proses pengikisan jaringan tulang ini, walau pun diameter tulang
bertambah namun ketebalannya tetap dipertahankan. Hal ini penting,karena tanpa pengikisan,berat
tulang akan bertambah terus sehingga mengganggu fungsinya.5

PERBAIKAN PATAH TULANG


Jika terjadi patah tulang, maka kerusakan akan menyebabkan perdarahan yang biasanya
akan diikuti oleh pembekuan. Kerusakan juga menyebabkan kerusakan matriks dan sel-sel tulang
di dekat garis patah. Awal dari proses perbaikan tulang dimulai dengan pembersihan dari bekuan
darah, sisa – sisa sel dan matriks yang rusak. Periosteum dan endosteum disekitar tulang yang
patah menanggapi dengan meningkatnya proliferasi fibroblast sehingga terbentuklah jaringan
seluler disekitar garis patah dan di antara ujung – ujung tulang yang terpisah. Pembentukan tulang
baru berlangsung melalui penulangan enkhondral dan desmal secara simultan. Untuk penulangan

8
enkhondral didahului dengan terbentuknya kartilago hialin yang berasal dari perubahan jaringan
granulasi sebagai hasil proliferasi fibroblast. Celah fragmen tulang sekarang diisi oleh jaringan
kartilago yang merupakan kalus. Jaringan tulang baru mengisi celah diantara fragmen tulang
membentuk kalus tulang dan menggantikan kalus kartilago. Sel – sel osteoprogenitor dari
periosteum dan endosteum akan menjadi osteoblas sehingga di daerah tersebut terjadi penulangan
desmal. Penulangan enkhondral berlangsung sebagai trabekula dalam jaringan kartilago yang
merupakan jaringan penopang sementara dalam perbaikan patah tulang. Tekanan pada tulang
selama proses penyembuhan menyebabkan perbaikan bentuk tulang ke bentuk asalnya sehingga
benjolan kalus akhirnya akan lenyap melalui resorpsi.5
Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan tulang
berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk perubahan
mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang sebagai suatu organ biokimia utama tulang.
Komposisi tulang terdiri atas: substansi organik (35%), substansi anorganik (45%), air (20%).
Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organik intraseluler atau matriks
kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matriks (90%), sedangkan sisanya adalah asam
hialuronat dan kondrotin asam sulfur. Substansi anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfor
dan sisanya oleh magnesium, sodium, hidroksil, karbonat, dan fluorida. Enzim tulang adalah alkali
fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai peranan penting
dalam produksi organik matriks sebelum terjadi kalsifikasi.5

II.2. Definisi Fibrous Dysplasia


Fibrous Dysplasia (FD) adalah kondisi yang ditandai dengan penggantian tulang normal
oleh proliferasi berlebihan jaringan ikat fibrosa seluler bercampur dengan trabekula tidak teratur.
Pasien dapat memperlihatkan keterlibatan satu tulang (monostotic FD; MFD), lebih dari satu
tulang atau multipel (polyostotic FD; PFD) atau mereka mungkin memiliki sindrom McCune-
Albright syndrome (MAS), yang telah secara klasik didefinisikan oleh triad PFD, café-au-lait
macules kulit dan endokrinopati, termasuk antara lain, pubertas sebelum waktunya. FD disebabkan
oleh mutasi aktivasi somatik pada subunit α dari protein G stimulasi yang dikodekan oleh gen
GNAS.

9
II.3. Epidemiologi

Penyakit fibrous dysplasia mewakili sekitar 5% dari lesi tulang jinak penyakit ini tidak
mempunyai predileksi ras yang spesifik, dapat mengenai semua ras manusia. Angka kejadian pada
laki-laki dan perempuan adalah sama. Manifestasi awal dari fibrous dysplasiaseringnya
ditemukan pada usia 3-15 tahun. Dua per tiga pasien dengan tipe poliostotik tidak bergejala
sebelum usia 10 tahun. Pada tipe monoostotik pada usia 20 sampai 30 tahun sering belum
bergejala1,6

II.4. Etiologi

Etiologi fibrous dysplasia belum jelas diketahui, namun dari beberapa literatur
menjelaskan bahwa lesi fibrous dysplasia sebagai pertumbuhan yang abnormal dan merupakan
penyakit asimptomatik yang dijumpai secara tidak sengaja pada suatu pemeriksaan radiologi atau
ketika terjadi komplikasi berikutnya.

