You are on page 1of 13

1

1. Al-Qur’an

 Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Rasul kita Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimulai dengan surat al-Fatihan dan ditutup dengan
surat an-Nas, bernilai ibadah bagi siapa yang membacanya.

 Fungsi Al-Qur’an
1. Petunjuk bagi Manusia.
Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar manusia,seperti yang
dijelaskan dalam surat (Q.S AL-Baqarah 2:185 (QS AL-Baqarah 2:2) dan (Q.S AL-
Fusilat 41:44)
2. Sumber pokok ajaran islam.
Fungsi AL-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui
kebenarannya oleh segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan
kemanusiaan secara umum seperti
hukum,ibadah,ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan,ilmu pengethuan dan seni.
3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia.
Dalam AL-Qur’an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat
terdahulu,baik umat yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka
yang menentang dan mengingkari ajaran Nya.Bagi kita,umat uyang akan datang
kemudian rentu harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang
diterangkan dalam Al-Qur’an.
4. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad Saw.
Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh Nabi
Muhammad saw. Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mu'jizat bagi
Rasulullah Muhammad saw sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim dan sebagai
korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya, dan bernilai
abadi.
Sebagai mu'jizat, Al-Qur'an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya
orang-orang Arab di zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab
penting pula bagi masuknya orang-orang sekarang, dan ( insya Allah) pada masa-
masa yang akan datang. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan
dapat meyakinkan kita bahwa Al-Qur'an adalah firman-firman Allah, tidak mungkin
ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw yang ummi.
Demikian juga ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang
kekuasaan di Mesir, Negeri Saba'. Tsamud, 'Ad, Yusuf, Sulaiman, Dawud, Adam,
Musa dan lain-lain dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah
wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ramalan-
ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa
Romawi, berpecah-belahnya Kristen dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita
bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah SWT
Bahasa Al-qur'an adalah mu'jizat besar sepanjang masa, keindahan bahasa dan
kerapihan susunan katanya tidak dapat ditemukan pada buku-buku bahasa Arab
lainnya. Gaya bahasa yang luhur tapi mudah dimengerti adalah merupakan ciri dari
gaya bahasa Al-Qur'an. Karena gaya bahasa yang demikian itulah ‘Umar bin Khattab
masuk Islam setelah mendengar Al-Qur'an awal surat Thaha yang dibaca oleh
adiknya Fathimah. Bahkan Abu Jahal musuh besar Rasulullah, sampai tidak jadi
membunuh Nabi karena mendengar surat adh-Dhuha yang dibaca Nabi.
2

 Keistimewaan Al-Qur’an

Al-Qur’an juga memiliki banyak keistimewaan, diantaranya sebagai berikut :


1. Al-Qur’an tidak dapat ditiru oleh siapapun.
2. Kemurnian Al-Quran di jaga sampai kiamat, karena Allah yang menjaganya.
3. Al-Quran merupakan salah satuat mukjizat Nabi Muhammad Saw. yang terbesar.
4. Barang siapa yang membaca ayat-ayat didalam Al-Quran maka akan mendapat
pahala.

 Kedudukan Al-Qur’an
Kedudukan al-quran adalah sebagai berikut:
1. Kitabul Naba wal Akhbar (Kitab berita dan kabar)
Dalam Al Qur’an terdapat kabar berita tentang masa depan yaitu Yaumul Akhir, dan
juga cerita-cerita masa lampau, seperti cerita nabi-nabi dan orang-orang sholeh dan
juga kaum yang ingkar. Kita banyak mendapati di dalamnya tentang hal-hal yang
ghoib, persoalan maut, kiamat dan kedasyatannya dan lain-lain. Berita-berita tentang
masa lalu dapat digunakan sebagai ibrah, sedangkan berita tentang masa depan
merupakan peringatan dan mendorong untuk lebih giat dalam upaya mendekatkan
diri kepada Allah SWT.