Eugene Braunwald (1987) menyatakan dasar kelainan fibrous dysplasia tidak diketahui,
penyakit ini tidak tampak seperti penyakit turunan, meskipun telah dilaporkan mempengaruhi
kembar monozygot. Cardona (1998), penyakit dengan etiologi yang tidak diketahui secara umum
didiagnosis pada masa anak-anak dan atau remaja.Joseph dan James (1989) mengemukakan bahwa

10
fibrous dysplasiadisebabkanadanya suatu reaksi yang abnormal dari peristiwa traumatik yang
terlokalisasi.

Suatu penelitian menunjukan penyakit ini disebabkan oleh mutasi pada GNAS1 (protein
pengikat nukleotida guanin, alpha stimulating activity polypeptide) gen (20q13.2) dan gen ini
mengkodekan G-protein yang menghasilkan kelebihan produksi cAMP di jaringan yang terkena .
Selanjutnya, ada peningkatan proliferasi melanosit sehingga menghasilkan bintik-bintik cafe-au-
lait. CAMP memiliki efek pada diferensiasi osteoblas.. Fibrous dysplasia mungkin merupakan
penyakit kongenital yang berarti individu-individu yang menderita penyakitini mungkin
mengidapnya sejak mereka lahir1,2,7.

II.5 Klasifikasi

Sejak istilah fibrous dysplasia diperkenalkan pertama kali oleh Lichtenstein tahun 1938,
banyak perkembangan klasifikasi berdasarkan kondisi dari penyakit ini, tetapi sejalan dengan
meningkatnya pengetahuan dan pengalaman, kelainan ini dapat diklasifikasikan berdasarkan
jumlah tulang yang terlibat.Fibrous dysplasia bisa muncul hanya pada satu tulang saja (monostotik
dysplasia) ataupun pada beberapa tulang (poliostotik fibrous dysplasia).

Secara umum klasifikasi dari fibrous dysplasiadipakai dengan istilah monoostik dan
poliostotik sebagai bentuk fibrous dysplasiayang berarti melibatkan satu atau lebih tulang.Ada
juga yang membagi klasifikasinya menjadi 3 kategori utama yaitu:

1. monostotik, melibatkan satu bagian tulang


2. poliostatik, mengalami lesi multipel serta melibatkan banyak tulang
3. sindrom McCune Albright, bentuk poliostatik FD yang juga melibatkan abnormalitas
endokrin

Sedangkan Shafer membagi poliostotik fibrous dysplasia atas 2 tipe yaitu:


1. Fibrous dysplasia yang meliputi beberapa tulang tetapi kerangka masih normal dan
disertai adalanya lesi pigmentasi pada kulit (café-au-lai-spot) yang disebut dengan tipe
Jaffe

11
2. Fibrous dysplasia yang meliputi seluruh bagian tulang kerangka dan disamping adanya
lesi pigmentasi pada kulit juga disetai adanya gangguan kelenjar endokrin yang disebut
sebagai sindrome McCune- Albright’s1,2,6,7.

Tipe monoostotik.

Kira-kira 70-80% fibrous dysplasiaadalah monoostotik. Tipe ini sering terjadi pada tulang
iga (28%), femur (23%), tibia atau tulang craniofacial (10-25%), selebihnya pada humerus dan
vertebra. Tipe ini dapat timbul dengan gejala nyeri atau fraktur patologis pada pasien dengan usia
10-70 tahun, tetapi tipe ini sering terjadi pada usia 20-30 tahun. Derajat deformitas tulang tipe
monoostotik lebih ringan dari pada tipe poliostotik1,7.

12
Tipe poliostotik

Kira-kira 20-30% dari fibrous dysplasiaadalah tipe polioostotik.Fibrous dysplasia tipe


poliostotik sering melibatkan tulang kepala dan wajah, pelvis, vertebra dan sendi bahu. Lokasi
keterlibatan pada femur (91%), tibia (81%), pelvis (78%), costa , tulang kepala dan tulang wajah
(50%), serta pada ekstremitas atas, vertebra lumbal, clavicula dan vertebra cervicaldengan
frekuensi yang rendah. Dysplasia dapat unilateral dan bilateral dan dapat mengenai beberapa
tulang pada ekstremitas tunggal atau kedua ekstremitas tanpa atau dengan keterlibatan tulang
axial. Walaupun variasi poliostotik cenderung dengan distribusi unilateral, keterlibatannya dapat
asimetris dan ke semua tulang ketika penyakit ini bilateral1,7.