2. Kitabul Hukmi wa Syariat (Kitab hukum syariat)


Al Qur’an juga berisi hukum-hukum syariat yang harus dijalankan untuk
mewujudkan kemashalatan hidup manusia di dunia dan akhirat. Al Qur’an
menerangkan hukum ke dalam empat sistem, yaitu ; bersikap tegas dan tidak
memungkinkan adanya ijtihad, seperti sholat, zakat, puasa dan zina. Diantara
keistimewaan syariat yang disebutkan di dalam Al Qur’an, bahwa ia merupakan
syariat yang mudah dan sederhana, melepaskan dari belenggu dan beban seperti yang
terjadi pada umat-umat sebelumnya.

3. Kitabul Jihad (Kitab Jihad)


Al Qur’an menekankan beberapa persoalan penting dan salah satunya adalah masalah
jihad. Al Qur’an menyeru umat muslim agar berjihad seperti menghindar dari
melampaui batas, batas-batas jihad, kemulian bagi mujahidin, kecaman terhadap
mereka yang tertinggal dari medan jihad, lari dari jihad, sistem jihad dan aturannya,
sholat dan peperangan, peperangan dalam bulan haram, bai’ah, tawanan dan
sebagainya.

4. Kitabul Tarbiyah (Kitab Tarbiyah)


Al Qur’an mendidik jiwa-jiwa manusia menjadi jiwa-jiwa yang mempunyai kemuliaan
diri, mandiri, bebas dari penghambaan sesame makhluk, bermasyarakat, beradab dan
tahu nilai-nilai murni sebagai manusia yang berperan sebagai khairu ummah.

5. Minhajul Hayah (Pedoman Hidup)


Allah memerintahkan agar manusia menerima Al Qur’an dengan tidak ragu-ragu,
dan meyakini kebenarannya, sebagai petunjuk dan pedoman hidup.
“Dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat), maka
janganlah kamu (Muhammad) ragu menerima (Al-Quran itu) dan Kami jadikan Al-
Kitab (Taurat) itu petunjuk bagi Bani Israil. (QS As-Sajdah : 23).
Al Qur’an merupakan petunjuk, cahaya, tuntunan hidup manusia, yang akan
menghantarkan setiap manusia dari kegelapan menuju terang, dari jahil menuju
cahaya iman.
3

6. I’jaz Ilmi
Menurut Al Ghazali Ilmu-dalam artian akademis-bukanlah objek Al-Qur’an. Tetapi
yang menjadi objek Al-Qur’an adalah manusia. Manusia merupakan objek formal dan
ilmu merupakan objek material. Al Qur’an merupakan I’jaz ilmi karena ia
menempatkan manusia ditengah etos ilmu dan membuka pintu-pintunya untuk
mengkaji ilmu pengetahuan.
Al Qur’an merupakan kitab yang berisikan petunjuk bagi manusia dengan banyak
bukti yang diungkapkannya. Al-Qur’an tentang alam dan manusia sejalan dengan
ilmu, sebab objek ilmu adalah alam dan manusia. Maka adanya keparalelan objek
tersebut sejalan antara Al Qur’an dengan ilmu.

2. Hadits
 Pengertian Hadits
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan
dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama
Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan
Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua
setelah Al-Qur'an. Ada bermacam-macam hadits, seperti yang
diuraikan di bawah ini.
 Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi
 Hadits Mutawatir
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad yang tidak
mungkin sepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai hal-hal yang dapat dicapai oleh
panca indera. Dan berita itu diterima dari sejumlah orang yang semacam itu juga.
Berdasarkan itu, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu hadits bisa
dikatakan sebagai hadits Mutawatir:
1. Isi hadits itu harus hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera.
2. Orang yang menceritakannya harus sejumlah orang yang menurut ada kebiasaan,
tidak mungkin berdusta. Sifatnya Qath'iy.
3. Pemberita-pemberita itu terdapat pada semua generasi yang sama.
 Hadits Ahad
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat
mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah "zhonniy". Sebelumnya para ulama
membagi hadits Ahad menjadi dua macam, yakni hadits Shahih dan hadits Dha'if.
Namun Imam At Turmudzy kemudian membagi hadits Ahad ini menjadi tiga macam,
yaitu:
1. Hadits Shahih
Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya. Ia
diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya
tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak
mu'allal (tidak cacat). Jadi hadits Shahih itu memenuhi beberapa syarat sebagai
berikut :
1. Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.
2. Harus bersambung sanadnya
3. Diriwayatkan oleh orang / perawi yang adil.
4. Diriwayatkan oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya)
5. Tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih)
6. Tidak cacat walaupun tersembunyi.
4