13
Gambar. A) Femur proksimal dengan tampilan ground glass khas dan shepherd's crook deformitas di anak 10 tahun
ditampilkan. B) Penampilan FD di tulang femur dari seorang pria berusia 40 tahun yang tidak diobati menunjukkan
kecenderungan FD untuk tampil lebih sklerotik C) Penampilan ground glass khas FD di wilayah kraniofasial pada
gambar CT dari anak berusia 10 tahun. Panah putih menunjukkan saraf optik, yang biasanya terbungkus dengan FD.
D) Sebuah gambar CT pada seorang wanita berusia 40 tahun menunjukkan penampilan khas FD kraniofasial pada
orang yang lebih tua, dengan lesi campuran padat dan "cystic". Pengukuran Unit Hounsfield terhadap lesi "kistik"
cukup berguna dalam membedakan jaringan lunak "lesi kistik" dari kista berisi cairan yang sebenarnya, yang jauh
lebih jarang dan cenderung berperilaku agresif dengan ekspansi cepat dan kompresi struktur vital. E-G) Bone
Scintigraphy pada FD. Pemindaian tulang 99Tc-MDP yang menunjukkan serapan di skeletal yang terkena. E) Seorang
wanita 50 tahun dengan monostotic FD terbatas pada fokus tunggal yang melibatkan tulang di wilayah kraniofasial.
F) Seorang pria 42 tahun dengan polyostotic FD menunjukkan kecenderungan untuk FD menjadi dominan (tetapi
tidak eksklusif) unilateral, dan untuk melibatkan dasar tengkorak dan femur proksimal. G) Seorang anak laki-laki
berusia 16 tahun dengan sindrom McCune-Albright dan keterlibatan hampir semua situs skeletal (panostotik)
ditunjukkan

14
II.6 HISTOLOGI

Secara mikroskopis lesi memperlihatkan penggantian tulang normal oleh jaringan


fibrous yang mengandung tulang dan trabekula yang metaplasia. Jaringan fibrous
dysplasiabanyak yang mengandung sel-sel dan memperlihatkan bentuk lingkaran yang berisi
jalinan berkas kolagen yang tebal. Secara tipikal, trabekula tulang yang baru terbentuk tidak
teratur dan berisi susunan tulang berserat kasar dan belum matang dengan jumlah osteoid yang
bermacam-macam.

Fibrous dysplasia terdiri dari beberapa gambaran yaitu seluler, proliferasi fibrous
jaringan penyambung yang berbentuk foci dan ketidak aturan bentuk trabekula tulang yang tidak
matang. Serat kolagen yang lengkap tersusun dalam pola stratified (bentuk bertingkat) dari jalinan
berkas kolagen. Fibroblast memperlihatkan bentuk yang sama, nukleus berbentuk spidel sampai
stellate. Trabekulasi tulang menunjukkan kurangnya aktivitas osteoclast dan kurangnya osteoblast
disekeliling tulang trabekula7.

Photomicrograph dari displasia fibrosa menunjukkan pulau berbentuk tulang yang tidak teratur dengan
stroma latar mononuklear yang hambar.

15
Fotomikrograf daya menengah Segmen tulang menunjukkan matriks osseous sangat merah muda yang
merupakan bagian dari proses pembentukan tulang.

Fotomikrograf daya rendah dari lesi yang lebih matang dari pada pada gambar sebelumnya menunjukkan
pematangan dan penyatuan tulang. Ada higalinisasi lebih jelas dari stroma yang dapat dilihat pada lesi yang lebih
tua. Peradangan juga bisa dicatat.

16
II.7 Patogenesis 22

II.8 Gambaran Klinik4,5,6

Meskipun pasien dengan fibrous dysplasiadapat terjadi pada semua usia, tetapi secara
khusus adalah pada usia muda dekade 1 dan 2. 75% dari pasien muncul sebelum usia 30 tahun.
Pasien-pasien dengan Fibrous dysplasia yang kecil dan monostotik dapat asimptomatik, dengan
abnormalitas tulang teridentifikasi indental saat pemeriksaan radiologis untuk indikasi yang tak
berhubungan. Ketika gejala-gejala tampak maka akan tidak spesifik antara lain nyeri, bengkak
yang dapat juga muncul pada beberapa penyakit tulang yang lainnya Lokasi paling umum dari
fibrous dysplasia monostotik adalah tulang rusuk, tulang paha proksimal, dan tulang kraniofasial,
biasanya rahang atas posterior. Lesi mungkin hanya melibatkan segmen kecil tulang atau mungkin
menempati seluruh panjang tulang.

17
Dalam fibrous dysplasia poliostotik, spektrum keterlibatan bervariasi dari 2 tulang hingga lebih
dari 75% dari tulang kerangka. fibrous dysplasia Polyostotic paling sering ditemukan di tulang
paha, tibia, panggul, dan kaki. lokasi yang jarang terkena adalah tulang rusuk, tengkorak, dan
tulang ekstremitas atas. Yang tidak termasuk penyebaran adalah lumbal spine, klavikula, dan
tulang cervical. 1,2,6,7

Deformitas fisik yang paling umum adalah perbedaan panjang kaki, asimetri wajah karena
keterlibatan hemikranial, dan cacat tulang rusuk.Fraktur adalah komplikasi paling umum pada
displasia fibrosa. Hal ini terlihat pada lebih dari separuh pasien dengan bentuk polyostosis
penyakit. Cacat pada tulang yang menahan beban dapat terjadi. Hampir 75% pasien dengan fibrous
dysplasia polyostotic adalah simtomatik, dengan nyeri, kelainan bentuk, atau fraktur patologis. 1

Transformasi menjadi ganas pada fibrous dysplasia sangat jarang terjadi, dengan
prevalensi yang dilaporkan berkisar antara 0,4% hingga 4%.Tetapi jika ada tingkat transformasi
maligna lebih tinggi untuk lesi polyostotic dari pada lesi monostotik.

II. 9 GAMBARAN RADIOLOGIS

A. Foto Polos

Secara umum pemeriksaan foto polos memberikan sensitivitas yang tinggi lebih dari 80 %
walau spesitifitasnya masih rendah sekitar dibawah 50%. fibrous dysplasiapada tulang
memberikan gambaran yang bervariasi, tergantung pada tahap dari penyakit serta mempunyai
gambaran yang radiolusen sampai massa radiopaque yang padat.Secara klasiknya lesi fibrous
dysplasiaadalah intramedulla, ekspansil dan berbatas tegas, walaupun kadang-kadang ada
“endosteal scalloping”, kontur kortex halus tetap ada. Lesi memperlihatkan derajat densitas
pengkabutan (hazy) dengan gambaran ground glass, meskipun beberapa tampak sebagai lusensi
komplit atau sklerotik8.

18
Gambar. Fibrous dysplasia pada diaphysis distal radius. Pada foto didapat gambaran les medulla, dengan tepi
sklerotik tipis.peningkatan densitas radiografi pada bagian proximal menggambarkan peningkatan jumlah
mineralisasi woven bone (ground glass appearance).

Pada fibrous dysplasiaterdapat tiga tahap gambaran radiografi yang bisa dilihat.
Gambaran yang pertama yaitu lesi biasanya berupa gambaran radiolusen kecil yang unilokular
ataupun radiolusen yang multilokular. Kedua bentuk ini masih mempunyai batas yang jelas dan
masih terdiri atas jaringan tulang trabekular yang baik. Gambaran klinis pada tahap ini jarang
sekali terlihat karena masih berupa tahap permulaan terjadinya penyakit.

Gambaran kedua yaitu berupa gambaran yang secara berangsur-angsur menjadi opaque.
Gambaran ini disebut dengan gambaran “ground glass”, “orange peel” atau “finger print” dengan
batas yang tidak begitu jelas. Gambaran ini terjadi karena terbentuknya spikula tulang yang baru
secara tidak teratur, tampak scalloping endosteal.Pada gambaran ketiga lesi ini semakin menjadi
opaque seiring dengan bertambahnya umur dan matangnya lesi (terdapat matriks kalsifikasi).