2. Hadits Hasan
Ialah hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya tidak
ada yang disangka dusta dan tidak syadz.
3. Hadits Dha'if
Ialah hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang
tidak adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat.

 Menurut Macam Periwayatannya


 Hadits yang bersambung sanadnya (hadits Marfu' atau Maushul)
Hadits ini adalah hadits yang bersambung sanadnya hingga Nabi Muhammad SAW.
Hadits ini disebut hadits Marfu' atau Maushul.
 Hadits yang terputus sanadnya
1. Hadits Mu'allaq
Hadits ini disebut juga hadits yang tergantung, yaitu hadits yang permulaan
sanadnya dibuang oleh seorang atau lebih hingga akhir sanadnya, yang berarti
termasuk hadits dha'if.
2. Hadits Mursal
Disebut juga hadits yang dikirim yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'in
dari Nabi Muhammad SAW tanpa menyebutkan sahabat tempat menerima hadits
itu.
3. Hadits Mudallas
Disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya,
padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad ataupun pada gurunya. Jadi hadits
Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
4. Hadits Munqathi
Disebut juga hadits yang terputus yaitu hadits yang gugur atau hilang seorang
atau dua orang perawi selain sahabat dan tabi'in.
5. Hadits Mu'dhol
Disebut juga hadits yang terputus sanadnya yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
para tabi'it dan tabi'in dari Nabi Muhammad SAW atau dari Sahabat tanpa
menyebutkan tabi'in yang menjadi sanadnya. Kesemuanya itu dinilai dari ciri
hadits Shahih tersebut di atas adalah termasuk hadits-hadits dha'if.

 Hadits-hadits dha'if disebabkan oleh cacat perawi


 Hadits Maudhu'
Yang berarti yang dilarang, yaitu hadits dalam sanadnya terdapat perawi yang
berdusta atau dituduh dusta. Jadi hadits itu adalah hasil karangannya sendiri bahkan
tidak pantas disebut hadits.
 Hadits Matruk
Yang berarti hadits yang ditinggalkan, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh
seorang perawi saja sedangkan perawi itu dituduh berdusta.
 Hadits Mungkar
Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang
bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya / jujur.
 Hadits Mu'allal
Artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat
cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah
hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini
biasa disebut juga dengan hadits Ma'lul (yang dicacati) atau disebut juga hadits
Mu'tal (hadits sakit atau cacat).
5

 Hadits Mudhthorib
Artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari
beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama dan kontradiksi dengan
yang dikompromikan.
 Hadits Maqlub
Artinya hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa
sanad (silsilah) maupun matan (isi).
 Hadits Munqalib
Yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
 Hadits Mudraj
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terdapat
tambahan yang bukan hadits, baik keterangan tambahan dari perawi sendiri atau
lainnya.
 Hadits Syadz
Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah
(terpercaya) yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-
perawi (periwayat / pembawa) yang terpercaya pula. Demikian menurut sebagian
ulama Hijaz sehingga hadits syadz jarang dihapal ulama hadits. Sedang yang banyak
dihapal ulama hadits disebut juga hadits Mahfudz.