19
Gambar .Radiografi periapikal menunjukkan gambaran orange peel pada maksila.

Gambar . Radiografi periapikal menunjukkan gambaran finger print pada mandibula.

Ada empat lesiyang tampak dengan tampilan bervariasi sehingga lesi-lesi tersebut dapat
tampak sebagai “look like anything”yaitu fibrous dysplasia, metastase kanker, infeksi dan tumor
chondroids,. Pada beberapa tahun belakangan lesi ke 5 yakni eosinohilic granuloma ditambahkan.
Sehingga lesi-lesi tersebut dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa bandingnya8,9.

20
B. CT Scan

CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal, osifikasi dan ketidak normalan


intrakortikal. CT scan mungkin dapat membantu dalam mengevaluasi lesi pada tulang vetebra. CT
scan juga lebih unggul dalam area dengan anatomi yang kompleks, contohnya pelvis, sternum, dan
calcaneus, CT scan memiliki sensitivitas 73% dan spesifisitas 95% pada CT scan dapat ditemui
gambaran opasitas “ground glass”, dengan batas yang tegas, ditemui gambaran ekspansi tulang
dengan tulang yang masih intak, dapat ditemui gambaran sklerotik yang homogen dan lesi kistik
sertaendosteal scalloping (jarang)

Batas antara tulang yang normal dan tidak normal sulit untuk diidientifikasi, dua regio
saling bergabung satu sama lain, namun pada beberspa kasus tampak batas yang tegas. Kadang-
kadang ada gambaran sclerosis yang menyatu dengan gamabran lusen yang berhubungan dengan
penyakit paget dan disebut juga dengan pagetoid. Ketika tulang maxila dan mandibula terlibat,
resorpsi dari akar gigi akan terlihat jarang.6,8,10.

Gambar. CT scan aksial pada anak berusia 11 tahun.dengan gambaran “Ground glass” yang khas

21
Gambar. Citra CT scan menunjukkan anterior poros femoral dan lesi radiolusen lesi diaphyseal panjang dengan
remodeling dan endosteal scalloping dengan penampilan " Ground glass " yang kabur dan beberapa matriks
pengapuran secara fokal.

Gambar. CT Scan tomografi aksial menunjukkan kista tulang aneurisma tulang temporal (panah)

22
C. MRI

Gambaran MRI tidak terlalu berguna untuk membedakan fibrosdysplasia dengan bentuk
lain, tetapi MRI memiliki sensitivitas 91% dan spesifisitas 95% karena MRI mampu
menampilkan gambaran yang lebih jelas terutama jaringan lunak pada MRI tulang ada tanda
yang bervariasi pada tampilan lesi di tulang, dapat menyerupai tumor atau lesi yang lebih
agresif. Gambaran MRI sangat bervariasi tergantung derajat gambaran lusen dan Sclerosis.10

 T1 : Sinyal heterogeneous, biasanya menengah


 T2: : Sinyal heterogeneous, biasanya rendah tetapi mungkin memiliki daerah dengan
sinyal yang lebih tinggi.
 T1 C+ (Gd(Gadolinium)): peningkatan kontras homogenus

Gambar. Magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan kekhasan dengan intensitas sinyal rendah hingga
menengah sama dengan otot pada gambar T1-weighted (A). nodular terlihat jelas pada foto pasca peberian kontras
Gadolinium (B). Tidak ada edema medula yang menyebar terlihat pada gambar kontras short–inversion time
inversion-recovery (STIR) (C).

D. Radionuklir

Pemindaian tulang dapat menggambarkan aktivitas metabolisme kerangka tulang. Bone scan
mempunyai angka sensitivitas tinggi, namun spesifisitas rendah sehingga apabila ada kecurigaan