 Beberapa pengertian dalam ilmu hadits


 Muttafaq 'Alaih
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber
sahabat yang sama, atau dikenal juga dengan Hadits Bukhari - Muslim.
 As Sab'ah
As Sab'ah berarti tujuh perawi, yaitu:

1. Imam Ahmad
2. Imam Bukhari
3. Imam Muslim
4. Imam Abu Daud
5. Imam Tirmidzi
6. Imam Nasa'i
7. Imam Ibnu Majah
 As Sittah
Yaitu enam perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad bin Hanbal.
 Al Khamsah
Yaitu lima perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Bukhari dan Imam
Muslim.
 Al Arba'ah
Yaitu empat perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam
Bukhari dan Imam Muslim.
 Ats tsalatsah
Yaitu tiga perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam
Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.
 Perawi
Yaitu orang yang meriwayatkan hadits.
6

 Sanad
Sanad berarti sandaran yaitu jalan matan dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada
orang yang mengeluarkan (mukhrij) hadits itu atau mudawwin (orang yang
menghimpun atau membukukan) hadits. Sanad biasa disebut juga dengan Isnad
berarti penyandaran. Pada dasarnya orang atau ulama yang menjadi sanad hadits itu
adalah perawi juga.

 Matan
Matan ialah isi hadits baik berupa sabda Nabi Muhammad SAW, maupun berupa
perbuatan Nabi Muhammad SAW yang diceritakan oleh sahabat atau berupa
taqrirnya.

 Beberapa kitab hadits yang masyhur/populer


1. Shahih Bukhari
2. Shahih Muslim
3. Riyadhus Shalihin

 Fungsi Hadits

Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an meliputi tiga fungsi pokok, yaitu :


1. Menguatkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
2. Menguraikan dan merincikan yang global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan
mentakhsiskan yang umum(‘am), Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan
apa yang dikehendaki Al-Qur’an. Rasululloh mempunyai tugas menjelaskan Al-
Qur’an sebagaimana firman Alloh SWT dalam QS. An-Nahl ayat 44:
3. Menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an.
Hukum yang terjadi adalah merupakan produk Hadits/Sunnah yang tidak ditunjukan
oleh Al-Qur’an. Contohnya seperti larangan memadu perempuan dengan bibinya dari
pihak ibu, haram memakan burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin emas
dan kain sutra bagi laki-laki.

 Kedudukan Hadits :
a. Sumber hukum islam yang kedua
b. Sebagai penjelas terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum
c. Sebagai pembatas hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an
d. Menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an

3. Ijtihad
 Pengertian Ijtihad

Menurut bahasa, ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran.


Sedangkan, menurut istilah, pengertian ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga
dan pikiran secara bersungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum. Oleh karena
itu, tidak disebut ijtihad apabila tidak ada unsur kesulitan di dalam suatu pekerjaan.
Secara terminologis, berijtihad berarti mencurahkan segenap kemampuan untuk
mencari syariat melalui metode tertentu. Ijtihad dipandang sebagai sumber hukum
Islam yang ketiga setelah Al-Quran dan hadis, serta turut memegang fungsi penting
7

dalam penetapan hukum Islam. Telah banyak contoh hukum yang dirumuskan dari
hasil ijtihad ini. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.

Fungsi ijtihad adalah untuk mendapatkan solusi hukum jika ada suatu masalah yang
harus diterapkan hukumnya, tetapi tidak dijumpai dalam Al-Quran maupun hadis. Jadi,
jika dilihat dari fungsi ijtihad tersebut, maka ijtihad mendapatkan kedudukan dan
legalitas dalam Islam. Meskipun demikian, ijtihad tidak bisa dilakukan oleh setiap
orang, tetapi hanya orang yang memenuhi syarat yang boleh berijtihad. Orang yang
berijtihad harus memiliki syarat sebagai berikut:

 Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam,


 Memiliki pemahaman mendalam tentang bahas Arab, ilmu tafsir, usul fiqh, dan tarikh
(sejarah),
 Mengenal cara meng-istinbat-kan (perumusan) hukum dan melakukan qiyas,
 Memiliki akhlaqul qarimah.