23
kelainan pada tulang, maka perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan imaging lainnya Secara
tradisional pemeriksan ini dengan pencitraan radionuklida yang fisiologinya erat menyerupai
proses metabolisme dalam tulang bertujuan untuk menilai fisiologi tulang. Skintigrafi nuklir
tulang biasanya menggunakan radionuklida technetium-99m (Tc-99m) atau fluoride-18 (F-18).
Tc-99m biasanya melekat pada asam mediktor (Tc-99m MDP) dan F-18 dimasukkan ke dalam
sodium fluoride (F-18 NaF). Molekul-molekul ini disuntikkan secara intravena, dan kamera
nuklir yang mengandung kristal garam menangkap peluruhan foton dari radioisotop. Ini dicapai
melalui proses kilau atau fluoresensi yang terjadi ketika foton yang dipancarkan oleh
radionuklida menyentuh kristal garam di dalam kamera nuklir. kilauan kemudian didigitalkan
dan diubah menjadi gambar untuk interpretasi oleh dokter.
Pada displasia fibrosa, akumulasi isotop meningkat karena hipervaskularisasi lesi. Hotspot
atau peningkatan serapan dari radioisotop pelacak technetium-99m methylene diphosphonate
(99m Tc MDP) terjadi di tulang belakang, panggul, tulang rusuk, dan tulang rangka. Patologis atau
fraktur stres juga dapat meningkatkan aktivitas isotop dalam lesi. Gambaran pada pemindaian
tulang tidak spesifik untuk diagnosis konklusif hanya berdasarkan distribusi isotop.

Gambar. 99mTc-methylene diphosphonate seluruh tubuh dan skintigrafi tulang mengungkapkan titik miltipel di atas
wilayah frontal dan parietal tengkorak. Peningkatan akumulasi ditemukan di daerah trochanteric femur kanan
(konsisten dengan situs fraktur) dan sepanjang batas medial mid-shaft dari femur kanan.
24
II.10 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik diagnostik, dan
pemeriksaan penunjang radiologis.Pemeriksaan radiologi polos merupakan pemeriksaan pertama
yang sering dilakukan.Pemeriksaan histopatologi akan memastikan diagnosis fibrous
dysplasia.Penegakan diagnosis yang benar merupakan tanggung jawab bersama antara klinik dan
spesialis radiologi yang menemukan lesi di dalam tulang dan antara spesialis bedah orthopedi
yang harus mendapatkan jaringan biopsi dengan spesialis patologi yang menafsirkannya14.

25
II.11 Diagnosa Banding Radiologi 2,6,8,.9,10, 15

Penyakit Usia Kelamin Bentuk Lesi Lokasi Asal Tumor Gambar

Ossifying 30-40 th P>L Gambaran Craniofasial Jaringan ikat


fibroma lusen yang terutama fibrous
menyerupai Mandibula
granuloma dan maxilla

Paget’s 4% usia L>P Gambaran Tulang Peningkatan


flame
dissease 40 th, kerangka aktifitas
shaped atau
11% blade of axial osteoklas
grass
usia 80
disertai
th penebalan
korteks dan
trabekula
yang kasar

1
Brown >50 th P>L Lesi litik Metafisis Peningkatan
tumor dengan dan Diafisis aktifitas
korteks tulang osteoklas dan
dapat panjang pembentukan
menebal dan pelvis peritrabekular
atau dan sedikit pada gagal
menipis kasus pada ginjal kronik
tulang
lainnya
Simple 5-15 th L>P Berlobus Metafisis Terhambatnya
bone radiolusen dan Diafisis drainase
cystic jaringan
interstisial
tulang

2
Central 20-30 th P>L Lesi dapat Lokasi Peningkatan
Giant Cell memberikan banyak jumlah sel
Granulo tampilan terletak di raksasa dan
ma honeycomb bagian sel
multilocular anterior mononuklear
appearance mandibula sekitarnya

3
II. 12 Tata Laksana
Fibrous dysplasia adalah kelainan kronik yang sering berkembang progresif. Walaupun lesi
tersebut dapat stabil dan berhenti berkembang, lesi tersebut tidak dapat menghilang sempurna.
Lesi pada tipe poliostotik dan pada anak yang sedang tumbuh-kembang dapat berkembang dengan
cepat.

Penanganan fibrous dysplasia pada tulang dapat dibagi menjadi dua yaitu terapi non bedah
dan terapi bedah.Pada terapi non bedah dapat diobservasi dan dengan pemberian obat. Pada
observasi daerah yang terkena fibrous displasia yang tidak bergejala diobservasi dalam periode
tertentu dengan foto rontgen dan tidak diterapi jika lesi tersebut tidak berkembang progresif. Brace
dapat digunakan untuk mencegah fraktur, tetapi tidak efektif untuk mencegah deformitas.
Pemberian obat seperti bisphospnate diberikan untuk mengurangi aktivitas sel-sel yang merusak
tulang. Pemberian analgetik dapat mengurangi sakit pada tulang.