 Jenis - Jenis Ijtihad :

a. Ijma'
b. Qiyas
c. Istihsan
d. Mashlahah Murshalah
e. Sududz Zharia
f. Istishab
g. Urf

Penjelasan dari masing - masing Jenis - Jenis Ijtihad diatas, berikut ulasannya :

a. Ijma'
Ijma' artinya kesepakatan. Kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum
dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi
masyarakat. Sebuah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama yang
kemudian harus melalui proses perundingan, baru kemudian disepakati. Hasil dari
Ijma' adalah Fatwa. Fatwa adalah keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang
berwenang untuk diikuti seluruh umat. Sebagai contoh adalah setelah rosul meninggal
diperlukan pengangkatan pengganti beliau yang disebut dengan kholifah. maka kaum
muslimin pada waktu itu sepakat mengangkat Abu Bakar sebagai kholifah pertama.
b. Qiyas
Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan. Menetapkan suatu hukum suatu
perkara baru yang belum pernah ada di masa sebelumnya namun memiliki kesamaan
karakteristik. Aspek atau karakteristik itu berdasarkan kesamaan sebab, manfaat,
bahaya dan berbagai aspek lainnya. Dalam Islam, Ijma' dan Qiyas sifatnya darurat, bila
memang ada problem yang belum di tetapkan pada masa sebelumnya. Contoh
narkotika di Qiaskan dengan meminum khamar.
Beberapa definisi Qiyas :
1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik
persamaan di antara keduanya.
2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan
di antaranya.
3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam Al-Qur'an
atau Hadis dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
8

c. Istihisan
Beberapa definisi tentang Istihisan
1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal
itu adalah benar.
2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan
olehnya.
3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang
banyak.
4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada
sebelumnya.

d. Maslahah murshalah
Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya, karena dengan
pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip. menarik manfaat dan
menghindari
kemudharatan. Contoh kemaslahatan yang karenanya para sahabat mensyariatkan
pengadaan penjara, pencetakan mata uang, penetapan tanah pertanian, memungut
pajak.

e. Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentinagn umat.

f. Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa
mengubahnya.

g. Urf
Menurut bahasa adalah kebiasaan sedangkan menurt istilah sesuatu yang telah dikenal
orang banyak dan menjadi tradisi mereka dan tentunya tradisi disini adalah kebiasaan
yang tidak dilarang.
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan
masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-
aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis. Contoh: saling pengertian manusia
terhadap jual beli dengan cara saling memberikan tanpa adanya sighot lafdliyah.

 Contoh ijtihad
Suatu peristiwa di zaman Khalifah Umar ibn Khattab, di mana para pedagang
Muslim bertanya kepada Khalifah berapa besar cukai yang harus dikenakan
kepada para pedagang asing yang berdagang di negara Khalifah. Jawaban dari
pertanyaan ini belum dimuat secara terperinci dalam Al-Quran maupun hadis,
maka Khalifa Umar ibn Khattab selanjutnya berijtihad dengan menetapkan
bahwa cukai yang dibayarkan oleh pedagang adalah disamakan dengan taraf
yang biasanya dikenakan kepada para pedagang Muslim oleh negara asing, di
mana mereka berdagang.
9

 Kedudukan ijtihad
Ijtihad menempati kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan
Hadits. Dalilnya adalah
1. QS An-Nahl 16:43 dan Al-Anbiya' 21:7

     


    
     
Artinya: dan kami tidak mengutus sebelum kamu,kecuali orang-orang lelaki kami beri wahyu
kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui

    


    
     
Artinya: Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa
orang-laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, Maka tanyakanlah olehmu kepada
orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada Mengetahui.

2. Hadits muttafaq alaih (Bukhari Muslim) dan Ahmad


Apabila seorang hakim membuat keputusan apabila dia berijtihad dan benar maka dia
mendapat dua pahala apabila salah maka ia mendapat satu pahala.

3. Hadits riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi tentang dialog antara nabi
Muhammad SAW dengan Muadz bin Jabbal ketika akan diutus jad gubernut
di Yaman
Adapun fungsi ijtihad, Fungsi ijtihad ialah untuk menetapkan hukum sesuatu,yang tidak
ditemukan dalil hukumnya secara pasti di dalam Al-Qur’an dan Hadis.
 Cara Berijtihad
Berikut ini tata cara berijtihad :
1. Memerhatikan dalil yang tinggi tingkatannya kemudian menggunakan dalil
berikutnya.
2. Memerhatikan perbuatan-perbuatan Nabi, kemudian kaqrir-nya.
3. Memerhatikan fatwa-fatwa sahabat
4. Menetapkan hukum dengan qiyas atau dengan salah satu dalil yang di benarkan
dengan syarat sambil memerhatikan kemaslahatan dan menolak kemafsadatan.
5. Apabila mendapatkan dalil yang berlawanan hendaknya mengumpulkan dalil
dengan cara yang dibenarkan kaidah.
6. Menarjih salah satu dalil.
10

7. Menaskahkan, mencari mana yang dahulu dan mana yang kemudian. Dalil yang
dahulu yang dibatalkan dan yang kemudian yang membatalkan.
8. Apabila tidak diketahui juga landasan hukumnya maka hendaklah berhenti.
 Beberapa persyaratan keilmuan seorang mujtahid yang tersebut dalam kitab-kitab
ushul adalah sebagai berikut:
1. Islam, berakal sehat, dewasa (baligh).
2. Menguasai nash (teks) Al-Quran yang berkaitan dengan hukum yang sering disebut
ayat ahkam. Jumlahnya sekitar 500 ayat.
3. Mengetahui hadits-hadits yang terkait dengan hukum
4. Mengetahui masalah hukum yang sudah menjadi ijmak (kesepakatan) ulama dan yang
masih terjadi khilaf/ikhtilaf (perbedaan) di antara fuqoha (ulama fiqih). Tujuannya agar
tidak mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan ijmak atau mengaku ijmak pada
hukum yang bukan ijmak atau mengeluarkan pendapat baru yang belum terjadi.
5. Mengetahui qiyas karena qiyah adalah rujukan ijtihad dan awal dari pendapat. dari
qiyas muncul produk hukum. Orang yang tidak mengetahui qiyas tidak memungkinkan
melakukan pengambilan hukum (instinbt al-hukmi).
6. Harus menguasai bahasa Arab dan konteks pembicaraannya sehingga dapat
membedakan antara hukum-hukum yang pemahamannya harus merujuk pada bahasa,
seperti kalam sharih (teks eksplisit) dan teks faktual (dzahirul kalam), ringkasan
(mujmal) dan detail, umum dan khusus, pengertian hakikat dan majaz (kiasan).
7. Mengetahui nasikh dan mansukh baik yang terdapat dalam Quran maupun hadits
sehingg tidak membuat produk hukum berdasar pada nash (teks) yang sudah
dimansukh.
8. Mengetahui keadaan perawi hadits dalam segi kekuatan dan kelemahannya.
Membedakan hadits sahih dari yang dhaif atau maudhu', yang maqbul (diterima) dari
yang mardud (tertolak).
9. Memiliki kecerdasan dan kemampuan dalam bidang pengembilan hukum yang
dihasilkan dari pembelajaran dan pendalaman dalam masalah dan studi hukum syariah.
10. Adil. Dalam arti bukan fasiq. Fasiq adalah orang yang pernah melakukan dosa besar
atau terus-menerus melakukan dosa kecil.
Sekurang-kurangnya ada delapan persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang
mujtahid, yakni sebagai berikut :
1. Mengerti dengan makna-makna yang dikandung oleh ayat-ayat hukum dalam Al
Quran baik secara bahasa maupun menurut istilah syariat. Tidak perlu menghapal di
luar kepala dan tidak perlu menghapal seluruh Al Quran. Seorang mujtahid cukup
mengetahui tempat-tempat dimana ayat-ayat hukum itu berada sehingga mudah
baginya menemukan pada waktu yang dibutuhkan.
11