Penanganan bedah cukup sering dilakukan pada pengananan fibrous dysplasia. Temuan
berikut dapat merupakan indikasi penanganan bedah yakni ; lesi bergejala yang tidak responsif
pada penanganan non bedah, fraktur kominutif, fissura pada tulang yang tidak membaik dengan
pemasangan cast atau brace, deformitas yang progresif, timbulnya lesi maligna, dan tujuan untuk
mencegah lesi lebih besar yang dapat menyebabkan fraktur1,2 .

II. 13 Prognosis dan Komplikasi

Prognosis pada umumnya baik dengan kemungkinan untuk menjadi keganasan kurang dari
1%. Biasanya perubahan menuju keganasan dapat menjadi osteosarkoma, fibrosarkoma,
kondrosarkoma dan fibriohistositoma. Potensi keganasan terjadi terutama pada kasus dimana
pasien mengalami peningkatan yang tinggi dari alkaline phosphatase.

Selain itu, jika onset dimulai sebelum pubertas biasanya lesi tidak berkembang dan akan
bertahan dengan ukuran yang sama. Pada perkembangan yang progresif dapat menyebabkan
deformitas maupun fraktur yang pada kasus tertentu membutuhkan tindakan bedah.

1
BAB III
KESIMPULAN

Fibrous Dysplasia adalah kondisi yang ditandai dengan penggantian tulang normal oleh
proliferasi berlebihan jaringan ikat fibrosa seluler bercampur dengan trabekula tidak teratur.. Lesi
yang muncul dapat berupa monoostotik (menyerang satu tulang) maupun poliostotik (beberapa
tulang) dan menyerang anak anak dan remaja. Dari segi progresifitas biasanya berkembang lambat.
Secara klinis Fibrous Dysplasia Fibrous dysplasia dapat bersifat asimptomatik. Ketika
gejala-gejala tampak maka akan tidak spesifik antara lain nyeri, bengkak. Deformitas fisik yang
paling umum adalah perbedaan panjang kaki, asimetri wajah karena keterlibatan hemikranial, dan
cacat tulang rusuk. Fraktur adalah komplikasi paling umum pada displasia fibrosa
Secara umum klasifikasi dari fibrous dysplasia dipakai dengan istilah monoostik dan
poliostotik, 70-80% fibrous dysplasiaadalah monoostotik. Tipe ini sering terjadi pada tulang iga
(28%), femur (23%), tibia atau tulang craniofacial (10-25%), selebihnya pada humerus dan
vertebra. Sedangkan 20-30% dari fibrous dysplasia adalah tipe polioostotik. Fibrous dysplasia
tipe poliostotik sering melibatkan femur (91%), tibia (81%), pelvis (78%), costa , tulang kepala
dan tulang wajah (50%), serta pada ekstremitas atas, vertebra lumbal, clavicula dan vertebra
cervical dengan frekuensi yang rendah. Walaupun variasi poliostotik cenderung dengan distribusi
unilateral, keterlibatannya dapat asimetris dan ke semua tulang ketika penyakit ini bilateral1
Fibrous dysplasia dapat didiagnosa melalui pemeriksaan radiologis walaupun tampilannya
dapat berfariasi dan mirip dengan beberapa kalainan lain. Namun diagnosis dapat ditegakkan
dengan melihan lokasi, penyebaran lesi, usia pasien, serta untuk lebih memastikan dapat
menggunakan bantuan pemeriksaan diagnostik lain yeng lebih sensitif seperti Bone Skintigrafi
untuk melihat titik lesi yang lebih luas dan spesifik, .pemeriksaan histopatologi akan memastikan
diagnosis fibrous dysplasia
Tatalaksana sendiri dapat dilakukan tindakan non bedah dengan melakukan observasi
berkala dan pemberian obat obatan untuk menekan pertumbuhan lesi dan pemberian analgetik jika
ditemui nyeri. Sedangkan tindakan bedah dilakukan untuk penanganan lesi yang progresif,
menimbulkan deformitas yang jelas, fraktur patologis maupun gejala klinis yang sangat
mengganggu.

2
DAFTAR PUSTAKA

1. Anand, M K N. Fibrous Dysplasia. http://emedicine.medscape.com.Update : 29 Juli 2017.

2. Anonymous. Fibrous Dysplasia dalamhttp://AAOS.com.Accesson : 29-05-2018.

3. Fizpatrick, K A. Taljanic , M S. Speer, D P. Imaging Findings of Fibrous Dysplasia


withHistopathologic and Intraoperative Correlation. AJR 2014;182:1389-1398.
4. Ganong, W F. Kontrol Hormonal Metabolisme Kalsium dan Fisiologi Tulang dalam Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22. Penerbit EGC.2015 halaman 398-410.

5. Guyton, A C. Hormon Paratiroid, Kalsitonin, Metabolisme Kalsium dan Fosfat, Vitamin


D, tulang dan Gigi dalam Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi III. Penerbit
EGC.2012 halaman 711-727.

6. Anonymous. Fibrous Dysplasia .http://radiopaedia.org. access on : 29-05-2018

7. Kransdorf, M J. Moser, R P. Gilkey, F W. Fibrous Dysplasia. Radiographics 2016;10:519-


537.

8. Fitzpatrick, K A. Taljanovic, M S. Speer, D P. et al. Imaging Findings of Fibrous Dysplasia


with Histopathologic and Intraoperative Correlation. AJR 2014;182:1389-1398.

9. Sanders, T G. Parsons, T W. Radiographics Imaging of Musculoskeletal Neoplasia. Cancer


Control. May/June 2015, vol.8.No3.

10. Won, H J. Kyu, H C. Bo, Y C. Jeong, M P. Kyung , S S. Fibrous Dysplasia : MR imaging


Characteristic with radiopathologic Correlation. AJR 2016;167:1523-1527.

11. Harris, W H. Dudley, H R. Barry, R J. The Natural of Fibrous Dysplasia: An Orthopaedic,


Pathological, and Roentgenography Study.J Bone Joint Surg Am.2012:207-233.

12. Lustig, L R. Holliday, M J. McCarthy, E F. Nager, G T. Fibrous Dysplasia Involving the


Skull Base and Temporal Bone. Arc Otolaryngol Head Neck Surg 2016;127:1239-1247.

3
13. Macdonald , D. Jankowski. Fibrous Dysplasia : a Systemic Review. Dentomaxillofacial
Radiology 2016:38:196-215.

14. Budyatmoko, B. Pencitraan pada Tumor Muskuloskeletal dalam NeoplasmaTulang:


Diagnosis dan Terapi. PT Galaxy Puspa Mega. 2015. Hal 5-15.

15. Levine, S M. Lambiase, R E. Petchprapa, C N. Cortical lesions of the Tibia: Characteristic


Appearance at Conventional Radiography.Radiographics 2015;23:157-177.

16. Bloem , J L. Van der Heul, R O. Schuttevaer, H M. Kuipers , D. Fibrous Dysplasia VS


Adamantinoma of the Tibia:Differentiation Based on Analysis of Clinical and Plain
Findings. AJR 2011:156;1017-1023.

17. Van der Woude, H J. Smithuis, R. Bone Tumor-Differential Diagnosis.


http://www.radiologyassistant.nl. Accesson : 29-05-2018.

18. Kmliau. Lytic Bone Lesion .http://www.squidoo.com/lyticbone. Accesson : 29-05-2018.

19. Anonymous. Non-ossifying Fibroma dalam http://radiopaedia.org. Accesson : 29-05-2018.

20. Anonymous. Ossfying Fibroma dalam http://radiopaedia.org. Accesson : 29-05-2018.

21. Nicole D. Riddle and Marilyn M. Bui (2013) Fibrous Dysplasia. Archives of Pathology &
Laboratory Medicine: January 2013, Vol. 137, No. 1, pp. 134-138.

22. Chinthu, Sri et al. (2016). Fibro Osseous Lesions – Classifications, Pathophysiology and
Importance of Radiology: a Short Review. International biological and biomedical journal.
2. 11-20.

You might also like