2. Mengetahui tentang hadis-hadis hukum baik secara bahasa maupun dalam pemakaian
syara’, seperti telah diuraikan pada syarat pertama. Seperti halnya Al Qura, maka
dalam masalah hadis juga tidak mesti dihapal seluruh hadis yang berhubungan
dengan hukum, tetapi cukup adanya pengetahuan dimana hadis-hadis hukum yang
dapat dijangkau bilamana diperlukan.
3. Mengetahui tentang mana ayat atau hadis yang telah di mansukh (telah dinyatakan
tidak berlaku lagi oleh Allah atau Rasul-Nya), dan mana ayat atau hadis yang
menasakh aau sebagai penggantinya. Pengetahuan seperti ini diperlukan, agar
seorang mujtahid tidak mengambil kesimpulan dari ayat atau hadis yang sudah
dinyatakan tidak berlaku lagi.
4. Mempunyai pengetahuan tentang masalah-masalah yang sudah terjadi ijma’ tentang
hukumnya dan mengetahui tempat-tempatnya. Pengetahuan ini diperlukan agar
seorang mujtahid dalam ijtihadnya tidak menyalahi hukum yang telah disepakati para
ulama.
5. Mengetahui seluk beluk qiyas, seperti syarat-syaratnya, rukun-rukunnya tentang
‘illat hukum dan cara menemukan ‘illat itu dari ayat atau hadis, dan mengetahui
kemaslahatan yang dikandung oleh suatu ayat hukum dan prinsip-prinsip umum
syari’at Islam.
6. Menguasai bahasa Arab dan ilmu-ilmu bantu yang berhubungan dengannya
pengetahuan ini dibutuhkan, mengingat Al Quran dan Sunnah adalah berbahasa
Arab. Seseorang tidak akan bisa mengistinbatkan hukum dari dua sumber tersebut
tanpa mengetahui seluk beluk bahasa Arab.
7. Menguasai ilmu ushul fiqh, seperti tentang hukum dan macam-macamnya, tentang
sumber-sumber hukum atau dalil-dalilnya, tentang kaidah-kaidah dan cara
mengistinbatkan hukum dari sumber-sumber tersebut, dan menguasai hal ihwal
tentang ijtihad. Pengetahuan tentang hal ini diperlukan karena ushul fiqh merupakan
pedoman yang harus dipegang dalam melakukan ijtihad.
8. Mampu menangkap tujuan ijtihad dalam merumuskan suatu hukum. Pengetahuan ini
dibutuhkan karena untuk memahami suatu redaksi dan dalam penerapannya kepada
berbagai peristiwa, ketetapannya sangat bergantung kepada pengetahuan tentang
bidang ini. Hal tersebut disebabkan penunjukan suatu lafal kepada maknanya
mengandung berbagai kemungkinan, dan pengetahuan tentang maqasid al-syari’ah
memberi petunjuk untuk memilih pengertiannya yang mana yang layak diangkat dan
difatwakan. Disamping itu, yang terpenting, dengan penguasaan bidang ini prinsip-
prinsip hukum dalam Al Quran dan Sunnah Rasulullah dapat dikembangkan seperti
dalam bentuk qiyas, istihsan dan maslahah al-mursalah

 Hukum Taklify
Adalah tuntutan Allah SWT yang berkaitan dengan perintah untuk melakukan suatu
perbuatan atau meninggalkannya.
Hukum taklify tersebut dibagi menjadi lima macam, yaitu :

1. Al-Ijab
yaitu tuntutan secara pasti dari syariat untuk dilaksanakan dan tidak boleh
(dilarang) ditinggalkan, karena orang yang meninggalkannya dikenai hukuman.
2. An-Nadb
yaitu tuntutan dari syariat untuk melaksanakan suatu perbuatan, tetapi tuntutan
itu tidak secara pasti. Jika tuntutan itu dikerjakan maka pelakunya akan mendapat
pahala (kebaikan), tetapi jika ditinggalkan tidak akan mendapat hukuman (tidak
berdosa).
12

3. Al-Ibahah
yaitu firman Allah (Alquran dan hadis) yang mengandung pilihan untuk
melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya.
4. Al-Karahah
yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu
diungkapkan melalui untaian kata yang tidak pasti. Hal itu menjadikan tuntutan
tersebut sebagai al-karahah, yakni anjuran untuk meninggalkan suatu perbuatan,
tetapi kalau perbuatan itu dikerjakan juga, maka pelakunya tidak dikenai hukuman.
5. At-Tahrim
yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengan tuntutan yang
pasti sehingga tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan itu wajib dipenuhi.
Jika perbuatan itu dikerjakan maka pelakunya akan mendapat hukuman (dianggap
berdosa).

Sedangkan menurut ulama fikih perbuatan mukallaf (orang yang dibebani hukum
yaitu orang yang sudah balig dan berakal sehat) itu jika ditinjau dari syariat (hukum
Islam) dibagi menjadi lima macam, yaitu:

a. Fardu (wajib)
yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya mendapat pahala, tetapi apabila
ditinggalkan akan mendapat hukuman (dianggap berdosa). Perbuatan wajib ditinjau
dari segi orang yang melakukannya dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Fardu ‘ain: perbuatan yang harus dikerjakan oleh setiap mukallaf
Contoh : shalat lima waktu.
2. Fardu kifayyah: perbuatan yang harus dikerjakan oleh salah seorang anggota
masyarakat, maka anggota-anggota masyarakat lainnya tidak dikenai kewajiban lagi.
Namun, apabila perbuatan yang hukumnya fardu kifayyah itu, tidak dikerjakan oleh
seorang pun dari anggota masyarakat, maka seluruh anggota masyarakat dianggap
berdosa.
Contohnya: memandikan, mengafani, menshalatkan dan menguburkan jenazah
seorang muslim, membangun mesjid dan rumah sakit.
b. Sunnah (mandub),
yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan, pelakunya akan mendapat pahala,
tetapi apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa. Perbuatan sunnah dibagi dua:
1. Sunnah ‘ain: perbuatan yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh setiap individu.
Contoh: salat sunnah rawatib.
2. Sunnah kifayyah: perbuatan yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh salah seorang
(beberapa orang dari golongan masyarakat.
Contoh: mendoakan muslim/muslimah dan memberi salam.
c. Haram
yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya dianggap berdosa dan akan
mendapat siksa, tetapi apabila ditinggalkan maka pelakunya akan mendapat pahala.
Contoh : berzina, mencuri, membunuh.
13

d. Makruh,
yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya tidak akan mendapat siksa, tetapi
apabila ditinggalkan maka pelakunya akan mendapat pahala.
Contoh : meninggalkan salat Dhuha.
e. Mubah,
yaitu perbuatan yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Contoh: usaha-
usaha yang halal melebihi kebutuhan pokoknya dan memilih warna pakaian penutup
auratnya.

 Hukum Wad’iy
Adalah perintah Allah SWT, yang mengandung pengertian, bahwa terjadinya
sesuatu merupakan sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu (hukum).
Ulama usul fikih berpendapat bahwa hukum wad’iy itu terdiri dari 3 macam:

1. Sebab,
yaitu sifat yang nyata dan dapat diukur yang dijelaskan oleh nas (Alquran dan hadis),
bahwa keberadaannya menjadi sebab tidak adanya hukum.
Contoh :
- Tergelincirnya matahri menjadi sebab wajibnya Salat Dzuhur. Dengan demikian, jika
matahari belum tergelincir maka Shalat Dzuhur belum wajib dilakukan.
- terbenamnya matahari menjadi sebab wajibnya Salat Magrib.
2. Syarat,
yaitu sesuatu yang berada di luar hukum syarak, tetapi keberadaan hukum syarak
tergantung kepadanya. Jika syarat tidak ada, maka hukum pun tidak ada.
Contoh : genap satu tahun (haul), adalah syarat wajibnya harta perniagaan. Jika tidak
ada haul, tidak ada kewajiban zakat harta perniagaan tersebut.
3. Mani (penghalang)
yaitu sesuatu yang keberadaannya menyebabkan tidak adanya hukum atau tidak adanya
sebab bagi hukum.
Contoh : najis yang ada di badan atau pakaian orang yang sedang mengerjakan salat
menyebabkan salatnya tidak sah (menghalangi sahnya shalat).

Nama : Moh. Ibnusabil


Kelas : X P.MIA A

You might also like